-
"Let your memories grow stronger and stronger, till they're before your eyes.
You'll come back when they call you. No need to say goodbye."
~The Call - Regina Spector~
-
Setelah 4 semester menimba ilmu di Fakultas Ilmu Komunikasi, saya jadi menyadari bahwa ada kalanya kata-kata tidak mampu menggambarkan keseluruhan makna. Kata-kata tidak selamanya mampu menangkap esensi peristiwa. Selalu ada rasa di setiap hati manusia yang jauh melampaui itu semua. Namun, tidak berarti kata-kata sama sekali tidak berguna, bukan? Dengan caranya, kata-kata mampu mengabadikan sehingga sesuatu tidak terlupa.
Sejak Senin, 6 Juni lalu, saya mencoba melepaskan diri (untuk sementara) dari kesibukan di fandom anime/manga. Maklum, saat UAS, saya tidak ingin memikirkan hal-hal di luar mata kuliah yang harus dipelajari. Hari Kamis khususnya menjadi hari yang paling melelahkan. Selain karena nyaris tidak tidur sedikit pun, UAS 2 mata kuliah di hari itu benar-benar menyita waktu dan pikiran. Saya lega sekali ketika hari Kamis berakhir. Keesokan harinya, segala urusan saya di bagian kependidikan kampus pun lancar, sehingga saya bisa mengikuti UAS Komunikasi Antar Pribadi dengan tenang. Satu demi satu beban mulai terangkat. Hati terasa begitu ringan, seolah tak ada yang bisa menghancurkan semangat saya. Jumat malam itu, saya tertidur pulas setelah beberapa malam tidur dalam keadaan gelisah.
Sabtu pagi saya sambut dengan riang. Setelah menyerahkan tugas akhir Fotografi, saya dan teman-teman akan mengunjungi rumah Bob dan Louise, fasilitator kami di Creative English Club. Seperti biasanya, setelah bangun tidur saya segera mengecek email, FFN, Facebook, dan Twitter. Penasaran karena sudah agak lama tidak ber-sms ria dengan
rizuka , saya pun membuka TimeLine-nya.
Shock. Itulah reaksi pertama ketika mendapati berita kematian Kawakami Tomoko di sana.
Saya tidak percaya. Saya tidak mau percaya. Saya menolak untuk percaya.
Bagaimana mungkin? Dia masih begitu muda! begitu pikir saya. Saya membuka link dari Anime News Network yang ada di TL-nya, dan ya, berita itu mengkonfirmasikan ketakutan saya.
Kawakami Tomoko telah tiada. Seiyuu yang sangat saya kagumi itu meninggal pada usia 41 tahun pada Kamis, 9 Juni 2011 pukul 4.45 PM waktu Jepang karena kanker ovarium.
Sekujur tubuh saya menolak bergerak. Lemas, diam di tempat. Walaupun sedih luar biasa, sukar sekali rasanya untuk menangis. Selain karena masih tidak menyangka hal ini terjadi begitu cepat, kenangan manis akan tokoh-tokoh yang Kawakami-sensei perankan banyak sekali.
Saya ingat, setelah menyelidiki sepak terjang Enokido Yoji, penulis skrip anime Star Driver, saya menemukan judul Revolutionary Girl Utena yang disebut-sebut sangat berpengaruh terhadap aura Star Driver secara keseluruhan. Ternyata, seiyuu dari Tenjou Utena tak lain adalah Kawakami-sensei. Waktu itu, saya benar-benar tertawa senang, lalu membuat janji di dalam hati untuk mencari anime Utena untuk ditonton saat liburan kenaikan semester 5 ini. Saya ingat Motomiya Akane yang manis dan penuh belas kasih dari anime Haruka Naru Toki no Naka de (In A Distant Time). Saya ingat suara Kawakami-sensei yang feminim dan lembut ketika berperan sebagai Sasaki Rika dari anime Card Captor Sakura. Saya ingat Soifon dari anime Bleach yang pragmatis, lincah, gesit, namun memiliki titik lemah yang menyentuh setiap kali berhubungan dengan Yoruichi.
Dan terakhir, sekaligus yang paling penting, pikiran saya karam di sosok Shindo Hikaru. Hikaru yang, sesuai namanya, bersinar dengan cahaya yang menerangi dunia. Hikaru yang masih muda, masih mempunyai banyak kesempatan. Hikaru yang bernafas, hidup, dan berkarya dengan tekad yang menyala. Hikaru yang dengan penuh kebebasan menapaki karirnya di dunia Go. Hikaru yang ceria, kuat, dan pantang menyerah. Hikaru yang saya asosiasikan dengan Kawakami-sensei semenjak pertama kali saya menonton anime-nya dalam bahasa Jepang. Bagi saya, Hikaru dan Kawakami-sensei merupakan satu eksistensi, seolah Kawakami-sensei dilahirkan untuk memerankan Hikaru.
(Hal ini sama seperti saya memandang Masaomi dan Mamo, Lelouch dan Jun, Ed dan Paku-san, Wolfram dan Saiga-san, C.C dan Yukana, Rin dan Nobuhiko, Kamiya dan Tieria, Miki-san dan Lockon, serta Ishii-san dan Kiyasu-san dengan Kazuki dan Soushi. Singkat kata, baik seiyuu maupun karakter-karakter itu saling tercipta untuk satu sama lain.)
Kawakami-sensei merupakan seiyuu yang luar biasa. Keberadaannya tidak tergantikan. Saya kagum bagaimana Kawakami-sensei mampu mengekspresikan sifat kekanak-kanakan Hikaru dengan natural. Saya mengagumi cara Kawakami-sensei dalam menuangkan kepolosan, keraguan, keputusasaan, harapan, antusiasme, serta kegembiraan meluap-luap yang Hikaru rasakan semenjak memasuki dunia Go. Saya kagum pada kelihaiannya dalam membuat dialog-dialog Hikaru terasa begitu alami, seakan-akan Kawakami-sensei adalah Hikaru sendiri.
Setiap momen antara Hikaru dan Sai pun diperankan dengan amat 'hidup'. Pertengkaran, kekonyolan, sampai kekompakan mereka disuarakan dengan begitu brilian. Saya selalu menikmati saat-saat Hikaru dan Sai terlibat dalam momen-momen yang menggelikan hingga bisa membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal. Oh, belum lagi perasaan yang saya dapatkan ketika mendengar drama CD Hikaru no Go! Berulang kali, terkekeh-kekeh sendiri, saya memutar file audio itu lagi dan lagi, menikmati pertunjukan suara Kawakami-sensei dan Chiba Susumu-sensei dengan senang hati.
Saya egois. Jujur, saya menganggap kepergian Kawakami-sensei ironis. Di manga/anime canon, Hikaru bukanlah karakter yang pergi. Dia adalah karakter yang tetap bertahan bahkan setelah keindahan masa kecilnya pergi. Kalaupun tertanam keinginan untuk bertemu dengan Sai lagi, tetap ada keinginan untuk menjalani jalan yang telah dipilihnya sebaik-baiknya, sehingga bisa mencapai Langkah Dewa demi Sai. Hikaru ingin menggapai 'langit' suatu hari nanti. Saya yakin bahwa dengan kemampuannya, dia bisa mencapainya. Namun, pasti tidak dengan jalan yang seperti ini, bukan? Bukan dengan jalan sakit keras lalu pergi begitu cepat, bukan?
Saya memang pernah membaca beberapa berita yang memuat tentang absennya Kawakami-sensei dari dunia seiyuu, walaupun tanpa perincian akan sakit yang dideritanya. Beberapa peran terpaksa harus dilepaskan sementara demi menjalani perawatan, termasuk Soifon. Tetapi, saya (dan semua penggemar Kawakami-sensei) tetap menyimpan harapan bahwa akan ada kesembuhan, akan ada jalan untuk kembali. Saya belum lupa akan mimpi saya untuk bertemu Kawakami-sensei dan Chiba-sensei suatu hari nanti. Ingin rasanya memeluk mereka berdua dan mengucapkan terima kasih karena telah menghidupkan Hikaru dan Sai. Tambah lagi, saya senang sekali seandainya mereka bisa memerankan dua karakter utama bersama-sama untuk kedua kalinya. Namun, saya tahu, hidup berjalan beriringan dengan waktu, dan sejak beberapa hari lalu waktu Kawakami-sensei telah habis.
Kawakami-sensei pergi dalam usia 41 tahun. Sontak saya tidak tahu harus tertawa atau menangis saat teringat pepatah, "Life begins at forty." Tetapi, setelah dipikir-pikir, usia bukan penentu apakah hidup kita bermakna atau tidak. Alih-alih usia, tindakan-tindakan selama hiduplah yang menjadi indikatornya. Menurut saya, salah satu tujuan manusia dilahirkan adalah untuk mengejar mimpi-mimpinya. Demi tercapainya ambisi tersebut, tentu saja manusia harus bekerja. Ada satu baris kalimat dari Sang Nabi-karya abadi penyair besar Kahlil Gibran-yang sangat saya sukai. Kahlil Gibran berkata, "Kerja adalah cinta yang mengejahwantah." Kerja adalah manifestasi cinta. Siapapun yang mencintai profesinya dan senantiasa melakukan yang terbaik, maka dia telah merasakan satu dari sekian banyak kenikmatan hidup. Einstein pun pernah berkata, "Kejeniusan adalah kemampuan untuk menjalankan misi. Kejeniusan merupakan kemampuan untuk mewujudkan visi melalui aksi." Semuanya berakhir pada satu kata: bekerja.
Sebagian penggemar anime/manga tidak mempedulikan siapa-siapa saja yang menyuarakan karakter-karakter favorit mereka. Namun, tidak sedikit pula penggemar yang benar-benar menggemari, bahkan menghormati profesi seiyuu yang menuntut dedikasi, kerja keras, serta penjiwaan karakter yang natural ini. Saya pribadi termasuk kalangan yang sepenuh hati mengangkat topi pada deretan seiyuu, sebab merekalah 'nyawa' dari setiap karakter yang ditampilkan di anime. Tanpa mereka, emosi dari tiap karakter tidak akan sampai kepada kita semua. Mereka bukan hanya membaca dialog dan menyuarakan kata-kata. Mereka lebih dari itu. Merekalah pengguna jurus magis paralinguistik, yang menghias kata-kata dengan intonasi, kecepatan, tekanan, serta nada yang memanjakan telinga. Kawakami-sensei adalah salah satu dari mereka. Salah satu seiyuu terbaik, dengan peran-peran yang akan terus diidolakan di tahun-tahun mendatang.
Di sini, saya mendapati sekali lagi bahwa ada kalanya kata-kata tidak mampu menggambarkan keseluruhan makna.
Kata-kata tidak selamanya mampu menangkap esensi peristiwa. Selalu ada rasa di setiap hati manusia yang jauh melampaui itu semua.
Kesedihan yang saya rasakan beberapa hari terakhir ini belum bisa terangkat dengan sempurna-mungkin tidak akan pernah terangkat dengan sempurna-mengingat Kawakami-sensei dan tokoh-tokoh yang diperankannya telah menciptakan ruang yang besar di hati saya. Sesungguhnya, tujuan saya di sini bukanlah mengabadikan kesedihan, melainkan mencoba berdamai dengan kesedihan, dan mengabadikan keping demi keping kenangan sehingga saya bisa selalu mengingat Kawakami-sensei dengan senyuman. Waktu akan menyembuhkan hal-hal yang bisa disembuhkan, saya percaya itu. Mungkin setelah menuangkan setiap hal yang saya ingat di sini, saya bisa menangis dengan lepas. Semoga setelah mengabadikan kepingan-kepingan kenangan akan Kawakami-sensei, saya tidak lagi dihantui rasa kehilangan, karena saya tahu Kawakami-sensei tidak akan dilupakan. Kawakami-sensei tidak akan dilupakan selama kerja keras dan dedikasinya terhadap profesinya masih terus dinikmati, kini dan nanti.
.
.
.
Terima kasih, Kawakami Tomoko-sensei, karena telah memberikan waktumu untuk menghibur kami semua.
Terima kasih telah membuat kami semakin mencintai karakter-karakter yang telah sensei perankan.
Terima kasih untuk segala kegembiraan dan inspirasi yang telah sensei berikan.
Terima kasih karena telah menjadi satu eksistensi yang sangat berarti. Terima kasih karena telah menyinari dunia kami.
.
.
.
Selamat jalan.
Kami mencintaimu.