Aku dan Air Sudah Berkawan, tapi Belum Pacaran

Jul 01, 2016 02:40

Entry ini tentang renang. Tumben kan aku posting soal yang ada kaitannya dengan olah raga. Kenapa? Karena sekarang aku belajar berenang. Kenapa belajar renang (di usia tua ini)? Well, karena renang tidak kenal usia. Hehehe. Alasan yang paling kuat sih sebenarnya karena prasyarat berenang itu adalah ketenangan. Supaya bisa berenang -dengan teknik yang benar- pertama-tama harus tenang, sangat rileks, dan pasrah dan percaya pada air. Air jangan dilawan, tapi disambut dan diajak berkawan. Aspek itu semacam meditative, setidaknya bagiku.

Sebenarnya aku takut air. Tak heran kalau aku butuh 5 kali pertemuan les renang buat merasa pede untuk ambil nafas. Orang lain yang lebih rileks dan semeleh sih mungkin cuma 3 kali pertemuan yah. Ya, aku ambil les privat renang. Kenapa? Karena aku tidak punya teman yang suka/pinter renang, apalagi yang cukup sabar untuk melatihku. Melatih renang pada orang dewasa yang takut air itu harus sabar. Orang yang takut, tidak rileks, dengan sendirinya akan susah mengapung di air. Ya memang sih kalo bergerak kesetanan lama-lama bisa mengapung juga. Tapi tenaga yang terpakai buat berpindah 5 m aja terbuang banyak. Jumlah energi yang sama, jika dipakai orang yang rileks di air, bisa buat nyebrang dari ujung ke ujung kolam.

Target pertama yang harus kucapai adalah rileks. Indikatornya adalah berani mendongak untuk ambil nafas, tanpa menggerakkan anggota badan lain. Itu susah banget bagiku. Tapi secara bertahap, aku bisa. Awalnya masih mendongak lalu berdiri, trus mendongak sambil pegangan kenceng tangan guru les, trus pegangannya makin kendor jadi cuma nempel doang, sampai akhirnya berani tidak pegangan sama sekali. Dalam metode latihan yang ini, reflek survival-ku adalah menendang dengan gaya katak. Mungkin karena itu, gaya yang pertama diajarkan adalah gaya dada alias katak.

Tapi sebetulnya aku udah agak bisa gerakan kaki gaya bebas sih. Jadi selama 5 kali pertemuan buat melatih nafas itu, ada selingan pelajaran gaya bebas. Nah, kalo itu aku cepet bisa :) Guruku bilang, “nah, itu udah bisa. Mbak tuh tekniknya pinter kok, cuma kurang pede aja. Kurang rileks.” Hehe bener sih.

Oh ya, aku nggak selalu bareng guru kalo nyemplung kolam. Sengaja begitu, karena tidak semua sesi nyemplung kolam butuh arahannya. Di awal-awal belajar renang, aku beberapa kali nyemplung sendiri sekedar buat membiasakan diri dengan air. Ya kayak berteman dengan manusia, kan. Ada yang baru sekali-dua kali ketemu udah bisa akrab. Nah, aku dan air gak gitu. Aku yang takut air ini harus sering-sering ketemu air supaya gak takut. Pada pertengahan masa belajar renang, aku memberanikan diri belajar ambil nafas tanpa didampingi guru. Kalau didampingi terus, jadinya manja… nyari tangan gurunya melulu buat pegangan. Dan kalau bosan (atau nyerah karena gak bisa-bisa), aku coba praktikkan gaya bebas (yang belum sempurna karena belum ada ambil nafas). Lama-lama aku makin akrab kok sama air ^_^

Alkisah, mbak guru pamit bertugas ke luar Jawa. Kukira cuma sebentar, ternyata sampai dua bulan lebih. Selama dua bulan itu, aku tetap rutin nyemplung kolam. Lama-lama aku tak betah ‘menjomblo’ … aku nyari guru renang baru. Yang ini cowok :D Dengan mas guru ini sebenarnya cuma sekali pertemuan les. Tapi selain itu sering ketemu juga di kolam yang sama, saat dia ngajar muridnya yang lain. Dan kalau sedang senggang, dia tetep ngajarin juga walau bukan di jatah lesku :D Singkat cerita, mbak guru kembali ke Jawa dan ngajarin aku lagi. Sekarang aku jadi bisa membandingkan gaya mengajar keduanya. Yang satu cenderung begini: pelajari teknik ini dulu, lama-lama bakal ototmu bakal terbiasa dan nyaman. Yang satunya lagi begini: cari rasa nyaman dan rileks dulu, baru pelajari teknik ini.

Nah, seperti mengakrabi kesenangan yang sudah-sudah, aku juga jadi senang nonton video renang. Salah satunya video tentang teknik total immersion. Istilah total immersion pertama kali kubaca di steller-nya Dee Lestari. Teknik itu kayaknya menarik dan masuk akal sih. Dilihat sepertinya gampang, tapi setelah kucoba ternyata susah hahaha. Mungkin karena aku belum secara total membenamkan diri ke air. Belum pasrah. Aku dan air sudah berkawan, tapi kadang aku masih tak percaya padanya. Dan rasa itu sepertinya dipantulkan air kembali padaku. Hehehe.

Kelak pasti aku bakal percaya penuh pada air, dan sebaliknya. Kami bakal saling percaya dan makin akrab bak berpacaran. Dan jika saat itu tiba, yakinlah bahwa aku bakal … bau kaporit. :D

rambling, renang, indonesian

Previous post Next post
Up