Title: Edge of The World ~ To the Fairest of Them All ~
Author: cethoel-cakep
Installment: 8/???
Ratings: ...PG-15
Warnings: in Bahasa. Deal with it! XDDD. Author tidak bertanggung jawab terhadap kram otak dan tukak lambung yang bakal dialami oleh pembaca.
Disclaimer: Mine. Unless the Snow White thing, Greek's Golden Apple myth, and the Norse myth
Summary: This apple is only and only for the fairest of them all, seriously...!
Notes: Merupakan spin-off dari Battle Chapter, lanjutan dari Over the Edge of The World ~ Groundland chronicle
#29.
Hrodvitnir menggeram marah saat teriakan Snow White terdengar memecah keheningan aneh hutan Svartalfar. Mau tak mau Hrodvitnir harus kembali kearah asal suara sang puteri maor itu. Well, bukannya Hordvitnir ini tak punya hati.. Belum lagi puteri maor ini adalah alatnya yang cukup berharga untuk bisa mengkonfrontir sang ratu Freyja.
Secepat kilat lelaki berbadan besar dan berbaju bulu2 tebak hingga memang menyerupai serigala raksasa ini, belum lagi memang dia mengenakan semacam mantel yg menutupi kepalanya, dan tudungnya merupakan rahang atas kepala serigala - entah itu tiruan atau sungguhan. Tak ada yg cukup punya nyali untuk mempertanyakannya.
“Disana!!” seru Dragan saat dia melihat sesosok gadis terduduk di tanah, saat sebentuk makhluk besar - lebih besar dari beruang grizzly, mungkin hampir 3 kali ukurannya, berbulu, namun juga berekor panjang dan tebal bagai naga komodo, dengan sayap! Astaga! Bersayap besar dari membran macam kelelawar - dan makhluk itu tengah melayangkan cakar raksasanya kearah si gadis yang menutupi kepalanya dengan kedua lengannya.
Tanpa banyak bicara, Shinisa segera melesat kearah si makhluk raksasa berwujud ajaib itu - Dragan menyadarinya - bahkan tanpa mengenakan jubahnya!
WHAAACK!!!!!
Sambaran tendangan Shinisa telak mengenai kepala makhluk raksasa itu, dan tanpa ampun makhluk itu terlempar menabrak pohon terdekat hingga pohon tersebut nyaris patah.
Dragan yang memang kalah cepat sepersekian detik dari pergerakan Shinisa, harus puas dengan mengarahkan perhatiannya ke sang gadis yang kini tampaknya kehilangan kesadarannya.
“Hei, kau baik2 saja..??” Dragan menghampiri si gadis, menopang tubuh lemasnya. Yep, gadis itu pingsan.
Dragan memeriksa sekilas sang gadis, tak ada luka yang cukup berarti selain lecet2. Penampilan gadis itu nyaris tak berbentuk karena kotor, dan bajunya koyak di beberapa tempat.
Terdengar lenguhan, lalu raungan marah dari si makhluk buas itu tadi, yang walau sedikit sempoyongan, ternyata masih menyimpan tenaga luar biasa untuk menyerang kembali, saat ini kearah Shinisa.
Dengan tanpa susah payah, Shinisa menghindar dengan melentingkan tubuhnya ke atas, lalu menukik deras ke bawah, menyarangkan tendangannya dari atas sekali lagi ke kepala si makhluk yang sepenglihatan Dragan bagai percampuran antara beruang-naga itu.
Terdengar suara derak yg memualkan saat tendangan Shinisa beradu dengan kepala makhluk naujubilah itu, disusul suara berdebam sang mahkluk yang terjatuh, menimbulkan getaran di tanah bagai gempa bumi kecil.
Luarbiasanya, makhluk itu masih mampu berkelojotan dengan gerakan2 cepat seperti hendak bangkit kembali. Sudah pasti mahluk itu bukan makhluk buas biasa mengingat dia masih saja memiliki kesadaran setelah kepalanya 2 kali kena hajar Shinisa.
Dan saat makhluk itu mengangkat kepala dalam rangka menghela tubuhnya untuk bangkit kembali - saat baik Dragan maupun Shinisa masih melotot dengan rasa tak percaya melihat kekeraskepalaan makhluk itu, sesuatu yang besar-berbulu, menukik kearah makhluk buas itu.
Sesuatu berkilau ditempa sinar mentari sekejap membutakan mata, dan detik berikutnya percikan sesuatu yang panas, cair menjurus kental, berwarna merah tua nyaris ungu, dalam jumlah besar muncrat ke udara, sedikit banyak mengenai Shinisa dan Dragan.
Baru kemudian beberapa saat, Shinisa dan Dragan menyadari bahwa cairan kental nyaris ungu yg hangat itu adalah darah sang makhluk buas yang kini kehilangan kepalanya - tertebas oleh sebilah pedang menyilaukan yang besar dan tampak mengintimidasi, yang dipegang oleh seseorang bertubuh lebih besar dari lelaki dewasa, berbalut bulu binatang dan dengan kerudung rahang atas serigala - Hrodvitnir.
Kedua pemuda nyaris serupa itu menampakkan raut muka yang hampir sama pula - terbelalak, menganga.
Berarti tadi itu sekali tebas.
Dragan menelan ludahnya, sedikit melirik ke Shinisa. Seperti yang sudah diduganya. Walau sama2 ternganga nya, Shinisa tidak akan sampai menampakkan perasaan ngerinya. Ada kalanya Dragan merasa iri akan ketidakmampuan Shinisa untuk merasa gentar.
“Hebat juga kalian tidak mati” lelaki bertubuh besar dengan mantel bulu2 itu mengomentari kedua pemuda tadi dengan suara berat dan seraknya.
Dragan dan Shinisa sama2 menghembuskan nafas lega. Ternyata bahasanya masih bisa dimengerti. English. Fuh.. apa memang benar English adalah bahasa alam semesta - antar dimensi? Baguslah.
“Berhadapan dengan boreas sebesar itu, tidak akan ada yang bisa lolos tanpa luka parah” tunjuk lelaki besar itu kea rah boreas? yang diam tak bergerak kehilangan nyawa. “Dan apa yang kalian berdua lakukan di hutan Svartalfar ini!? Kalian bahkan bukan dvegar! Bau kalian seperti maor!” Hrodvitnir mendengus keras.
Shinisa merasa tak ada waktu dan tak ada minat untuk berbasa-basi ataupun menyembunyikan tujuannya datang ke tempat apalah ini namanya.
“Namaku Shinisa, dan ini Dragan. Kami memang bukan berasal dari dimensi ini. Kami datang dari dimensi lain. Kami datang kesini untuk mencari 2 orang yang penting bagi kami”
Dragan mengangguk membenarkan. Dia masih saja berlutut di tanah sambil menopang si gadis yang pingsan tadi.
Hrodvitnir mengerutkan kening. Terus terang dia tak mengerti 2 pemuda ini bicara apa. Yang dia mengerti adalah bagian dimana keduanya mencari orang2 yang penting bagi mereka.
“Sebaiknya kalian teruskan mencari siapapun yang kalian cari itu. Dan tinggalkan gadis itu disini, biar aku yang mengurusnya”
“Gadis ini?” Dragan menaikkan alisnya “Tunggu sebentar.. kenapa kami harus meninggalkan gadis ini disini? Apa yang akan kau lakukan dengan gadis ini?” dipicingkannya matanya ke lelaki besar itu. Dragan tak mau begitu saja mempercayai lelaki itu.
“Gadis itu bersamaku, dia tertinggal di belakangku” sahut Hrodvitnir. “ Tidak ada urusannya dengan kalian”
Dragan dan Shinisa saling menatap, menimbang2 kebenaran perkataan lelaki bertubuh besar bagai binatang buas itu. Namun lagipula, juga, ngapain ini gadis jalan2 sendirian di hutan yang berbahaya seperti ini?
Saat kedua pemuda itu bimbang akan apa yang harus mereka lakukan terhadap gadis ini, si gadis mulai tersadar kembali.
Rintihannya terdengar pelan, sembari mata besarnya terbuka “A.. apa yang terjadi…?” tanyanya dengan suara yang sungguh pelan.
“Hei, sudah sadar?” tanya Dragan, membantu sang gadis untuk duduk.
Dan detik berikutnya si gadis ini terisak-isak tanpa kontrol, meringkuk memeluk tubuhnya sendiri.
Baik Dragan dan Shinisa tak yakin harus melakukan apa.
“Cukup tangismu itu, puteri maor..! Kau masih mau lanjutkan perjalan ke Mannheimmr atau tidak?!!” seru Hrodvitnir, sudah kehilangan kesabarannya “Ini tidak akan terjadi padamu kalau saja kau tidak begitu lamban dan tetap di sisiku!”
Mendengar kata Mannheimmr disebut, Shinisa tersentak oleh suatu kesadaran akan sesuatu “Mannheimmr kau bilang?” tanya Shinisa “Kau hendak pergi ke Mannheimmr?”
Dragan pun menatap kea rah lelaki besar itu, kini dengan tatapan mata yang kurang lebih menyiratkan pengharapan. Mannheimmr adalah jalan menuju tempat yang harus dicapai dalam pencariannya. Sementara Dragan tahu bahwa Mannheimmr juga adalah tempa tujuan pencarian Shinisa.
Tuan Puteri Gecella memang tak tahu tempat pasti Yuurihime maupun Yuzuna, namun dia sedikit banyak membekali kedua pemuda itu dengan pengetahuan akan dunia yang mereka akan rambah ini.
Lelaki besar itu hanya menggeram sebagai jawabannya akan pertanyaan Shinisa.
“Kalau demikian, bolehkah kami ikut denganmu? Kami juga sedang mencari jalan menuju Mannheimmr” kata Dragan. Nada suara penuh curiganya yang barusan tadi itu kini tiada.
Hrodvitnir menatap kedua pemuda itu bergantian dengan intens. “Terserah kalian. Asal kalian bisa ikuti langkahku”
#30.
“Hati-hati” peringat Dragan lembut ke Snow White, saat mereka harus menyeberangi sungai kecil, menapaki bebatuannya yang menyembul di atas air. Memang tidak dalam sungainya, hanya sebatas betis si lelaki besar itu tadi, namun cukup licin.
Snow White tak mampu untuk tidak merasa sedikit banyak lega akan keberadaan pemuda yang kini memegangi lengannya dengan kuat namun lembut saat melangkah menyeberangi sungai. Setidaknya pemuda ini tidak mengomelinya, atau berteriak kasar kepadanya, menyuruh2nya untuk bergerak lebih cepat.
Memang Hrodvitnir memimpin jalan berada di depan agak jauh, namun pemuda yang sejak dia sadar tadi berada di sisinya ini tak sekalipun meninggalkan dirinya, dan pemuda ini walau tertinggal dari Hrodvitnir, namun masih mampu menyusul arah langkah tujuan Hrodvitnir.
Agak di depan sana, seorang pemuda lagi yang berwajah mirip dengan pemuda ini, beberapa kali melambatkan langkahnya agar setidaknya pemuda ini dan Snow White tak kehilangan jejak.
“Terimakasih…” sahut Snow White pelan, mereka kini tengah sedikit mendaki tanah yang cukup menukik lumayan curam.
“Kalian… siapa…?” pertanyaan ini akhirnya terlontar juga dari Snow White yang sedari tadi merasa heran. Kedua pemuda itu tahu2 saja muncul setelah dia tersadar dari pingsannya akibat shock serangan boreas tadi.
“Namaku Dragan. Itu Shinisa” jawab Dragan.
“A..Aku Snow White.. sungguh aku berterimakasih padamu”
Dragan mengangguk. Pandangan matanya tak lepas dari arah Shinisa di depan sana, walau dia masih menggandeng Snow White.
Snow White sadar, bahwa langkah Dragan pun tak bisa dibilang pelan. Pemuda ini juga memiliki langkah panjang, membuat Snow White juga harus setengah berlari demi agar tidak terpelanting.
Sepanjang perjalanan, Snow White menyadari bahwa dia harus menghemat tenaganya dengan tidak mengeluh, tidak terlalu banyak bicara, tidak terlalu banyak berpikir, dan hanya bergerak maju. Meski tak urung Snow White juga tak mampu untuk tidak mencuri pandang kearah pemuda yang ada di sampingnya ini, dan untuk tidak berpikiran macam2 mengenainya.
Siapa pemuda ini? Bukan dvegar, karena fisiknya bukan fisik dvegar. Maor??? Entahlah… tetapi pemuda ini… amat sangat… tampan… Tatapan matanya lurus ke depan, dengan warna hitam yang tajam. Tak tampak sama sekali kalau pemuda ini kelelahan, dan wajahnya menampakkan bahwa dia amat sangat segera hendak ingin sampai ke tujuannya.
Dragan… Namanya Dragan - batin Snow White. Dari negeri manakah dia berasal? Baju yang dikenakannya sama dengan yang dikenakan pemuda lainnya yang ada di depan sana. Wajah mereka juga mirip. Apakah mereka bersaudara? Kembar mungkin?
Pemuda ini juga selalu menanyakan apakah dia lelah atau apakah dia baik2 saja dengan lembut, walau tatapan matanya tak lebih lembut dari sorot mata elang. Setiap kali pemuda ini bertanya, Snow White semakin tak mampu menahan rasa panas di wajahnya dan debaran di dalam dadanya. Perasaan ini berbeda dengan perasaan manapun juga yang pernah dirasakannya kepada siapapun juga.
Suasana sekitar mulai dibayangi warna lembayung dan keemasan, memantul di dedaunan pepohonan hutan Svartalfar. Sebentar lagi malam pasti tiba. Snow White sudah merasakan kakinya bagai menebal, mati rasa dan sudah tak tahu lagi apakah saat ini dia sedang berjalan ataukah Dragan menyeretnya.
Dan sepertinya Dragan menyadarinya “Shinisa..!” panggil Dragan “Tidak bisa istirahat dulu kah?”
Pemuda bernama Shinisa itu menghentikan langkahnya “Entahlah” sahutnya, sebelum akhirnya berteriak ke Hrodvinir “Tuan serigala…! Bisakah kita istirahat?!!”
Di depan sana sang lelaki bermantel serigala itu menggeram “Sebentar lagi kita keluar dari Svartalfar! Aku bisa melihat Midgard! Seret kaki kalian sedikit lagi!”
“Aku juga tak berniat untuk berhenti disini” Shinisa menoleh kearah Dragan dan Snow White.
Snow White menelan ludahnya saat memandang pemuda bernama Shinisa itu. Sungguh mirip dengan Dragan, namun… berbeda dengan Dragan! Snow White sama sekali tak merasakan kelembutan seperti yang dirasakannya dari Dragan. Tatapan mata Shinisa begitu dingin, dan seolah mengatakan bahwa Snow White adalah beban - sama seperti anggapan Hrodvitnir kepadanya.
Dragan mendengus “Siapa juga yang mau berhenti disini” gerutunya “Maaf, Snow White, kita harus terus. Kalau kau sudah tak kuat lagi -“
“Gendong saja dia! Kalian terlalu lamban!” Shinisa juga benar2 sudah tak sabar segera ingin menyamakan langkah dengan lelaki bermantel bulu itu tadi.
“Ehh??!!!” Dragan melotot “Sial!” umpatnya. Dia juga sejatinya sudah ingin juga berlari menyusul lelaki besar tadi kalau saja tidak ada si gadis yg bernama Snow White ini.
Snow White??? - pikir Dragan - astaga… Snow White yang itu kah? Dragan mau tak mau teringat pada Yuzuna… Yuzuna juga sebentar lagi harus memeriahkan festival budaya di sekolahnya dalam drama, dimana dia memerankan Snow White.
“Maaf, Snow White, kita tak bisa buang2 waktu lagi” dan detik berikutnya, Dragan sudah menggendong Snow White di belakang.
“Aahh!!” pekik Snow White, namun tak ada yang bisa dia lakukan ataupun katakan untuk menolaknya. Tahu2 saja juga pemuda yang menggendongnya ini sudah berjalan sejajar dengan pemuda yang bernama Shinisa. Cepatnya!
“[Kau saja yg gendong harusnya!]” protes Dragan, dalam bahasa yang tak dimengerti Snow White.
“[Tidak mau. Yuuri bisa membunuhku kalau tahu aku gendong2 cewek lain!]” sembur Shinisa, lagi2 Snow White tak mengerti.
“[Kau curang, Jangan bilang2 ke Yuzuna, ataupun Yuuri, kalau aku gendong2 cewek!]” Dragan menggerutu.
Sejurus kemudian terdengar dengusan yang terdengar seperti ledekan dari Shinisa “[Mweeheh! Gak janji ya]”
“[Siaaaal…!]” Dragan menelan kejengkelannya.
Snow White, tak mengerti apapun juga apa yang diperbincangkan keduanya.
#31.
Yuurihime melirik ke arah YM Freyja, yang raut mukanya kini sekeras granit. Tampaknya situasi menjadi semakin buruk, apabila menilik dari ekspresi sang ratu. Mereka tengah menunggu kedatangan utusan dari Volsung, yang kini tengah dalam perjalanan menuju istana Cor Caroli, setelah beberapa saat sebelumnya, Bodvarr didampingi pasukannya menjemput utusan Volsung tersebut.
Ratu bernuansa merah darah itu berdiri tegak dengan anggun namun menguarkan kesan kuat, menatap ke depan, menanti kedatangan Bodvarr dan para utusan VOlsung di pintu masuk istana Cor Caroli. Sementara Yuurihime berdiri beberapa langkah di belakang YM Freyja, berdiri di anak tangga pertama pelataran istana Cor Caroli. Sang gadis dari dunia lain ini pun tak kuasa pula untuk tidak merasa tegang tak karuan. Perasaannya sungguh sangat tak enak.
Tak berapa lama kemudian, Bodvarr dan beberapa panglima Cor Caroli, diikuti oleh beberapa pria dengan warna rambut bagaikan pasir pantai dan emblem pada baju zirah dan jubah mantel mereka yang baru kali ini dilihat oleh Yuuri.
“YM Freyja” Bodvarr membungkuk memberi hormat kepada YM Freyja, diikuti semuanya yang berdiri di belakangnya, termasuk para lelaki ber-emblem asing itu. “Utusan Volsung, Pangeran Signy, putra Raja Rerir” tambah Bodvarr.
Seorang pria muda, maju ke depan. Kiranya inilah sang pangeran Signy, putera raja Rerir. Tampan dan berkesan sangat jantan, dengan cambang yang mengancam hendak tumbuh lebih panjang, kulit kecokelatan terbakar matahari dan mata biru pucat yang sungguh tajam walau terkesan sedikit dingin. Pria muda itu membungkuk memberi hormat kea rah YM Freyja. “Salam, Yang Mulia Ratu Freyja. Hamba Signy, putera Rerir raja Volsung. Saya berterimakasih atas keramahtamahan anda dalam menerima kami utusan Volsung. Namun, kedatangan kami kesini bukan hanya sekedar untuk menyapa beramahtamah… kami datang untuk membawa berita buruk dan memohon bantuan dari Cor Caroli”
Rupanya pria muda yang ternyata pangeran negeri Volsung itu bukan orang yang suka berbasa-basi. Bahkan terdengar seperti mendesak agar dia bisa segera menyampaikan maksud kedatangannya. Suaranya sangat lugas dan tegas. Terlebih lagi, Volsung mengutus pangeran mereka sendiri untuk datang ke negeri tetangga mereka, membuat bobot kedantangan utusan Volsung ini tak bisa dianggap main2.
“Aku sudah mendengar kabar tentang serangan para Jotnir” YM Freyja membalas hormat sang pangeran berambut pirang pasir itu.
“Dan sekarang menjadi lebih parah, YM Freyja” Bodvarr mau tak mau harus menyela, karena ternyata situasinya sudah lebih genting daripada yang disangka semula.
YM Freyja menelengkan kepalanya - lebih parah??
“Benar” sahut Signy “Jotnir sudah meluluh lantakkan negeri2 yang tak mampu bertahan, hanya Volsung yang saat ini masih bisa memperjuangkan wilayah kami dari kerusakan fatal “Apabila kekuatan Jotnir menjadi lebih tak terbendung lagi, hamba khawatir, Jotnir akan segera mencapai Cor Caroli bahkan sebelum musim sempat berganti. Saat ini, hanya Volsung lah yang menjadi tameng terakhir sebelum Jotnir bisa mencapai Cor Caroli”
Sudah pasti itu adalah hal yang amat sangat berantakan sekali, apabila Jotnir - para ras raksasa itu sampai ke Cor Caroli. Menurut yang Yuuri dengar dari YM Freyja, Cor Caroli adalah jantung Midgard. Apabila jantung Midgard berhasil tercerabut, tidak hanya seluruh Mannheimmr, namun alam2 lain juga akan kehilangan keseimbangan. Yggdrasil akan runtuh. Yang para Jotnir inginkan adalah, apel emas milik YM Freyja. Oh, salah. Apel emas yg kini telah berpindah kepemilikan, menjadi miliknya. Apel emas milik Yuurihime Tenou.
Sang pemimpin para panglima, Bodvarr, kini semakin merendahkan dirinya, berlutut di hadapan YM Freyja, sembari mengangkat pedangnya, mengulurkannya kepada YM Freyja dengan kedua tangannya “YM Freyja, ratu kami yang mulia, mohon berkati kami, untuk berangkat ke Volsung dan mempertahankan Midgard”
Ratu Midgard ras Vanir itu memejamkan matanya. Ini sungguh sudah di luar kendali. Dia bahkan tak yakin lagi apakah dia punya cukup kekuatan untuk bisa bertindak selayaknya seorang ratu negeri Midgard. Dia seorang Vanir, puteri penguasa alam Vanheimmr, yang dulunya adalah permaisuri sang penguasa Asgard, yang merelakan dirinya turun ke tanah para maor, ‘menodai’ kemurnian Vanir nya… Namun dia juga menyadari, apabila hal2 tersebut tadi tidak dilakukannya, kejatuhan Manheimmr akan lebih cepat tiba, dan keruntuhan Yggdrasil sudah akan terjadi bertahun2 lalu.
YM Freyja mengangguk, melangkah dengan mantap kea rah Bodvarr, menyambut pedang yang diulurkan Bodvarr, dan menghunusnya ke udara di atas kepala Bodvarr yang tertunduk. Entah sejak kapan, panglima negeri Cor Caroli yang dahulu amat sangat menentang kehadiran YM Freyja ke Cor Caroli ini, kini menumpukan seluruh kepercayaan, seluruh hormatnya kepada sang ratu merah ini.
“Bodvarr - kuberkati kau, untuk pergi ke Volsung dan untuk mempertahankan Midgard”
Ritual pemberkatan ini terjadi dengan cukup khidmat walau dipersingkat secara brutal. Bodvarr harus segera membawa pasukannya ke Volsung bersama para utusan Volsung, sebelum Jotnir mampu merangsek habis Volsung.
“Dan-“ ternyata YM Freyja belum selesai “Dan untuk menyertai serta menjaga seseorang yang juga akan menyertai kalian ke Volsung -“ YM Freyja menoleh dan mengulurkan tangannya ke seseorang yang berdiri di belakangnya - Yuurihime!
Nyaris Bodvarr dan seluruh pria yang ada disana terpekik karena sungguh terkejut!
Bodvarr tak mempercayai apa yang baru saja didengarnya, bahwa gadis misterius ini akan menyertainya! Siapa sebenarnya gadis ini?!! Penasaran Bodvarr yang terdahulu saja belum sempat terjawab, sekarang ditambah lagi bahwa gadis ini akan ikut bersama pasukan Cor Caroli ke medan tempur Volsung?!!
Benar bahwa Bodvarr merasakan sesuatu yang amat sangat… amat sangat… luar biasa? dari gadis ini. Bodvarr tak bisa memungkiri bahwa gadis ini memancarkan semacam sesuatu yang dahsyat, yang membuatnya tercekat, dan rasanya sangat berat bila gadis ini ada di dekatnya. Belum lagi sorot mata tajam dan penuh percaya diri dari gadis ini… Siapa sebenarnya gadis ini???
Tak hanya Bodvarr, para panglima Cor Caroli beserta pasukannya dan para utusan Volsung pun juga tak mampu menahan rasa terkejut mereka.
Signy, putera Rerir raja Volsung, menelan ludah. Tadi sekilas dia sudah menangkap sosok luar biasa jelita yang berdiri di belakang YM Freyja. Tak urung tadi diapun selalu mencuri pandang ke arah gadis itu. Dia pernah mendengar kabar akan kecantikan puteri negeri Cor Caroli. Inikah puteri negeri Cor Caroli yang dimaksud? Sungguh luar biasa indah dan cantik… Rambutnya sungguh sepekat malam dengan kilau bagai bintang di angkasa, dengan kulit sewarna salju, pipi laksana buah persik yang hendak matang… bibir yang merekah merah bagai mawar yang meminta untuk dipetik dan dicumbu… dan yang paling luar biasa adalah matanya. Matanya laksana batu mulia zamrud yang membuai Signy ke dalamnya, tenggelam dan tak mampu melepaskan diri dari jeratnya…
Sementara itu, sang gadis yang menimbulkan spekulasi macam2 itu dengan santainya dan terlihat tanpa keberatan sama sekali, menerima uluran tangan YM Freyja yang membimbingnya untuk melangkah ke depan YM Freyja. Gadis itu ternyata mungil! Mungkin hanya sebatas dada para lelaki disana. Namun walau demikian, aura yang dipancarkannya, tak salah lagi sama agungnya dengan yang dimiliki sang ratu berdarah Vanir itu.
Gadis itu menatap para lelaki di hadapannya, sekilas menunduk memberi hormat, sebelum berucap dengan suaranya yang setegas dan sekeras baja “Namaku Yuurihime Tenou, aku datang dari negeri nu n jauh untuk memenuhi panggilan YM Freyja, dan aku akan ikut bersama kalian untuk memastikan tetap tegaknya Midgard”
Terkesiap, adalah yang sekarang tengah dialami pada lelaki di hadapan Yuuri dan YM Freyja.
Gadis dari negeri nun jauh - pikir Bodvarr. Gadis ini Vanir? Atau Aesir??? Mungkin salah satu dari 2 itu karena YM Freyja lah yang mengundangnya ke Cor Caroli.
Bukan puteri negeri Cor Caroli - batin Signy. Namun dia sama sekali tak mempedulikan lagi jati diri gadis bernama Yuurihime Tenou itu, karena dia yakin, sejak saat itu, tak akan ada gadis lain yang akan bisa menggeser kedudukan gadis rupawan luar biasa itu dari hatinya.
“Dan tidak usah khawatir, aku tak akan menjadi beban kalian. Akulah yang akan menjadi akar kekuatan kalian” tambah sang gadis dari negeri nun jauh itu.
*** TBC~~~~~~~