Title : Clock Strikes
Author :
shinsakuraiRating : PG
Genre : AU, Fluff, Angst
Pair : SakuMoto (JunxSho actually...:p)
Fandom : Arashi
Type : Chapter, 3/?
Language : Indonesia
Disclaimer : Arashi kepunyaan eyang Johnny XD dan cerita hasil khayalan saya pribadi..bener-bener ngayal,penulisan tanpa riset(?) mendalam X3
Judul diambil dari lagunya One Ok Rock~ ga tw knpa saya pake jdul ini XP
Chapter III
“Ohayou, Sho…”, Jun sudah menunggu di depan pintu dengan senyuman lebar di wajahnya.
“Ohhh, ohayou, Jun..”, Sho agak sedikit kaget melihat teman barunya-yang sekarang berubah menjadi sangat ceria, sudah ada di depan pintu kamarnya pagi itu.
“Ah, maaf apa aku mengagetkanmu? Umm, tidak keberatan kan kalau kita sarapan bersama?” tanya Jun masih dengan senyum lebar yang jarang sekali diperlihatkannya. “Sebagai awal pertemanan kita.”, Jun cepat-cepat menambahkan.
“Tentu.. tentu saja, aku tidak keberatan. Ayo…”, jawab Sho sambil menutup pintu. Sho bertanya-tanya dalam hati, sedikit geli, mungkin Jun sedang berlatih untuk audisi bintang iklan pasta gigi atau permen xylithol.
Mereka berjalan berdua di koridor sambil berbincang kecil.
“Kau terlihat… berbeda, dalam arti yang positif maksudku.”, Sho memandang Jun sambil menaikkan alis matanya. “Apa kau sedang gembira? Tetapi itu bagus karena menurut pendapatku pribadi tersenyum cocok untukmu…”
“Ah.. benarkah?”, timpal Jun dengan mata berbinar sembari mengelus kepala bagian belakangnya sendiri. “Mungkin keberhasilan kita tadi malam mempengaruhi moodku. Rasanya cuaca juga akan cerah ya…”.
Sho tertawa menanggapi, “Mungkin, yah walau kita akan lebih sering di dalam ruangan sih.”
Jun dan Sho memasuki café untuk sarapan. Dan beberapa orang langsung memperhatikan mereka berdua, lebih tepatnya memperhatikan Jun.
Yang pertama karena tidak biasanya Jun berjalan bersama dengan orang lain di waktu privat.
Yang kedua karena ada senyum di wajahnya. Apalagi pagi hari adalah waktu di mana ekpresi Jun biasanya terlihat paling seram.
“Sho-chan!”, Nino melambaikan tangan dari meja favoritnya, sama seperti yang lain, dia heran melihat sepupunya berjalan bersama Sho.
Sho membalas lambaian tangan Nino.
“Nanti kita duduk di meja itu saja.”, ujar Sho kepada Jun sambil menunjukkan tangannya ke arah Nino berada.
“Kita akan sarapan bersamanya juga?”
“Ya… apa kau keberatan?”
“Eh, tidak..”, jawab Jun berbohong, perasaannya sedikit kecewa.
Sho menarik kursi dan menaruh nampan berisi sarapan di atas meja setelah mereka selesai memesan makanan. Kemudian Jun mengikuti, duduk di kursi sebelah Sho persis.
“Hai, Nino..”, sapa Jun lengkap dengan senyum.
“Hai…” Nino balas tersenyum kaku. “Sho-chan, apa kau tidak keberatan untuk memperkenalkan temanmu ini padaku? Siapa dia?”
Sho hanya tertawa sambil menutupi muka dengan telapak tangannya.
“Aku Jun, sepupumu.”
“Ah… kukira kau orang lain yang mirip dirinya. Karena terakhir kali kuingat sepupuku tak bisa tersenyum.”
Dalam hati Jun agak kesal mendengar perkataan Nino.
“Nino.. berbaik-baiklah padanya.” Sho berdeham, “Baiklah ini, Matsumoto Jun, teman baruku, bukankah senyuman membuatnya lebih tampan?”, ujar Sho sambil menepuk bahu Jun.
Dan seketika itu perasaan kesal Jun lenyap entah ke mana.
“Ah.. aku lupa mengambil susu…”, keluh Sho bersiap meninggalkan kursinya lagi.
“Tidak usah biar aku saja, aku juga kelupaan…”, sahut Jun tiba-tiba.
“Eh.. tidak-”
“Sudah tidak apa-apa.”
Dilihatnya Jun sudah belari menjauh.
“Ahhh… kalau begitu terima kasih.”, Sho kembali menarik kursinya.
“Ne.. Sho, katakan padaku apa yang terjadi dengan kalian?”
“Kami?”
“Ah… aku ubah pertanyaanku, apa yang terjadi dengannya? Kesurupan? Terantuk sesuatu? Keracunan makanan? ”, ujar Nino tiba-tiba.
“Moodnya hanya sedang baik, karena kami berhasil mengerjakan tugas yang diberikan Prof. Tokui.”
“Hmm… baiklah. Tetapi itu tidak menjelaskan kenapa kalian bersama pagi ini. Tadi kau bilang teman baru? Kau akhirnya berteman dengannya?
“Umm… kami memutuskan untuk berteman.”
“Memutuskan? Sepertinya aku melewatkan sesuatu. Jun tidak pernah mau berteman dengan siapapun…”. Nino menopangkan dagu di atas tangannya dan matanya menyipit ke arah Sho, “Jangan-jangan…”
“Huh?”,ekspresi bingung muncul dari Sho.
“Ini Sho…”, Jun tiba-tiba sudah kembali ke meja mereka dan menaruh sebotol susu di dekat Sho dan botol lainnya di nampannya sendiri.
Nino langsung mengubah posisi duduk, lalu mengalihkan tatapannya ke arah Jun sambil menyengir kecil.
“Apa?”, Jun mengerutkan keningnya bingung.
“Tidak apa-apa… Aku hanya merasa ada sesuatu yang menarik tengah terjadi…”, ujar Nino sambil melahap melon pan nya yang masih tersisa dengan ekpresi yang tidak bisa ditebak.
--
“Hey, Jun memandang terus ke arahmu dari tadi…”, ujar Nino yang berada di dekat Sho sambil tetap konsentrasi dengan peralatan yang dipegangnya, kali ini mereka sekelompok.
Sho mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Nino, kemudian mengarahkan pandangannya ke tempat Jun berada. Jun kaget dan menjadi salah tingkah, tetapi ditutupinya dengan senyum singkat ke arah Sho lalu mengalihkan pandangan, pura-pura kembali fokus dalam kelompoknya.
“Mungkin hanya kebetulan, Nino…”
“Jangan berfikir karena kalian sama-sama laki-laki, dia tidak bisa jatuh cinta padamu, Sho-chan.
“Hah?!”, Sho membelalakkan matanya kepada Nino. “Seperti yang kesurupan itu kau, Nino.”
“Dan setauku dia tidak pernah dekat dengan wanita-yah pada dasarnya dia memang tidak pernah dekat dengan siapapun, setidaknya di lingkungan universitas.”, lanjut Nino tanpa menggubris perkataan Sho.
“Dia akan marah kalau mendengar hal yang baru saja kau katakan.”
“Aku hanya mengutarakan pendapatku… dari hasil observasi…”
“Hanya karena dia mau berteman denganku, atau dia berubah menjadi lebih ceria?”
“Ya… dua-duanya. Terkadang kepekaanku terhadap sekitar membuatku merasa memiliki kebiasaan jelek. Sebenarnya aku tidak sengaja mengamatinya sejak sebelum hari ini, sikapnya terhadapmu sudah lama aneh, Sho. Kau seharusnya lebih memperhatikan.”
“Ok..ok, katakan saja perkiraanmu benar, tetapi apa yang bisa membuatnya suka padaku?!”
“Mana aku tahu, Sho-chan… Kalau kau menanyaiku apa yang membuatku suka pada Takeuchi Yuuko-sensei, maka aku bisa menulis sebuah buku tentang itu.”, ujar Nino sambil menunjuk ke dosen muda mereka yang cantik.
Sho memutar matanya.
Tiba-tiba Sho teringat insiden ciuman itu. Masaka…
Sho lebih memilih tidak memikirkan hal itu lebih lanjut.
“Sudahlah, tidak ada waktu untuk memikirkan hal aneh-aneh sekarang. Aku tinggal sebentar, Nino, ada yang ingin kutanyakan sebentar dengan Prof. Tokui…”, ujar Sho sambil melangkah pergi.
Dilihatnya Profesor Tokui berada di sudut ruang laboratorium, sedang berbicara dengan Prof. Himura.
Baru beberapa langkah Sho berjalan, tiba-tiba…
Suara derakan kecil beruntun mengagetkan semua orang yang ada di situ.
“Sho-chan!!”, teriak Nino otomatis.
Sepertinya Sho kehilangan keseimbangan, dan terhuyung ke samping, lalu menyenggol beberapa barang di dekatnya dan terjatuh ke lantai.
Sho bangun dan duduk terdiam sesaat, matanya terlihat antara shock dan memikirkan sesuatu.
Nino yang berjarak paling dekat mendekatinya,”Kau tidak apa-apa, Sho-chan?”
Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa Nino sudah berada di dekatnya, dan sedang bertanya padanya.
“Eh.. iya aku tidak apa-apa, hanya tersandung… maaf, semua.”, ungkap Sho setelah memperhatikan beberapa orang tepat melihat ke arahnya. Dan kemudian Jun yang datang dengan terengah-engah
Ia langsung berlari dari tempatnya semula ketika menyadari itu Sho. Dan ekspresinya sangat khawatir.
“Apa kau terluka,Sho? Kau baik-baik saja? Apa ada bagian yang sakit? Sebaiknya kita memeriksakanmu ke ruang medis...”, tanya Jun sambil memegang tangan Sho membantunya berdiri.
“Tenang saja, aku baik-baik saja, Jun. Cuma tersandung.”, ujar Sho tertawa kecil. “Ahh tetapi aku sedikit mengacaukan tempat ini.”, lanjut Sho sambil melepaskan tangannya dari Jun, kemudian menyibukkan diri membereskan barang-barang yang sempat berjatuhan tadi. Entah kenapa ia teringat diskusi kecilnya tadi bersama Nino, sehingga merasakan sentuhan Jun membuatnya malu.
“Akan kubantu..”, timpal Jun.
“Tidak usah…”
“Tidak apa-apa..”
Dan Sho melihat Nino menyengir diam-diam kepadanya.
Jam makan siang itu Jun merasa sangat senang. Karena akhirnya dirinya dan Sho berdua saja. Nino masih ada urusan dengan Takeuchi-sensei.
“Kau benar baik-baik saja? Apa tidak ada yang terluka?”, Jun memulai pembicaraan, mereka berdua sedang mengantri untuk memesan makanan.
Sho tertawa. “Kau memperlakukanku seperti wanita. Tenang saja aku kan cuma tersandung, tidak lebih parah dari ketika kau memukul wajahku dulu itu.”
“Eh.. ah.. aku belum minta maaf soal itu. Aku sangat..sangat menyesal Sho…”, ujar Jun dengan perasaan bersalah. Bagaimana dia bisa memukul wajah orang yang paling manis sedunia ini, pikir Jun.
“Bukan itu maksudku. Tidak apa-apa sungguh. Hanya saja waktu itu aku kesal karena kau bisa menghindari pukulan balasan dariku.”, Sho kembali tertawa-tawa yang menjadi favorit Jun kini.
Mereka sudah selesai mengantri dan berjalan menuju meja yang sama seperti pagi tadi.
“Sayang sekali, aku sudah diajari banyak bela diri sejak kecil. Masih jauh hari di mana kau bisa memukulku.”, sahut Jun dengan nada bercanda.
“Lihat siapa yang bicara, si sombong Matsumoto Jun. Aku selalu berhasil membuat babak belur teman-teman sekelasku kau tahu… walaupun beberapa diantaranya lebih besar dan beraninya keroyokan…”
Jun tersedak,”Kau benar-benar yankee… ”
“Yah, aku memang berandalan, dan sangat temperamen dulu.”
“Aku saja terkejut melihat penampilanmu saat pertama kita berjumpa.”
“Tetapi percayalah aku tidak seberandal dulu, dan sepertinya sebulan di sini membuatku banyak berubah.”
“Dan kau merubahku…” Jun berkata pelan hampir menyerupai bisikan. “Ngomong-ngomong, kenapa kau sampai berkelahi dengan teman-temanmu?”, lanjut Jun kemudian, penasaran dengan kehidupan Sho.
“Mereka suka mengejekku hanya karena aku anak panti asuhan… makanya aku selalu dikeluarkan, yah lagi pula aku tidak suka sekolah. Aku sudah cukup puas belajar sendiri.”, cerita Sho sambil tersenyum miris.
Jun memandang wajah Sho dengan tatapan sedih sekaligus marah. “Berani-beraninya mereka…”
Sho tertawa lagi memandang ekspresi Jun, “Rasa empatimu besar juga ternyata… Aku sudah tak terlalu mempedulikan anggapan orang-orang terhadapku sekarang… aku tak peduli mereka mau mengejekku…”
“Tidak akan ada yang mengejekmu lagi, kau ini jenius, sabar, dan mampu mengayomi orang-orang di sekitarmu, tanpa kau sadari orang-orang di sini sangat respect padamu. Kau juga sangat menawan dan manis, Sho…”, Jun menepuk kepala Sho pelan.
“Eh.. kau membuatku malu.. tidak ada yang pernah memujiku seperti itu..”, Sho mengalihkan kepalanya dari tangan Jun namun tetap mencoba berbicara se-casual mungkin untuk menutupi rasa malunya.
Jun baru sadar dia mengucapkan kata yang aneh untuk memuji seorang teman pria. “Ah.. aku hanya mendengar beberapa gadis berbisik-bisik seperti itu tentangmu. Mereka bilang kau manis, cute, dan sebagainya…”, ucap Jun sambil menggaruk-garuk dahinya.
“Sou..ka..”.
Dan beberapa menit yang canggung menyusup di antara mereka.
“Umm.. apa kau juga sudah selesai dengan makan siangmu, apa tidak sebaiknya kita kembali ke laboratorium?”, Sho akhirnya yang pertama berbicara..
“Ah, ya tentu.. ya aku sudah selesai.”
“Di mana Nino? Dia belum kembali juga?”, Sho bertanya kepada Okada, salah satu partner dalam kelompoknya.
“Hmm..sepertinya terakhir kali kulihat dia masih bersama Takeuchi-sensei.”
“Nino akan absen dalam kelompok kita. Kohara-sensei mengatakan padaku, Nino masih harus menjadi asisten Takeuchi-sensei mengerjakan sesuatu.”, Sato, partner yang lain tiba-tiba datang dan berbicara.
“Aneh…”, ucap Sho.
“Di mana Nino? Apa ia tidak ikut kita makan malam?”, tanya Jun sambil membantu Sho membereskan barang-barangnya.
“Sato-kun bilang dia masih ada urusan dengan Takeuchi-sensei, sepertinya kita akan makan berdua saja lagi.”
Jun berusaha menyembunyikan kegirangannya, “Ohh…”
Cafe sudah penuh orang malam itu.
“Eh ya, Sho, Prof.Tokui menyuruh kita untuk membantunya presentasi tentang hasil yang telah kita capai sebulan ini besok? Apa kau sudah diberitahu?” tanya Jun sambil berjalan menuju meja kepada Sho di sampingnya.
Namun Sho tak menjawab, malah tiba-tiba berhenti di tempat, dan berdiri diam.
“Sho?”, Jun memanggil namanya. Diamatinya ekspresi Sho yang sedikit aneh, dahinya berkerut, dan ia memejamkan matanya. ”Kau baik-baik saja, Sho?”
“Umm.. Jun bisakah kau menunggu di sini, aku perlu ke toilet sebentar…”, jawab Sho sambil kemudian menaruh nampan makan malamnya di meja terdekat, dan bergegas pergi.
“Eh..baiklah..”, jawab Jun bingung.
Namun baru beberapa detik, didengarnya lagi suara seperti barang-barang dari logam dan kaca berjatuhan.
Dilihatnya Sho, tertunduk di lantai dalam posisi setengah berjongkok, dan terlihat menu makan malam orang yang ternyata tadi ditabraknya, tumpah.
Jun langsung berlari menyusul.
“Ahh.. Sakurai-san, kenapa kau ini, sungguh menyebal-”, ujar anak yang bertabrakan dengan Sho sambil berusaha membersihkan bajunya sendiri yang kotor.
Jun mendorong anak itu keras dengan tatapan kesal karena sama sekali tidak menghiraukan Sho.
“Kau baik-baik saja?”, tanya Jun kepada Sho yang masih tertunduk di lantai, sambil merangkulnya.
Nafas Sho tersengal-sengal, dan dia menutupi mulutnya dengan tangan kanannya. Keringat dingin menetes dari dahinya.
“Bisakah… kau..membantuku… ke..toilet…?”, jawab Sho tersendat-sendat.
“Tentu…”, timpal Jun dengan nada khawatir. Dipapahnya Sho pelan sampai ke depan toilet.
“Kau tunggu di sini saja.”,ujar Sho kepada Jun, kemudian dengan segera dirinya menuju wastafel.
Sho hanya terbatuk-batuk di atas wastafel. Sakit kepala hebat menyerangnya tadi sampai-sampai ia merasa sangat mual. Kepalanya benar-benar terasa seperti akan pecah.
Ini kedua kalinya dalam hari ini.
Dinyalakannya air, dibasuhnya muka, sambil menatap cermin di depannya.
Tidak… tidak sekarang. Jangan lagi…
Sho berusaha mengingat kapan terakhir kali ia merasakan sakit kepala.
5 bulan lalu… dan biasanya tidak pernah sesakit ini.
“Sho? Kau muntah? Ada apa denganmu? Kuantarkan kau ke ruang medis.”, Jun masuk dengan raut wajah khawatir.
Sho menengok ke arahnya. “Aku baik-baik saja,hanya sedikit sakit kepala. Maaf tapi kau harus makan sendirian, aku hanya ingin kembali ke kamarku. Sepertinya kalau aku makan, aku akan memuntahkannya kembali.”
“Mukamu sangat pucat, Sho.. Kau harus diperiksa.”
“Tidak apa-apa, ini sudah sering terjadi. Aku hanya butuh tidur, percayalah padaku.”
Sho berjalan dengan tidak stabil dan hampir saja terjatuh kalau tidak ditangkap Jun.
Jun menghela nafasnya, “Baiklah, akan kuantar ke kamarmu, anak keras kepala. Aku akan menggendongmu, naiklah ke punggungku.”
“Tidak perlu.. ini memalukan.”
“Apanya yang memalukan? Kau tidak perlu malu-malu, kita kan sesama laki-laki. Cepatlah, aku orangnya tidak sabaran, kau tahu?”
“Aku tahu itu.”, Sho tertawa lemah. “Okay, aku tak akan menolak kebaikanmu.”
Jun menggendong Sho dengan berbagai perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Kekhawatiran akan kondisi Sho, dan perasaan berdebar-debar karena jarak mereka begitu dekat sekarang.
Dapat dirasakan kehangatan tubuh orang yang berhasil merebut hatinya itu di punggungnya, dan hembusan nafas Sho mengenai sisi kanan wajahnya. Hanya saja nafasnya yang tidak teratur membuat Jun tidak tenang.
Jun memapah Sho sampai ke tempat tidurnya dan membantunya berbaring.
“Aku benar-benar khawatir melihat kondisimu…”, tanya Jun sambil menarik selimut hingga menutupi tubuh Sho.
“Apa aku terlihat begitu menyedihkan?”
“Terus terang iya. Kalau besok kau masih begini, tak peduli apa katamu akan kuseret kau langsung ke rumah sakit.”
“Aku tidak suka rumah sakit.”, jawab Sho sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Dan aku tidak suka kau sakit.", timpal Jun. “Katamu ini sudah sering terjadi? Kau sakit apa?”
Sho terdiam sebentar.
“Aku tidak sakit, hanya… hanya… ada sesuatu yang tidak semestinya.”
“Dengan kepalamu? Apa?”
“Sungguh itu bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan. Bisakah aku tidur sekarang?”, Sho mengalihkan topik.
Kalau itu berhubungan denganmu, bagaimana aku tidak khawatir, Sho?
“Ah, maaf… Tentu, kau seharusnya beristirahat.”, Jun mengelus rambut Sho pelan.
Tiba-tiba dipegangnya pergelanganan tangan Jun, ditatapnya mata temannya itu dalam-dalam, ”Jun..."
"Ya...", Jun berdebar-debar.
"Kalau aku tidak bangun esok hari, maukah kau menyampaikan kepada keluargaku di panti asuhan bahwa aku menyayangi mereka?”
"Eh?", Jun terkejut dengan kata-kata Sho, lebih tepatnya takut.
Sho melepas lengan Jun, dan tersenyum, “Ekspresimu lucu. Hanya bercanda. Aku cuma terlalu merindukan mereka.”
“Apanya yang lucu?! Aku tidak suka candaanmu yang ini..."
"Kau marah?"
"Sudah, tidurlah.", Jun beranjak pergi tetapi kemudian berbalik.
"Umm...bolehkah aku menginap di kamarmu malam ini… kalau-kalau kau membutuhkan sesuatu...”
Sho tersenyum. “Tentu, kalau itu tidak merepotkanmu. Kau bisa kembali kemari setelah makan malam. Futonnya ada di lemari. Lagipula… entah kenapa, aku sedang tidak ingin sendirian…”
Jun tertegun kembali dengan ucapan Sho.
“Apa kalau kau sakit sikapmu menjadi seaneh ini?”. Jun kemudian menarik sebuah sofa ke dekat tempat tidur Sho. “Aku tidak perlu makan malam, aku tidak lapar, aku akan di sini.”.
"Kau tidak akan tidur dengan nyenyak di sofa.."
"Aku sudah biasa. Kau tidur saja, Sho..", Jun membenahi selimut Sho.
"Kau teman baruku yang baik. Terima kasih."
Kemudian Jun duduk di sana menatap Sho yang perlahan terlelap ke dalam tidurnya. Jun sendiri tidak ingin tidur malam itu. Ia ingin menjaga Sho...
Atau lebih tepatnya memastikan bahwa Sho akan baik-baik saja, bahwa Sho akan tetap bernafas...
Karena Jun takut... ketika dia memalingkan mata, dia akan kehilangan seseorang yang berharga baginya... lagi...
~tbc~
Umm.. umm... kyaaaaaa akhirnya selese chapter 3-nya..
lagi addicted nulis dan berkhayal...* baca: kabur dr yg namanya-tidak-boleh-disebut -__-*
Semoga bisa menuangkannya dengan benar... ke dalam tulisan...
. . .
And I always be here
Believe it till the end
I won’t go away
*malah nyanyi*