Title : Sweet Vanilla Cupcake (4/11)
Cast :
- Matsushima Sou (Sexy Zone)
- Sherina as Kawaguchi Rina
- Morimoto Shintaro (Johnny’s Jr / Bakada6) as Sou’s childhood friend
- Kato Yui (OC), Horikoshi Haruna (OC), Nakamura Yuta (OC) as Sou’s close friend since grade 1 → orang-orang yang hanya numpang lewat beberapa detik
- Nakayama Sayo (OC), Handa Kaori (OC) as Rina’s friends
Genre : School-life, romance
Rating : G
Type : Multichapter
~ CHAPTER 4 ~
~Cupcake~
“Morimoto Shintaro-senpai…” ucap Rina lirih.
“Dek, kalian tidak apa-apa kan?” seorang petugas memegang tangan Rina dan mengguncang tubuhnya perlahan. Kemudian petugas tersebut mengguncang tubuh Matsushima, membuatnya membuka mata dan terjaga dari tidur.
“Ah, akhirnya datang juga. Kami sudah lama menunggu bantuan, pak. Sampai kami tertidur,” Matsushima menghela nafas sebelum mendongak dan menyadari seseorang yang sangat dikenalnya.
“Shinta…”
“Hei, Matsu. Siapa gadis itu? Dia…pacarmu ya?” Shintaro langsung menyeringai.
“Eehh??!”
********************
“Bukan, Shinta. Dia cuma adik kelas yang kebetulan bertemu di lift dan kami sama-sama terjebak di dalam lift ketika listrik mati,” Matsushima terus berusaha membela dirinya dalam perjalanan pulang dari mall setelah memberikan dompet pada kakaknya. Tapi Shintaro yang sepertinya menikmati saat-saat ini, hanya tersenyum jahil dan seakan menutup telinga, ia kembali menggoda Matsushima.
“Tapi kalian lucu banget lho, tidur bareng gitu. Sebelahan, dia tidur di pundakmu, tanganmu di pundak dia. Kamu tahu itu disebut apa? S.o s.w.e.e.t alias so sweet,” Shintaro menepuk pundak Matsushima sekali sambil menyeringai jahil.
“Dia itu takut gelap. Sebelumnya dia nangis tahu,” Matsushima kembali membela dirinya, walaupun pembelaannya sama sekali tidak didengar Shintaro.
“Perhatian sekali ya, pangeran kecil kita ini. Cocok, kok, cocok,” Shintaro kembali menepuk pundak Matsushima beberapa kali dengan wajah sok berwibawa.
“Haish, apaan kamu ini. Dengerin aku ngomong kenapa,” Matsushima menepis tangan Shintaro dari pundaknya dengan wajah kesal, sementara Shintaro hanya tertawa.
“Kalau begitu, kita berpisah di sini ya. Jyaa, mata ashita,” Shintaro melambaikan tangannya sebelum akhirnya kembali berjalan pulang. Ia dan Matsushima berpisah di perempatan. Ia lurus sementara Matsushima belok ke kiri.
Shintaro sampai di rumah. Begitu ia selesai berganti pakaian dan memasuki dapur, ibunya menyuruhnya untuk mengantarkan kue kering yang baru saja selesai dibuat ibunya ke tetangga baru mereka. Ketika Shintaro mengeluh dengan mengatakan bahwa kakaknya juga bisa mengantarnya karena sudah pulang dari tadi, ibunya berkata bahwa Ryutaro sedang banyak pr. Begitu ibunya selesai memberikan alasan, Shintaro pun membawa piring yang berisi kue kering ibunya ke rumah tetangga baru mereka.
Shintaro mengetuk pintu depan rumah tetangga barunya itu dan mengucapkan salam. Ia menunggu sambil memainkan keitai-nya.
“Senpai?”
Shintaro berbalik. Di pagar rumah itu, ada seorang gadis berpakaian seragam SMP Yato tengah berdiri. Gadis pemilik rumah itu.
“Kau… yang tadi ada di lift sama Matsu kan?” tanya Shintaro.
“Hai. Watashi wa Kawaguchi Rina desu. Ngomong-ngomong, kok senpai bisa ada di depan rumahku?” Rina bertanya balik.
“Eh? Ini rumahmu? Wah, kenapa aku enggak tahu ya, padahal kau tetangga baruku. Ini, ibuku menyuruhku untuk memberikan kue kering ini untuk kalian. Ibu baru saja membuatnya dan ingin berbagi dengan tetangga baru kami,” kata Shintaro sambil mengulurkan piring berisi kue kering.
“Ah, arigatou gozaimashita. Ano, Morimoto-senpai mau masuk dulu, ketemu ibu?” tawar Rina sambil tersenyum.
“Ah, tidak usah. Aku masih ada pr. Sampai jumpa,” Shintaro memberi salam sambil berjalan meninggalkan rumah keluarga Kawaguchi. Rina memandang Shintaro sampai ia masuk ke dalam rumah.
Malam itu, Rina duduk diam di meja belajarnya. Pr-pr sudah ia kerjakan sejak satu jam yang lalu. Kini ia tampak sedang membuka sebuah buku yang sepertinya penuh oleh tulisan. Rina membuka lembar demi lembarnya secara perlahan. Membaca sekilas setiap tulisan, menghasilkan raut wajah yang berubah-ubah.
Sesaat kemudian, Rina menutup buku itu dan memasukkannya ke dalam laci meja belajar. Ia menempatkan buku itu di dasar laci, di bawah tumpukan buku-buku yang lain. Setelah itu, ia mendongak menatap jam dinding kamarnya. Pukul 23:00.
“Sudah jam sebelas malam ya,” Rina beranjak dari meja belajarnya menuju kamar mandi. Seperti biasa. Ia mandi sebelum akhirnya pergi tidur.
********************
Sudah dua hari sejak kejadian “terjebak di dalam lift bersama Matsushima Sou” yang dialami Rina. Teman-teman dekat Rina, yang tampaknya menguping pembicaraan geng Morimoto Shintaro (Morimoto Shintaro, Matsushima Sou, Kato Yui, Horikoshi Haruna dan Nakamura Yuta) membicarakan hal itu dengan suara keras di dalam kelas saat jam pelajaran kosong. Sekarang seluruh murid di kelas 2-10 sudah mengetahui tentang kejadian itu.
Siang itu, teman-teman dekat Rina (Nakayama Sayo dan Handa Kaori) kembali menggoda Rina dengan membicarakan tentang kejadian di mall dua hari yang lalu. Sementara itu, Rina tetap diam sambil memakan bentonya.
“Ne, Rina-chan. Kau tahu tidak kalau Matsushima-senpai itu punya band?” ujar Sayo yang tiba-tiba menaruh kedua tangannya di atas meja Rina.
“Bukan benar-benar band sih. Yah, kau tahu kan sekarang jamannya boyband gitu. Matsushima-senpai juga punya lho,” Kaori menambahi.
“Hontou?” tanya Rina setelah menelan nasi terakhir dari bentonya.
“Suaranya bagus lho,” ujar Kaori sambil memandang ke atas, seakan menerawang.
“Kami pernah mendengarnya menyanyi bersama Morimoto-senpai di kelasnya saat kami tidak sengaja lewat. Wah, suara mereka berdua bagus,” kata Sayo dengan wajah yang berseri.
Rina hanya diam mendengar cerita kedua temannya itu. Ia tampak merenung.
Sore itu, Rina tinggal di kelas memasak sedikit lebih lama karena hari ini adalah jadwal kelompok piket Rina untuk membersihkan kelas memasak. Rina menyuruh Sayo dan Kaori untuk pulang terlebih dahulu karena mereka berdua ada les. Setelah menutup jendela terakhir yang masih terbuka, Rina mengambil tasnya dan pergi keluar dari kelas.
“Kagayaku milky way, yume wo ukabete. Saa eien wo sagashi ni yukou”
Rina menghentikan langkahnya ketika ia akan menuruni tangga. Ia mendengar seseorang menyanyi dan ia mendongak ke atas. Matsushima Sou.
“Kono sekai de tatta hitotsu dakishimeta ai wo. Sou sa, shinjite”
Rina berjalan menaiki anak tangga menuju lantai tiga. Ia berhenti sejenak. Ia memandang Matsushima yang sedang duduk di anak tangga paling atas dan memakai headset. Matsushima juga sedang memandangnya.
“Ah, maaf. Apa aku mengganggumu?” tanya Rina dengan wajah bersalah. Matsushima menggeleng sambil melepas headset yang ia pakai.
“Ii yo,” ujar Matsushima.
“Lagu yang baru saja kau nyanyikan, kenapa kau tidak terus menyanyikannya? Apa karena aku di sini?” tanya Rina lagi, kali ini lebih pelan.
“Apa kau tahu lagu apa tadi?” tanya Matsushima, mengabaikan pertanyaan Rina. Rina tampak berpikir, kemudian menggeleng. Melihat itu, Matsushima hanya tertawa.
“Tentu saja kau tidak tahu. Kau mau mendengarnya?” tawar Matsushima sambil mengulurkan headsetnya pada Rina yang masih berjarak beberapa anak tangga darinya. Rina berjalan menghampiri Matsushima lalu duduk di sebelahnya. Rina mengambil satu sisi headset yang diulurkan Matsushima dan dipasangkannya di telinganya.
“Boku no kimochi wo shitte iru kana. Kimi to itai hontou sa donna toki mo, oh yeah…”
“Kono sekai de tatta hitotsu dakishimeta ai wo. Sou sa, just only you…”
Begitu lagu itu selesai, Rina menoleh memandang Matsushima.
“Bagaimana? Bagus?” tanya Matsushima dengan wajah senang.
“Bagus? Ini… Ini indah, senpai,” jawab Rina dengan wajah berseri-seri. Terlihat dari wajahnya bahwa ia sangat tersentuh dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Benarkah? Kalau begitu tidak percuma lagu ini diciptakan kalau sampai ada yang terharu mendengarnya,” ucap Matsushima sambil tersenyum senang, menampakkan barisan giginya yang kurang rapi.
“Apa ini lagumu, senpai?” tanya Rina penasaran.
“Bukan. Ini lagu band-ku. Dan yang menyanyi tadi bukan hanya aku, tapi seluruh member band-ku,” jawab Matsushima. Tapi sesaat kemudian ia terdiam sambil memperhatikan wajah Rina. “Apa… Apa itu krim, yang ada di pipi kananmu?” Matsushima berkata pelan dan tanpa sadar tangannya terangkat dan bergerak menuju pipi kanan Rina. Ia mengambil krim yang entah kenapa bisa tertinggal di pipi kanan Rina. Dan lagi, tanpa sadar, ia memakan krim itu dan tampak berpikir.
“Mm… Krim vanila, terlalu banyak gula. Apa hari ini kelas memasak belajar membuat kue?” tanya Matsushima pada Rina, yang sejenak diam mematung sebelum akhirnya sadar.
“Iya, hari ini kelasku diajari membuat cupcake,” ujar Rina dengan suara pelan.
“Sou ka. Eh, kau mau pulang? Bisa bareng? Aku mau ke rumah Shintaro soalnya. Kemarin dia bilang kalau kau ternyata tetangganya,” ujar Matsushima tanpa memperdulikan sikap Rina yang sejak beberapa detik yang lalu tiba-tiba menundukkan wajahnya.
“Ah? Iya, bisa. Ngomong-ngomong, memangnya kenapa senpai ke sana? Bukannya bisa bareng Morimoto-senpai dari sekolah?” tanya Rina. Ia agak terganggu dengan kalimat Matsushima barusan.
“Hari ini dia sakit panas, jadi dia ijin tidak masuk sekolah. Aku mau menjenguknya sekalian memberikan salinan pelajaran untuknya,” jawab Matsushima, ia lalu melepas headset yang masih terpasang di telinganya dan memasukkannya ke dalam tas.
Rina dan Matsushima pun berjalan pulang bersama. Lebih tepatnya, Rina berjalan pulang menuju rumahnya sementara Matsushima berjalan menuju rumah Shintaro yang berada di sebelah rumah Rina. Di sepanjang perjalanan, yang mereka bicarakan tidak jauh dari lagu yang tadi mereka dengarkan.
Sesampainya mereka di depan rumah Rina, Rina pamit pada Matsushima dan berjalan memasuki rumahnya. Begitu ia menutup pintu depan, ia langsung bersender pada pintu dan tubuhnya perlahan merosot jatuh. Begitu ia sudah benar-benar duduk di lantai, tangannya bergerak menyentuh pipi kanannya.
Halus dan masih terasa lengket sisa krim.
Tapi kemudian Rina langsung menggeleng dan menurunkan tangannya lagi. Ia mendongak dan memandang ke dinding di atas meja telepon. Ke sebuah foto seorang gadis berambut hitam lurus sebahu. Gadis itu tersenyum. Dan gadis di foto itu sangat mirip dengan Rina. Gadis di foto itu, adalah dirinya.
Rina mengangguk sambil memandang foto itu. Ia lalu berdiri dan menaruh sepatunya di dalam rak sepatu.
“Tadaima,”
********************
Pada jam makan siang keesokan harinya, Sayo mengajak Kaori dan Rina untuk makan siang di atap sekolah. Karena Rina belum pernah makan di atap sekolah SMP barunya itu, maka ia pun menyetujuinya dengan gembira.
Sayo baru saja membuka pintu yang menghubungkan tangga dari lantai tiga ke atap sekolah ketika dilihatnya lima orang kelas tiga yang sangat dikenalnya berada di sana juga. Matsushima Sou, Morimoto Shintaro, Kato Yui, Horikoshi Haruna, Nakamura Yuta.
“Ah, sumimasen,” Sayo baru akan menutup pintu ketika Shintaro sedikit berteriak menghentikan gerak tangan Sayo.
“Kalian juga ingin makan siang di sini? Tidak apa-apa. Masih cukup banyak ruang untuk kita semua kok,” kata Shintaro. Sayo berhenti dan memandang Shintaro.
“Benarkah?” tanya Sayo. Shintaro mengangguk. Sayo menoleh memandang Kaori dan Rina, lalu tersenyum dan berjalan keluar.
“Ah, kau, Kawaguchi. Krim yang kau buat kemarin terlalu manis. Ini, aku buatkan cupcake dengan krim yang lebih benar dari milikmu kemarin,” kata Matsushima sambil mengeluarkan bungkusan berisi cupcake dengan krim vanila dari dalam bungkusan bentonya ketika ia melihat Rina yang muncul dari balik pintu.
“Eh?” Rina diam sambil menunjuk dirinya. Matsushima mengangguk sambil mengulurkan bungkusan plastik berisi cupcake. Rina berjalan menghampiri Matsushima dan mengambil cupcake itu.
“Ah, arigatou,” ucap Rina pelan lalu cepat-cepat berjalan menghampiri Sayo dan Kaori yang duduk agak jauh dari anak-anak geng Morimoto Shintaro.
Rina duduk di antara Sayo dan Kaori. Ia menggenggam cupcake Matsushima dalam tangannya, sementara Sayo dan Kaori hanya diam sambil saling melirik jahil.
“Wah, siapa tuh, Matsu?” tanya Yui sambil menyenggol lengan Matsushima.
“Adik kelas tuh, katanya,” Shintaro menjawab pertanyaan Yui sambil memberi penekanan pada kata ‘katanya’
“Sudah, sudah, ini juga ada buat kalian,” Matsushima pun mengeluarkan bungkusan berisi dua cupcake dari dalam bungkusan bentonya.
“Eeh? Untuk kami? Tadi aku kira kau hanya membuat satu cupcake dan itu untuk adik kelas kita tuh,” ucap Yuta dengan mengeraskan suaranya pada empat kata terakhir.
“Untung kita punya temen yang suka masak ya. Jadi dapet kue gratis deh,” kata Haruna sambil mencolek krim vanila pada salah satu cupcake dan memakannya. “Mm, umai,”
Anak-anak yang lain terus menggoda Matsushima yang tampaknya tidak terpengaruh. Sementara itu, Shintaro menoleh pada sisi yang lain sambil memakan cupcake buatan Matsushima. Sambil memakan cupcake itu, ia memandang seseorang di sisi lain yang juga sedang memakan cupcake serupa. Seseorang berambut lurus dengan panjang di bawah bahu yang sedang digoda juga oleh dua temannya yang duduk di kanan kirinya.
#TBC