Withering Anemone
Chapter: 4/??
Author
noe_sakamotoGenre: Angst, Romance, Fluff
Pairing: ToraxShou
Rating: R to NC-17
A/N: tidak menerima segala jenis tabokan dan sebagainya XD #kabur
![](http://ic.pics.livejournal.com/noe_sakamoto/15183745/103065/103065_original.jpg)
----
Suasana di ruang fisioterapi pagi ini masih sepi. Seorang dokter berambut pirang, tampak asyik bermain dengan PSP miliknya. Saat itu, terdengar suara ketukan pintu, dan sang dokter itu masih tak bergeming. Sang pengetuk menggeleng kepalanya pelan, ia pun kemudian langsung membuka pintu itu, lalu kembali menggeleng melihat dokter pirang di depannya yang masih asyik dengan PSP miliknya. Si pengetuk pintu yang ternyata Tora, berjalan pelan sembari mendorong kursi roda Shou, lalu pria itu pun menarik PSP dokter pirang tersebut dan kemudian menjitak pelan kepala pria itu.
“Hei, Dokter Sakamoto, kau masih sering mengacuhkan pasienmu dan lebih memilih untuk bermain PSP miliku itu hmm?” Ucap Tora sambil menggeleng pelan.
Dokter Sakamoto, atau lebih dikenal dengan Saga, melirik ke arah Tora dan mencibir pelan. Pria itu kemudian menoleh ke arah berlawanan, karena ia mendengar suara kekehan dari belakangnya. Pria itu mendapati Shou, sedang tertawa pelan dikarenakan oleh tindakannya tadi. Saga tersenyum, lalu ia pun mengambil berkas yang ada di mejanya, dan mulai membuka berkas berwarna biru tersebut.
“Hoo… Jadi ini ya pasienku? Patah tulang di kaki kanan dan juga retak di rusuk karena kecelakaan. Tidak ditemukan trauma mendalam di bagian persendian. Hmm… cukup ajaib juga ya, kau bisa selamat setelah mengalami kecelakaan yang parah seperti itu.” Ucap Saga, dan kemudian pria itu mendapat bonus jitakan dari Tora lagi.
Shou tersenyum lembut, dan menganggukkan kepalanya. Ia sendiri tidak tahu seberapa parah kondisinya saat ia pertama kali ditemukan.
Saat ia melihat keakraban Tora dan Saga, Shou tiba-tiba tersenyum sedih. Tora yang menyadari perubahan ekspresi Shou, kemudian menghampiri pria itu, lalu ia berlutut di depan Shou sambil menggenggam jemari Shou dengan lembut.
“Kau kenapa? Ada yang kamu pikirkan Shou-kun?”
Shou hanya menggeleng, dan tersenyum lagi. Tora kemudian mengelus kepala Shou dengan lembut, dan pria itu kemudian berdiri lagi lalu menepuk pundak Saga seraya berkata,
“Tolong ya, kau bantu aku untuk terapi Shou. Aku mengandalkanmu Dokter Sakamoto.”
“Tenang saja Dokter Amano. Kau tak perlu khawatir. Nah, Kohara-san, sebaiknya kita mulai terapi hari ini, sebelum dokter macan itu marah dan menggigitku karena aku mengacuhkanmu. Siap untuk menerima sedikit rasa sakit?” Tanya Saga sambil tersenyum.
Shou mengangguk, dan tersenyum ke arah Saga. Dengan sigap, Saga langsung membantu Shou untuk berpindah ke kasur periksa, lalu pria itu pun mendorong Tora untuk keluar dari ruangannya.
“Nah, sekarang waktunya kau pergi. Oh ya, kalau kau bertemu Suster Teno, tolong beritahu dia ya, aku memerlukan dia disini untuk membantu terapi.”
Tora tertawa pelan dan menepuk pundak sahabatnya . Sebelum ia pergi dari ruangan Saga, Tora sempat menatap Shou yang tengah berbaring, dan ia pun meyakinkan dirinya, bahwa Shou pasti bisa melalui sesi terapi hari ini yang kemungkinan akan sangat menyakitkan. Shou yang merasakan tatapan Tora, menoleh ke arah pria itu dan tersenyum. Melihat senyuman Shou, Tora kemudian menghela nafas lega. Ia yakin, bahwa Shou bisa bertahan dengan rasa sakit itu nanti. Pria berambut hitam itu, kemudian berjalan keluar dari ruangan Saga dan menutup pintunya, kemudian ia pun berjalan menuju ke ruangannya, dan memulai sesi prakteknya hingga jam istirahat tiba.
---
Sesampainya di ruangannya, Tora sudah disambut dengan Kai yang saat itu telah duduk sambil menikmati kopinya. Pria itu kemudian bergabung dengan Kai, dan menyapa inspektur muda tersebut dengan ramah.
“Selamat pagi Kai-san, maaf pagi-pagi seperti ini saya sudah merepotkan anda.” kata Tora sambil menjabat tangan Kai.
Kai tersenyum dan kemudian kembali duduk lagi. Setelah kedua pria itu duduk, Kai kemudian berdeham dan memulai pembicaraan.
“Oh ya Dokter Amano, kemarin anda bilang kalau anda ingin saya menyelidiki suatu hal, bisakah anda menceritakan detail dari hal tersebut?”
“Ya, kebetulan kemarin saya melihat berita mengenai kebakaran rumah. Saat itu, reaksi Shou cukup membuat saya terkejut.”
“Bagaimana reaksi Kohara-san? Bisakah anda menceritakan lebih lanjut?”
“Well, dia memucat dan tubuhnya seolah menggigil dan ekspresinya ketakutan. Saya menduga, rumah tersebut ada hubungannya dengan Shou-kun.”
Kai mengangguk dan mencatat semua keterangan Tora. Pria itu kemudian meletakkan pena dan notebooknya, lalu kembali menyesap kopinya.
“Lalu, apakah anda tahu lokasi rumah tersebut?” Kai kembali bertanya, dan kembali menggoreskan penanya ke catatan khususnya.
Tora mengangguk dan menyebutkan sebuah alamat. Kai terdiam sejenak saat mendengar alamat rumah tersebut. Ia tahu alamat itu, dan sangat mengenal wilayah tersebut. Dengan sigap, Kai membuka tas kerjanya lalu mengeluarkan sebuah iPad, dan membuka arsip catatan tugas yang pernah dia lakukan. Tora menatap Kai yang masih tampak serius dengan iPad nya. Pria itu kemudian berdeham, lalu bertanya lagi kepada sang inspektur.
“Ano, Kai-san, apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiran anda?”
Kai kemudian menghela nafas, dan menunjukkan sebuah file mengenai kasus kebakaran kepada Tora.
“Entah saya harus bersyukur atau malah sebaliknya, kebetulan kasus mengenai kebakaran rumah itu adalah kasus yang saya tangani sebelumnya.”
Tora tertegun, lalu ia mengerutkan alisnya lagi dan berpikir lebih lanjut. Kedua pria itu kembali berdiskusi, dan akhirnya Kai menganggukkan kepalanya. Kasus ini menjadi semakin menarik untuknya dikarenakan adanya saling keterkaitan dengan kasus yang ia tangani sebelumnya. Kai kemudian merapikan semua barang bawannya, menjabat tangan Tora kemudian ia pun undur diri dan kembali ke kantornya. Akhirnya, setelah sekian lama kebosanan dengan kasus monoton, kini Kai mendapatkan kasus baru yang jauh lebih menarik dan menantang. Tersenyum, pria berlesung pipi itu kemudian berjalan ke mobilnya dan mengendarainya menuju kantornya.
---
Seorang pria berambut cokelat gelap, menjatuhkan kopernya dan menatap nanar pemandangan di depannya. Pria itu seolah kehilangan kata-kata, saat ia melihat reruntuhan puing-puing rumah di depannya. Di sebelahnya, seorang pria berambut pirang memeluk bahunya yang bergetar, juga menatap tidak percaya ke arah puing-puing tersebut. Si pria berambut coklat kemudian menoleh ke pria pirang itu, lalu berkata,
“Apa yang harus aku lakukan… Baru saja aku pergi dua tahun untuk kuliah, tapi begitu aku datang rumahku sudah menjadi puing-puing. Aku juga tidak tahu harus menghubungi siapa lagi di sini.”
Si pria berambut pirang hanya mengelus kepala pria di sebelahnya. Ia kemudian mengambil travel bag di sebelahnya, dan menggandeng tangan si pria pirang lalu berkata,
“Sementara kau tinggal di rumahku dulu. Aku akan mencari tahu mengenai yang terjadi pada rumahmu, dan mencari keluargamu.”
Si pria berambut coklat mengangguk, lalu ia pun berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari posisi mereka berdiri. Saat mobil itu mulai melaju, pria itu menoleh ke belakang, menatap puing-puing tersebut dan berbisik,
“Otou-san, Okaa-san, Oniisan, kalian dimana?”
TBC