Title : Clock Strikes
Author :
shinsakuraiRating : PG
Genre : AU, Fluff, Angst
Pair : SakuMoto (JunxSho actually...:p)
Fandom : Arashi
Type : Chapter, 1/?
Words : 2285 words
Language: Indonesia
Disclaimer : Arashi kepunyaan eyang Johnny XD dan cerita hasil khayalan saya pribadi..bener-bener ngayal,penulisan tanpa riset(?) mendalam X3
Judul diambil dari lagunya One Ok Rock~ ga tw knpa saya pake jdul ini XP
Jun berdiri tepat di depan papan pengumuman, melihat nama yang terpampang dengan tatapan yang begitu kesal. Dia tak bisa percaya. Tangan kanannya meremas lembaran kertas-formulir yang baru saja diisi.
Nama Sakurai Sho berada di urutan teratas dengan nilai sempurna, sementara tepat di bawahnya, dengan hanya perbedaan beberapa point, Matsumoto Jun.
“Sial! Apa-apaan ini?!”, dengusnya.
Dengan amarah yang meluap di terjangnya kumpulan mahasiswa lain di belakangnya yang sedang sibuk memperhatikan nama-nama yang tertera, meluapkan rasa penasaran mereka. Hanya 20 mahasiswa terseleksi yang akan diikutkan dalam sebuah proyek terpenting yang diselenggarakan oleh universitas, dan proyek ini yang akan membuka jalan untuk karir mereka selanjutnya setelah lulus.
“Minggir!”, dengan galak didorongnya beberapa orang yang menghalangi jalannya.
Nama Sakurai Sho terpatri dalam ingatannya, dia harus menemui anak itu, pikirnya. Walaupun Jun lulus seleksi tetapi dirinya tidak suka menjadi nomor dua. Dia harus mengetahui sosok dibalik nama yang telah mengalahkannya, membuat amarah dalam dirinya bergejolak.
Kata yang paling dibencinya, kekalahan.
Selama ini Jun selalu berfikir hasil analisisnya lah yang paling sempurna, tidak ada yang pernah mendapatkan nilai sempurna selain dirinya di semua mata kuliah. Dan dia sudah bersiap jauh-jauh hari untuk mengikuti ujian penting ini.
Jun berfikir, dia harus menemui Prof. Tokui-penanggung jawab utama dalam proyek, untuk meminta penjelasan. Berjalan dengan tergesa-gesa di koridor yang menuju Laboratorium, tempat orang yang dicarinya biasa berada.
Sesampainya di depan Laboratorium, diketuknya pintu agak keras sebelum sebuah suara pria menyahut dari dalam, kemudian pintu terbuka.
“Ya?”, seseorang menyambut Jun, asisten yang biasa membantu Prof. Tokui.
“Prof. Tokui ada?”
“Ah, Matsumoto-san, beliau ada di dalam, apakah anda sudah membuat janji?”
“Apa aku harus membuat janji dulu?!”, tegas Jun dengan nada ketus.
“Ah.. ya ya.. kalau anda tidak perlu, silakan masuk.”, orang itu tersenyum dengan muka terpaksa.
Jun melangkah masuk ke dalam ruangan yang tak disangka begitu luas, didominasi warna putih dengan berbagai peralatan laboratorium canggih dan komputer namun beberapa papan tulis kapur masih terlihat menjadi bagian dari interior ruangan.
“Selamat siang, Profesor..”, sapa Jun dengan nada sopan namun masih menyiratkan kekesalan.
“Aaaah… MatsuJun… bintang kita..”
Jun menunjukkan raut muka tidak suka ketika Prof. Tokui menyebutnya dengan nama itu.
“Saya ingin komplain soal nil-”
“Aku sudah menduga kau akan datang menemuiku. Pasti tentang hasil ujian. Hmm.. penyelesainmu memang brilian, perhitungannya tepat, mengagumkan. Memang penerus Matsumoto Enterprises… tetapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan lagi apabila dibandingkan dengan cara pemecahan anak itu, rumusnya lebih simpel. Nah, kau datang di waktu yang tepat. Dia ada di sini.”
Jun mengerutkan keningnya, bingung. ‘Anak itu?! Lebih simpel?!’
“Sakurai-kun… bisa kau kemari sebentar?”
Kemudian dari arah lain seorang pria muda yang kira-kira seusia Jun muncul, memakai jas lab putih. Yang membuat Jun terkejut adalah penampilannya, rambutnya dicat pirang, mencuat tak beraturan, serta memakai anting di telinga. Cara berjalannya dan ketika ia berbicara gayanya benar-benar seperti yankee.
“Ini Sakurai Sho.” Prof Tokui memperkenalkan pemuda itu kepada Jun.
“Dan.. ini Matsumoto Jun, penerus tunggal dari Matsumoto Enterprises yang terkenal itu.”, lanjutnya memperkenalkan balik Jun kepada Sho.
“Yoroshiku..”, ujar Sho sambil mengulurkan tangannya tepat ke arah Jun.
Jun tidak menjawab maupun menyambut uluran tangan orang yang sudah membuat emosinya meluap. Dirinya hanya menatap tajam tepat ke arah mata Sho.
‘Berandalan seperti ini yang mengalahkanku! Jangan bercanda!’, pikir Jun.
Sho mengerutkan keningnya, memandang balik ke arah Jun, dengan pandangan agak kesal karena uluran tangannya tidak digubris.
“Maa.. maa maa.. Matsumoto-san, tidak usah tegang begitu. Sebentar, ikut aku…”, Prof.Tokui merangkul bahu Jun dan mengarahkannya menjauhi Sho.
“Sakurai-kun, kau boleh melanjutkan pekerjaanmu, aku ingin berbicara sebentar dengan Matsumoto-san..”, lanjut Prof.Tokui ke arah Sho yang dijawab dengan anggukan.
Sho berjalan pergi dan menghilang dari pandangan.
“Apa kau mau kopi? Aku meminjamnya sebentar dari Prof. Takada untuk membuat kopi... ha ha ha..”, ujar Prof.Tokui berbasa-basi sambil mengisi cangkirnya sendiri dengan kopi yang dituangkan dari tabung erlenmeyer-membuat kening Jun berkerut tidak percaya.
“Tidak usah, terima kasih. Siapa dia, siapa Sakurai Sho yang anda perkenalkan tadi? Saya tidak pernah merasa ia ada di kelas manapun…”
“Kau pasti bingung karena belum pernah melihatnya? Percaya atau tidak dia baru saja kutemukan sebulan lalu..”
“Ditemukan? Saya tidak mengerti maksud anda Prof..”
“Dia bukan mahasiswa di sini. Sebulan lalu dia hadir di dalam seminarku-hmm lebih tepatnya tidak sengaja hadir. Waktu itu dia bekerja di universitas ini sebagai cleaning service…”, cerita Prof.Tokui.
Jun mengerutkan keningnya.
“Sungguh lucu, dari semua peserta yang hadir dalam seminar… justru dia yang mengangkat tangannya, dan berhasil menjawab pertanyaan sulit yang kuajukan dengan sempurna. Entah apa motifnya waktu itu, seorang cleaning service memberanikan diri menjawab di depan semua peserta seminar, itu membuatku penasaran sekaligus kagum. Apalagi sepertinya dia hanya menempuh pendidikan formal sebatas SMP.”
“Kuputuskan mengambilnya menjadi asistenku,yah walaupun dengan imbalan uang. Dan dia sedang kubujuk untuk ikut serta dalam team proyek universitas nanti. Kau tahu, dia tidak mengetahui kalau dia mengerjakan soal ujian seleksi. Aku benar-benar ingin melihat kehebatan kalian berdua kalau bekerja sama.”
“Apa? Profesor… saya sungguh tidak mengerti, walaupun mungkin dia jenius tetapi.. ribuan orang mati-matian untuk bisa diterima di Universitas ini, dan sebagian besar dari murid yang diterima berjuang keras untuk bisa ikut dalam proyek, dan anda membayarnya untuk menjadi salah satu asisten anda? Jangankan bekerja sama, saya bahkan tidak mau mengakui keberadaannya di sini. Dan tindakan anda, apakah-”
“Tenang saja dewan sudah setuju.. tidak hanya diriku...”
Jun mendengus kesal sambil memandang ke arah pintu keluar.
“Tidak ada yang bisa saya katakan lagi kalau begitu. Ini sudah saya isi.”, ucap Jun sambil menaruh formulir yang tadi dipegangnya.
“Trims. Sampai jumpa lagi dalam proyek besar kita sebulan lagi.”, timpal Prof. Tokui memandang isi formulir sambil tersenyum.
“Tentu saja. Kalau begitu sebaiknya saya permisi, Profesor. Urusan saya di sini sudah selesai, dan satu hal lagi, untuk yang mendatang akan saya buktikan bahwa saya lebih baik dari anak itu. Terima kasih untuk waktu yang anda berikan.”.
Jun mengangguk sopan kemudian keluar dari laboratorium itu dengan perasaan yang jauh lebih kesal. Sakurai Sho, seseorang yang bukan siapa-siapa, mungkin cuma berandalan yang beruntung karena memiliki otak hebat. Jun yakin Sho hanya tertarik menggunakan otaknya untuk uang.
BRAK
Beberapa mahasiswa yang lewat terkejut melihat sebuah tempat sampah terlempar dari tempatnya dan menimbulkan suara keras saat Jun menendang sekuat tenaga. Namun, setelah melihat siapa yang melakukannya mereka langsung maklum.
Matsumoto Jun mahasiswa paling populer di Universitas yang terkenal menghasilkan ilmuwan-ilmuwan ternama. Ayahnya Matsumoto Tsukasa, milyuner sekaligus ilmuwan jenius yang nyentrik, pendiri Matsumoto Enterprises yang bergerak dalam industri elektronik, robotik, transportasi, obat-obatan, dan bahkan sekarang merambah ke bidang sumber daya energi.
Sejak kecil Jun selalu dididik mandiri untuk bisa meraih tujuannya dengan usaha sendiri. Maka dari itu ia begitu benci kekalahan, pekerja keras yang selalu ingin menjadi no 1, mengerjakan segala hal dengan proses dan hasil yang sempurna. Namun, tetap saja sebagai anak seorang milyuner tentu ia disediakan materi yang berlimpah, karakternya menjadi sedikit arogan dan temperamen apabila hal tidak berjalan sesuai yang diinginkan.
**
Sho terburu-buru pamit kepada Prof.Tokui sambil melihat jam tangannya. Langit berwarna jingga.
“Yabai…”, ujarnya sembari mempercepat langkah di koridor.
“Tunggu.. kau!”, sebuah suara terdengar.
“Hey! Kau.. SAKURAI SHO!!”
Sho menengokkan kepalanya tanpa menghentikan langkahnya, dilihatnya sesosok pria yang memanggilnya dari kejauhan berlari mendekatinya, tetapi ia tidak peduli dan memutar kepalanya lagi.
“Kubilang tunggu!!”
Ditariknya bahu Sho kasar setelah berhasil menyusul langkahnya.
“Aku buru-buru sekarang, kalau mau bicara besok saja.”, ujar Sho kembali beranjak pergi.
Jun yang terlanjur kesal menarik kemeja Sho.
“Ck.. apa anak keluarga Matsumoto dididik untuk berlaku kasar? Ada masalah apa denganmu?! Baru tiga hari yang lalu kita bertemu, apa kau sudah sebegitunya merindukanku?!”, balas Sho dengan nada sarkasme sambil menampik tangan Jun keras, lepas dari kemejanya.
“Aku masih tidak menerima keberadaanmu di sini. Kau hanya beruntung memiliki otak brilian, kutahu kau hanya ingin uang-”
“Memang apa salahnya kalau menggunakan otakku untuk uang, maaf saja hidupku tak sekaya dirimu, Matsumoto Jun. Ah, atau kau hanya iri? Aku yang bahkan bukan mahasiswa mengalahkanmu dalam uji-”
Tiba-tiba tubuh Sho jatuh tersungkur di koridor yang cukup sepi itu, hal terakhir yang dirasakan Sho sebelum jatuh adalah pukulan keras di pipi kiri, rasa perih kemudian menyusul di sudut bibirnya.
“Brengsek!”, Sho langsung bangkit dan membalas, namun meleset, dengan lentur Jun menghindari pukulan yang ditujukan terhadap dirinya itu.
“Ternyata kau tidak ada apa-apanya kalau soal berkelahi…”, Jun tersenyum sinis.
“Sial! Arrrrgh… terserah apa katamu, aku benar-benar tidak punya waktu sekarang!”
Sho yang sadar pukulannya meleset tidak melanjutkan serangannya lagi, justru berbalik, berlari menjauh dari tempat itu.
Jun yang tidak menyangka Sho akan tiba-tiba lari terbelalak sesaat sebelum akhirnya ikut berlari, mengejar Sho sambil berteriak-teriak.
“Hoy.. kau pengecut! Kita belum selesai! Kau kira bisa melarikan diri dariku!”
“Sudah kubilang aku tidak punya waktu, BAKA!”
Sho berlari tanpa menengok ke belakang, melintas dari bangunan satu ke bangunan lain, dan hampir saja menabrak mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan club, beberapa mengumpat kepada dirinya.
Gerbang besar terlihat, pintu keluar.
Sho yang merasa sudah cukup lama berlari berharap Jun tidak mengikutinya, ditengokkan kepalanya ke belakang sekilas.
“Berhentilah mengikutiku Matsumoto sialan!”
Sho berhasil keluar dari komplek Universitas itu, memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Larinya melambat, nafas terengah-engah, dan akhirnya ia berhenti di tengah-tengah sebuah pekarangan yang cukup luas. Lega, disadarinya Jun sudah tidak mengikutinya lagi.
Diaturnya nafas, tangannya menyangga ke sebuah pohon.
“Sudah kubilang kau tidak bisa lari dariku!”
Sho kaget mendengar suara Jun sudah ada di belakangnya, tetapi ia sudah terlanjur kehilangan kewaspadaannya. Tepat ketika Sho membalikkan badan, tubuh Jun menubruknya hingga mereka berdua jatuh berdua ke tanah berumput yang lembab karena hujan semalam.
Keduanya sempat bergulingan di tanah sebelum berhenti, dan ‘kecelakaan’ kecil itupun terjadi.
Entah bagaimana, sebuah pemandangan ganjil terlihat.
Jun berada tepat di atas Sho.
Bibir Jun tepat berada di atas bibir Sho.
Menempel.
Jika orang yang baru pertama kali melihat mereka tanpa tahu kejadian sebelumnya, maka orang itu akan berkata mereka sedang berciuman.
Jun dan Sho membelalakkan kedua mata mereka. Tidak ada yang bergerak sebelum Sho kemudian mendorong Jun hingga mereka berdua sekarang dalam posisi duduk berhadapan.
“HUWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
Setelah berpandangan selama beberapa detik keduanya berteriak bersamaan. Shock.
“Umm..err.. aku bukan termasuk orang yang kontra terhadap hal seperti ini, aku cukup bisa memaklumi kalau kau mempunyai kecenderungan ke arah sana…”, Sho mengeluarkan kata dengan lambat-lambat.
“Eh.. eh…”
“Tetapi maaf aku tidak bisa menerimamu. Kau tahu…umm..aku masih suka wanita..", lanjut Sho dengan senyum paksa yang aneh.
“Ehhhhhh..tu-tunggu..tidak, bukan..eh..”, Jun menjawab dengan tergagap.
“Kita mungkin bisa melanjutkan mengobrol besok, tetapi maaf, aku benar-benar harus pergi sekarang, Matsumoto-san…”, ekspresi Sho terlihat takut sekarang, dengan kikuk mengambil tasnya yang tergeletak, terlempar darinya ketika mereka terjatuh tadi.
“It-itu ti-tidak sengaja..”, Jun masih berusaha berkata-kata.
“Permisi..”,ujar Sho melesat meninggalkan Jun yang benar-benar speechless.
“Ho-hoeeey… itu kecelakaan! Ak-aku juga masih normal !!”
Akhirnya Jun ikut berdiri, ingin mengejar Sho untuk meng-clearkan apa yang terjadi, tetapi mengurungkan niatnya.
Kemudian Jun menengokkan kepalanya ke arah sekitar, mencari tahu apakah ada saksi mata. Kejadian memalukan ini tidak boleh dilihat siapapun.
Niat awal Jun adalah menegaskan sesuatu tentang posisi Sho, bahwa Jun tidak akan pernah mau mengakui Sho. Dan mungkin memang ada sedikit rasa iri, karena Sho diakui oleh Prof. Tokui, tetapi awalnya ia tidak berniat memukul Sho. Entah hal apa yang membuat Jun benar-benar terpancing emosinya.
Sekarang hal aneh yang tidak pernah diperkirakannya terjadi, mereka berakhir dengan berciuman, dan Sho mengira Jun gay.
Jun mengacak-acak rambutnya sendiri stress.
“KUSOOOO..”
**
Di tempat lain, ternyata Sho tidak menganggap itu serius.
“Haaaah.. aku jadi terlambat gara-gara dia. Benar-benar anak yang aneh dan keras kepala. Sial, aku tidak berhasil membalas pukulannya tadi.”,cerita Sho kepada Aiba Masaki.
Pesta ulang tahun sederhana salah satu anak di panti asuhan itu telah selesai.
“Tetapi dia percaya kau benar-benar mengira dirinya gay?”
“Hahaha…sepertinya. Aku hampir tertawa melihat ekspresi bengongnya.”, Sho membereskan gelas-gelas di meja sambil tertawa.
“Ne..Sho-chan, ngomong-ngomong kau juga tidak pernah bersama wanita…”
“Hey…apa maksudmu? Kau tahu kan aku tidak punya waktu untuk hal semacam itu.”, Sho tertawa kecil.
“Kau tidak pernah punya waktu untuk dirimu sendiri. Serahkanlah urusan panti asuhan kepadaku dan Oh-chan. Kau ini jenius Sho, dan aku tahu kau juga suka belajar. Aku tahu kau ingin pergi ke universitas. Kau selalu mencari part-time di universitas, sekolah, atau perpustakaan. Sekarang ada kesempatan.”, Masaki menatap Sho dengan tatapan serius.
Sho menghela nafas.
“Tidak. Kita sudah mendiskusikan ini kemarin. Aku tidak akan cocok dengan kehidupan anak-anak mahasiswa itu. Dan kalau aku ikut dalam proyek itu aku harus keluar dari Tokyo dan tinggal di pusat riset mereka selama kurang lebih dua bulan, Masaki..”
“Ayolah.. kau kan belum tahu cocok atau tidaknya. Dan itu hanya dua bulan. Apa kau sebegitunya khawatir meninggalkan panti asuhan, kau terlalu meremehkan aku dan Ohchan..”, Masaki berkacak pinggang, melotot kepada Sho, berpura-pura marah, yang langsung mendapat pukulan kecil di kepala oleh Sho.
“Sho-nii chan pergi saja, jangan khawatirkan kami…”, Mana-yang berulang tahun tiba-tiba ikut berbicara dari balik punggung Ohno Satoshi yang menggendongnya.
“Iya..kami mengusirmu dari sini selama dua bulan, Sho-chan!”, Ohno gantian berbicara.
Sho memutar matanya sambil menyengir kecil.
Mana kemudian turun dari punggung Ohno dan mendekati Sho. Sho merunduk. Tangan Mana yang mungil merengkuh kedua pipi Sho.
“Mana sayang sama Sho-nii chan, kami semua sayang. Sho-nii chan sangat baik dan pintar, Mana senang ketika Sho-nii chan membantu Mana belajar.Tapi, Mana juga ingin Sho-nii chan jadi ilmuwan hebat.”, Mana tersenyum lebar.
“Iya… dan Sho-nii chan akan sering muncul di televisi.”, Fuku ikut berlari mendekat.
Sho berdiri dan mengusap kepala kedua anak panti asuhan itu lembut. Kemudian melirik tajam ke arah Masaki dan Ohno.
“Kalian menceritakan hal aneh apa saja?”, ujar Sho.
Ohno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil memandang ke arah lain.
“Su-sudahlah, kami hanya bercerita sedikit berlebih. Tetapi yang penting anak-anak juga mendukungmu. Anggap saja kalau kau sukses, kau bisa lebih mudah membantu panti asuhan ini.”, tambah Masaki dengan nada memohon.
Sho memandang ragu kepada temannya itu.
“Percayalah pada kami.”, Masaki memberi tanda ‘peace’ dengan jarinya, menyikut lengan Ohno agar ikut memberikan tanda ‘peace’.
“Haaaah… baiklah kalau kalian sebegitu inginnya mengusirku dari sini.”, Sho akhirnya tersenyum pasrah.
~tbc~
O///O pertama kali bikin fanfic arashi yg genrenya romance..
pertama kali bikin fanfic bambi pair yg genrenya romance..
yo.ro.shi.ku
Chapter 2 Chapter 3