Dark and Bright - Chapter XIX

Oct 20, 2010 23:09



-Hyemin POV-

Aku mematung memandang sosok yang berdiri di belakang Hyukjae dengan mata basah. Hyukjae ikut menoleh memandang sosok itu.

Lelaki itu tersenyum. Senyum yang selalu menemaniku sejak aku kecil tapi sudah tak pernah kulihat selama 3 tahun ini. Aku merindukan senyum itu. Aku membalas senyumnya.

Lelaki itu berjalan ke arahku, pandangan Hyukjae mengikutinya, kemudian tanpa basa-basi ia memelukku, memblokir pandanganku dari Hyukjae.

“Lee Hyemin,” bisiknya.

“Kyuhyun oppa,” balasku pelan. Sekali lagi aku meneteskan airmata. Aku merindukan pelukan ini.

“Kau baik-baik saja tanpaku?” tanya Kyuhyun lagi.


Pertanyaan ini menyadarkanku sesuatu. Aku mengangguk di pelukannya, lalu mendorong pelan tubuhnya untuk melepasku. Aku memandang tempat dimana Hyukjae tadi berdiri, tapi sekarang dia sudah tidak disana. Ia berdiri cukup jauh dariku, bersandar di mobilnya, dengan tangan di kantong celananya dan ia menunduk memandang sepatunya. Aku tahu ia sedang merasa tidak nyaman.

“Oppa, aku mau mengenalkanmu pada seseorang,” kataku. Aku mendekati Hyukjae lalu meraih tangannya. Hyukjae sedikit kaget dan ia memandangku bertanya. Aku hanya tersenyum menjawabnya. Aku beralih pada Kyuhyun, “Oppa, ini Lee Hyukjae. Hyukjae, ini Cho Kyuhyun temanku sejak kecil.”

Kyuhyun tersenyum tipis. Hyukjae mengagguk sopan menyapanya.

“Ini temanmu?” tanya Kyuhyun. Ia masih tersenyum, tapi cara ia memandang Hyukjae dengan tatapan dinginnya, seolah ia menyaring Hyukjae dari atas kebawah.

Aku mengangguk ragu. Sesungguhnya aku ingin mengatakan Hyukjae lebih dari temanku, tapi lidahku kelu. Hyukjae dengan gelisah memandang kemanapun, asal tidak bertemu mata dengan Kyuhyun.

“Syukurlah kau baik-baik saja, Hyemin. Aku selalu mengkhawatirkanmu di Austria,” kata Kyuhyun lagi.

“Kau berlebihan, aku baik-baik saja, oppa,” jawabku sambil tersenyum. Aku masih memegang tangan Hyukjae, berusaha menenangkannya. Ia kelihatan tidak nyaman sekali. “Kapan kau sampai di Korea?”

“Hampir 2 jam yang lalu,” jawab Kyuhyun. “Aku langsung kesini karena aku ingin kau yang menjadi orang pertama yang aku temui disini. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu.”

Aku tersenyum canggung, mulai merasa perasaan tidak nyaman seperti yang dirasakan Hyukjae. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Kyuhyun sekarang, tapi paling tidak, dia pernah memiliki perasaan lebih untukku. Dan aku sendiri masih belum siap menjelaskan hal semacam itu pada Hyukjae.

“Kalau begitu aku pergi duluan ya,” kata Hyukjae tiba-tiba. “Kalian bisa pergi berjalan-jalan atau minum kopi. Aku tidak mau mengganggu reuni kalian.”

Aku menoleh kaget padanya dan mempererat genggaman tanganku padanya, “Mau kemana?”

Hyukjae memandangku. Dia tahu aku khawatir dia marah, maka ia memberiku senyumnya, “Aku mau pulang...”

“Kenapa kau tidak ikut saja dengan kami, Hyukjae-ssi?” potong Kyuhyun. “Aku ingin mendengar cerita-cerita tentang Hyemin selama aku tidak disini.”

“Eh...” Hyukjae terlihat berpikir.

“Ayolah,” bujukku juga. Jujur aku tidak tahu apakan ide bagus untuk menggabungkan dua orang ini. Tapi paling tidak, ini lebih baik daripada aku harus berdua saja dengan Kyuhyun. Aku cemas Hyukjae akan salah pengertian.

Setelah berpikir beberapa saat, aku tersenyum saat akhirnya Hyukjae mengangguk.

*****

-Hyukjae POV-

Aku tidak tahu mengapa aku mengiyakan ajakan Kyuhyun dan Hyemin untuk pergi ke coffee shop ini. Mungkin satu-satunya alasan yang aku tahu adalah aku tidak ingin Hyemin berduaan dengan Kyuhyun.

Sebagai seorang sahabat lama (atau lebih?) dari Hyemin, Kyuhyun terlihat dapat menerimaku dengan baik. Sejauh ini kami mengobrol santai tanpa kendala. Kyuhyun memperlakukanku dengan ramah, sehingga akupun merasa cukup nyaman untuk juga bersikap ramah padanya. Toh aku senang karena Hyemin terlihat amat antusias dengan kepulangan teman lamanya ini.

Kyuhyun tertawa setelah aku selesai menceritakan bagaimana Hyemin dibully saat masuk SMA Haneul karena tidak mau memilih golongan, “Hyemin kau tidak berubah, selalu ingin jadi pembela kebenaran. Kau ingat dulu waktu kecil kau selalu berpura-pura menjadi superhero wanita dan selalu memintaku menjadi lawanmu?”

“Oppa!” rengek Hyemin. Wajahnya memerah.

Kyuhyun masih tertawa, “Tapi pada akhirnya kau tidak pernah melawanku karena kau selalu takut aku terluka.”

Aku menelan ludahku. Aku tidak dapat memungkiri, atmosfer kecemburuan kembali mengelilingiku tapi aku berusaha menutupinya dengan ikut tertawa bersama Kyuhyun. Hyemin memonyongkan bibirnya dengan jengkel disebelahku.

“Kalian dekat sekali ya?” tanyaku tiba-tiba. Aku sendiri tidak sadar mengapa tiba-tiba aku menanyakan hal semacam itu.

Aku menyadari dari sudut mataku, Hyemin yang duduk di sebelahku, memandangku dengan gelisah. Tapi aku tidak balas memandangnya. Aku justru memandang Kyuhyun dalam-dalam, meminta jawaban jujur. Dan kali ini Kyuhyun kembali memandangku dengan tatapan dinginnya yang seolah-olah dapat menembus seluruh tubuhku. Aku balas menantang matanya.

Ia tersenyum tipis padaku, “Kelihatannya bagaimana?”

‘Ada apa dengan senyum itu?’ batinku gusar. Aku mengangkat ujung bibirku dengan enggan, tersenyum kecut, “Aku tidak tahu, aku kan bertanya.”

Kyuhyun tersenyum lagi, kali ini lebih lepas. Entahlah, sepertinya ia tadinya ingin cari ribut denganku, tapi akhirnya ia tidak ingin membuat Hyemin khawatir dan kembali memberikan senyum lebarnya, “Aku tetangga Hyemin. Aku mengenal Hyemin sejak ia lahir saat aku berumur 5 tahun. Sejak dia bayi, aku selalu bermain dengannya saat orangtuanya pergi kerja. Aku menemaninya masuk sekolah di hari pertama. Aku…”

“Dia sudah seperti kakak laki-laki ku sendiri, Hyukjae,” tiba-tiba Hyemin memotong. Ia menekankan kata ‘kakak’ pada kalimatnya.

Kyuhyun berpaling sejenak dari mataku dan memandang Hyemin. Ia kembali memamerkan senyum tipisnya yang dingin. Ia tidak melanjutkan kata-katanya. Aku masih memandangnya. Aku merasa dadaku panas. Jika maksud orang ini ingin memanas-manasiku, dia benar-benar berhasil. Ia kembali memandangku dan sekarang kami mata kami berdua seolah beradu tajam.

Aku merasa Hyemin bergerak-gerak gelisah di sampingku, merasakan benar atmosfer tidak enak diantara aku dan Kyuhyun. Ia meremas-remas genggaman tangan di pangkuannya. Tidak ingin membuat Hyemin khawatir, akhirnya aku memutuskan kontak mataku dengan Kyuhyun.

“Aku ke toilet sebentar,” pamitku lalu berdiri dan beranjak ke toilet di coffee shop itu.

*****

-Hyemin POV-

Aku cemas. Sepertinya benar-benar salah menggabungkan kedua orang ini bersama bahkan di pertemuan pertama seperti ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa ketika Kyuhyun dan Hyukjae bertukar pandang dengan tajam seolah ingin saling menerkam. Aku nyaris mati menahan nafasku saking takutnya menebak apa yang akan terjadi berikutnya.

“Aku ke toilet sebentar,” ujar Hyukjae yang seketika membuat aku bisa bernafas sedikit lega.

Aku memandang punggung Hyukjae yang menjauh dari tempat duduk kami hingga menghilang di belokan ke toilet, tak menyadari bahwa Kyuhyun memperhatikanku dengan penuh.

“Sebenarnya siapa dia?” tanya Kyuhyun padaku.

Aku berpaling memandangnya, tidak siap dengan pertanyaannya, “Eh…?”

“Siapa dia? Apa arti dia di hidupmu?” tanya Kyuhyun lagi.

Aku menelan ludahku sebelum akhirnya menjawab pelan, “Sangat berarti.”

Kyuhyun diam sejenak. Ia memandangku, aku tahu dia sedang menganalisa ekspresiku dan mencari keseriusan di dalamnya. Dan sepertinya dia menangkap bahwa aku memang serius. Ia memalingkan pandangannya ke dalam gelas kopinya dengan putus asa.

“Bahkan tak sebanding dengan aku…?” gumamnya pelan. “Kau pernah bilang aku adalah orang terpenting di hidupmu setelah keluargamu.”

Aku kembali menelan ludahku dengan gelisah. Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan perasaanku sekarang. Orang di hadapanku sekarang memang sangat berarti di hidupku. Dia adalah orang yang menemani aku tumbuh dewasa dan orang yang selalu melindungiku apapun yang terjadi. Tapi aku tidak bisa membandingkan arti Hyukjae di hidupku, dan arti Kyuhyun di hidupku. Keduanya berbeda.

Tapi aku tahu sekalipun aku menjelaskan semua itu pada Kyuhyun, ia tidak akan mengerti. Lagipula, aku tidak ingin menyakiti hati Kyuhyun lagi. Aku tahu dia sudah sangat sakit saat aku menolak perasaannya 4 tahun lalu. Dan aku tidak ingin saat dia pulang, aku justru kembali menyakitinya dengan cara ini. Cukup sekali aku merasa berdosa menyakiti seseorang seperti Cho Kyuhyun di hidupku.

“Oppa…” ujarku pelan. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana meneruskan kalimatku.

“Dia pacarmu?” tanya Kyuhyun lagi.

Aku diam sejenak, dan akhirnya aku menguatkan diriku untuk mengangguk.

Kyuhyun memandangku dengan senyum kecut, “Lihat kan? Bahkan kau tidak cerita tentang pacar pertamamu.”

“Bukan begitu, oppa,” tukasku. “Semuanya terjadi begitu cepat, tanpa bisa aku rencanakan. Dan sebelum aku sempat bercerita, kau sudah pulang duluan.”

“Aku selalu menemanimu melewati tahap-tahap hidupmu sebelumnya, aku menemanimu tumbuh dewasa, dan sekarang kau melupakanku begitu saja karena pacarmu?” balas Kyuhyun lemah. Ia menatapku dengan nanar.

Aku menghela nafas. Tebakanku benar-benar tepat, Kyuhyun tidak akan pernah bisa mengerti, “Oppa, kau salah…”

Kyuhyun tidak menjawab. Ia diam saja dan memalingkan pandangannya dari wajahku. Aku tidak menyalahkannya untuk bersikap begitu. Menjadi orang terdekatnya selama bertahun-tahun membuatku tahu wataknya. Aku tahu dia masih terus-terusan menganggap bahwa aku sepenuhnya miliknya, tapi yang terjadi malah aku benar-benar lepas darinya setelah pulang dari Austria.

“Oppa, aku minta maaf karena aku tidak memberitahukan masalah ini sebelumnya. Semua terjadi terlalu tiba-tiba diluar kendali dan perkiraanku. Oppa, kau masih menjadi orang terpenting di hidupku. Percayalah,” jelasku sungguh-sungguh.

Kyuhyun masih diam bergeming.

“Oppa, jangan marah,” rengekku.

Aku menghela nafasku lagi. Aku tahu satu-satunya cara membuat dia tidak marah atau ngambek lagi padaku dan aku selalu melakukan ini sejak dulu. Tapi haruskah aku melakukan ini sekarang?

Aku menoleh sebentar ke arah toilet. Hyukjae belum kembali dan aku tidak berharap ia cepat kembali. Putus asa memikirkan tidak ada cara lain untuk membuat Kyuhyun tidak marah lagi padaku, membuatku bergerak meninggalkan tempat dudukku dan pindah ke sebelah Kyuhyun. Kyuhyun masih tidak mau memandangku.

Awalnya aku agak ragu, tapi tidak ada cara lain selain ini. Aku tidak mau Kyuhyun seterusnya seperti ini padaku. Akhirnya aku mendekatkan wajahku pada wajahnya dan akhirnya mencium pipinya.

“Oppa saranghae~~” ujarku dengan suara aegyoku sambil membentuk hati dengan kedua lengan melampaui kepalaku.

Kyuhyun menoleh kaget. Namun akhirnya ia tersenyum. Senyum senang yang sudah lama tak pernah aku lihat. Senyum yang membuatku hatiku tenang dan membuatku tersenyum jauh lebih lebar.

“Jangan marah lagi,” rengekku lagi.

Kyuhyun membalas masih dengan senyum riangnya, “Iya.”

Aku tertawa senang. Kyuhyun mencubit pelan hidungku. Aku benar-benar merindukan masa-masa seperti ini. Tapi tiba-tiba sebuah suara familiar berbicara tepat di belakangku.

“Ehm… Maaf aku mengganggu.”

Seketika senyumku menghilang.

*****

-Hyukjae POV-

Aku membanting pintu kamarku dengan sekuat tenaga. Aku tidak perduli bahkan jika pintu itu rusak. Dadaku serasa akan meledak. Pemandangan Hyemin mencium pipi Kyuhyun dan menyerukan ‘Oppa saranghae’ dengan suara imut yang bahkan tidak pernah dia tunjukkan padaku membuat hatiku merasa berada di antara panasnya api. Sedetik setelah melihat itu aku langsung pamit dan pergi dari sana. Aku tidak perduli pada Hyemin yang memanggil-manggil namaku dan aku malah langsung memacu mobilku pergi secepatnya dari sana.

Aku menendang ranjangku dengan kesal. Bahkan aku tidak merasa sakit karenanya. Yang ada di pikiran aku sekarang adalah aku ingin memukul seseorang atau mungkin kalau bisa mencabik-cabik seseorang hingga dia mati. Dan aku akan lebih puas jika seseorang itu adalah Cho Kyuhyun.

Mungkin seharusnya aku memaklumi karena mereka berdua adalah teman lama dan mungkin itu adalah hal yang wajar mereka lakukan. Mungkin aku seharusnya memahami bahwa Hyemin sedang merindukan orang yang sudah dianggapnya kakak itu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Mungkin seharusnya aku mempercayai Hyemin bahwa ia masih sepenuhnya milikku dan ia memiliki motif yang masuk akal untuk melakukan hal itu. Tapi aku tidak bisa memaklumi pandangan Kyuhyun yang sejak awal bertemu sudah seakan cari rebut denganku. Aku tidak bisa memahami mengapa Hyemin melakukan itu seolah tanpa memperdulikan perasaanku. Aku tidak bisa mengerti karena Hyemin sekarang milikku, dan bukan milik orang itu yang sudah berpisah bertahun-tahun dengan Hyemin bahkan sudah pernah ditolak oleh Hyemin.

Aku menghempaskan diri duduk di pinggir ranjangku dan menunduk mengacak rambutku dengan tak tentu. Aku tidak tahu bahwa rasa cemburu bisa sekompleks ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Disatu sisi aku menyalahkan diri sendiri, tapi di sisi lain aku merasa aku pantas begini. Aku juga menyesali mengapa aku tidak mendengarkan paling tidak beberapa penjelasan dari Hyemin sebelum aku pergi, tapi aku juga tahu bahwa aku tidak akan dapat bertahan jika aku berada disitu lebih lama. Wajah dan tatapan dingin Kyuhyun padaku terkadang membuatku ingin mendorongnya dari gedung pencakar langit.

Lee Hyemin, terimakasih sudah memberiku perasaan serumit ini.

*****

-masih Hyukjae POV-

IU masuk ke kelasku dan mendekatiku yang sedang melamun duduk di bangku pojok belakang kelas.

“Oppa,” tegur IU. Ia tersenyum lebar kepadaku.

Aku membalas senyumnya hanya sekilas. Ia mengernyit padaku.

“Kalau senyum itu sepenuh hati dong,” tukas IU.

“Diam, Jieun-ah,” balasku.

IU memonyongkan bibirnya dengan sebal. Tiba-tiba ia menyodorkan sebuah kotak bekal makanan yang tak aku sadari sudah ia bawa sejak awal.

“Apa ini?” tanyaku padanya. “Bukannya kau sudah berhenti membawakanku bekal sejak SMP?”

“Ini bukan dariku, oppa,” tukas IU gusar. Ia kemudian menarik sebuah kertas yang terlipat dua yang disisipkannya dibawah kotak bekal itu. Ia melambaikannya di depan wajahku.

Aku mengambil kertas itu dan membukanya. Sebuah surat dan aku tahu jelas siapa pemilik tulisan ini.

“Sekalipun kau tidak mau mengangkat panggilan ataupun membalas pesanku, aku ingin kau tetap makan siang di sekolah walaupun kau tidak mau ke kantin dan bertemu denganku.”

Aku tak bisa menahan senyumku. Sebagaimanapun aku marah pada pemilik tulisan ini, membayangkan wajahnya saja sudah membuatku tersenyum. Aku membuka kotak bekal itu dengan hati-hati dan sedikit terkejut menemukan 5 macam makanan favoritku ada disana.

“Hyemin memintaku memberitahukan makanan-makanan favoritmu dan aku memberitahukan semuanya. Aku tidak menyangka dia akan membuat semuanya. Bahkan aku dengar dari Taemin, Hyemin sampai begadang membuatnya,” kata IU saat aku masih terpana dengan makanan dari Hyemin yang terlihat lezat dan sudah dihias sedemikian rupa.

Dengan hati-hati aku memakan makanan itu dengan sumpit yang juga sudah disediakan olehnya. Makanan-makanan ini sering dibuatkan oleh IU untukku hingga aku sempat menyangka IU yang membuat bekal ini, tapi aku tahu ini bukan buatan IU karena rasanya berbeda. Kenyataan bahwa memang Hyemin yang membuat semua ini membuatku nyengir lebar seperti orang gila.

“Katanya marahan, tapi semangat banget makannya,” komentar IU sambil tersenyum geli.

“Aku tidak marah padanya,” jawabku sambil melahap bekal dari Hyemin. “Aku hanya butuh waktu untuk berpikir.”

IU tertawa. Aku juga diam-diam tersenyum diantara kesibukanku makan. Dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan, aku merasa luar biasa senang melihat IU mendukung hubunganku dengan Hyemin. Sekarang aku merasa dua kali lebih saying pada IU daripada sebelumnya. Dan tiba-tiba aku teringat sesuatu. Hubungan sejak kecil yang aku dan IU miliki nyaris sama dengan hubungan yang Hyemin dan Kyuhyun miliki. Seketika mood ku kembali drop. Tapi aku berusaha bersikap tidak ada apa-apa di depan IU.

IU menarik sebuah surat kabar entah milik siapa di meja sebelahnya. Ia sibuk membaca koran itu sementara aku menikmati makananku sambil terus berusaha membayangkan Hyemin yang bersusah payah membuatkan makanan ini untukku.

“…Pewaris utama XO Group kembali ke Korea setelah menyelesaikan kuliahnya di Austria… Whooaa, oppa, lihat, lihat, dia ganteng banget!” seru IU semangat.

Aku tidak memperdulikannya dan tetap asyik dengan makan siangku.

“…Mewarisi seluruh asset XO Group, Cho Kyuhyun (22 tahun), kembali ke Korea dan bersiap menjalankan perusahaan raksasa milik keluarganya…”

Aku tersedak. Cho Kyuhyun?

“Oppa, hati-hati makannya,” ujar IU panik sambil menepuk-nepuk punggungku. Masih berusaha bernafas dengan sempurna lagi, aku terbatuk-batuk sambil merebut surat kabar yang dipegang IU.

Aku tercengang saat melihat bahwa benar-benar foto Cho Kyuhyun yang aku kenal berada di Koran itu. Foto itu sepertinya diambil saat ia baru saja sampai di bandara Korea.

Cho Kyuhyun. Pantas aku sempat merasa familiar dengan nama itu saat Taemin pertama kali menyebutnya di hadapanku. XO Group adalah perusahaan raksasa yang merupakan saingan berat perusahaan keluarga Donghae. Berkali-kali perusahaan keluarga Donghae terancam bangkrut karena keberadaan mereka. Aku juga ingat bahwa ayahku beberapa kali ikut menghadiri peresmian beberapa usaha XO Group dan mereka punya hubungan yang cukup dekat. Aku mengernyit. Mengapa dunia sempit sekali?

*****

-Kyuhyun POV-

“Ini data yang anda minta, Tuan,” ujar seorang laki-laki sambil menyerahkan sebuah map kepadaku.

Aku mengambil map itu lalu berkata datar padanya, “Kau boleh pergi.”

Aku menyandarkan diriku di kursi kerjaku di ruangan kerjaku yang bersebelahan dengan ruang kerja ayahku yang adalah CEO dari XO Group. Dalam waktu kurang dari setahun aku akan bekerja di ruangan itu, tapi sekarang aku masih menduduki posisi sebagai Junior CEO di ruangan ini.

Aku membuka map yang tadi diberikan padaku dan memperhatikan berkas-berkas di dalamnya satu persatu. Ada berlembar-lembar data di dalamnya dan aku tersenyum puas melihat hasil kerja bawahanku ini. Semua yang aku minta lengkap diberikan. Aku menyeringai tipis.

fanfiction, dark and bright

Previous post Next post
Up