Title: Love U Without a Reason
Author:
azura_caelestis Rating : PG+13 to NC21 / straight
Main Cast: Dong Young Bae (Tae Yang) Big Bang and OC
Length : 8 Shots
Part : 8 of 8
Previous Chapters:
Love U Without a Reason SeriesGenre: Fluff, Drama, Comedy
Disclaimer: I don't own the character and this story is only fiction.
Warning:
For the friend who does not have Live Journal ID, please comment as ANONYMOUS and write your name in the comment box.
Chapter 8: “Secret Covenant”
Butiran cahaya mentari pagi seolah menyelinap masuk melalui celah jendela.
Terang, itulah yang kurasakan.
Helaian sinar bagaikan menyinari pandangan kaburku.
Lama-kelamaan semuanya nampak jelas dan aku pun sadar bahwa aku berada di sebuah kamar.
Jangkaman! Kamar?! Mengapa aku bisa berada di kamar?
Kucoba untuk mengingat kembali kejadian yang terjadi semalam dengan keadaan setengah sadar.
Kukerjapkan mata sesekali dan aku pun mulai ingat akan segalanya.
Aku tersenyum dengan mata yang masih setengah tertutup.
Kucoba untuk merenggangkan lenganku lalu meraba ke sisi lain di tempat tidur sambil mencari sesosok orang yang kudamba.
Tanganku terus menyusurinya, tetapi ternyata itu sia-sia saja.
Tanganku tidak menemukan sosoknya, hanya ada kekosongan di sana.
Aku membelalak tak percaya.
Kubangkitkan tubuhku agar terduduk dengan paksa.
Mataku mulai kuputar menyusuri setiap sudut kamar, tetapi tetap saja aku tidak dapat menemukan dirinya. Aku tidak puas dengan hasil seperti ini.
Akhirnya dengan setengah niat kupakai celanaku yang tergeletak di lantai sejak semalam, lalu mulai melangkah keluar kamar.
“Hee-chan! Na odi ya?”
Aku berteriak sambil memeriksa setiap sudut apartemen, namun sepertinya usahaku sia-sia saja.
Tidak ada seorang pun yang menyahut pertanyaanku itu.
Ia seolah hilang tanpa jejak.
Ia tidak meninggalkan catatan di pintu kulkas ataupun di meja seperti biasanya.
Apakah ia telah melupakan semua yang telah terjadi semalam?
Secepat inikah ia melupakan kenangan indah itu?
Sepertinya semua sia-sia saja.
****
“YA!” Lagi-lagi aku tersontak kaget akibat kejahilan Min Young itu.
“Waeyo?” tanyanya lagi.
Aku menggeleng pelan dan berusaha menyembunyikan keadaan hatiku yang sedang buruk itu.
“Gojitmal!” Ia mencubit kedua pipiku.
“Aaahh...Youngie~a! Apeu! Kau bisa merusak make up-ku,” teriakku dengan setengah menjerit.
“Ara!” Ia menarik tangannya itu.
Aku mengusap-usap pipiku pelan sambil mengumpat tidak jelas.
“Sepertinya kau tidak bahagia dengan semua ini?”
Wajahnya kembali serius seperti biasanya.
Ia menatapku dengan pandangan khawatir.
Youngie~a, mian aku tidak dapat mengatakan yang sejujurnya kepadamu.
Aku tidak mau dirimu pingsan karena mendengar semua kenyataan yang ada.
“Ya! Apa yang kau pikirkan?” Tepukan Youngie membuyarkan lamunanku.
Aku kembali menggeleng cepat.
Min Young mengernyitkan dahinya.
“Ah, sudahlah..aku malas berbicara denganmu.”
Ia meninggalkan ruangan dengan wajah tertunduk lesu.
“Ya! Youngie! Mian, aku hanya bercanda!”
Ternyata teriakanku sia-sia saja, ia sudah terlanjur kesal dengan diriku.
Sebenarnya ada apa dengan diriku hari ini?
Mengapa bayangan itu selalu muncul dibenakku.
Sang Hee~a! Kau harus melupakan Young Bae!
Ini hari pernikahanmu dengan sunbae!
Seharusnya kau memikirkan hari ini!
Sadarlah Sang Hee~a!
Berpuluh-puluh teguran rasanya tidak cukup untuk menggantikan kenangan yang terpatri semalam.
Ciuman, aroma, sentuhan, serta rayuannya.
Aku masih dapat merasakan semuanya itu.
Semua hal itu seolah menolak untuk pergi dari pikiranku.
Kreek...
“Apa kau sudah siap?” Min Young bertanya dengan wajah datar dari celah pintu.
Aku mengangguk dengan setengah terpaksa.
Jantungku berdebar semakin kencang.
Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk menutupi kebohongan ini.
****
Kulirik sekilas jam yang tergantung di dinding apartemen.
11.30. Sebentar lagi Hee-chan akan berjalan menuju altar dengan mengenakan gaun anggunnya itu.
Aku memutuskan untuk tidak menyaksikan pemandangan menyakitkan itu dengan mata-kepalaku sendiri.
Itu semua terasa seperti belati yang menyayat hatiku untuk kedua kalinya.
Apa itu semua rencana Tuhan?
Mengapa semua ini seakan seperti déjà vu?
Tanpa banyak berpikir lagi, aku mulai menjejali tas ranselku dengan beberapa potong pakaian dan barang-barangku.
Sejenak aku berpikir dan mengenang apa yang telah terjadi di tempat ini.
Saat pertama kali aku datang dan memohon untuk tinggal, semuanya terasa seperti kenangan terindah.
Aku masih ingat amukannya itu.
Ia mendorongku secara paksa untuk meninggalkan apartemen ini, namun aku menolak untuk pergi.
Banyak peristiwa yang telah terjadi di antara diriku dan Hee-chan, tetapi mungkin mulai sekarang aku harus mencoba untuk melupakannya.
Jae Joong~a, lagi-lagi aku menyia-nyiakan kesempatan yang kau berikan, tetapi aku harap kau dapat menjaga Hee-chan.
Aku hanya ingin melihat dirinya bahagia.
Akhirnya dengan berat hati aku menuruni setiap anak tangga sambil membawa tas ransel di punggungku.
Untuk terakhir kalinya aku melihat sekeliling.
Memandang foto-fotonya yang tergantung dengan anggunnya di dinding.
Hee-chan~a, aku harap kau dapat bahagia bersama dirinya.
****
Youngie menatapku dengan pandangan berbinar dan wajahnya seakan berseri di hadapanku, namun sayang-aku tidak dapat merasakan semua itu.
Kebahagiaan itu seakan sirna dari pikiranku.
Samar-samar aku dapat merasakan bahwa lagu pengiring sudah melantun indah dari balik pintu gereja dan jantungku terasa berdebar semakin kencang.
Aku meremas buku-buku jariku beberapa kali.
Berharap rasa gundah itu akan hilang, namun itu sia-sia saja.
Debaran itu masih saja menghantui diriku.
Youngie tersenyum ke arahku, kemudian pintu besar di hadapanku pun mulai terbuka.
Perlahan cahaya yang menyelinap dari jendela-jendela pun ikut menyinari diriku.
Aku mencoba untuk melihat ke sisi kiri dan kanan.
Semua wajah memandangku dengan tatapan yang berseri.
Aku melangkah perlahan melintasi altar dengan sebuket bunga lily putih di tanganku.
Perlahan dengan hati yang tak tenang kuarahkan pandanganku kepada sunbae yang sudah menungguku di depan altar.
Ia tersenyum lembut ke arahku.
Jas yang dikenakannya terasa selaras dengan gaun yang membalut tubuhku kini.
Sunbae berjalan mendekatiku lalu aku pun menggenggam lenganannya.
Ia menuntunku menuju altar.
Perasaanku tercampur aduk dan aku tidak dapat menggambarkannya.
Ini memang adalah impianku dulu, tetapi saat sekarang aku dapat merasakannya, aku justru merasa menyesal.
Entah apa yang kusesali, tetapi aku tak hentinya berharap bahwa laki-laki yang ada di sampingku sekarang adalah Young Bae.
Aku memutar kepalaku sekilas ke arah tempat duduk para tamu.
Mencari sosoknya, tetapi mengapa aku tidak menemukannya?
Apa ia tidak datang?
Namun, itu memang harapanku.
Aku tidak ingin ia melihatku sekarang, aku tahu hatinya pasti sakit.
“Sang Hee~a,” bisik sunbae.
“Ye?” Aku pun tersadar.
Aku pun kembali memutar kepalaku menuju meja altar.
Seorang imam sudah berdiri di hadapan kami.
Ia berdeham pelan, lalu mulai berbicara di depan microphone.
“Baiklah, kita mulai saja upacara sakramen pernikahan pada hari ini. Saudara Kim Jae Joong, apakah Anda bersedia menerima saudari Han Sang Hee menjadi isteri Anda? Apakah anda bersedia mencintai dirinya dengan sepenuh hati dan dalam keadaan senang ataupun sedih hingga maut memisahkan kalian?”
Kata-kata itu terdengar seperti nyanyian kematian bagiku.
Kucoba untuk menatap sunbae yang berada di sampingku, ia sama sekali tidak bergeming.
Kesunyian langsung menyelimuti seluruh ruangan gereja.
Diriku hanya dapat menatap sunbae dengan tatapan kebingungan.
“Saudara Jae Joong?” Imam di depan kami kembali menagih sebuah jawaban yang akan keluar dari bibirnya.
Sunbae menatapku lekat, namun aku tidak mengerti arti tatapan itu.
“Mianhada, aku tidak bisa mengatakannya.”
Hawa keterkejutan seolah menerpa diriku dan semua tamu.
Mataku membulat dan terus bertanya-tanya akan arti kalimat yang diucapkannya itu.
“Sang Hee~a, mianhae. Aku tidak dapat mengatakan hal itu. Aku tahu, di dalam hatimu pasti kau menginginkan orang lain, dan itu bukan aku. Aku tahu ada seseorang yang lebih mencintaimu daripada diriku. Aku yakin ia akan menjagaku lebih baik dibandingkan diriku.”
sunbae menggenggam tanganku, namun aku hanya dapat membujur kaku saat mendengar kata-kata yang diucapkannya barusan.
“Sang Hee~a!” teriaknya.
Diriku yang mematung seakan bangun dan sadar akan apa yang sedang terjadi.
“Kau tahu, kau harus mengejarnya! Pali ka!”
Sunbae menguncang kedua bahuku.
Aku pun tersadar akan apa yang kuhadapi kali ini.
Ia menyuruhku untuk mengejar Young Bae.
Tangan dan kakiku tidak mengindahkan apa yang diperintahkan oleh otakku.
Mereka seakan bergerak sesuai dengan kata-kata hatiku.
Aku berbalik menuju pintu gerbang gereja lalu berlari tanpa menghiraukan keterkejutan yang tergurat di wajah para tamu.
****
Guk...Guk....Guk...
Aku menyeringai saat melihat ketidaksabaran Boss untuk turun dari gendonganku.
Ia benar-benar anjing yang nakal.
Kubuka pintu rumahku perlahan dan dengan cepat Boss sudah menerobos masuk melalui celah pintu.
Aku sedikit menyapukan pandangan ke setiap sudut rumahku.
Rasanya sedikit berbeda.
Walaupun aku sudah tinggal di tempat ini selama bertahun-tahun, tetapi entah mengapa di dalam hatiku, aku malah memilih apartemen itu.
Aaargghh, Young Bae! Kau harus berusaha untuk melupakannya.
Di sini kau dapat lebih bebas dan leluasa, lalu yang paling penting adalah kau tidak perlu tidur di atas mesanin yang keras itu.
Tidak ada peraturan yang berlaku dan segalanya milikmu di rumah ini.
Kau pasti dapat melupakan Hee-chan, Dong Young Bae.
Aku mencoba untuk meyakinkan diriku kesekian kalinya, tetapi masih saja aku merasa ada yang mengganjal di hatiku ini.
Setelah yang terjadi semalam, aku malah semakin tergoda untuk mengingatnya, namun seklias aku teringat akan jabatan tangan itu.
Apakah jabatan tangan itu masih berlaku hingga sekarang?
Guk....Guk...Guk...
Gonggongan Boss membuyarkan lamunanku.
Ia berlari ke arah pintu kemudian mencoba untuk menggapai kenopnya.
Aku tahu tingkahnya itu.
Pasti seseorang yang dikenalnya sudah berada di balik pintu, namun kira-kira siapa orang itu?
Apakah Ji Yong?
Kreek...
Aku tidak langsung memandang wajahnya.
Aku menatap ke bawah. Ia mengenakan sebuah gaun berwarna putih dan aku mengenal gaun itu.
“Hee-”
Belum sempat aku berkata-kata, namun Hee-chan sudah langsung memelukku.
Ia menangis dalam dekapanku.
“Young Bae~a.” Ia memanggil namaku di sela isakan sendunya itu.
Aku merasa canggung, namun lama-kelamaan kuelus perlahan rambutnya itu.
“Hee-chan~a, jangan menangis,” bisikku lembut.
Ia melepaskan pelukannya itu lalu menatapku lekat.
Aku menatap wajahnya.
Dandanannya yang sedikit luntur itu tetap saja tidak menghilangkan aura kecantikan yang telah terpatri dalam dirinya.
“Saranghae.”
Kata itu. Aku pasti sedang bermimpi, bukan?
Itulah kata yang ingin kusanjungkan untuk dirinya selama ini.
Kata itu yang bertubi-tubi menyiksa diriku, tetapi mengapa sekarang kata itu dapat terlontar dari bibirnya dengan mudah?
****
Aku sudah tidak dapat memungkiri lagi perasaanku.
Ucapan sunbae terasa seperti sebuah nasihat yang membuka mata hatiku.
‘Saranghae’, itulah kata yang seharusnya kuucapkan.
Aku tidak akan menutupi kembali perasaan ini.
Young Bae menatapku dengan tatapan terkejut, namun lama-kelamaan seulas senyum merekah di wajahnya itu.
Aku melingkarkan kedua lenganku di tengkuknya itu.
Kami saling mendekatkan kepala dan beberapa senti lagi bibir kami pun bertaut, namun sebuah teriakan malah membuat kami berhenti.
“Ya!”
Kulihat Young Bae menatap sinis ke arah datangnya suara itu.
Sunbae. Ia melambaikan tangannya dengan wajah tersenyum.
“Mian, aku mengganggu kalian!”
Kurasakan wajahku memanas seketika.
Entah mengapa aku merasa tidak enak dilihat oleh sunbae dengan keadaan seperti ini.
Sunbae berjalan mendekat dan kembali berjabatan tangan dengan Young Bae.
“Janjiku sudah terselesaikan, bukan?” Ia menatap Young Bae puas.
Janji? Apakah jabatan tangan saat itu berarti hal yang sama?
“Jangan-jangan kalian sudah merencanakan ini semua?”
Aku menatap Young Bae gemas, namun ia malah tertawa lepas.
Sebenarnya apa yang telah terjadi tanpa sepengetahuanku?
“Sang Hee, tenanglah. Ini semua ide-ku. Aku memang mencintaimu sejak awal, tetapi aku tahu bahwa hatimu tidak berpihak kepada diriku. Itu membuatmu lelah, bukan?”
“Hee-chan~a, kau selalu berusaha tegar di depan orang, tetapi aku tahu dirimu yang sesungguhnya,” celetuk Young Bae.
Aku hanya dapat tersipu malu saat mendengar ucapan kedua orang ini.
Mereka benar, aku memang selalu bersikap sok tegar dan menutupi perasaanku, tetapi aku tidak menyangka bahwa sunbae akan menerima keputusanku dengan wajah seceria itu.
Aku memang tidak salah memilih idola.
Ia begitu baik kepada diriku, namun tetap saja aku merasa bersalah kepadanya.
“Geurae, jadi apa lagi yang kalian tunggu?” Sunbae kembali berseru sambil menggosok-gosokan tangannya tidak sabar.
Aku mengernyitkan dahi saat mendengarnya.
Memang apa maksudnya?
Tiba-tiba saja Young Bae membungkuk dan menggendongku.
“Ya! Apa yang kau lakukan?!” pekikku sambil terkejut.
Aku sedikit memberontak dalam gendongannya itu.
“Kaja!” teriak Young Bae bersemangat.
“Ya! Ke mana?!”
Aku masih tetap tidak mengerti maksudnya.
“Sudahlah, jangan bertengkar lagi! Semua tamu di gereja sudah menunggu kalian!”
Sunbae berjalan dengan santai menuju mobil miliknya, sedangkan diriku hanya dapat menelan ludah.
**FIN**