Dark and Bright [Final Chapter Part 2]

Jun 28, 2011 22:52



CHAPTER XXXVI [Final Part 2]

-Hyemin POV-

Aku duduk di bangku panjang di bawah pohon sambil memandang Hyukjae dan Nichkhun yang berada diatas podium di lapangan sekolah. Ada satu laki-laki yang berdiri di samping Hyukjae dan ada satu laki-laki yang berdiri di samping Nichkhun. Nichkhun menyisipkan bros tanda leader Bright ke dada laki-laki di sebelahnya sementara Hyukjae juga menyisipkan bros tanda leader Dark kepada laki-laki di sebelahnya.

Aku mengamati "pelantikan" leader baru itu sampai selesai. Tak sampai 15 menit kemudian Hyukjae menghampiriku dan langsung mengambil botol air mineral milikku yang kupegang.

Aku diam sambil memandangnya meneguk air itu.

"Kenapa?" Tanya Hyukjae setelah ia menurunkan botol yang tadinya tinggal terisi setengah dan sekarang sudah habis. "Aku keren sekali, ya?"

Aku hanya memonyongkan bibirku sebagai reaksi.

Hyukjae tertawa seraya duduk di sampingku. Selama setengah menit kami hanya diam berdampingan memandangi sekitar kami. Hyukjae mengamati Nichkhun yang sepertinya sedang memberikan beberapa pesan kepada leader baru Bright dan aku hanya memandang kosong tanpa arah.


"Hampir setahun yang lalu," gumam Hyukjae tiba-tiba.

"Hmm?" Balasku.

"Hampir setahun yang lalu saat kau menanyakan dimana letak kelasmu. Hampir setahun yang lalu saat aku pertama tertarik padamu tapi aku tidak tahu bagaimana harus menunjukkannya," lanjut Hyukjae.

Aku tersenyum, "Dan akhirnya kau jadi begitu menyebalkan di mataku."

"Paling tidak aku mendapat sedikit perhatianmu, kan," balasnya.

Aku tertawa. Kami terhenti dalam keheningan yang menyenangkan lagi selama beberapa saat. Aku dan Hyukjae sama-sama mengingat-ngingat masa hampir setahun yang lalu. Lamunanku hanya sedikit teralih saat Nichkhun dan Victoria pamit padaku dari jauh. Nichkhun mengangguk kecil sementara Victoria melambai padaku. Aku balas melambai. Hyukjae hanya tersenyum tipis pada mereka.

Hubungan Dark dan Bright memang tidak akan pernah baik. Tapi dalam sejarah rekor kedua leader golongan itu, hanya Hyukjae dan Nichkhun yang merupakan leader tapi dapat saling bertegur sapa walau hanya dengan interaksi mata. Ini tentu karena kehadiranku diantara mereka. Dan aku tidak tahu harus bangga atau bagaimana.

"Hyemin-ah," panggil Hyukjae.

"Hmm?" Sahutku lagi.

"Kau harus jaga diri baik-baik setelah aku lulus. Bagaimanapun juga, peran aku dan Nichkhun dalam keselamatanmu di sekolah selama satu tahun ini sangat banyak. Kalau kami berdua tidak mengeluarkan aturan tidak boleh mengganggumu, mungkin sampai sekarang mereka akan mengganggumu. Tapi sekarang kami berdua sudah bukan lagi leadernya," kata Hyukjae.

Aku terdiam sejenak. Ada sedikit rasa khawatir di dalam hatiku. Memang benar, selama ini keselamatanku terjamin karena adanya Hyukjae dan Nichkhun yang melindungiku. Padahal sebenarnya banyak sekali yang membenciku. Aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika siswa-siswi sekolah ini sudah tidak lagi berada dibawah kuasa mereka.

"Kau harus bisa melindungi dirimu sendiri tanpa bantuanku dan Nichkhun lagi," ujar Hyukjae lagi.

"Hmmm," gumamku. "Haruskah aku pacaran dengan leader yang baru juga?"

Hyukjae menoleh tajam kearahku, "Kalau itu yang terjadi, berarti keselamatan leader itu yang akan terancam."

Aku tertawa, "Iya, Hyukjae. Aku akan baik-baik saja. Lagipula, kau tidak akan kemana-mana kan? Kau hanya akan meneruskan sekolahmu."

Hyukjae tersenyum dan mengangguk. Ia kemudian menggenggam tanganku, "Lagipula aku yakin tak ada yang berani menyentuhmu karena mereka tahu siapa pacarmu."

Aku mendengus, "Jangan terlalu sombong."

Hyukjae tertawa.

Kami kembali terdiam dalam kehangatan dan nyamannya membayangkan apa yang sudah terjadi diantara kami setahun ini. Tiba-tiba sesuatu dalam hatiku mendorongku untuk mengatakan sesuatu yang ingin aku katakan.

"Aku akan merindukanmu, Hyukjae," ujarku pelan.

Hyukjae menoleh, "Hey, kau yang bilang kan, aku tidak akan kemana-mana? Aku hanya meneruskan kuliahku ke universitas. Dan kita masih di kota yang sama."

Aku hanya tersenyum tipis. Aku tahu, tapi...entahlah. Aku hanya tidak ingin kehilangan sosoknya di sekolah.

"Ini bukan perpisahan, Hyemin," lanjut Hyukjae lagi.

"Aku tahu," jawabku lemah.

Hyukjae menggenggam tanganku lebih erat seolah menenangkanku. Aku menghela nafasku. Aku dan Hyukjae memang tidak akan berpisah. Tidak seperti Victoria dan Nichkhun yang akan berpisah sementara karena Victoria ditugaskan oleh ayahnya ke China sementara Nichkhun diterima di jurusan kedokteran universitas terbaik di Korea dan ia tidak mungkin melepaskan itu. Bahkan aku tidak harus berpisah sementara seperti Jiyeon dan Donghae yang diterima di sebuah universitas tapi Donghae diharuskan tinggal di asrama selama setahun. Aku dan Hyukjae tidak perlu seperti mereka. Hyukjae diterima di jurusan hukum salah satu universitas di Seoul dan aku tetap di Seoul juga. Kami bisa bertemu kapan saja.

Tapi tetap saja, tidak bertemu dia lagi di sekolah pasti rasanya berbeda...

"Hyemin," panggilan Hyukjae mengalihkanku dari pikiranku. Aku menoleh. "Lusa malam kau makan malam di rumahku ya."

"Eh? Ada apa?" Tanyaku bingung.

"Tidak apa-apa, hanya makan malam biasa saja," jawab Hyukjae.

"Oh... Baiklah," balasku. "Aku harus pakai baju apa?"

Ia menggeleng, "Jadilah Lee Hyemin apa adanya."

*****

Aku memandang bayanganku di cermin untuk terakhir kalinya sebelum keluar dari kamarku dan menemui Hyukjae yang sudah menungguku di bawah. Taemin sudah beberapa kali meneriakiku memberitahu bahwa Hyukjae sudah datang.

"Berangkat sekarang?" Tanyaku pada Hyukjae yang sedang mengobrol dengan Taemin di ruang tengah.

Hyukjae menoleh dan sedetik kemudian matanya seolah terpaku padaku tanpa berkedip. Aku hanya memakai dress pink pastel dengan luaran loose cardigan abu-abu dan sepatu flat simpel. Rambutku dikuncir kuda dengan efek beberapa helai yang jatuh menghias sisi wajahku.

"Ada yang salah?" Tanyaku salah tingkah sambil mengamati penampilanku. Aku memang agak jarang memakai dress seperti ini, makanya aku takut aku tampak aneh. Lagipula aku takut ini tidak sesuai dengan keinginannya.

Hyukjae menggeleng, "Kenapa kau tidak lebih sering berpakaian seperti ini?"

"A-aku hanya...merasa tidak terlalu cocok," jawabku.

"Kau cantik sekali," tukas Hyukjae dan dengan sekejap membuat wajahku memerah.

Tak lama, setelah aku dan Hyukjae pamit dengan orangtuaku-yang sedikit memberi pesan kepada Hyukjae untuk menjagaku-kami pun sudah melaju dalam mobil Hyukjae menuju rumahnya.

"Sebenarnya ada apa mengajakku makan malam di rumah?" Tanyaku.

"Iseng saja," jawab Hyukjae. "Bosan kan makan diluar terus? Lagipula di rumah aku punya koki sekelas hotel bintang lima."

Aku hanya cemberut memonyongkan bibirku.

Hyukjae melirikku sekilas, "Jangan monyong-monyong seperti itu. Aku jadi ingin menciummu."

Aku langsung menarik bibirku dan melipatnya ke dalam. Aku melotot pada Hyukjae sementara dia hanya tertawa.

Rumah Hyukjae berada di pinggir kota Seoul karena tidak ada lahan sebesar itu untuk sebuah rumah di dalam kota Seoul. Beruntunglah tidak ada macet yang berarti sehingga kami sampai sana kurang dari setengah jam. Hyukjae membelokkan mobilnya masuk ke dalam parkiran rumah yang sudah aku kenal. Ada sebuah sedan hitam yang terparkir di sebelah tempat Hyukjae memarkirkan mobilnya. Dia melihat mobil itu dan tersenyum.

"Mereka sudah datang," gumam Hyukjae.

"Mereka?" Tanyaku. Seketika hatiku berdebar dan perutku bergejolak tak nyaman. Tapi ia tidak menjawab karena sudah keluar dari mobil. Aku terlalu sibuk memikirkan siapa yang dimaksud Hyukjae hingga aku tidak beranjak ketika ia sudah membukakan pintuku.

"Mau turun tidak?" Tanya Hyukjae yang berdiri di pintuku.

Aku menoleh, "Mereka siapa?" Ulangku.

"Kau akan tahu di dalam," jawabnya sambil tersenyum.

Akhirnya aku menyerah dan turun dari mobil. Hyukjae mengaitkan tangannya dengan tanganku dan membawaku menyusuri jalan setapak dari parkiran menuju rumahnya.

"Kau akan membawaku bertemu siapa?" Tanyaku lagi. Aku tidak bisa tidak mendesaknya. Aku tahu Hyukjae anak tunggal dan selama ini dia tinggal sendirian. Aku cemas jika 'mereka' yang dimaksud adalah orangtuanya, sedangkan aku tidak menyiapkan apa-apa. Bahkan seharusnya aku lebih mempercantik diriku lagi.

"Orangtuaku," jawab Hyukjae akhirnya.

"Apa?" Aku menghentikan langkahku. "Dan kau baru bilang sekarang? Hyukjae, aku tidak bisa bertemu orangtuamu sekarang. Aku belum siap. Dan seharusnya aku tidak berpakaian seperti ini. Seharusnya aku..."

Hyukjae memegang wajahku dengan kedua tangannya, "Bukankah aku sudah bilang kau cantik sekali malam ini?"

"I-iya, tapi..."

"Ayo," kata Hyukjae lalu menarik tanganku lagi, tidak memperdulikan erangan protesku.

Hyukjae dan aku memasuki rumahnya dan disambut oleh dua penjaga pintu yang langsung membungkuk saat kami datang.

"Orangtuaku sudah pulang?" Tanya Hyukjae pada salah satu penjaga pintu itu.

"Ya, tuan muda," jawab penjaga pintu. "Mereka sampai satu jam yang lalu. Sekarang sudah menunggu di ruang makan."

Hyukjae mengangguk dan membawaku masuk ke dalam rumahnya. Aku sudah pernah kesini, tapi hanya terhenti di ruangtamunya saja. Aku tidak pernah tahu bahwa isi rumah ini begitu spektakuler.

Rumah itu dipenuhi oleh berbagai perabot mahal yang aku yakin hanya ada satu di dunia. Aku tidak dapat menghitung berapa ruangan yang ada di dalamnya dan aku tidak bisa menebak ini ruang apa dan itu ruang apa begitu saja. Rumah ini terlalu besar sehingga aku bahkan berpikir sekalipun aku naik sepeda untuk mengelilingi rumah ini akan makan waktu lebih dari satu jam. Aku dibawa berkelok-kelok menyusuri beberapa lorong hingga akhirnya Hyukjae membuka salah satu pintu dan membawaku masuk ke dalamnya.

Ada satu meja besar panjang di tengah ruangan itu. Diatasnya sudah tertata rapi makan malam yang bervariasi dan mebuatku menganga. Ada beberapa vas bunga kecil dan lilin yang menghiasi meja itu.

Dan disanalah mereka.

Perdana menteri Korea, yang selama ini hanya pernah aku lihat di televisi ataupun koran, duduk di ujung meja sambil memandang aku dan Hyukjae yang baru masuk sambil tersenyum. Di sebelah nya, ada istrinya - yang juga sebelumnya hanya pernah aku lihat di media massa - yang juga duduk sambil tersenyum dan memandangiku.

Hyukjae menyeringai kepada mereka dan aku otomatis membungkuk menyapa mereka. Tuan dan nyonya Lee mengangguk membalas sapaanku. Hyukjae menarik tanganku dan menggiringku duduk di sampingnya, berseberangan dengan dimana ibunya duduk.

"Sudah lama sampai?" Tanya Hyukjae.

"Satu jam yang lalu," jawab ibu Hyukjae-Lee In Na. Kemudian ia berpaling kepadaku, "Dan ini adalah...?"

"Lee Hyemin," jawabku santun sambil membungkuk padanya dan suaminya sekilas.

Aku menyadari Lee Byung Man-ayah Hyukjae-mengernyit segera setelah aku menyebutkan namaku. Satu hal lagi yang aku sadari, genggaman tangan Hyukjae kepadaku semakin erat di bawah meja.

"Appa, eomma," ujar Hyukjae pelan. "Kalian ingat aku bilang aku akan mengajukan syaratku yang harus kalian penuhi jika kalian ingin aku masuk jurusan hukum?"

"Hyukjae, ini bukan saatny..."

"Eomma," Hyukjae memotong kalimat ibunya. "Aku masuk kuliah satu minggu lagi. Aku harus mendapatkan kepastian kalian sebelum aku benar-benar masuk jurusan itu."

"Hyukjae, jangan seperti anak kecil. Apa yang harus aku janjikan untukmu? Kau memang harus mengambil jurusan hukum. Ini demi masa depanmu juga," tukas ayah Hyukjae. Ia mengernyit kesal memandang anaknya.

"Appa, kau selalu memikirkan masa depanku tapi apa kau pernah memikirkan kebahagiaanku?"

"Apa kau pikir kami tidak pernah memikirkan kebahagiaanmu?" Balas ayah Hyukjae. "Aku memberikan semua yang kau inginkan. Tidak ada barang yang tidak kau punya. Kau punya segalanya di rumah ini. Kau tinggal sebut apa yang kau inginkan dan semua akan ada di hadapanmu dalam sekejap. Apa itu kau sebut kami tidak pernah memikirkan kebahagiaanmu?"

"Apa tidak pernah terlintas di pikiranmu...bahwa kebahagiaanku adalah hidup bersama kalian? Tapi apa kenyataannya? Ketika aku minta kalian pulang, kalian tidak pernah bisa," jawab Hyukjae.

Aku mulai merasa tidak nyaman. Ini pembicaraan pribadi mereka dan tidak seharusnya aku disini. Tapi tangan Hyukjae yang gemetar dan menyatu dengan tanganku membuatku bertahan.

"Kami datang," balas ayah Hyukjae, merujuk pada situasi saat ini.

Hyukjae mendengus, "Kalau tidak menyangkut soal kuliahku, kalian tidak akan datang kan? Aku harus mengancam tidak akan kuliah di jurusan yang kalian inginkan baru kalian datang."

Ayah dan ibu Hyukjae terdiam. Lee Byungman memandang anaknya dengan sorot mata marah, tapi ia tidak mampu berkata apa-apa. Lee Inna juga memandang Hyukjae namun dengan pandangan yang jauh lebih lembut. Tapi ia juga tidak mampu berkata apa-apa.

"Aku akan kuliah dan menjadi apa yang kalian mau dengan satu syarat. Aku rasa syaratku tidak sulit, eomma, appa," ujar Hyukjae dingin.

Ia kemudian mengangkat tangan kami yang sedang berpegangan ke atas meja. Aku tertegun tanpa bisa berkata apa-apa. Sesaat kemudian waktu seolah berhenti ketika Hyukjae berkata,

"Izinkan aku menikahi gadis ini tepat setelah aku lulus kuliah."

*****

Masih berseragam sekolah, sore itu aku duduk di salah satu bangku taman di halaman Seoul National University itu sambil memandang berkeliling. Universitas itu memiliki komplek yang sangat besar dan prestasi akademik yang bagus. Aku bertekad akan masuk kesini, menyusul pacarku.

"Hei!" Seru seseorang yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

Aku menoleh dan menemukan laki-laki berambut merah yang tersenyum lalu duduk di sampingku. Aku membalas senyumnya. Laki-laki itu sudah amat berbeda jika dibandingkan dengan pertama kali aku melihatnya. Terutama sepertinya karena dia sudah kuliah, ia terlihat jauh lebih rapi dengan kemeja dan celana denimnya. Rambutnya diacak keatas tapi justru menimbulkan kesan lebih menawan. Ia memakai kacamata minus yang dulu jarang dipakainya dan ia memegang sebuah diktat kuliah tebal dengan satu tangannya.

Dia bukan lagi Lee Hyukjae leader Dark di SMA Haneul.

"Kau sudah selesai kuliah?" Tanyaku.

Ia mengangguk, "Kau kesini mau menjemputku?"

"Lalu kau pikir aku akan menjemput siapa lagi?"

Hyukjae menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, "Coba kita lihat... Mungkin Choi Siwon, mahasiswa jurusan bisnis yang sering menyapamu itu? Atau Yong Junhyung mahasiswa seni yang selalu berusaha meminta nomormu?"

"Hey," balasku. "Bukan salahku kalau aku punya aura yang bisa membuatku punya banyak fans."

Hyukjae mendengus, "Aish. Besar kepala,"

"Kau yang sering mengajariku," balasku.

Ia tertawa dan mengacak rambutku, "Aigoo~ Lucunya pacarku. Kenapa waktu itu aku mengajukan syarat untuk menikahimu setelah lulus ya? Seharusnya aku minta untuk menikahimu sekarang saja."

Seketika wajahku memanas. Aku mengalihkannya dari pandangan Hyukjae.

Hyukjae menutupi wajahku dengan diktat kuliahnya, "Wow, wajahmu sudah seperti kepiting rebus."

Aku menepis diktat kuliahnya, "Yah!!!"

Hyukjae terbahak-bahak melihat wajahku yang sudah tidak karuan. Aku memonyongkan bibirku dengan kesal.

Tiba-tiba dia mengecup bibirku tanpa permisi.

Aku menoleh, "Lee Hyukj..."

"Sudah kubilang jangan monyong-monyong seperti itu. Membuatku sangat ingin menciummu," balas Hyukjae sambil nyengir lebar.

Aku mendorong pipi Hyukjae dengan tanganku dan dia kembali terbahak. Beberapa saat kami berdua diam menikmati keheningan itu. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Hyukjae dan dia membelai-belai rambutku.

"Lee Hyemin," panggil Hyukjae.

"Hmmm?" Balasku.

"2 tahun ya," ujarnya pelan.

Aku mendongak memandang Hyukjae dengan bingung.

"Aku akan lulus dua tahun lagi. Jangan bosan menungguku," kata Hyukjae lagi.

Aku tersenyum kemudian menarik sesuatu keluar dari balik kerah baju seragamku. Kalung penguin pemberiannya. Hyukjae memandang kalung itu dengan seksama.

"Seekor penguin hanya mempunyai satu pasangan hidup seumur hidupnya. Dia akan selalu menunggu pasangannya sejauh apapun pasangannya pergi. Dengan instingnya, dia selalu bisa menemukan pasangannya,"

"Aku tidak akan kalah dari penguin itu. Aku tidak akan mengeluh karena menunggumu selama 2 tahun jika akhirnya aku bisa hidup denganmu selamanya," tambahku.

Hyukjae tersenyum. Matanya memandangku dengan tidak percaya dan eskpresinya amat bahagia. Aku balas tersenyum meyakinkannya. Ia mengecup lembut bibirku.

"Saranghaeyo, Hyemin-ah."

*****

fanfiction, dark and bright

Previous post Next post
Up