Hanabi

Jun 05, 2010 21:10

Title: Hanabi
Author: inooyabuhika aka fietha (fietha )
Genre: Romance gagal
Rating: PG-13
Theme: Non-Yaoi
Characters: Katou Sayuri (OC - angelika20 ), Takaki Yuya, Asuka & Aoi.
Disclaimer: Semuanya bukan milik saya. Plotnya aja yang punya saya!
A/N: Fic ini dibuat special buat Angel aka Unyu yang uda mau berbaik hati buatin fanfic buat gw plus masukin OC gw di ficnya sebelumnya. Trus Aoi aka Irin muncul disini sebagai rasa terima kasih, coz ada bagian yang merupakan sumbangan ide dari dia! Oke, selamat membaca! Maaf kalo fanfic saya buruk rupa.
Warning: Panjang! Ngga maksa banget. Semoga kuat bacanya ya!


___________________________________________

Hanabi
by inooyabuhika

Takaki Yuya sedikit pun tidak pernah menyukai sesuatu yang bernama kembang api. Ia membencinya. Sangat membencinya. Kembang api hanya mengingatkannya pada kematian ibunya, seorang yang sangat ia sayangi melebihi siapapun juga. Kembang api pula yang selalu mengingatkannya dengan ayah yang telah meninggalkan dirinya dan ibunya sejak ia masih kecil. Kembang api membuatnya membenci musim panas. Membenci segala yang berhubungan dengan kembang api dan musim panas.

***

“Huaaaa~!!!”

Terdengar sebuah teriakan tangisan anak kecil dari sebuah arah. Katou Sayuri yang sedang berjalan dengan santainya sepulang dari sekolahnya mendadak kaget. Ia berusaha mencari dimana arah suara itu berasal. Dan akhirnya sampailah ia pada sebuah pohon besar yang berada tak jauh dari sana. Ia melihat seorang anak lelaki kecil berada diatas pohon itu sambil menangis, dengan satu tangannya memegang tali sebuah balon dan tangan satunya lagi memegang salah satu dahan pohon tersebut. Anak itu tak hentinya menangis. Sayuri menjadi khawatir melihat anak tersebut.

“Ne, sedang apa kau diatas sana?” teriak Sayuri pada anak tersebut dari arah bawah.

“A-aku mau mengambil balonku tadi… Ta-tapi aku tak bisa turun… Hiks…” kata anak tersebut mulai kembali menguraikan air matanya.

Sayuri mendadak merasa kasihan melihat anak kecil tersebut. Ia melihat sekelilingnya. Sepi. Tak ada seorang pun yang lewat disana. Entah keberanian dari mana, Sayuri memilih menaruh tas sekolahnya di dekat pohon tersebut dan mengambil sebuah langkah yang cukup gila. Ia nekat memanjat pohon tersebut -sedikit mengandalkan ilmu memanjat pohon yang dulu pernah dipelajarinya saat kecil.

“Tenang ya, kakak akan menyelamatkanmu!” kata Sayuri dengan nada lembut.

Sayuri terus memanjat dan akhirnya ia pun sampai pada anak kecil tersebut. Ia berusaha meraih tangan anak kecil tersebut. Sekarang ia bingung. Ia bingung bagaimana membawa anak kecil ini turun. Dan bingung bagaimana sekarang dia harus turun. Bodoh? Ya, pastinya tampangnya yang panik membuatnya terlihat sangat bodoh.

Tak lama, ia melihat seorang lelaki berperawakan berantakan dengan pakaian yang sangat tidak rapi, rambutnya yang coklat-karena diwarnai-serta piercing di telinga kirinya. Lelaki itu melihat ke atas dengan pandangan tanpa ekspresi yang cukup menyeramkan.

“Sedang apa kau diatas, Saru?!” teriaknya dengan suara agak serak.

“Enak saja memanggilku Saru! Bantu aku turun napa?” kata Sayuri dengan nada ketus karena dikatakan ‘Saru’ oleh orang tersebut.

Orang tersebut tak menjawab. Ia berjalan mendekati bawah pohon tersebut dan menaruh tasnya. Ia kembali lagi dan menengadahkan tangannya.

“Hei, bocah! Jatuhkan dirimu ke bawah! Aku akan menangkapmu!” teriak lelaki itu dengan suara lantang.

“Ngga mau. Aku takut~!” jawab bocah itu dengan air mata yang mengalir deras di matanya dan suaranya yang begitu bergetar.

Namun bukannya menjawab, Takaki malah menatap mata bocah itu dengan ngeri, membuat bocah itu ketakutan dan memeluk erat Sayuri. Sayuri tersenyum lembut ke arah bocah itu.

“Sudah. Percayalah padanya,” kata Sayuri berusaha meyakinkan bocah tersebut.

Dan akhirnya, bocah tersebut pun menarik napasnya dalam - dalam dan loncat dari atas pohon. Dan dengan sempurna berhasil ditangkap oleh Takaki. Takaki cukup mendengus kesakitan, namun ia tetap menahannya dan berusaha tetap cool.

“Terima kasih ya, kakak!” kata bocah tersebut sebelum berlari dan meninggalkan mereka berdua. Takaki pun berjalan menuju ujung bawah pohon tersebut dan mengambil tas yang ditaruhnya tadi. Ia pun berbalik dan perlahan - lahan berjalan pergi meninggalkan tempat tersebut.

“Hei! Bantu aku turun juga dong! Jahat sekali sih kau!” teriak Sayuri dari atas pohon tersebut. Langkah kaki lelaki itu terhenti dan kemudian menolehkan kepalanya ke atas pohon tersebut.

“Kau kan Saru, pasti bisa turun sendiri kan?” katanya dengan nada ketus.

“Hei! Seenaknya kau bilang aku ‘Saru’! Aku bukan ‘Saru’ tau! Sudah, bantu aku turun!” teriak Sayuri.

“Begitukah caramu meminta tolong padaku?” kata lelaki itu lagi dengan ketus.

“Baiklah, tolong,” kata Sayuri menurunkan nada bicaranya seraya memohon.

Lelaki tersebut pun berbalik dan menaruh tasnya di bawah kakinya. “Cepat loncat,” katanya sambil menengadahkan tangannya. Tubuh Sayuri bergetar ketakutan. “Kalau kau tidak loncat dalam hitungan 5 detik, maka aku akan pergi dan tidak akan menolongmu,” kata lelaki itu dengan nada mengancam.

Mau tidak mau, Sayuri harus memberanikan dirinya meloncat dari atas pohon tersebut. Ia berusaha menarik napas sedalam - dalamnya, berdoa dalam hatinya agar Tuhan masih memberinya umur panjang. Dan dalam hitungan satu, dua, tiga, ia meloncat.

BUK!

Tubuh Sayuri tertangkap sempurna oleh lelaki itu. Bukan tertangkap sempurna lagi, lelaki itu sepertinya tak bisa menahan tubuhnya, membuatnya terjatuh dan membuat Sayuri kini duduk di atasnya. Menyadari ia tengah menduduki seseorang, ia langsung terburu - buru berdiri dengan panik.

“Sial. Kau berat sekali sih! Sudah kutolong, kau malah merepotkanku,” katanya berusaha bangkit sambil mengusap - usap pinggangnya yang kesakitan.

“Maaf,” kata Sayuri dengan nada bersalah.

“Sudah ah. Kau hanya menghambat perjalananku. Aku mau pulang, aku mau tidur,” kata lelaki itu kemudian pergi meninggalkan Sayuri.

Lelaki itu berjalan semakin jauh. Dan ia menyadari sesuatu terjatuh di tanah. Sayuri lantas mengambil benda tipis berbentuk nyaris kotak tersebut.

“SMA Nakagaoka. Takaki Yuya?” katanya sambil memandangi kartu tersebut. Sayuri berniat mengejarnya dan mengembalikannya. Apa daya, lelaki itu sudah terlalu jauh dan tak nampak lagi batang hidupnya.

“Sudahlah. Kukembalikan besok saja,” kata Sayuri kemudian memasukkan kartu tersebut ke dalam tasnya, kemudian berbalik pulang dengan nada gembira.

***

Keesokan harinya, Sayuri dengan kalemnya menunggu dengan tenang di depan pintu gerbang SMA Nakagaoka tersebut. Sesekali ia melirik ke dalam sekolah tersebut. “Belum keluar ya?” gumamnya. Namun ia masih dengan sabar menunggu. Sesekali ia melirik jam yang ada di tangannya. Sesekali ia mengipas - ngipas tubuhnya yang mulai berkeringat di udara yang begitu panas ini. Ya, kini musim panas dan udara setiap harinya begitu panas.

Dan tak lama, satu persatu siswa SMA tersebut mulai berhamburan keluar. Sayuri memperhatikan satu persatu siswa siswi yang berhamburan keluar sekolah itu dengan teliti. Mencari sosok yang ia cari. Dan suasana mulai sepi. Namun sosok yang ia cari tak kunjung ada. Sayuri mulai putus asa. “Mungkin dia tak masuk. Aku cari lagi besok saja,” gumam Sayuri dalam hati. Sayuri nyaris berbalik, sampai akhirnya ia menangkap sosok yang ia cari sejak tadi berjalan sendirian dengan tas yang dibawa ke punggungnya. Wajah Sayuri mendadak gembira melihat sosok yang ia cari sudah ditemukannya.

“Kau lagi,” kata lelaki tersebut malas dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan Sayuri. Sayuri pun lantas mengejarnya.

“Tunggu!”kata Sayuri seraya mengejarnya. “Aku hanya mau mengembalikan ini, Takaki-kun,” katanya sambil menyodorkan kartu tersebut.

Langkah Takaki terhenti sesaat. Ia langsung meraih benda tersebut dan kembali berjalan pergi. “Eh, tunggu! Aku juga mau memberikan sesuatu untukmu!” teriak Sayuri lagi - lagi mengejarnya. Langkah Takaki terhenti lagi. Ia melihat Sayuri menyodorkannya sebuah bungkusan kecil sambil tersenyum manis.

“Apa itu?” tanya Takaki ketus.

“Coklat. Aku punya banyak dirumah, jadi aku ingin memberimu satu. Sebagai tanda terima kasihku karena kau sudah menolongku kemarin,” kata Sayuri menyodorkan coklat tersebut.

“Bawa pulang. Aku tak suka coklat,” kata Takaki menolak. Ia pun berjalan lagi dan kini, Sayuri menarik tangannya, membuat langkah Takaki kembali terhenti.

“Yasudah. Kau mau permen? Cake? Susu coklat? Lolipop? Aku punya di tasku,” kata Sayuri menawarkan dengan polosnya.

Takaki menarik napas dalam - dalam. “Astaga, apa - apaan sih anak ini? Dikira aku anak kecil ya?” gumamnya dalam hati dengan kesal.

“Aku tak suka makanan manis. Bawa pulang,” kata Takaki lagi dengan ketus. Ia pun kembali berjalan dan lagi - lagi, Sayuri menarik tangannya.

“Yasudah, aku traktir saja bagaimana? Kau mau apapun aku belikan deh. Aku tak enak kau sudah menolongku tapi kau tak kuberikan apapun,” kata Sayuri dengan antusias.

“Ampun dah, maksa banget sih anak ini?” gumam Takaki lagi dalam hati. “Yasudah, tapi aku yang tentukan ya aku mau makan apa!”

Sayuri hanya mengangguk dan mengikuti Takaki berjalan menuju tempat yang akan dikunjungi.

***

Sayuri kini sedang terduduk manis di sebuah kursi di sebuah tempat yang sangat jarang ia kunjungi. Di hadapannya terdapat satu set kentang goreng dengan cheese hamburger di sampingnya. Di hadapannya pula, seorang lelaki bertampang sangat dengan rambut diwarnai dan piercing di telinganya sedang dengan lahap memakan hamburger berukuran jumbo miliknya.

“hok ghak dihakan? Hakan dhong! (kok ngga dimakan? Makan dong!)” kata Takaki dengan mulut penuh dengan hamburger yang dimakannya. Sejenak ia menelan makanan yang di mulutnya itu dah kembali berbicara.

“Hmm? Ya…” kata Sayuri kemudian mengambil hamburger yang ada di hadapannya.

“Kau tak pernah makan beginian ya? Ah, iya. Melihat seragammu saja aku sudah tahu kau itu pasti sekolah di anak orang kaya itu kan? Makan saja, tidak beracun kok!” kata Takaki sambil memasukan lagi hamburger tersebut ke dalam mulutnya.

“Hmm… enak…” kata Sayuri pelan. Sayuri pun tersenyum dan memakan lahap hamburger tersebut. “Enak juga rupanya.”

Takaki tak banyak berkata dan dengan lahap memakan hamburger tersebut sampai habis.

***

Entah apa yang membuat semenjak saat itu, Sayuri dan Takaki semakin dekat. Entah sengaja atau tak sengaja, seringkali mereka bertemu dan berakhir dengan berjalan bersama ke suatu tempat. Padahal sekilas, penampilan Takaki begitu urakan, berantakan, sosok berandalan yang membuatnya ditakuti siapapun yang mendekat padanya. Sementara Sayuri adalah seorang yang kemayu, feminim, lembut, pandai bermain piano-yang juga secara ajaib punya kemampuan memanjat pohon-dan juga seorang anak yang begitu elegan. Kontras sekali dengan penampilan Takaki. Namun, tak sedikit pun terpintas di otaknya sebuah ketakutan ketika bersama Takaki. Malah, ia selalu merasa senang setiap kali bertemu dengan Takaki.

“Ih, Sayuri! Kau kenapa sih? Senyum - senyum sendiri aja dari tadi,” kata salah seorang teman Sayuri berjalan ke arahnya yang sedang termenung dengan tangannya diatas meja menopang dagunya.

“Ha?! Ah, ngga kenapa! Iih, Asuka!” kata Sayuri jadi sedikit salah tingkah.

“Hati - hati. Jangan - jangan kau gila,” kata seorang temannya lagi datang mendekatinya lalu duduk di sebuah kursi di dekat Sayuri, duduk tepat di sebelah temannya yang bernama Asuka tersebut.

“He?! Aah, Aoi! Aku ngga gila!” kata Sayuri semakin salah tingkah dan wajahnya mulai memerah.

“Araaa~ masaka… kau sedang mikirin seseorang ya?” kata Aoi dengan senyuman usil menggoda Sayuri.

“Jangan bilang kalau kau sedang memikirkan Takaki lagi!” kata Asuka sambil menatapnya agak tajam.

Reflek, Sayuri menutupi mukanya yang mulai memerah dengan kedua tangannya.

“Tuh kan bener! Ih, apa bagusnya sih Takaki itu? Uda penampilannya urakan, tampangnya menyeramkan, benar - benar seperti berandalan seperti itu!” kata Asuka agak ketus.

“Iih, tapi Takaki-kun kan ganteng!” kata Sayuri membuka mukanya kemudian kembali menutupi mukanya yang memerah dengan kedua tangannya.

“HA?!” kata Aoi dan Asuka terbelalak kaget mendengar kata - kata sahabatnya tersebut.

“Ga-ganteng?! Kau tidak sakit kan, Sayuri?!” kata Asuka sambil menaruh telapak tangannya di dahi Sayuri.

“Ih, aku ngga sakit!” kata Sayuri menyingkirkan tangan Asuka dari dahinya. “Takaki-kun emang ganteng kok. Keliatannya aja dia garang. Tapi dia baik kok!” kata Sayuri berusaha membela Takaki.

“Terserah deh. Oh iya!” kata Aoi tiba - tiba sambil mengeluarkan selembar kertas dari tasnya. Pandangan Sayuri dan Asuka pun langsung mengarah ke kertas tersebut.

“Bagaimana kalau kau ajak saja Takaki-kun kesini?” kata Aoi sambil menunjuk ke arah isi dari kertas tersebut. Kanagawa Big Hanabi Festival 2010.

“Aaaaa! Ini kan yang aku tunggu - tunggu sejak dulu. Pasti tempat ini romantis sekali!” kata Asuka heboh.

“Err-sebenarnya aku berencana mengajak Kou kesini. Tapi, tak ada salahnya kutawarkan ini juga padamu!” kata Aoi tersenyum dengan lembut.

“Eeh?!?! Ah! Aku jadi ingin pergi kesana bersama Kei juga!” kata Asuka bersemangat.

Sayuri tiba - tiba bersemangat. Sebuah keinginan mengajak Takaki ke acara tersebut kini begitu membara. Ia pun bangun dari tempatnya duduk dan dengan seenaknya langsung memasukkan kertas tersebut ke dalam tasnya, kemudian langsung berlari keluar dengan wajah begitu ceria.

“Minna, arigatou na!” teriak Sayuri sebelum meninggalkan ruangan kelas tersebut.

“Hei! Jangan seenaknya membawa pamfletku!” teriak Aoi dengan suara cukup lantang. Namun, Sayuri keburu berlari jauh meninggalkan mereka berdua.

***

Sayuri berdiri di depan SMA Nakagaoka dengan senyum lebar di wajahnya. Satu tangannya erat menggenggam tasnya, sementara satu tangannya erat memegang sebuah kertas bernama pamflet tersebut. Sesekali ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati setiap orang yang berhamburan keluar dari sekolah tersebut. Ia mengamati satu per satu orang yang lewat, berusaha mencari sosok Takaki Yuya.

Sekolah sudah mulai sepi. Namun sosok itu tak kunjung tampak. Sejenak ia melihat jam kecil yang ada di tangannya. Ia sedikit berpikir. Namun ia berusaha tetap menunggu lelaki itu sampai dia muncul. Dan benar saja, Takaki berjalan keluar dengan penampilan agak lusuh, tetap urakan seperti biasa. Mata Takaki sedikit menyipit, melihat sesosok perempuan yang dikenalnya berdiri di gerbang sekolahnya.

“Katou,” kata Takaki dengan suara agak pelan dan nada agak kaget.

“Ah! Takaki-kun!” kata Sayuri lantas berlari ke arah Takaki.

“Ada apa?” tanya Takaki singkat. Sayuri pun langsung dengan segera menyodorkan pamflet yang dipegangnya sambil memasang senyum manis andalannya.

“Ini. Kau mau ya, datang ke Festival Hanabi ini!” kata Sayuri dengan nada sedikit memohon.

DEG!

Jantung Takaki lantas berdegup kencang. Hanabi. Mendengar kata - kata tersebut saja rasanya ia langsung teringat akan segala kejadian yang menimpanya di masa lampau. Takaki bingung. Haruskah ia menolak. Ia menatap sejenak wajah Sayuri. Sayuri memasang senyum yang begitu indah di bibirnya, Sayuri begitu mengharapkannya pergi bersamanya. Sayuri begitu antusias. Ia merasa tidak tega hati untuk menolak.

Takaki terdiam sesaat.

“Tidak mau ya? Maaf,” kata Sayuri menunduk sedih. Takaki semakin merasa tidak enak.

“Tidak. Aku mau kok,” kata Takaki sambil tersenyum, berusaha sebisa mungkin menyembunyikan suaranya yang sudah agak bergetar. Wajah Sayuri pun kembali ceria.

“Benarkah?! Baiklah, aku tunggu kau di Taman Shiba hari sabtu jam 7 malam ya!” kata Sayuri tersenyum puas.

“Ya,” jawab Takaki singkat. Sayuri pun langsung berlari, melambaikan tangan padanya dan meninggalkannya.

Takaki menepuk dahinya. “Bagaimana ini?” gumam Takaki dalam hati. Takaki pun akhirnya berbalik, berjalan pulang menuju rumahnya.

***

Sayuri sudah berdiri dengan penampilan begitu cantik di Taman Shiba. Yukata bunga - bunga berwarna pink menghiasi tubuhnya, ditambah lagi dengan beberapa ornamen lain di rambutnya yang membuatnya terlihat begitu cantik. Ia berdiri menunggu sendirian. Kedua temannya, Asuka dan Aoi, yang datang bersamanya, sudah terlebih dahulu pergi bersama pacar mereka masing - masing. Sesekali Sayuri menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mencari sesosok manusia. Dan tak lama, ia menangkap sosok yang ia cari tersebut. Takaki Yuya. Hanya berbalutkan pakaian casual, namun sedikit lebih rapi dari biasanya.

“Sudah lama?” tanya Takaki pada Sayuri. Sayuri menggeleng.

“Kau… cantik…” kata Takaki pelan, membuang wajahnya ke samping. Berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.

“Ma-makasih,” kata Sayuri tak kalah gugup, membuang mukanya ke samping juga, menyembunyikan wajahnya yang semerah kepiting rebus.

“Err-ayo jalan!” kata Takaki yang kemudian langsung menggandeng tangan Sayuri. Sayuri agak kaget, namun ia tersenyum lembut. Di sisi lain, Takaki berusaha menyembunyikan kegugupannya dan menyembunyikan wajahnya yang memerah ketika menggenggam tangan Sayuri.

***

Senyum lebar begitu terpancar di wajah keduanya. Mereka mengunjungi berbagai tempat di festival tersebut. Seperti festival musim panas biasanya, tentunya berbagai permainan terdapat disana. Wajah Takaki dan Sayur sama - sama bahagia. Mungkin melihat senyumnya yang begitu lebar, seseorang bahkan bisa melupakan kalau Takaki biasanya adalah seorang yang terlihat begitu urakan dan garang. Namun keduanya begitu menikmati semua itu. Sangat menikmatinya.

Tiba - tiba saja, Sayuri menarik tangan Takaki. “Ne, hanabinya mau mulai, kesana yuk!” ajak Sayuri.

Takaki hanya terdiam. Senyum di wajahnya mendadak menghilang. Tubuhnya mendadak kaku, ia seakan - akan tak mampu menggerakkan badannya sedikitpun.

“Takaki-kun? Doushite?” tanya Sayuri heran.

“Err-tidak apa - apa,” kata Takaki berusaha berbohong. Sedikit demi sedikit ia berusaha menggerakkan tubuhnya kembali.

“Ayo,” kata Takaki yang kini menarik tangan Sayuri. Takaki mengatakan hal tersebut dengan suara begitu bergetar, namun tak sedikit pun Sayuri menyadarinya.

Mereka pun berjalan menelusuri kerumunan orang yang begitu banyak. Sesak. Terlalu banyak orang yang ingin menonton hanabi hari itu. Tiba - tiba saja, Sayuri menarik Takaki menuju arah berbeda.

“Ikut aku! Aku tahu tempat yang sepi dan hanabi terlihat begitu indah dari sana!” kata Sayuri tersenyum.

Takaki hanya mengikuti Sayuri. Sayuri menarik tangan Takaki menuju tempat yang ia tuju, walaupun dalam hati Takaki, sebuah ketakutan besar, trauma terbesarnya tengah menantinya.

***

Sayuri kini sudah membawanya ke atas bukit tak jauh dari lokasi festival Hanabi tersebut. Tempat yang begitu sepi, namun siapapun bisa melihat apapun begitu jelas dari atas sana, bahkan hanabi sekali pun. Takaki bukan tak tahu tempat tersebut. Justru ia sangat mengenalnya.

“Yuya, lihat! Pemandangannya indah sekali bukan?!” kata seorang wanita paruh baya pada seorang anak lelaki kecil di sampingnya. Wanita itu tersenyum lebar sambil menatap langit luas yang terbentang di atas sana.
“Un!” jawab anak lelaki kecil yang dipanggil Yuya itu bersemangat.
“Wah, pasti kalau melihat hanabi dari sini indah sekali. Iya kan?” kata seorang lelaki yang paruh baya yang berdiri di samping anak lelaki tersebut. Sama seperti yang lain, mereka menyunggingkan senyum yang begitu indah.
“Okaasan, Otousan. Tahun depan kesini lagi yuk!”

DEG!

Jantung Takaki kembali berdegup kencang. Entah kenapa otaknya langsung memaksanya mengingat. Mengingat sebuah kejadian yang sesunggunya ia sama sekali tak mau mengingatnya. Wajah Takaki memucat. Sayuri berbalik memandang Takaki. Wajahnya berubah menjadi wajah kekhawatiran.

“Takaki-kun? Doushite?” tanya Sayuri khawatir.

“Okaasan? Otousan wa doko?” kata Yuya dengan wajah khawatir mendekati ibunya yang bermata sembab setelah menangis keras.
“Yuya, jangan ingat ayahmu lagi. Ayahmu sudah tidak sayang kita lagi. Ayahmu sudah pergi dari rumah ini. Anggap saja ayahmu sudah mati,” kata wanita yang dipanggilnya Okaasan tersebut dengan suara tersengal - sengal karena menangis, sambil memeluk putranya dengan erat.
“Otousan jahat! Padahal kan tahun lalu sudah janji tahun ini mau melihat hanabi lagi,” kata Yuya dengan wajah sedih. Di pelukan ibunya, ia pun turut menangis.
Sementara di luar, suara hanabi begitu bergemuruh bersama dengan cahayanya yang begitu indah. Namun keindahan itu tak memiliki arti lagi bagi keluarga itu saat ini.

DAR! DAR!

Kembang api pertama sudah diluncurkan. Hanabi itu melesat ke langit, membentuk sebuah bentuk yang begitu indah di angkasa. Namun tak begitu halnya dengan Takaki. Ia kini menutup telinganya. Bayangan buruk tentang hanabi, masa lalu yang begitu tak ingin diingatnya muncul dalam sekejap. Melihat Takaki seperti itu, Sayuri semakin khawatir. Ia tak menikmati hanabi yang kini sudah berada di angkasa itu. Ia lebih mengkhawatirkan Takaki.

“Takaki-kun? Doushite? Ceritakanlah padaku ada apa, kumohon!”

“Okaasan…” kata Yuya, yang kini sudah berusia 13 tahun, sambil menggenggam tangan ibunya yang terbaring lemah di sebuah tempat tidur di ruangan bernuansa serba putih tersebut.
“Yuya, kau harus tetap hidup. Maaf membuatmu hidup sendiri setelah ini,” kata Okaasannya dengan suara lemah.
“Okaasan? Okaasan bilang apa sih?” kata Yuya menggenggam tangan Okaasannya semakin erat.
Wanita itu hanya tersenyum. Tak lama matanya semakin terpejam. Detak jantungnya mendadak dinamis, membentuk sebuah garis lurus panjang. Berhenti. Jantungnya berhenti. Napasnya juga.
“Okaasan?!?! Okaasan bangun! Okaasaaaan!!!” kata Takaki berusaha menggoyang - goyangkan tubuh Okaasannya. Percuma. Wanita itu tak akan bisa bangun lagi. Ia sudah tertidur untuk selamanya. Meninggalkan senyum lebar di wajahnya.

DAR! DAR!

Suara kembang api begitu nyaring terdengar. Namun suara penuh keceriaan sang kembang api tak diperdulikannya. Ia menangis. Menangis keras di atas tubuh kaku okaasannya.

Ia sudah menetapkan hatinya. Dia benci kembang api. Kembang api hanya mengingatkannya pada segala kejadian yang sama sekali tak ingin diingatnya.

“Takaki-kun? Ada apa? Ceritakan padaku!” kata Sayuri khawatir.

DAR! DAR!

Kembang api kedua berbunyi. Namun mereka berdua tetap tak memperdulikannya. Tubuh Takaki bergetar hebat. Reflek, Takaki memeluk erat Sayuri. Tak lama air mata Takaki mengalir turun. Pertama kalinya dalam hidup Sayuri, ia melihat seorang yang begitu garang dan urakan seperti Takaki menangis. Sayuri mengelus pundaknya dengan lembut.

“Aku…” kata Takaki mulai berbicara dengan suara terbata - bata, tercampur oleh tangisannya. “Aku… semenjak ibuku meninggal, aku benci dengan yang namanya Hanabi. Hanya mendengarnya atau melihatnya, aku selalu teringat pada segala kejadian masa lalu yang tidak ingin aku ingat.”

Sayuri melepaskan pelukannya. Satu jarinya bergerak ke wajah Takaki, menghapus setitik air mata yang mengalir turun dari matanya.

“Kenapa kau tidak bilang sejak awal? Kalau aku tahu, aku takkan mengajakmu!” kata Sayuri dengan suara lembut.

“Aku… hanya tidak ingin melihatmu bersedih. Kau begitu antusias. Aku tak ingin menolak ajakanmu. Walaupun itu akhirnya, aku hanya akan membangkitkan kenangan burukku lagi. Maaf, gara - gara aku, acara menonton hanabimu jadi berantakan.”

“Unn~” kata Sayuri menggeleng. “Tidak apa - apa,” kata Sayuri tersenyum. “Trauma itu untuk dihadapi, bukan untuk dihindari. Takaki-kun harus mencoba untuk menghadapi trauma itu!”

“Caranya?” kata Takaki mulai tersenyum.

“Buatlah kenangan indah dengan hanabi. Kalau kau punya kenangan indah, pasti kenangan masa lalu tentang hanabi akan sedikit demi sedikit terlupakan deshou?” kata Sayuri tersenyum lembut.

“Kenangan indah ya?” kata Takaki berpikir pelan.

Tiba - tiba, Takaki menggerakkan tangannya, membawanya menuju dagu Sayuri. Ia mendekatkan wajahnya, dan akhirnya menempelkan bibirnya dengan bibir Sayuri.

CHU!

Sayuri kaget. Wajahnya memerah. Namun ciuman tersebut begitu hangat. Dan ia pun membalas ciumannya.

DAR! DAR! DAR!

Kembang api ketiga diluncurkan. Kembang api yang begitu besar dan begitu indah. Mereka masih berciuman. Tubuh Takaki masih bergetar mendengar suara kembang api tersebut. Namun Sayuri menarik tangannya dan menggenggamnya erat. Takaki menjadi lebih tenang. Mereka berciuman dengan pemandangan hanabi yang begitu indah di belakang mereka. Dan akhirnya mereka berdua pun melepaskan bibir mereka masing - masing.

Wajah keduanya memerah. Sangat memerah, seperti kepiting rebus. Sejenak mereka memalingkan wajah mereka ke lain arah. Dan sedetik kemudian, mereka kembali saling bertatapan, saling berpandangan.

“Err-“ Takaki gugup. Suasana menjadi gugup tiba - tiba.

“Katou, Aku suka padamu. Mau… tidak jadi pacarku?” tanya Takaki dengan nada gugup.

Sayuri hanya mengangguk sambil tersenyum, dengan sedikit malu - malu di wajahnya. Takaki tersenyum bahagia. “Tapi… mulai sekarang panggil aku Sayuri saja ya! Aku lebih suka dipanggil Sayuri,” kata Sayuri tersenyum. Sementara Takaki hanya mengangguk.

Takaki menarik tangan Sayuri dan membawanya ke pelukannya. “Terima kasih. Karena kau, aku bisa sedikit - sedikit bisa mengatasi traumaku. Terima kasih.”

Sayuri hanya tersenyum dan semakin memeluk Takaki dengan erat.

DAR! DAR! DAR! DAR!

Hanabi itu masih terpampang bebas di angkasa. Indah. Cahayanya begitu indah. Takaki dan Sayuri menatap hanabi itu dengan senyum di wajahnya. Sesekali tangan Takaki masih bergetar. Namun Sayuri menggenggamnya erat, membuatnya tenang dan tak merasa ketakutan.

“Berapa tahun sudah ya, terakhir kali aku melihat hanabi seindah ini dari tempat ini…” gumam Takaki tersenyum. Sementara Sayuri menyenderkan kepalanya ke pundak Takaki.

Mereka berdua tersenyum. Takaki yakin, bersama Sayuri, semua kenangan buruk masa lalunya tentang hanabi akan pudar dan tergantikan oleh kenangan manisnya bersama Sayuri hari ini. Bukan hanya hari ini, mungkin satu tahun lagi, sepuluh tahun lagi, bahkan sampai maut memisahkan mereka berdua.

THE END

_________________________________________

aduh. maaf ya kalo endingnya rada maksa.
Maaf juga klo ceritanya terlalu bertele - tele dan panjang!

mohon komennya aja deh!
COMMENTS ARE LOVE. NO SILENT READER PLEASE

ps: as always, asuka muncul lagi! XDDD

genre: romance, theme: non-yaoi, rating: pg-13, type: oneshot, pairing: takaki yuya/oc, fandom: hey!say!jump, author: fietha

Previous post Next post
Up