Nishijima Takahiro/Uno Misako friendship(?), mentioned past Koyama Keiichiro/Uno Misako
Hari itu Nissy merasa dunia akan hancur. Langit akan runtuh, badai akan datang, ia akan terhempas ke Neptunus, dan Misako akan membawanya kembali ke bumi untuk mengulitinya hidup-hidup.
ini gak kreatif banget tolong. Kemaren ini liat ada yang bikin editan AAA x Terrace House dan mikir, kalau beneran ada, saya pengen banget liat interaksi TakaUno yang kaya gini. JADINYA SAYA BIKIN SENDIRI. *dor* Rencananya mau bikin sekitar 500 kata, tapi taunya bablas jadi 1900-an karena jujur aja, pas ngetik saya ga tau ceritanya mau dibawa ke arah mana. Jadi rada gini deh. Endingnya juga gak terlalu bagus sih tapi gapapa lah ya. Btw saya pake Koyama karena mereka pernah ada rumor pacaran dulu dan taun lalu ketemu lagi di MSute dan ya lucu aja ngeliatnya(?) XD
.
Langit akan runtuh.
Tidak sungguhan, tentu saja, tetapi hari itu Nissy merasa seolah dunia akan hancur. Langit akan runtuh, badai akan datang, dan ia akan terhempas ke Neptunus.
Dengan kata lain, ia membuat kesalahan saat bekerja.
Bukan kesalahan besar, sebenarnya. Tetapi cukup untuk membuat atasannya menggebrak meja dan membentaknya. Di depan seluruh karyawan lain. Lengkap dengan mengungkit kesalahan-kesalahan Nissy di masa lampau. Ia dibiarkan kembali ke mejanya dengan kepala tertunduk dan wajah memanas.
Nissy tahu ia memiliki mental baja, namun saat itu entah kenapa rasanya ia lemah sekali.
Setelah memperbaiki kesalahannya-yang membuatnya harus tinggal di kantor sampai tengah malam-ia pulang dengan langkah gontai. Masih ada kereta terakhir, sebenarnya, tetapi Nissy memutuskan untuk berjalan pulang.
Cahaya dari minimarket dua puluh empat jam menarik perhatiannya di tengah kegelapan. Mungkin ia bisa membeli beberapa kaleng bir... Ah, tidak boleh! Ia harus bangun pagi besok.
.
Saat Nissy sampai ke share house, ia memutar kunci dengan sangat berhati-hati. Jika lampu-lampu di lantai dua sudah padam, biasanya itu berarti penghuni lainnya sudah tertidur. Ia tidak ingin membangunkan mereka.
Nissy mengendap-endap melewati ruang tamu dan ruang tengah yang gelap. Setelah terdiam beberapa saat di ruang tengah, ia meletakkan jas dan tas kerjanya dengan hati-hati di sofa. Dengan korek dan sekotak rokok (yang baru saja dibelinya di minimarket tadi), Nissy pun berjalan ke halaman belakang.
Aah, saatnya melepas stres.
.
Tidak jadi. Batal. Abort mission.
Nissy cepat-cepat menyembunyikan rokoknya, namun Misako sudah terlanjur melihat.
Ya, bagus sekali. Sekarang Misako akan menyita kotak rokoknya-yang keempat kalinya bulan ini!-dan ia harus bersabar dengan permen karet. Apakah tadi ia sudah bilang bahwa langit akan runtuh? Benar sekali. Langit akan runtuh, badai akan datang, ia akan terhempas ke Neptunus, dan Misako akan membawanya kembali ke bumi untuk mengulitinya hidup-hidup.
Nissy mendesah pelan. Ia mengeluarkan kotak rokoknya, menyerahkannya pada Misako. Sudah terlambat, tak ada gunanya pura-pura tidak bersalah lagi.
Namun Misako menatapnya tanpa ekspresi. "Aku tidak merokok."
"Aku tahu."
Saat itulah Nissy melihatnya-gelas di tangan Misako. Alkohol.
"Merokoklah, aku tak peduli," kata Misako datar.
Ini bukan reaksi yang Nissy harapkan. Ia pikir Misako akan merebut kotak tersebut dari tangannya sambil berceramah tentang bahaya rokok. Ketika yang terjadi adalah sebaliknya, ia bingung apa yang harus dilakukan.
Misako menyesap alkoholnya, matanya memandang kosong ke tanaman-tanaman di halaman belakang mereka.
Nissy bimbang. Ia tahu Misako benci, benci sekali, pada rokok. Yukari menolerir rokok sampai tingkat tertentu, dan Chiaki sama sekali tak mempermasalahkannya. Tetapi kini keduanya sudah menikah dan keluar dari share house, meninggalkan Misako sebagai satu-satunya wanita di sana.
Dan jika Misako sampai bersikap seperti ini, Nissy tahu ada sesuatu yang salah-sangat salah-pada wanita tersebut.
Perlahan-lahan Nissy mengeluarkan sebatang rokok dari kotak, kemudian menggunakan korek untuk menyalakan rokok tersebut. Ah, ia dapat merasakan ketegangan meninggalkan tubuhnya.
"Setan itu akan membunuhmu, tahu. Rokok."
"Kita semua akan mati pada akhirnya."
Misako tak membalas lagi. Ini mengejutkan Nissy-biasanya mereka berdua dapat berdebat sampai mulut berbusa. Namun keadaan Misako sekarang memang terlihat tidak baik. Jadi Nissy tidak mengatakan apa-apa lagi.
Beberapa menit berlalu tanpa kata. Beberapa kali Misako tampak ingin mengatakan sesuatu, namun tak ada yang keluar dari mulutnya.
Ketika Nissy menyalakan rokok keduanya, barulah Misako memecahkan keheningan di antara mereka.
"Ia tidak bersalah."
Ah, Nissy langsung paham.
"Gadis itu-ia tidak bersalah. Pacarnya-pacarnya yang..." Misako menghentikan kalimatnya. Suaranya bergetar-dan untuk pertama kalinya pada malam itu, Nissy dapat melihat emosi pada mata Misako. Misako menghela nafas panjang, mengubur kepala dalam tangannya sendiri. "Ini bukan kasus yang sulit. Ini tak seharusnya menjadi kasus yang sulit. Aku yang... Aku yang tidak kompeten. Itu saja."
"Tidak kompeten?!" mata Nissy melebar, menatap Misako setengah tidak percaya. "Siapa yang bilang begitu? Kau sama sekali tidak tidak kompeten!"
"Yah, kenyataannya, aku tidak tidak tidak kompeten."
Misako kembali ke ekspresi datar. Dan Nissy... tidak menyukainya. Ia tahu ini adalah bentuk benteng pertahanan diri Misako. Tetapi ia tidak ingin Misako terus-menerus mengurung dirinya di sana. Bukankah ia ada di sisi Misako sekarang? Bukankah Misako dapat meluapkan beban padanya?
"Kau sendiri?" tanya Misako tiba-tiba. "Ada apa? Kau salah mengirim data lagi? Menumpahkan kopi ke komputer lagi? Membuat rapat yang seharusnya bisa selesai dalam satu jam menjadi tiga jam lagi?"
Ah, benar juga. Karena sibuk memikirkan Misako, ia jadi agak lupa pada masalahnya sendiri.
"Bukan sesuatu yang besar," jawab Nissy sambil mendengus. "Dan kau mengatakannya seolah-olah aku sering membuat kesalahan."
Misako mengangkat sebelah alisnya.
"Oke, mungkin aku memang sering melakukan kesalahan," Nissy mengalah. Ia mengisap rokoknya, lalu dengan hati-hati mengembuskan asapnya ke arah yang berlawanan dengan Misako.
Hal tersebut berlangsung untuk beberapa saat-Misako menyesap alkoholnya dan Nissy mengisap rokoknya. Awalnya Nissy memang berniat untuk menghabiskan tiga atau empat batang, tetapi rasanya kali ini dua sudah cukup. Entah kenapa ia kehilangan mood. Jadi ia menjatuhkan rokoknya ke lantai semen dan menginjaknya. Pada saat yang sama, Misako pun menghabiskan alkoholnya.
"Seharusnya aku bisa menang," kata Misako dengan suara pelan. Ia tidak mabuk-Nissy tahu toleransi alkohol Misako yang tinggi. Tetapi saat itu Misako terlihat seperti... entahlah. Ia terlihat kalah. "Semua bukti yang ada memberatkan pacarnya. Seharusnya ini akan menjadi sidang yang mudah."
Nissy tetap diam, mendorong Misako untuk terus berbicara.
"Tetapi pengacara dari pihak pacarnya adalah Keiichiro."
Dan saat itulah Nissy sadar-bukan hanya langitnya yang runtuh, langit Misako pun runtuh hari itu.
“Lima tahun, kau tahu? Lima tahun tidak bertemu, dan tiba-tiba kami dihadapkan sebagai lawan!” Suara Misako meninggi. Tangannya bergerak-gerak, seolah ingin menyampaikan sesuatu yang tak dapat diungkapkannya dengan kata-kata. “Kupikir-kupikir aku bisa menghadapinya. Tapi ternyata aku memang lemah, Nissy, aku lemah! Aku bodoh! Aku-”
“Uno-chan, Uno-chan,” Nissy memegang kedua bahu Misako erat-erat. Misako menutup matanya, bahunya bergetar dan nafasnya pendek-pendek. “Uno-chan, tenanglah. Tarik nafas, oke? Terlalu pendek-tarik nafas lebih dalam. Bagus, sekarang keluarkan. Sekali lagi, Uno-chan. Ya, bagus sekali.”
Misako tidak langsung tenang, tentu saja. Tetapi Nissy menghela nafas lega ketika ketegangan mulai meninggalkan bahu Misako dan nafasnya kembali teratur. Ketika Nissy hendak melepaskan tangannya dari bahu Misako, tangan Misako menahannya.
“Uno-chan…?”
“…boleh aku meminjam bahumu?”
“Untuk… untuk menangis?”
“Untuk tertawa. Tentu saja untuk menangis, bodoh.”
“Tidak,” jawab Nissy cepat. Misako menatapnya, masih dengan mata berair, namun Nissy tidak berubah pikiran. “Maskaramu akan luntur ke kemeja putihku dan aku akan kesulitan membersihkannya!”
“Ketenangan batinku lebih penting daripada kemeja putihmu!”
“Kalau begitu, silakan saja. Kuperingatkan bahwa bau rokok masih menempel di sana.”
Hal ini sukses membuat Misako mengalah. Bagaimanapun juga, ia benci rokok. Misako menghela nafas dan bersandar pada tembok di belakangnya. Nissy tak mengatakan apa-apa lagi, jadi Misako memutuskan untuk meneruskan pembicaraan yang tadi terpotong.
“Keiichiro. Ia pengacara yang hebat. Luar biasa. Aku mungkin akan kalah,” kali ini Misako berbicara dengan lebih tenang. Bukan tanpa ekspresi seperti di awal tadi, tetapi ia tampak dapat mengendalikan emosi sekarang. “Ia bilang… Tidak, bukan Keiichiro, tapi salah seorang rekannya. Ia bilang bahwa wanita yang mudah terbawa perasaan sepertiku tidak layak berada di pengadilan. Tidak profesional. Bukan pengacara yang baik. Lawan yang mudah.”
“Kau tahu itu tidak benar,” kata Nissy setelah beberapa saat. “Kau bisa bertanya pada siapapun di rumah ini dan semua akan memberikan jawaban yang sama. Kau pengacara yang hebat, Uno-chan.”
“Kita tinggal bersama selama empat belas tahun. Pandangan kalian padaku bias. Tidak valid.”
“Tidak juga. Kau bisa mengatakan bahwa Hidaka komposer yang jenius-atau bahwa Naoya arsitek yang luar biasa-dan orang-orang lain pun akan setuju.”
“Itu karena mereka memang hebat.”
“Itu juga benar. Tetapi-dengarkan, Uno-chan. Orang-orang melihat hasil, namun kita yang tinggal bersama mereka dapat melihat prosesnya. Kita tahu berapa malam tanpa tidur yang Hidaka habiskan untuk mendapatkan komposisi yang memuaskan. Kita melihat berapa rim kertas yang Naoya lempar ke tempat sampah untuk mendapatkan desain yang terbaik. Dan kita juga melihat bagaimana kau bekerja keras untuk setiap kasus yang kau tangani. Aku tak bisa menyampaikannya dengan baik, memang, tapi kau mengerti maksudku, kan? Ah, ini memalukan sekali. Aku akan berhenti bicara sekarang.”
Nissy langsung membuang muka, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah. Apakah ia terlalu jujur? Memang kejujuran adalah sifat yang dapat dibanggakannya, tetapi kadang ‘terlalu jujur’ juga menempatkannya pada situasi-situasi canggung. Saat Nissy memberanikan diri untuk menatap Misako, Misako memandangnya dengan ekspresi yang tak dapat ditebak.
“Uno-chan?”
“Menurutmu, aku bisa memenangkan sidang ini?”
“Tentu saja.”
“Meskipun lawanku adalah Keiichiro?”
Kali ini Nissy tidak langsung menjawab. Ia menyentuh tengkuknya, memikirkan kata-kata yang tepat.
“Ada alasan kenapa sekarang usiaku tiga puluh dua tahun dan aku belum menikah, Nissy,” kata Misako tanpa menunggu jawaban Nissy. “Keiichiro. Pria yang luar biasa.”
“Maksudnya, kau masih terpikat padanya?”
“Bukan. Sulit untuk melihat pria lain ketika kau pernah bersama-sama dengan seseorang yang begitu hebat. Kau boleh tertawa, tapi aku melihat Keiichiro seolah ia telah melukis bintang di langit malam dan membuat matahari terbit saat fajar.”
“Uno-chan,” Nissy akhirnya membuka mulut. Ia sepertinya mulai menangkap apa permasalahan yang sebenarnya terjadi. “Tidakkah kau terlalu memujanya?”
“Benar, benar sekali,” jawab Misako tanpa penyangkalan. “Aku mungkin tak ingin melihatnya kalah. Karena itulah aku menjadi lawan yang mudah. Sama sekali tidak profesional. Sangat memalukan.”
Misako menghela nafas panjang. Ia meregangkan tubuhnya yang mulai terasa kaku, kemudian berbalik untuk berjalan menuju pintu.
“Terima kasih, Nissy.”
“Aku tidak melakukan apa-apa.”
“Memang. Tapi aku senang kau mendengarkanku. Rasanya sekarang aku punya kekuatan untuk kembali berjuang.”
Misako melempar senyuman tipis, membuat Nissy jadi ikut tersenyum juga. Apakah tadi ia mengatakan bahwa langit akan runtuh? Yah, ternyata ia salah. Langitnya hanya retak sedikit, dan Misako telah mengelemnya dengan lem super.
“Perumpamaan yang aneh, Nissy.”
Sial. Apa ia mengatakannya keras-keras?
“Ya. Sepertinya kau sudah mengantuk,” Misako tertawa ketika melihat wajah Nissy yang setengah bingung dan setengah malu. “Dan aku ingin sedikit mengoreksi perkataanmu tadi. Aku merasa langitku runtuh hari ini, tetapi kau menahannya agar aku tidak hancur tertimpa. Terima kasih.”
“Eh…” Nissy tampak salah tingkah. Misako berjalan melewatinya, membuka pintu belakang share house mereka.
Maksudnya-ia sungguh tak melakukan apa-apa untuk Misako. Dan berbicara dengan Misako tadi membuatnya lupa akan suasana hatinya yang buruk. Tetapi Misako benar-ia juga sudah mengantuk. Sebaiknya ia segera mandi dan tidur.
“Ah, satu lagi,” Misako tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Ia mengulurkan tangan kanannya, menatap Nissy dengan pandangan tajam.
Dengan agak bingung, Nissy menggerakkan tangannya untuk menyalami tangan Misako yang terulur. Apakah maksudnya Misako ingin berjabat tangan sebagai tanda terima kasih?
“Bukan itu, bodoh,” Misako menampar tangan Nissy kasar. “Rokokmu.”
“Hah?” seru Nissy, mendadak terlihat defensif. Ia mengeluarkan kotak rokok tersebut dari kantung celana dan menggenggamnya erat-erat. “Kau boleh merebutnya dari mayatku.”
“Nissy.”
Namun Nissy tak mau mengalah. Tidak. Yang benar saja. Kotak rokok keempat bulan ini yang disita Misako darinya! Dan ia baru mengonsumsi dua batang!
“Kau, benar-benar…” Misako menghela nafas panjang. Kalau Nissy tak mau menyerahkannya dengan sukarela, ia akan mengganti taktik. “Kau selamanya tak akan bisa mencium Shinjiro jika kau tidak berhenti merokok. Kau tahu ia sangat membencinya.”
Nissy terperangah-kotak rokok hampir terjatuh dari tangannya. Ia tak menyangka… Maksudnya… Dari mana Misako bisa…
“Ya! Sekarang serahkan rokokmu,” Misako menyeringai puas. Nissy-masih dalam keadaan syok-perlahan-lahan mengendurkan genggamannya, memberikan kesempatan bagi Misako untuk merebut rokok tersebut dari tangannnya.
“Uno-chan-“
“Shinjiro juga menginginkanmu, tapi aku tidak akan memberimu restu berpacaran dengannya sampai kau berhenti merokok, dengar?”
“B-baiklah…”
Setelah tersenyum puas untuk yang terakhir kalinya, Misako berbalik dan masuk ke dalam rumah-meninggalkan Nissy sendirian. Nissy masih berdiri dalam keadaan setengah syok, tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pertama ia berniat merokok untuk meluapkan bebannya. Lalu ia malah mendengarkan masalah Misako. Meskipun akhirnya-entah bagaimana-mereka jadi saling menghibur, ia dipaksa untuk menyerahkan kotak rokoknya.
Ah, ternyata ia tidak salah. Langit akan runtuh, badai akan datang, ia akan terhempas ke Neptunus, dan Misako akan menariknya kembali ke bumi untuk mengulitinya hidup-hidup.
Tapi…
Nissy tertawa pelan, dadanya kini terasa ringan.
Shinjiro.Mungkin Misako benar-ia perlu mencoba untuk berhenti merokok.
.
smoker!Nissy karena setelah liat MV Toriko saya ga bisa ngeluarin image smoker!Nissy dari kepala. nyelesaiin ini kejar-kejaran sama batre laptop www belakangan ini haters-nya Misako (yang dari pihak fansnya Nissy) entah kenapa lagi jahat-jahatnya. Jadi sedih liatnya. Apalagi yang kemaren ribut gara-gara TakaUno pake gelang yang sama pADAHAL MAH YAUDAH AJA KAN YA. Dan tadinya ga nyangka ini bakal beres pas 13th Anniv-nya AAA wwww yasudahlah. Happy 13th Anniv AAA!!!!