I think I have a crush ...

Apr 17, 2011 18:53

I think I have a crush on …whom? Anda membayangkan aktor atau rocker yang berkarya di Eropa atau Hollywood?
Hm…kali ini tidak. Kali ini saya tidak seperti yang sudah jadi template saya *lirik koleksi gambar dan video mbah Gilmour cs*. Kali ini saya menjadi seperti gadis-gadis lain. Bahkan mungkin abege.hehehe

Bagi saya yang belajar menari (dan nggak bisa-bisa alias mentok kemampuannya) di sanggar tari, pemandangan yg sering saya lihat adalah: cewek, cewek, cewek dan …cowok yang secantik cewek. uh. Bisa kan, ngebayangin kehausan saya pada sosok lelaki jantan?

Bukan berarti gak ada lho. Ada, tapi langka. Dan kalo cowok itu ternyata lebih pinter dan luwes menarikan tari pria yang halus, saya udah nggak napsu. Saya yang cewek aja pingin nari yang gagah, seharusnya cowok juga menarikan tarian pria yang jenisnya gagah dong. Stop dulu topik itu ya, supaya obyek fangirling saya segera kebahas  … :p

Waktu pertama melihat dia, saya langsung komentar dalam hati, “aih, ini cowok keren. Tapi dia seme atau uke ya…” /plak. Hihihi. Dia itu tinggi, langsing, tapi sayang nggak gondrong. Kalo gondrong, dia secara visual bener2 tipe saya banget. Dan yang istimewa dari dia adalah matanya yang tajam. Sorot mata tajam, jarang senyum pula. Saya bayangkan, dia pasti keren banget kalo nari Bali putra yang keras abis kayak Tari Baris. Oh ya, kami di sanggar tari Jawa. Bagi yang nggak bisa mbayangin signifikansi perbedaannya, yeah…bayangin aja musik Jawa dan Bali. Yang satu kalem, satunya lagi menyentak-nyentak, dinamis.

Si cowok ini jarang muncul di sanggar. Mungkin karena laris pentas, mungkin juga karena males disuruh-suruh. lol. Dan seperti yang sudah tersirat, saya nggak kenal dia. Tapi itu gak penting2 amat sih buat cerita ini. Singkat kata, ada pementasan hari Jumat kemaren. Saya ikut nonton gladi resiknya 2 hari sebelumnya, karena pas selesai jadwal kelas saya. Tari itu dibawakan oleh 9 penari pria dewasa. Dan waktu gladi resik, mereka sudah memakai kostum (nyaris) lengkap. Telanjang dada, selendang dikalungkan di leher, kain jarik menutup pinggang ke bawah. Saya pun sudah terpesona dengan kain jariknya yang bermotif unik, yaitu mirip sampul album The Wall-nya Pink Floyd. ♥

Tentang tari dan pementasannya bisa dibaca di SINI. Ada foto-fotonya juga kok, walau gambarnya kabur :( Saya gak bakalan cerita banyak tentang tarinya. Cukup cuap-cuap fangirling sajalah di sini :p

Si cowok berada di posisi paling depan, tengah. Yummy. Sejak gladi resik, saya udah mengamati bahwa geraknya (buat saya) paling gagah, paling staccato (kalo bahasa analisa ini dibaca pakar tari, mateklah aku :P), apalagi ditambah sorot mata tajamnya. Tentu saja saya nggak nonton seluruh gladi resiknya, tapi kemudian saya tahu bahwa memori saya udah mencatat nuansa gerak berbeda dari 2 babak tarian itu. So pasti si cowok -yang selanjutnya di sini akan saya sebut sebagai mas ganteng- keren di keduanya. Saya pun nggak sabar menanti hari pementasan. <--kalimat ini sebetulnya udah mulai lebay.

Malam pementasan tiba. Saya nggak dapet tempat duduk karena memang dateng telat. Tahu sendiri kan kebiasaan orang Indonesia (apalagi Jawa) yang ngaret?  Oh ya, sebaiknya Anda mulai membaca lagi link untuk mendapat gambaran tentang tari-tarinya. Tari kedua (Klana Topeng) itu sebetulnya udah bikin penonton cewek senyum2 malu, karena kain jarik si penari rada kendor. Jadi kalo doi ngangkat kaki, penonton jadi tahu misteri di balik kain jarik itu. OTL

Pada tari ketiga, oh… saya lagi2 dibuat terpesona oleh penari yg paling depan itu [insert love emoticon] sejak mereka masuk pendopo. Babak pertama berlangsung mulus. Saya suka dengan gerak tari yang gagah, juga komposisi lantainya (yang kadang bikin saya memasangkan mas ganteng dengan penari lain. :p). Tibalah ke babak kedua. Semua penari mundur ke ujung belakang panggung, menanggalkan selendang yang tadinya dikalungkan di leher, dan menggantinya dengan kalung melati. Dan dimulailah babak yang nyeleneh itu. Kalo di babak pertama, kesan yang ditampilkan sesuai harapan dan gambaran n pemahaman saya tentang tari Jawa putra gagah yang seharusnya. Elegan, agung, dan semacam itulah. Di babak kedua, tari menjadi lucu, konyol, dan melenceng dari pakem yang saya kenal. ngiiik …

Di babak 2, penari mulai berbagi peran. Yang tadinya seperti prajurit berlatih (4 orang), menyingkir duduk bersila di pinggir. Satu orang masih duduk di singgasana. Empat orang lagi seperti bertengkar dengan logat lucu dan gak jelas, lalu mereka makin lama makin lucu. Mereka datang ke raja, ditendang raja, dan makin menggila konyolnya. Penonton ketawa. Bahkan penari2 yang duduk bersila itu pun setengah mati nahan ketawa. Empat badut dateng lagi ke raja, mental lagi. Tapi kali ini sang raja bangkit dari singgasana, dan menari di tengah panggung. Empat badut tadi rupanya menulari 2 dari 4 penari yang tadinya duduk. Dua penari itu menggila sebentar, tapi kalah gila dong ama sang raja. Sampe di sini dulu, biarkan saya menafsirkan adegan-adegan tadi di otak mungil saya. Empat badut itu gambaran rakyat jelata yang apa adanya, polos, tapi sekaligus rada gila. Gilanya entah karena apa. Karena tekanan hidup yang berat (masalah ekonomi, mungkin?) atau karena memang jamannya jaman edan. Mereka mengadu ke raja, ditolak, dan mereka makin gila. Mungkin hanya dengan jadi gila mereka bisa menghibur diri. Mereka mengadu lagi ke raja, dan mental lagi. Tapi kali ini kita tahu bahwa rajanya cuek karena dia lebih gila. Gilanya gimana sih?

Sang raja sedang tergila-gila wanita. Semua dirayu, semua dikira sang gadis pujaan. Pada pilar pendopo yang kanan dia mengobral rayuan gombal. Pada pilar yang kiri dia menumpahkan rindu pada kemolekan tubuh sang gadis ayu. Sampe biseps prajuritnya pun kena cium penuh nafsu. Sampai di sini, adakah yang penasaran dengan reaksi si mas ganteng?

Doi tak bergeming (oke ntar saya cari mana makna ‘bergeming’ yang benar ;p) sedikit pun. Sorot matanya tetap tajam, ekspresinya tetep lempeng. Saat penonton terpingkal, penari lain jadi merah padam menahan tawa, dia tetap setegar karang.
Syahdan, sang raja di tengah panggung semakin merindu dan kata-kata rayuannya makin jorok. (ih beneran lho! =_=) Saya terjemahin dikit (dan mungkin nggak pas tapi biarin) ya, kira-kira gini: kurindu mencium susumu, duhai gadis ayu (tuh apa saya bilang. jorok kan? =_=) Nah, setelah kata wong ayu itu terucap, si mas ganteng bangkit dan berjalan angguuuun banget ke tengah panggung. Bener-bener anggun, wong dia pake gaya penari cewek. sesampai di tengah panggung, dia berdiri diam menghadap penonton. Pucuk dicinta ulam tiba buat sang raja. Mas ganteng pun dirayu habis-habisan (joroknya) dan digrepe-grepe. Tapi doi tetap tenang, imannya tak tergoyahkan (haisyah! Lebaaaay!). Dia menanggapinya dengan anggun. Saya masih kagum padanya waktu itu (meskipun ide slash berkecamuk di kepala :p). tapi ketika mata sang raja mulai menatap lekat-lekat ke pantat mas ganteng dan tangannya bergerak, saya mulai was-was. Duh, gejalanya kok mulai gak enak nih (atau mulai sangat enak? :p), pikir saya. Dan ternyata benar. Sang raja dengan cepat menyingkap kain jarik mas ganteng, memperlihatkan paha yang …entahlah, dan celana super pendek yang warnanya… entahlah. Duh, saya bener-bener gak tega ngeliat. Oh mas gantengkuuuuu…

(Kalo sekarang sih saya menyesal kenapa saya malah merem, nunduk plus nutup mata pula. Bener-bener goblok, melewatkan pemandangan indah yang gratisan. Live show pula! XDD)

Pada titik itu, kekaguman saya pada mas ganteng (yang sebelumnya pada posisi 3000m di atas permukaan laut) langsung jatuh. Bluggg! Oalah mas, mas. Kau yang kupuja karena sorot mata tajam, dingin dan sikap sekokoh karang itu, kenapa dilecehkan habis-habisan pada akhirnya? T_T  Apalagi setelah disibakkan kain penutup kakinya itu, doi langsung menjerit bak banci dan jatuh ke pelukan iba penari (cowok) lain. Ughuuuughuuuughuuuuu…

Sebetulnya masih ada babak 3, yang merupakan babak pendinginan (penari juga nyanyi di sini). Meskipun tubuh mereka yang penuh peluh itu memantulkan kilau lampu, dan menggetarkan hati uke (atau seme?) manapun yang melihatnya, dan mas ganteng tetep jadi yang paling ganteng dan paling oke gerakannya, tapi… tapi… tapi semua itu jadi terasa melempem bagi saya gara-gara adegan buka-bukaan tadi.

Saya tidak tahu mana yang lebih mengaduk-aduk perasaan ini: bahwa mas ganteng jadi puncak pelecehan sang raja, atau bahwa saya nggak ngeliat pahanya?
XDD

Yang jelas, saya sampai sekarang terbayang-bayang wajahnya yang lebih keren tanpa make-up, geraknya yang gagah, sekaligus yang anggun dan berujung pada …. aaggghh~! Saya cari facebooknya, penasaran apa dia termasuk alayers ato nggak. Dan tentu saja, sesekali saya membayangkan latihan antara dia dan sang raja,

Pemeran raja: Dik, kok aku kurang mantep ya sama adegan yang ini.
Mas ganteng: Uhm… anu. (ragu-ragu) Enggg… apa nggak sebaiknya kita latihan berdua saja, mas?
Pemeran raja: Ber-berdua saja? (deg-deg siiir)
Mas ganteng: Iya. Biar lebih menghayati dan lebih (menggumam) intim. Errr… nyaman gitu.
Pemeran raja: Oh ya..ya. bener itu, dik.
(backsound: romantic music playing)
Pemeran raja: Jadi, enaknya kapan ya kita latihan …hm… berdua saja? Besok malem?
Mas ganteng: Emmm… nanti aja, mas. Abis latihan bareng temen-temen ini.
Pemeran raja: Nanti kamu kecapekan lho, dik.
Mas ganteng: Ah, nggak papa, mas. Lagian saya udah pake G-string kok. (blush)
Pemeran raja: ♥♥♥

#PLAAAAK!

atau waktu para penari luluran sebelum pentas. Kalo penari-penari lain perlu membedaki dada, punggung dan lengan, karena bagian-bagian tubuh itulah yang terbuka. Mas ganteng tentu butuh bedak lebih dong, karena dia perlu membedaki bagian tubuh yang tertutup kain jarik.
Pemeran raja: Sini dik, aku bantu yang bagian kaki.
Mas ganteng: (ngangkat kain jarik sambil blushing)
Beberapa menit kemudian…
Mas ganteng: Lho mas? Kok dari tadi yang dibedakin cuma jempolnya doang? :(

Oh semoga entry ini gak terdeteksi search engine manapun. OTL

fangirling, striptease?, tari

Previous post Next post
Up