Title : Sweet Vanilla Cupcake (5/11)
Cast :
- Matsushima Sou (Sexy Zone)
- Sherina as Kawaguchi Rina
- Morimoto Shintaro (Johnny’s Jr / Bakada6) as Sou’s childhood friend
- Kato Yui (OC), Horikoshi Haruna (OC), Nakamura Yuta (OC) as Sou’s close friend since grade 1 → orang-orang yang hanya numpang lewat beberapa detik
- Nakayama Sayo (OC), Handa Kaori (OC) as Rina’s friends
Genre : School-life, romance
Rating : G
Type : Multichapter
~ CHAPTER 5 ~
~Remember~
Hari Sabtu. Akhir pekan. Sabtu pagi, Rina sudah bangun dan tampak sedang sibuk menyapu halaman depan. Ia menyelesaikan tugas rumahnya lebih pagi karena Sayo dan Kaori berjanji akan mampir untuk main di rumahnya.
“Ah, ohayou,”
Rina mendongak dan dilihatnya Shintaro yang berada di depan pagar rumahnya.
“Ohayou, senpai,” sapa Rina. “Senpai kok bawa sepeda? Mau kemana?” tanyanya kemudian.
“Biasanya aku juga gini, setiap sabtu dan minggu pagi. Cuma sepedaan keliling jalanan di sini,” jawab Shintaro sambil tersenyum. “Ngomong-ngomong, kemarin kue dari Matsu, enak?”
“Hai,” jawab Rina dengan wajah berseri.
“Dia itu suka banget masak, kau tahu. Udah sejak lama dia itu belajar masak ke ibunya, dan sekarang dia jadi lumayanlah, lebih pinter dari semua temennya di kelas,” ujar Shintaro yang tiba-tiba bercerita tentang Matsushima.
“Hoo, gitu ya,” ujar Rina pelan. Tanpa sadar tangannya terangkat dan menyentuh pipi kanannya.
“Ngomong-ngomong, aku mau mampir ke supermarket nih. Kau mau titip sesuatu?” tawar Shintaro.
“Ah, tidak usah, senpai,” Rina menolaknya sambil tersenyum, dan sesaat kemudian ibunya muncul dari pintu depan.
“Rina, bisa kau belikan ibu kecap asin, nori, sama susu cokelat bubuk di supermarket?” tanya ibu Rina sambil mengulurkan uang. Rina memandang ibunya sejenak sebelum akhirnya ia menoleh ke Shintaro yang membunyikan bel sepedanya.
“Bareng?” tanya Shintaro.
********************
Shintaro dan Rina bersama-sama mengayuh sepeda mereka seusai berbelanja di supermarket. Tak terasa, sejak tadi mereka terus mengobrol dengan santai seperti dua orang yang sudah akrab.
Sayo dan Kaori yang ternyata sudah tiba di rumah Rina sejak sepuluh menit yang lalu, langsung histeris melihat Rina yang bersepeda beriringan dengan Shintaro. Mereka terus memandang Shintaro sampai Shintaro akhirnya masuk ke dalam rumah, meskipun Rina sudah berada tepat di sebelah mereka.
“Rina-chan… Morimoto-senpai… Dia tetanggamu? Kenapa kau tidak cerita?” pertanyaan Sayo berturut-turut menghujani Rina, sementara Rina langsung menutup kedua telinganya.
“Kalo nanya, biasa aja kali. Iya, dia tetanggaku. Emang kalian ketua RT, sampai aku harus lapor tentang tetanggaku?” ujar Rina sambil menggosok-gosok telinganya.
“Yah, tapi tuh, Rina ih enggak cerita,” ujar Sayo tak jelas.
“Udah, masuk yuk,” ajak Rina sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
Tanpa mereka sadari, tak jauh dari mereka, sepasang mata berwarna hitam memperhatikan mereka.
********************
Sayo, Kaori, dan Rina pergi ke kantin pada jam istirahat. Mereka terlalu sibuk berbicara sendiri sehingga mereka tidak sadar ketika mereka tiba di stand makanan, mereka berdiri tepat di sebelah Matsushima Sou dan Morimoto Shintaro.
“Kalian ramai sekali,”
Kaori, Sayo dan Rina berhenti bicara dan menoleh pada orang yang sama.
“Ah, gomen, gomen,” ucap Rina sambil sedikit membungkuk lalu kembali terkikik bersama Sayo dan Kaori.
“Nak, kalian ingin pesan apa?” tanya penjaga kantin.
“Saya ingin beli… roti ini saja, bu. Ini, keju parut, kan? Bukan keju pasta?” tanya Rina sambil mendongak memandang penjaga kantin.
“Ini keju parut, nak,” jawab penjaga kantin itu sambil tersenyum.
“Yokatta. Kalau begitu, saya beli ini dua,” ujar Rina kemudian.
“Memangnya kenapa, Rina?” tanya Sayo kemudian.
“Aku tidak suka keju pasta, sama sekali tidak suka. Lebih baik keju parut, aku suka itu,” jawab Rina sebelum akhirnya menerima roti yang ia beli dan membayarnya. Sayo, Kaori, dan Rina kemudian pergi menuju stand makanan yang lain.
Matsushima dan Shintaro yang baru saja menerima makanan yang mereka pesan, langsung berjalan menuju meja tempat Yui, Haruna, dan Yuta duduk. Begitu mereka duduk, Matsushima tidak segera memakan makanannya ataupun ikut dalam pembicaraan keempat temannya itu. Dalam diamnya itu, ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya. Wajahnya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang membuat pikirannya berat.
********************
“Minggu depan ada tes memasak dan ibumu pergi ke rumah nenekmu di Chiba selama seminggu?” tanya Shintaro pada suatu sore. Shintaro dan Rina sedang sama-sama berada di halaman rumah mereka masing-masing. Rina baru saja menceritakan masalahnya itu pada Shintaro.
“Iya. Aku bingung, mau minta diajari siapa. Sayo dan Kaori juga masih belum bisa memasak,” ujar Rina dengan raut wajah sedih.
“Hm… Bagaimana kalau kau minta tolong Matsu saja?” kata Shintaro, mengatakan idenya yang membuat Rina terbatuk itu.
“Eh? Matsushima-senpai?” tanya Rina.
“Dia kan pinter masak tuh. Gimana? Apa aku saja yang bilang ke Matsu buat ngajari kamu masak?” tawar Shintaro lagi.
“Bilang ke aku apa?”
Rina dan Shintaro sama-sama memandang ke arah yang sama, pada seseorang yang baru saja masuk ke halaman rumah Shintaro.
“Hei, Matsu. Kita lagi ngomongin kamu lho,” ucap Shintaro dengan wajah bangga.
“Iya, aku denger. Tapi ngapain sih kamu masang wajah bangga gitu? Enggak ada hubungannya,” ujar Matsushima kemudian. Ia berjalan mendekati pagar yang memisahkan halaman rumah Shintaro dan halaman rumah Rina lalu berdiri di sebelah Shintaro.
“Bagaimana kalau besok? Di rumah Shintaro aja?” tanya Matsushima kemudian. “Besok orang tuamu pergi ke pernikahan teman mereka, kan?” Matsushima menoleh memandang Shintaro.
“Besok bisa kok, kalau aku. Gimana, Kawaguchi?” Shintaro juga ikut bertanya. Shintaro dan Matsushima sama-sama memandang Rina sampai akhirnya Rina mengangguk.
Esok harinya, hari Sabtu pagi, Rina pergi ke rumah Shintaro. Begitu ia masuk ke dalam rumah Shintaro, ia melihat Ryutaro, kakak Shintaro, dan juga Natsune, adik Shintaro. Shintaro dan Rina langsung menuju dapur, dimana Matsushima sudah ada di sana terlebih dahulu. Matsushima sedang memasak nasi goreng untuk Ryutaro dan Natsune, kata Shintaro.
Setelah Matsushima selesai memasak nasi goreng untuk Ryutaro dan Natsune, Matsushima bertanya pada Rina tentang tes memasak minggu depan. Matsushima hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Rina.
“Padahal natal masih lama, tapi Makoto-sensei sudah mengajarkan tentang cara membuat kue ya. Oke, jadi… sebaiknya kita sekarang membuat kue,” kata Matsushima kemudian sambil memandang Rina yang mengangguk.
Sesaat kemudian, ketiga siswa SMP itu tampak sibuk mengolah adonan. Suasana yang awalnya hening, kini penuh dengan suara tawa ketiga anak itu. Shintaro, yang sepertinya rasa jahilnya sedang muncul, berjalan mengendap-endap di belakang Rina lalu tiba-tiba mengoleskan krim vanila yang mereka buat ke kedua pipi Rina. Rina yang terkejut langsung membalas perbuatan Shintaro dengan mengoleskan tepung terigu ke pipi Shintaro. Melihat tingkah Rina dan Shintaro, Matsushima langsung tertawa lepas. Mendengar tawa Matsushima, Rina dan Shintaro langsung menghampiri Matsushima dan mengoleskan tepung terigu serta krim vanila ke wajah Matsushima. “Perang tepung terigu dan krim vanila” terus berlanjut di antara mereka. Rina yang mencoba kabur ke ruang tengah pun akhirnya ditahan oleh Matsushima dengan memeluk Rina dari belakang dan Shintaro langsung mengoleskan krim vanila ke wajah Rina.
Kue dengan krim vanila yang mereka bertiga buat pun akhirnya jadi. Dapur rumah keluarga Morimoto sudah hampir tertutupi oleh tepung terigu yang tersebar dimana-mana. Sementara itu, Shintaro, Rina, dan Matsushima duduk di kursi yang mengelilingi sebuah meja, dimana ada kue yang mereka buat terletak di meja itu.
Rina mengulurkan tangannya untuk meraih potongan kue yang pertama. Ia memakannya dalam satu gigitan. Ia mengunyahnya perlahan dengan mata tertutup, seperti sedang mencoba merasakan kue itu dengan lebih teliti. Lalu kemudian ia membuka matanya.
“Enak,” ujar Rina dengan wajah berseri.
“Eh, benarkah?” tanya Shintaro, kemudian ia juga memakan satu potongan kue. “Uwaa, enaak. Siapa dulu dong yang ngajarin. Matsu tuh,” ujar Shintaro kemudian sambil memandang Matsushima. Matsushima hanya tersenyum.
Setelah kue yang mereka buat habis dimakan−dibantu Ryutaro dan Natsune yang tiba-tiba muncul− dan dapur sudah mereka bersihkan−tapi untuk yang satu ini, tiba-tiba Ryutaro dan Natsune kembali hilang− , Rina, Shintaro, dan Matsushima duduk bersama di ruang tamu. Shintaro memainkan gitar, sedangkan Matsushima menyanyi. Menyanyikan sebuah lagu, lagu yang sama dengan apa yang Rina dan Matsushima dengarkan di tangga sekolah tempo lalu.
“Kakoto mirai wo tsunagu mono ga”
“Bokutachi no kokoro ni aru”
“Kagayaku milky way, yume wo ukabete. Saa eien wo sagashi ni yukou”
“Kono sekai de tatta hitotsu dakishimeta ai wo. Sou sa, shinjite”
“Nandemo dekiru (kanarazu)”
“Kimi no tame ni nara”
“Kono sekai de tatta hitotsu dakishimeta ai wo. Sou sa, just only you…”
Matsushima mengakhiri lagu itu, dan Shintaro juga mengakhirinya dengan petikan gitarnya yang indah. Rina yang sejak tadi mendengarkan, langsung bertepuk tangan sambil tersenyum. Shintaro pun ikut tersenyum sambil memandang Rina. Namun lagi-lagi Matsushima memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Ia menggenggam sebuah benda kecil di dalam sakunya.
Satu jam kemudian, Matsushima pamit pulang. Melihat Matsushima yang pamit pulang, Rina pun ikut pamit. Namun ketika Rina hendak keluar menyusul Matsushima yang sudah keluar semenit yang lalu, Shintaro menahan tangannya. Rina yang merasa tangannya ditahan pun menoleh memandang Shintaro.
“Aku mau bertanya satu hal. Dua bulan yang lalu, kau salah memberikan surat pada Matsu kan? Surat itu aslinya untukku? Dan lagi, kau disuruh teman-temanmu untuk memberikan surat itu padaku?” tanya Shintaro tiba-tiba. Kedua mata Rina seketika terbelalak mendengar deretan pertanyaan Shintaro. Ia tidak menyangka Shintaro bisa tahu semua itu.
“Matsu yang cerita padaku,” lanjut Shintaro, seakan tahu apa yang dipikirkan Rina.
“Katakan pada kedua temanmu yang selalu bersamamu itu. Terima kasih,” kata Shintaro kemudian dengan tersenyum.
“Eh? Terima kasih?” tanya Rina heran. ‘Terima kasih untuk apa?’
“Ya, sampaikan terima kasihku pada mereka,” ujar Shintaro lagi, kali ini dengan senyum yang lebih manis. Rina hanya mengangguk mendengar kalimat Shintaro.
Rina pun keluar dari rumah Shintaro beberapa saat kemudian. Ia berjalan menuju rumahnya dengan wajah keheranan. Dan ia pun menghilang di balik pintu rumahnya sendiri.
Seseorang mengamati Rina hingga ia masuk ke dalam rumahnya dari balik sebatang pohon. Setelah Rina masuk ke dalam rumah, orang itu pun segera memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya dan mengeluarkan sebuah benda kecil yang berkilau.
********************
Matsushima menghampiri Rina yang duduk sendirian di lantai atap sekolah. Rina tampak sibuk mengerjakan pr yang tadi ia dapat dari guru matematika. Ia selalu suka atap sekolah jika ingin mengerjakan matematika. Matsushima pun berjalan menghampiri Rina dan duduk di sebelahnya.
“Pr matematika lagi?” tanya Matsushima setelah benar-benar duduk di sebelah Rina.
“Begitulah. Entah kenapa tapi aku selalu suka mengerjakan matematika di tempat terbuka seperti di atap sekolah,” jawab Rina tanpa mengalihkan konsentrasinya pada buku matematika di pangkuannya.
“Ngomong-ngomong, kau mau ini? Roti stroberi,” tawar Matsushima sambil mengulurkan sebungkus roti stroberi.
“Ah, maaf, aku tidak bisa. Aku alergi stroberi,” tolak Rina sambil tersenyum.
“Seperti yang sudah ku duga,” ujar Matsushima kemudian. Rina seketika berhenti memperhatikan bukunya dan mendongak menatap Matsushima yang ada di sebelahnya.
“Maksud…senpai?” tanya Rina pelan.
“Kau ini kenapa? Kau lupa ingatan, atau pura-pura lupa?” tanya Matsushima, ia benar-benar menatap ke dalam mata Rina, membuat Rina memperjauh jarak mereka berdua.
“Lupa ingatan apa? Aku sama sekali tidak lupa ingatan sejak dulu. Apa yang senpai bicarakan?” tanya Rina. Nada suaranya menunjukkan bahwa ia ketakutan. Matsushima langsung merogoh saku celananya dan mengelurkan sebuah benda yang selama ini selalu ia bawa kemana-mana. Sebuah kalung berbentuk bintang dengan ukiran huruf “KR”.
“Itu…”
#TBC