7 tahun kemudian...
Lee Hyemin membereskan kertas-kertas pekerjaan di atas meja nya lalu menumpuknya di satu sisi. Ia memasukkan beberapa barangnya ke dalam tasnya, sedikit merapikan bajunya lalu berjalan meninggalkan mejanya.
"Sunbaenim, aku pulang duluan," pamitnya pada beberapa orang yang masih tersisa di kantor itu.
Orang-orang itu mengangguk dan menggumamkan salam perpisahan pada Hyemin sementara mereka masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Hyemin pergi meninggalkan kantornya.
"Umma!" Seru seorang gadis kecil kira-kira berusia 4 tahun yang berlari kearahnya ketika Hyemin keluar dari gedung kantornya.
"Jooeun-ah!" Balas Hyemin. Ia membungkuk menyambut pelukan gadis kecil itu kemudian menggendongnya.
"Umma sudah selesai kerja?" Tanya gadis kecil bernama Lee Jooeun itu. Jika orang awam melihatnya, Jooeun terlihat benar-benar seperti Hyemin. Hanya saja Jooeun adalah versi mini dan imutnya.
Hyemin tersenyum sambil mengangguk, "Mana appa?"
Tangan kecil Jooeun menunjuk ke arah belakang dan Hyemin mengikuti arah tunjukkannya. Senyum Hyemin melebar melihat laki-laki yang melambai padanya. Laki-laki itu memakai celana hitam dengan kemeja putih polos dan sebuah dasi abu-abu tua menggantung longgar dari balik kerahnya. Hyemin berjalan mendekati laki-laki itu dengan Jooeun tersenyum riang di gendongannya.
"Hai," Lee Hyukjae-yang tidak lain adalah laki-laki itu-tersenyum menyapa Hyemin sambil meraih pinggangnya dan mengecup pipi istrinya itu.
Hyemin tersenyum, "Lelah tidak?" Tanyanya pada suaminya yang juga baru pulang kerja. Ia langsung menjemput Jooeun dari tempat orangtua Hyemin sekaligus menjemput Hyemin. Mereka selalu menitipkan Jooeun di rumah orangtua Hyemin saat mereka bekerja.
Hyukjae mengernyit, "Tadinya lelah...tapi hilang setelah melihatmu."
Hyemin memandang Hyukjae dengan tajam dan Hyukjae hanya tertawa.
"Umma, kata appa malam ini kita akan pergi ke pesta. Benarkah?" Tanya Jooeun ketika mereka bertiga beranjak menuju mobil Hyukjae.
"Benar," Hyemin mengangguk sementara Hyukjae membukakan pintu belakang untuk Jooeun dan Hyemin menurunkan Jooeun. Gadis kecil itu masuk mobil dengan bersemangat.
Hyukjae membukakan pintu depan untuk Hyemin lalu Hyemin pun masuk mobil.
"Pesta apa, umma?" Tanya Jooeun lagi saat Hyemin sudah berada di dalam mobil.
"Pesta pernikahan teman umma dan appa," jawab Hyemin. Hyukjae sudah masuk ke mobil dan menyalakan mesinnya.
Jooeun melonjak di bangkunya, "Benarkah? Asyik, kita akan ke pesta! Asyik!"
Hyukjae tersenyum, "Tapi sebelumnya, kita harus bersiap-siap dulu. Jooeun dan umma harus tampil cantik malam ini. Setuju?"
Tak perlu menunggu jawaban setuju atau tidak, Hyemin dan Hyukjae kompak tersenyum geli saat mendengar Jooeun berteriak senang dan tak berhenti melonjak-lonjak di bangku belakang.
*****
Seorang pria dengan earphone di telinganya duduk diantara bangku-bangku di ruang tunggu kedatangan di bandara internasional Incheon. Rambutnya coklat muda, memakai t-shirt dan celana jeans sederhana namun tetap terlihat luar biasa menawan sehingga membuat gadis-gadis yang melewatinya akan menoleh dua kali dan mencoba tersenyum padanya.
Tapi malang bagi gadis-gadis itu karena pria ini tidak akan terpengaruh sekalipun miss universe yang memberinya senyuman. Ia menoleh ke arah rombongan orang-orang yang baru turun dari pesawat dan langsung berdiri saat menemukan seorang perempuan berambut panjang memakai kacamata hitam berada diantaranya. Pria itu hanya memberikan hatinya untuk pemepuan ini.
"Khunnie," sapa perempuan itu seraya melepas kacamata hitamnya.
Nichkhun tersenyum lebar sambil melepas earphonenya, "Victoria." Ia merentangkan tangannya dan Victoria menyambutnya dengan sebuah pelukan erat.
"I miss you," bisik Victoria.
"I miss you more," balas Nichkhun.
Victoria tertawa dan memukul pelan punggung Nichkhun. Mereka melepas pelukan mereka. Nichkhun mengambil alih membawa troli berisi koper-koper besar milik Victoria dan mereka mulai berjalan keluar.
"Jadi kau langsung pulang setelah diundang Donghae-Jiyeon ke pernikahannya, sementara kau tidak pernah langsung pulang saat aku yang meminta," kata Nichkhun saat mereka berjalan menyusuri bandara.
Victoria tertawa, "Ini kebetulan saja aku ada libur."
"Tetap saja," balas Nichkhun keras kepala.
Victoria menyikut nya, "Aigo. Kau jadi semakin cemburuan setelah aku ke China."
"Tentu saja!" Ujar Nichkhun ketus. "Mana aku tahu kau melakukan apa saja di China."
"Kau tidak percaya padaku?" Tanya Victoria, cemberut.
Nichkhun berpaling padanya sambil tersenyum, "Aku percaya padamu, sayang."
Victoria hanya tersenyum. Selama beberapa saat mereka hanya berjalan bersebelahan tanpa mengatakan apa-apa. Victoria tenggelam dalam pikirannya. Sebenarnya memang ada alasan tersembunyi mengapa ia langsung pulang ketika Donghae-Jiyeon mengundangnya ke pesta pernikahan mereka. Victoria ingin sedikit menyinggung Nichkhun.
Dia dan Nichkhun sekarang sudah 25 tahun dan sudah cukup siap untuk menikah. Ditambah lagi dengan Victoria sebagai satu-satunya penerus perusahaan ayahnya, ia membutuhkan sosok suami untuk membimbingnya. Tapi selama ini Nichkhun terlihat hanya asyik dengan hubungan mereka yang santai sekarang ini dan ia terlihat terlalu sibuk dengan awal kariernya di kedokteran. Victoria pulang dengan tujuan tersembunyi untuk mendesak Nichkhun agar segera menikahinya.
Tak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan pulang ke rumah. Nichkhun bercerita tentang kesehariannya yang sebenarnya semua sudah diceritakan melalui chatting dan webcam selama mereka berhubungan jarak jauh dan Victoria hanya mengimbangi cerita Nichkhun seadanya. Victoria memendam keinginannya untuk segera membahas masalah pernikahan. Ia pun memutuskan untuk segera masuk kamar setelah sampai di rumah dan beralasan pada Nichkhun bahwa dia lelah dan perlu bersiap-siap untuk pesta Donghae-Jiyeon nanti malam.
Tapi ternyata gagal.
Victoria adalah tipe orang yang jika menginginkan sesuatu maka ia akan terus berusaha mendapatkannya. Kali ini pun ia tidak bisa berhenti memikirkannya. Ia memutuskan untuk pergi ke kamar Nichkhun.
Terakhir kali Victoria masuk ke kamar Nichkhun adalah 7 tahun yang lalu sebelum ia berangkat ke China. Ia memang sempat pulang ke Korea tapi ia tidak menyempatkan diri untuk masuk ke kamar ini. Tata ruang kamar Nichkhun masih seperti yang dulu. Hanya sekarang ada satu rak buku yang berisi puluhan buku tebal yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Victoria memandang berkeliling dan tidak menemukan Nichkhun. Ia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi Nichkhun dan dapat menebak bahwa Nichkhun berada di kamar mandi. Victoria memutuskan menunggu nya sambil duduk di balik meja belajar Nichkhun.
Ia melihat-lihat beberapa buku-buku Nichkhun yang ada diatas meja itu. Kesemuanya adalah buku kedokteran. Tapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya saat ia melihat setumpuk buklet yang terlihat seperti undangan pernikahan diletakkan di dekat kakiknya. Victoria membungkuk dan mengambil salah satunya.
Dan Victoria mematung dalam posisinya yang membungkuk saat membaca tulisan di depan buklet yang memang sebuah undangan pernikahan itu.
...Nichkhun dan Victoria...
Victoria menelan ludahnya. Tanggal pernikahan itu adalah 1 minggu lagi. Tapi, apa-apaan ini?
"Ah, paman Kim, sudah datang?" ujar Nichkhun yang baru saja keluar dari kamar mandinya. Ia hanya sekilas melihat punggung Victoria yang sedang membungkuk dan ia mengira dia adalah Kim Taebong, kepala staff di rumah ini. "Segera bawa undangan itu dari sini. Aku lupa menyuruhmu kemarin. Victoria sudah datang dan aku tidak mau dia sampai melihat undangan itu. Kau tahu aku sudah merencanakan ini sejak lama dan aku sudah menunggu waktu yang tepat. Kalau Victoria melihatnya, rencanaku bisa gag..."
Victoria menegakkan kembali badannya dan langsung menangkap sosok Nichkhun yang membelakanginya dan baru saja melepas bathrobe nya. Victoria melihat semuanya.
"AAAAAAAAAAAAAA," Victoria berteriak histeris sambil menutupi wajahnya dengan undangan yang dipegangnya.
Nichkhun menoleh dan menyadari apa yang terjadi. Dengan panik, Nichkhun kembali memasang bathrobe nya dan memandang Victoria, "K-k-kau... Tidak seharusnya m-me-melihatnya."
"Ma-maaf," jawab Victoria dibalik undangan itu. "Kau seharusnya memakai pakaian yang pantas."
"Pantas bagaimana? Aku baru saja mandi," jawab Nichkhun. Ia berjalan mendekati Victoria dan mengambil undangan yang dipegang gadisnya itu, "Kau yang masuk tanpa permisi. Dan maksudku, kau tidak seharusnya melihat ini."
Victoria perlahan kembali memandang Nichkhun yang sudah memakai bathrobe nya dengan sempurna, "Itu apa?"
Nichkhun menyembunyikan undangan itu di balik pungggungnya. Tapi tindakan ini jelas sangat tidak berguna, "Bukan apa-apa."
Alis Victoria terangkat, "Itu apa?" Desaknya.
Nichkhun berpandangan dengan Victoria selama beberapa saat kemudia menghela nafas putus asa, "Kau sudah melihatnya," gumamnya lemah.
"Iya," ujar Victoria menegaskan. "Jadi, itu apa?"
"Undangan pernikahan kita,"
"Apa?"
"Aku sudah mengatakannya dan kau sudah membacanya sendiri. Bagian mana yang kurang jelas?" Tanya Nichkhun mengeluh.
Victoria menggeleng, "Aku tidak tahu akan ada pernikahan."
"Karena itu seharusnya menjadi sebuah kejutan,"
"Kejutan?" Sahut Victoria tak percaya. "Kau bilang ini kejutan? Kau bahkan tidak menanyakan pendapatku terlebih dahulu. Nichkhun, pernikahan bukan sebuah permainan. Bagaimana kau bisa melakukan ini padaku?"
"Jadi..." Ekspresi wajah Nichkhun terlihat takut. "Kau tidak mau menikah denganku?"
Victoria menghela nafas, "Bukan begitu."
Nichkhun diam saja, menunggu Victoria bicara.
"Kau seharusnya melamarku terlebih dahulu. Kau seharusnya memintaku secara resmi untuk menikahimu. Kau seharusnya bilang padaku terlebih dahulu dan tidak membiarkanku menunggu seperti orang bodoh di China sana," kata Victoria putus asa.
"Aku sudah memintamu dari ayahmu. Aku sudah membicarakannya dengannya dan ia setuju. Aku sudah menyiapkan semuanya sesuai yang kau suka. Aku menyusun acara pernikahannya dengan jalan yang aku pikir akan kau sukai. Aku hanya ingin menikahimu dengan cara yang berbeda. Aku pikir kau akan mau menikah denganku..."
"Aku mau!" Potong Victoria. "Tapi..."
Victoria tidak bisa menjelaskan perasaannya. Ia luar biasa senang mendengar Nichkhun begitu berniat menikahinya dan ia senang Nichkhun sudah menyusun semuanya. Tapi ia hanya merasa kehilangan satu moment penting dimana seharusnya Nichkhun memintanya terlebih dahulu menjadi istrinya.
"Maafkan aku jika kau tidak suka caraku. Aku hanya berpikir apapun yang terjadi aku akan menikahimu, jadi aku membuat semuanya ini. Aku hanya ingin kau merasakan keterkejutanku saat kau menyusun acara pertunangan kita dulu," jawab Nichkhun. Ia memandang Victoria dalam-dalam.
Victoria tertegun. Ya, dulu ia yang menyusun semua acara pertunangan mereka tanpa Nichkhun ketahui dan saat itu Nichkhun tidak marah. Lalu kenapa saat ini dia marah?
Victoria menyisir poninya kesamping dengan canggung, "Maaf, Khunnie-ah."
"This is what I called sweet revenge," ujar Nichkhun. Ia memutari meja belajarnya lalu berlutut di hadapan Victoria yang duduk, "Aku akan menjadi suamimu apapun yang terjadi."
Victoria tersenyum, "Aku akan menjadi istrimu apapun yang terjadi.
Nichkhun tersenyum lebih lebar dari Victoria lalu berdiri dan berniat memeluk perempuan itu.
Victoria menahan tubuh Nichkhun, "Pakai dulu bajumu sebelum memelukku."
*****
Hyukjae berjalan menggendong Jooeun dengan satu lengan melewati meja tamu di pesta itu dan bergabung di sebuah taman besar dengan para undangan lainnya. Hyemin menggandeng tangan Hyukjae yang lain.
"Ah itu mereka," gumam Hyukjae, menunjuk dua orang yang paling bersinar di tempat itu, Donghae dan Jiyeon yang sedang berbicara dengan tamu mereka.
"Ayo kesana," ajak Hyemin.
Donghae dengan cepat menangkap kedatangan Hyemin dan Hyukjae yang mendekat. Ia menyenggol pelan lengan Jiyeon yang sedang mengobrol ringan dengan tamu lainnya lalu ia sendiri berseru, "Hyukkie-ah!"
Hyukjae tersenyum sambil menurunkan Jooeun dari gendongannya kemudian memeluk Donghae, "Aku sudah punya anak dan kau masih saja memanggilku dengan nama itu."
Sementara itu Jiyeon berseru, "Hyemin-ah!"
Hyemin tersenyum lebar menyambut tangan Jiyeon yang bersiap memeluknya, "Jiyeon-ah..."
"Hyemin, aku merindukanmu!" Kata Jiyeon dalam pelukan Hyemin. "Kau begitu sibuk setelah menikah, lalu punya anak dan kau jarang mengatur waktumu untuk aku!"
"Nanti kau akan merasakan bagaimana rasanya, Jiyeon-ah," balas Hyemin.
"Umma~" tiba-tiba sebuah tangan mungil menarik-narik pelan ujung gaun Hyemin. Ia merasa diabaikan sejak ayahnya ngobrol dengan si pengantin pria.
Hyemin dan Jiyeon menunduk memandang Jooeun.
"Hai Jooeun-ah!" Sapa Jiyeon. "Kau ingat padaku?"
Jooeun memandang Jiyeon dengan tatapan kosong.
"Terakhir dia bertemu denganmu dia masih 5 bulan, mana mungkin dia ingat," gumam Hyemin.
Jiyeon melirik Hyemin kesal lalu kembali memandang Jooeun, "Aku teman ibumu!" Ia lalu mengangkat Jooeun dan menggendongnya, tidak perduli bahwa ia sedang menjadi pengantin saat itu.
"Ahjumma," panggil Jooeun yang sudah berada di gendongan Jiyeon. Ia tersenyum dengan mata berbinar. "Aku tidak ingat padamu, tapi ahjumma cantik sekali malam ini!"
Jiyeon mengernyit, "Walaupun aku terganggu dengan panggilan ahjumma, tapi kau juga sangat cantik, Jooeun-ah!"
"Ah, istriku," Donghae tersenyum memandang istrinya yang sedang menggendong Jooeun. "Kau sudah tak sabar menimang anak ya."
Jiyeon membalas Donghae dengan lirikan sekilas.
Hyukjae tertawa, "Kalau begitu cepat kalian selesaikan pesta ini lalu berikan Jooeun teman kecilnya."
Donghae menyeringai, "Tunggulah saja 6 bulan lagi anak kami lahir."
"Lee Donghae!" Seru Jiyeon gusar.
"Apa?" Hyemin dan Hyukjae bertanya bersamaan.
Donghae menutup mulut dengan tangannya seolah merasa bersalah tapi ia melirik Jiyeon dengan tatapan jail. Hyukjae dan Hyemin tau ia menutup mulutnya hanya untuk menyembunyikan senyumnya. Sementara Jiyeon wajahnya merah padam.
Hyemin tertawa, "Ah baguslah kalau begitu, kami tidak perlu menunggu lama, kan?"
"Hyemin-ah!" Rengek Jiyeon sementara Hyemin dan dua pria di sisi mereka tertawa.
"Ahjumma akan punya anak ya?" Tanya Jooeun yang masih berada di gendongan dengan suara polosnya.
Beberapa tamu undangan disekitar mereka menoleh dan cekikikan karena mendengar pertanyaan Jooeun.
Wajah Jiyeon semakin memerah.
"Jooeun-ah," Hyemin mengambil alih putrinya dari gendongan Jiyeon. "Kau tidak mau minum?"
"Aku masih mau dengan ahjumma yang cantik dan ahjussi yang ganteng itu," rengek Jooeun ketika Hyemin dan Hyukjae membawanya menjauhi Donghae dan Jiyeon.
"Nanti kita bisa bertemu lagi dengan mereka. Sekarang mereka harus bertemu dengan tamu lainnya terlebih dulu," jelas Hyukjae lembut.
Jooeun cemberut.
"Jooeun, kau tidak suka ini?" Tanya Hyemin sambil mengambil segelas minuman berisi buah-buahan berwarna-warni dengan satu tangannya. Minuman ini pasti menarik mata anak kecil seperti Jooeun.
"Mau!" Seru Jooeun, matanya kembali berbinar.
*****
Pesta resepsi pernikahan Donghae dan Jiyeon sudah selesai. Hyemin dan Hyukjae sempat berpamitan dan kembali menggoda mereka sebelum akhirnya pulang.
Sudah jam 10 malam tapi Jooeun masih terjaga di tempat tidur bermain dengan boneka barbie nya. Hyemin sudah hampir lelah meninabobokannya. Sepertinya pesta tadi sangat berkesan karena itu adalah pesta pernikahan pertama yang didatanginya seumur hidupnya dan itu membuat Jooeun ekstra beresemangat.
"Jooeun-ah," tanya Hyemin. "Kau tidak lelah?"
Jooeun masih bermain dengan barbienya, "Tidak. Karena aku sedang senang sekali, umma."
"Senang kenapa?" Hyukjae masuk ke kamar Jooeun. Ia baru selesai mandi dan bersiap untuk tidur tapi tidak jadi karena mendengar Jooeun masih berceloteh di kamarnya.
"Appa!" Jooeun berteriak. Ia malah bangkit dan melonjak-lonjak di kasurnya.
"Jooeun-ah ini sudah malam!" Ujar Hyemin putus asa.
Hyukjae duduk di tepi tempat tidur Jooeun, berlawanan dengan Hyemin, "Senang kenapa, Jooeun?"
"Aku senang melihat pengantin! Aku mau jadi pengantin!"
Hyukjae tersenyum, "Kau pasti akan menjadi pengantin kalau sudah besar."
"Benarkah? Yeeeeaaaaaayy!!!" Jooeun kembali melonjak-lonjak di kasurnya.
Hyukjae menangkap tubuh mungil Jooeun lalu membaringkannya, "Tapi sekarang sudah malam dan pengantin kecil ini harus tidur!"
Awalnya Jooeun berteriak memberontak dari dekapan ayahnya tapi Hyukjae berhasil membaringkannya dan menyelimutinya dengan selimut bergambar princess miliknya. Hyemin tersenyum. Hyukjae tak pernah gagal menghentikan kenakalan anak mereka dan sebuah rasa cinta semakin tumbuh besar di hati Hyemin.
"Appa," tanya Jooeun setelah Hyukjae berhasil 'mengurungnya' di dalam selimut.
"Hmmm?"
"Ahjumma dan ahjussi yang tadi adalah pengantin kan?"
Hyukjae mengangguk.
"Mereka akan punya anak?"
Hyemin dan Hyukjae berpandangan sekilas, lalu Hyukjae tersenyum dan mengangguk pada Jooeun.
"Aku anak kalian, kan?" Jooeun memandang Hyemin dan Hyukjae bergantian.
Kali ini Hyemin yang mengangguk.
"Kalau begitu aku mau jadi pengantin sekarang!" Seru Jooeun.
"Kenapa?" Tanya Hyemin.
"Aku mau punya anak. Aku mau punya bayi!" Kata Jooeun bersemangat.
Hyukjae tertawa, "Kau tidak bisa jadi pengantin sekarang, Jooeun. Kau akan menjadi pengantin jika kau dewasa."
Jooeun terlihat kecewa.
"Tapi kau bisa punya bayi," lanjut Hyukjae lagi.
Mata Jooeun kembali berbinar, "Benarkah?"
Hyukjae mengangguk, "Appa dan umma kan sudah menikah. Kami bisa membuatkanmu bayi. Kamu bisa punya adik."
"Aku bisa punya adik?" Ulang Jooeun riang. "Umma, benarkah?"
Hyemin mengangguk pasrah sementara Hyukjae tersenyum jahil padanya.
"Asiiiikkk!!!!"
"Tapi, kau harus tidur sekarang," ujar Hyukjae. "Karena appa dan umma tidak bisa memberimu adik jika kau tidak tidur-tidur."
Jooeun menggeleng, "Aku tidak mau tidur."
"Kalau kau tidak tidur, umma juga tidak akan tidur dan ia akan kelelahan karena menjagamu jadi dia tidak bisa membuatkan adik untukmu,"
Jooeun memandang ibunya-yang sedang berusaha menyembunyikan wajah memerahnya dari anaknya-dengan ragu-ragu.
"Kau tidak mau menurut kata-kata appa?" Tanya Hyukjae.
"Mau!" Jawab Jooeun dan ia langsung memejamkan matanya. Ia tahu ayahnya tidak akan mengabulkan permintaannya jika ia tidak menurut.
"Bagus," Hyukjae tersenyum sambil membelai rambut anaknya. "Tidur yang nyenyak, Jooeun."
Hyemin membetulkan selimut Jooeun lalu mencium kening putri kecilnya itu.
"Selamat membuat adik, appa, umma," bisik Jooeun ketika Hyemin dan Hyukjae meninggalkan kamarnya.
"...dan kau bicara seenaknya pada Jooeun. Apa itu 'umma akan kelelahan dan tidak bisa membuat adik'?" keluh Hyemin sesaat setelah ia dan Hyukjae masuk ke kamar mereka.
"Aku tidak salah kan?" Balas Hyukjae.
"Tidak, tapi..." Hyemin terhenti. "Ah, sudahlah."
Hyukjae tersenyum. Ia tahu istrinya kalah.
Hyemin melangkah memasuki kamar mandi untuk mandi bersiap tidur. Sementara Hyukjae berbaring diatas kasur king size mereka sambil cengar-cengir.
Cengiran Hyukjae melebar ketika Hyemin keluar dari kamar mandi mengenakan piyama berbentuk kimono miliknya yang menjadi favorit Hyukjae dan dengan rambut yang basah. Hyemin duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambut dengan handuknya.
Hyukjae mendekatinya dan memeluknya dari belakang.
"Hyukjae, aku sedang mengeringkan rambutku," keluh Hyemin. Ia memberontak pelan saat Hyukjae mencium lehernya.
"Kau tahu aku selalu suka bau shampoo-mu," bisik Hyukjae.
Hyemin menarik nafas dan berpura-pura tidak memperdulikan Hyukjae yang masih menciumi lehernya.
Tapi piyama Hyemin ini memang pantas menjadi favorit Hyukjae karena sekali ia menarik satu ikatannya, maka Hyukjaelah pemenangnya.
Hyukjae menarik ikatan piyama Hyemin dan dengan mudah ia menarik pinggang istrinya dan membaringkannya di kasur.
"Lee Hyukjae!" Tegur Hyemin. Hyukjae sudah berada diatasnya dan tangannya sudah berada di tempat-tempat yang tidak akan dilakukannya jika tidak hanya mereka berdua yang ada disitu.
Hyukjae mencium bibir Hyemin untuk mencegahnya bicara lebih banyak. Hyemin mendesah dan tersenyum tipis diantara ciumannya dengan Hyukjae.
Hyukjae menyeringai, tahu bahwa dia sudah mendapatkan istrinya untuk malam ini, "Saatnya mengabulkan permintaan Jooeun."
*****