Torn Apart

Feb 24, 2018 21:43

Sering saya berpikir, kenapa saya mau bekerja begitu keras dengan bayaran tak seberapa. Pulang malam terus, berangkat pagi keesokan harinya. Hampir tak punya kehidupan selain kerja. Sembilan puluh persen waktu, tenaga, semuanya untuk kantor.

Padahal, kantornya seperti itu.
Penuh drama, ketidakadilan, kurangnya apresiasi, janji manis, tidak mengaktualisasikan kemampuan diri, intrik, politik, manipulasi, blablabla.

Kadang susah sekali untuk bersyukur. Kadang berat sekali untuk bangun pagi. Yang terus-terusan memaksa saya adalah kebutuhan hidup, tanggung jawab, serta amanah. Sehingga saya terus berusaha sekuat tenaga untuk ikhlas, sabar, mengingatkan diri bahwa di luar sana masih banyak orang menganggur, tak punya penghasilan, dan suasana kantornya jauh lebih buruk.

Ada masa ketika saya sangat menyukai kantor ini sampai tak bisa membayangkan kalau suatu hari saya harus resign. Tapi yah, kita memang tak boleh berlebihan menyukai sesuatu, kan? Dengan perubahan kondisi seperti sekarang, Allah menuntun saya untuk perlahan-lahan melepaskan rasa cinta berlebihan itu. Sekarang ini mah, jika ada kesempatan lain yang jauh lebih baik, saya akan dengan senang hati menyambarnya.

Namun ....

Terkadang, hal ini dan itu menampakkan diri, mengingatkan saya betapa seharusnya saya bangga berada di kantor tersebut. Hal-hal kecil saja sebetulnya: ketika melihat tulisan "Kementerian ...." di depan gedung pusat, ketika Bapak Deputi minta tolong saya mencetak dokumen, ketika membawa map berlogo garuda gagah, ketika mengangkat telepon dari orang yang penasaran dengan satker kami, ketika menghabiskan waktu lembur yang sepi, ketika menatap sofa tempat saya tidur pada malam-malam panjang menginap, ketika memasuki kamar mandi eksekutif tempat saya mandi sepulang dari rumah sakit, ketika makan bersama teman-teman di meja makan, ketika pergi dinas ke kota-kota yang belum pernah dikunjungi dengan pesawat nomor satu dan hotel minimal bintang empat, ketika mendengarkan cerita pengalaman dari bapak-bapak dan ibu-ibu hebat, ketika bos tersenyum pada saya ...........

Bagaimanapun, kantor ini sangat berprestise. Bergengsi tinggi dan sedikit-banyak mengangkat derajat kami yang bekerja di sana meskipun kami hanya pegawai rendahan yang kerap dikacungi karena harus menyervis bapak-ibu pejabat.

Saya selalu menjawab dengan bangga setiap ada yang bertanya saya kerja di mana, dan seringkali saya melihat tatapan kagum di mata mereka setelah mendengar jawabannya.

Sometimes I really want to leave without ever looking back,
but on the other times I just want to hold on and savour all these privileges.

me, dislike

Previous post Next post
Up