Fanfic: Claim

Jan 30, 2009 18:07

title: Claim
author: mesti
fandom/pairing: the gazette, ReitaxRuki
rating: PG-15
disclaimer: i do not own them

Sesak.

Ia menghempaskan diri di atas bangku terdekat yang bisa dicapainya. Ruangan yang sama. Udara yang sama. Tapi kenapa semua terasa begitu mencekiknya, memojokkannya pada keterasingan?

Alangkah memuakkan…

Nanar pandangnya berusaha menghindari sosok yang berdiri di salah satu sisi ruangan itu. Orang itu. Sosok mungil berambut pirang yang kini tengah bercakap-cakap dengan santai bersama gitaris berambut hitam. Begitu riang, jauh dari badai prasangka maupun kedukaan.

Begitu jauh… Begitu terpisah dari dirinya yang kini tengah dibelit oleh selaksa emosi negatif.

Kau tak mengerti, bukan? Ruki-chan…

Selalu begitu. Panasnya kegetiran selalu menyerang nadinya setiap kali ia melihat Ruki berbincang-bincang dengan orang lain. Atau saat Ruki menepuk bahu seseorang. Atau saat seseorang menyentuh Ruki, sekecil dan sesepele apapun itu.

Begitu memualkan…

Atau saat Ruki melakukan fanservice dengan member the GazettE yang lain.

Uruha keparat! Apa maksud si brengsek itu mencium Ruki? Tepat di bibir pula! Sungguh terkutuk!

Dan Ruki… Ruki-nya, hanya bisa membelalakkan mata saat menghadapi kejutan yang begitu di luar dugaan itu. Lalu memilih untuk bersikap tenang. Karena ia adalah musisi profesional. Benar. Karena mereka adalah musisi profesional. Jadi untuk apa memusingkan sebuah fanservice? Apalagi mengundang sebuah baku hantam hanya untuk hal sekecil itu.

Maka ia pun memilih untuk menutup mulut, menggertakkan geraham untuk membungkam semua amarahnya. Menahan kepalannya agar tak bersarang di wajah Uruha.

Prioritas tertinggi adalah untuk band mereka, bukan? Bukan pada emosi. Bukan pada ego. Bukan pada hubungan pribadi. Ia sangat mengerti itu.

Tapi siapa yang bisa mengerti dirinya? Siapa yang mau memahami warna luka yang kini meruyak di hatinya?

Berpikir seperti itu hanya semakin menghempaskannya pada kebuntuan. Dan kebuntuan menyelimutinya dengan keputus asaan, yang sungguh ajaib, terasa begitu karib baginya.

Ruki-chan…kenapa kau juga tidak mengerti?

Ia bukan tipe orang yang bersandar pada segala definisi sentimental tentang cinta. Tidak di masa lalu. Juga tidak hari ini. Namun salahkah bila ia berharap, agar Ruki setidaknya bisa melihat warna kegalauan yang membungkus wajahnya kini? Terlalu egoiskah?

Hei, Ruki-chan… Kau bilang kau mencintaiku…kan?

Ia menutup mata, berusaha mengenyahkan semua bayang-bayang kegilaan yang merayunya tanpa henti. Mengajaknya melupakan semua logika dan pertimbangan akal sehat. Andai saja ia bisa…

Tapi kenyataan senantiasa mematahkan harapannya. Bahkan dalam damainya kegelapan, segala kenangan pahit merasukinya lebih jauh lagi. Menaburkan tarian luka pada setiap perihnya.

Apalagi yang bisa ia lakukan…kini?

“Ruki-chan…”

Hanya gumaman sederhana yang terlepas begitu saja dari tenggorokannya. Nyaris tanpa ia sadari. Karena itu, ia tak pernah mengharapkan Ruki akan berjalan ke arahnya, lalu duduk tepat di sampingnya seperti saat ini.

“Ada apa, Rei-chan?”

Hanya dengan sepatah kalimat itu, Ruki telah mengembalikan jiwanya dari gersangnya kehampaan. Begitu sederhana. Begitu…

“Hm?” Ruki mengernyitkan kening dalam ketidak mengertian. Menuntut sebuah penjelasan darinya.

Dan ia…

Daripada mengucapkan sebuah dusta yang kembut, ia lebih memilih untuk membungkam tanya Ruki dengan bibirnya. Memilih untuk merasakan kehangatan sekejap daripada berputar-putar dalam alasan dan beribu alasan lagi.

Ruki adalah miliknya.

Mungkin kini ketiga temannya tengah menatap mereka dengan tatapan jengah atau malah jijik. Kenapa ia harus peduli?

Setidaknya saat ini…

Ia ingin menenggelamkan diri dalam kecupan ini. Melupakan hari esok yang akan datang menjemput dengan beribu keabsurdan. Melupakan pekerjaan yang akan datang bersama esok, setapak demi setapak merebut Ruki darinya. Melupakan segala nyeri dan perih yang tengah dan akan selalu ia tanggung.

Ia tak peduli.

Jika luka adalah harga yang harus ia bayar untuk mencintai Ruki, ia akan menyanggupkan diri. Berapa pun kuantitasnya. Berapa pun intensitasnya.

Tak ada jalan lain, bukan?

Setidaknya, untuk saat ini… Ia hanya ingin merasakan Ruki. Ia hanya ingin merengkuh Ruki. Utuh. Hanya untuk dirinya sendiri. Tak perlu mencemari dunia mereka dengan kehadiran orang lain. Atau apapun itu.

Setidaknya, untuk saat ini…

Untuk saat ini…
....................................................................

fanfic, reituki

Previous post Next post
Up