Deep Night Kimi Omou (Thinking Of You) (2)
by
Pramutyarini Rahma R on Sunday, 1 January 2012 at 11:26
Author : 甘い空
Genre : Drama, romance, friendship,
Rating : PG-13
Cast : Yamada Ryosuke X Amai Sora (OC) + Nakajima Yuto
Chapter Two
Disamping pusara itu Sora duduk melamun, pikirannya berkecamuk tak menentu. Kemudian dikeluarkannya tablet pc dari tasnya. Oneechan, aku sudah memulai apa yang kau cita-cita kan. Percayalah aku akan mengantikanmu mewujudkannya, gumam Sora dalam hati. Di buka-bukanya file dalam tabletnya, dengan tekun diutak-atiknya apa yang dihadapannya kini. Tiba-tiba keitai-nya berbunyi, Kitano-sensei menelponnya.
“Moshimoshi? Kitano-sensei, doshita?”
“Ah, konnichiwa So-chan, kau bisa ke rumah sakit sekarang? Anak-anak ingin bertemu dan aku ingin membicarakan yayasan denganmu, bisa?”
“Euhm, hai, aku segera kesana”
Di matikannya tabletnya, Oneechan, kau dengar? Aku sedang mengusahakan yayasan itu, kelak tak kan ada yang bernasib sama sepertimu. Katakan pada Kami-sama untuk membantuku, aku tahu kau akan selalu berada disisiku mendukungku. Yakso…,gumam Sora lagi sebelum beranjak pergi.
Dan tak lama berselang Sora sudah berada di rumah sakit yang memang tak begitu jauh dari pusara kakaknya. Sora yang hafal betul rumah sakit ini segera saja menuju tempat anak-anak berkelainan jantung dirawat. Mereka yang melihat kedatangan Sora bersorak memanggilnya. Senyum manis terukir di wajah mereka, anak-anak kecil yang polos tapi sudah harus menanggung penyakit sekronis itu, miris.
Sora oneechan, hari ini kita main lagi? Kenapa kemarin oneechan tidak datang? Oneeechan bawa sesuatu lagi? Lutut oneechan kenapa? Begitu Sora turun dari sepedanya dan berjalan kearah anak-anak disana ia langsung ditodong berbagai pertanyaan dari mulut-mulut kecil itu. Ia menatap anak-anak itu sejenak dan tersenyum lembut. Gomen ne minna…ujarnya berojigi disambut koor daijoobu dari anak-anak. Sedangkan suster dan dokter disana hanya mengulum tawa.
Sudah dua tahun berlalu sejak kematian oneechannya, di rumah sakit ini jugalah dulu oneechannya dirawat. Ia sudah akrab dengan suster dan dokter disini, setahun terakhir dia menjadi relawan yang mengurus anak-anak ini. Oneechannya mengidap penyakit yang sama dengan anak-anak disini. Kelainan jantung kronis, dan kematian oneechannya membuat Sora kehilangan arah beruntung ia bisa ditarik kembali ke jalan yang benar setelah sebelumnya sempat terjerumus ke lembah hitam dan menghancurkan reputasinya. Disamping itu keluarganya juga sedang dalam keadaan kritis, orang tuanya saling menyalahkan atas kematian oneechannya dan terjerumusnya ia.
Seperti biasa seharian ini Sora bermain dengan anak-anak dan pasien-pasien lain. Membujuk mereka makan dan minum obat, mendongeng mengantarkan mereka tidur siang, menjadi rebutan anak-anak yang ingin bermain dengannya, menjadi teman curhat pasien-pasien dan staff disini. Sikapnya yang terbuka dan ceria sudah mencuri hati orang-orang disini, sikap yang tak ia tunjukkan di tempat lain itu membuat orang-orang merasa nyaman berada di dekatnya. Pembicaraan dengan dokter mengenai yayasan kelainan dan masalah jantung menutup harinya disini, dengan tak rela ia pergi dari rumah sakit. Tapi Sora tak menuju ke rumahnya, pulang, ia malah membawa sepedanya menuju pusara kakaknya lagi, oneechan, anak-anak akan terselamatkan, dana yayasan sudah terkumpul dan beberapa jantung bisa ditranplantasi. Kau tahu betapa senangnya aku? Oneechan andai saja saat itu…ucap Sora lirih di depan pusara kakaknya, Amai Hara. Titik-titik bulir airmata berjatuhan dipipi Sora saat mengenang kakaknya, terlalu menyedihkan.
Keesokan harinya Sora enggan berangkat sekolah lagi mengingat apa yang terjadi kemarin membuatnya malu sendiri tapi apa boleh buat hari ini ada beberapa ulangan yang tak bisa ia tinggalkan. Dengan malas-malasan ia berangkat juga dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ryo di depan gerbang. Pura-pura tak melihat, Sora berjalan masuk ke sekolah dan straight forward ke kelas. Ryo yang dari tadi mengekor Sora dengan senyum terkulum tak ayal membuat Sora gerah sendiri.
“Senpai, doushita?”kata Sora tanpa berpaling.
“Iie, nandemonai”jawab Ryo setelah sedetik tak bisa bicara ia tak menyangka Sora akan menanyakan itu langsung tanpa melihatnya. Diam-diam ia bersyukur karena tak harus bersusah payah menyembunyikan wajahnya yang padam. “Kemarin, gomen ne, aku sudah bertindak bodoh, demo… bagaimana kakimu sekarang? Ano, kemarin kau juga absen, daijoobu?”lanjutnya.
“Euhm, daijoobu. Ano senpai,… jangan temui aku lagi…”ujar Sora kemudian dan langsung berjalan masuk ke kelasnya meninggalkan Ryo yang diam mematung. Tak lama seorang temannya datang, “Ohayoo Ryo-chan, doushita? Kau tak masuk kelas?”kata anak itu.
“Betsuni, Yuto. Ayo masuk kelas sebentar lagi bel berbunyi”
“Oh, euhm, ngomong-ngomong kau masih berhutang cerita padaku soal yang kemarin”
Ryo yang entah memikirkan apa tak menanggapi perkataan Yuto, dengan lunglai ia masuk kelas dan langsung menjatuhkan diri di bangkunya. Di hiraukannya hiruk pikuk di sekitarnya.
―甘い空― Ryo POV
Sora,… nande? Kenapa kau memintaku tuk tak menemui? Apa karena kejadian kemarin? Masih tak ingatkah kau kejadian waktu itu? Tak bisakah kau sadari aku? Kenapa kau menghindariku? Sejak kejadian itu aku terus memikirkanmu dan terus memendam perasaan terimakasihku padamu tak bisakah kau biarkan aku membalas budi? Aku tak mau terus berhutang padamu dan liontin ini…
Sekelebat bayangan masa lalu saat aku pertama kali bertemu dengannya tanpa permisi muncul di hadapanku, sosok gadis mungil itu, paras innocent yang memancarkan kedewasaan dan kebaikan hati yang tak pernah bisa ku lupakan sampai kini. “Daijoobu?”tanyanya setelah mengusir anak-anak iseng itu. Berjongkok di hadapanku, membelai rambutku lembut dan tersenyum tulus. “Tanganmu terluka, sini ku obati”dengan perlahan dia mengobati lukaku yang mengeluarkan darah merah segar tiada henti dan membalutnya dengan saputangan. Ia mengatakan hal-hal baik tuk mengalihkan perhatianku dari luka itu, ia juga melontarkan lelucon yang membuatku tertawa dan merasa jauh lebih baik. Mata tortoisenya begitu teduh menenangkan, senyum manisnya menampilkan lesung pipit yang membuatnya kian cantik, aku makin nyaman dibuatnya.
“Nah, sudah selesai”katanya lagi padahal tubuhnya mungil dan sepertinya lebih muda daripada aku tapi sikapnya begitu dewasa. “Kau mau kemana?”tanyanya lagi membantuku berdiri. “Aku mau mengikuti audisi Johnny entertainment tapi anak-anak tadi mengangguku dan aku terluka mungkin lebih baik aku pulang saja”kataku dengan nada sedih. Matanya menatapku iba dan kemudian ia tersenyum lembut sembari berkata, “Nande? Kau mau audisi bukan? Ayo kuantar kebetulan arah kita sama” “eh? Kau juga mau audisi?”kataku terkejut saat dia menarikku berdiri.
“iie hanya saja arah kita sama dan mungkin aku bisa menungguimu sebentar nanti, aku ingin lihat bagaimana kemampuanmu karena aku yakin kau pasti bisa, jadi ayo…! jangan biarkan kesempatan ini lepas. Aku akan berada disisimu dan menyemangatimu, bagaimana?”ucapnya lagi.
“Ooo, daijoobu?”tanyaku ragu, aku benar-benar tak yakin dengan ini tapi melihat kesungguhan di manik tortoisenya aku jadi ikut bersemangat dan entah bagaimana muncul tekad tuk memberikan yang terbaik untuknya. Dan kami pun berjalan berdua bergandengan tangan menuju tempat audisi yang jaraknya tak jauh lagi. Bau harum strawberrynya menyegarkan dan sama.
Seolah-olah kejadian itu baru terjadi kemarin, aku masih ingat jelas semua yang terbayang di depanku tadi terutama senyumnya, mata tortoise dan lesung pipitnya serta perkataan dan sikapnya yang lemah lembut padaku padahal kami tak saling mengenal. Audisi berjalan sukses, ia menepati perkataannya tuk berada disana menyemangatiku dan dengan melihatnya saja sudah membuat hatiku merasakan sesuatu yang lain, yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku senang dan deg-degan.
Aku kembali teringat perpisahan kami saat audisi selesai. “Ano, arigato, domo hontou ni arigato”kataku berojigi. Disampingku berdiri Yuto-kun, teman yang baru ku kenal di audisi tadi.
“Euhm, doitashimashite. aku harus pulang, kau bisa pulang sendiri?” katanya tersenyum.
“Euhm, aku bisa pulang bersama Yuto-kun arah rumah kami sama”jawabku tersipu.
“Yuto-kun to Ryo-kun sayonara… hati-hati dijalan…”katanya pamit dan berjalan menjauh.
“Ano, namae wa?”teriakku sadar belum sempat tahu namanya dan ia pun berbalik tersenyum padaku, “Watashi no namae wa Amai …. desu”teriaknya tenggelam dalam kebisingan di sekitar kami, Amai… ulangku dalam hati, Amai… nama yang benar-benar cocok dengannya.
Dan sekali lagi aku tersedot kemasa kini saat aku meraba liontin yang tergantung di leherku, liontin ini miliknya, liontin berbentuk setengah hati dengan ukiran kanji nama Amai Sora disana dan … ada fotonya, tersenyum manis tanpa meninggalkan lesung pipitnya, mata hijau tortoisenya yang teduh menatapku saat aku memandangi fotonya.
Selama beberapa hari kemudian menjadi mimpi buruk bagiku, meski dengan begitu aku bisa berada didekatnya tapi tak lama kemudian aku terpaksa menjauhi Sora mengamatinya diam-diam dari kejauhan dan membantunya sebisaku saat ia kesulitan akibat ulahku.
―To be continue ―