FULL HOUSE
-Takoujo version-
Chap 8
Kachou membolak-balik tanggalan di dinding sambil bergumam sendiri.
“Ini tanggalan apa kelambatan lima belas hari? Konon disini baru tanggal enam belas, kok beras jatah sebulan uda abis...?” gumamnya, melirik buku catatan pengeluaran di tangan. “Berarti harus beli lagi. Walah, duit udah seret. Baru minta Sachou bulan lalu, masa kudu minta lagi sekarang? Ah, Yoli! Sini bentar!”
Fukuka-yang berniat kabur setelah merampok botol limun dari kulkas-menyumpah-nyumpah dalam hati, lalu berbalik dan berkata dengan gaya kasual.
“Ya?”
“Liat deh.” Kachou menyodorkan buku catatannya kedepan hidung Fukuka. “Beras kok udah pada abis ya? Harusnya perbulan sekarung, sekarang uda harus beli lagi. Aneh, padahal harusnya kalo ikut peraturan kita, sekarung juga gak bakal abis dalam waktu sebulan. Apa akhir-akhir ini banyak tikus di apartemen?” tanya Kachou yang gak mau bersuudzon pada anak buahnya.
ALL : *plok plok plok!* ‘Kachou keren... Keren...!’
Pyon : ‘Akhirnya...’ *terharu*
“Hmmm... Kali lu belinya sekarung tapi dalam versi yang lebih mini, Pyon. Jadi isinya lebih dikit?” usul Fukuka nggak konsen, pikirannya melayang ke botol limun yang ia sembunyikan di balik kaosnya. Dingin.
“Ah, nggak gitu deh...” jawab Kachou. “Kalopun iya, berarti gue ditipu ama tu toko. Gue mesti komplen-”
“Komplain, Pyon.”
“Ya itulah. Yoli ntar malem belanja bulanan sama gue ya. Sebenernya Cuma mau beli beras doang sih, tapi kayanya gue mau liat-liat furniture juga. Sofa di ruang tengah kan udah agak bobrok tuh, kalo duit masi cukup maunya sih gue ganti, daripada-Lu kenapa?” Kachou melihat perubahan di wajah Fukuka.
Fukuka meringis. “Itu... Dingin-eh, nggak... Nggak papa kok.”
“Yakin?”
“Iya... er... mau ke kamar mandi dulu yah?” Fukuka berbalik dan siap-siap lari, tapi...
-Brak-
-PRANG-
“...”
“...”
Kedua petinggi Takojo itu memandangi sisa botol limun yang menggelinding ke kolong meja dapur dan pecahannya yang berserakan di lantai.
“Yoli...?”
“... Ya?”
“Potong gaji ya.”
Fukuka nangis bombay.
“Cuma mo minum limun sebotol aja masa ga boleh Pyon?” kata Fukuka ketika mereka berjalan kembali ke ruang tengah.
“Udah jadi janji antar wanita kalo limun itu Cuma boleh diminum siang hari untuk menghemat pengeluaran, kan?”
“Tapi malem ini panas banget. AC tak punya kipas anginpun tiada, hanya kulkas berisi limun yag tersisa, kenapa itupun tak bisa?” lanjut Fukuka puitis.
“Pokoe nggak. Gara-gara lu kita rugi sebotol limun. Take your responsibility, Yoli.”
“Tapi-”
“Ini apa sih berisik aja?” potong Heechul. “Panas panas begini pada berantem melulu, pantes global warming makin parah.”
Gak ada hubungannya. Batin semua yang mendengar.
“Lagian, Ranti, beli AC dong. Masa apartemen segede gini nggak ada ac-nya?”
“Duit darimana, Cul?” Koujosa angkat bicara, “Gaji gue aja gak pernah dibayar mu ngarep AC segala.”
Sebelumnya aibnya terbongkar di depan umum, Kachou memotong. “Ntar deh gue soudan sama Eti sensei Sachou minta dikasih AC. Tapi jangan ngarep banyak ya.”
“Kiri, Jae, kiri, KIRI bukan KANAN!” Hankyung sibuk memberi instruksi pada Eunhyuk yang sedang berkonsentrasi dengan stik PS-nya.
“Hyung, diem dong! Dendam sama aku ya gara-gara tadi kalah?” tanya Donghae sebel tanpa mengalihkan pandangan dari layar tv.
“Eh, apa kalah? Itu tadi kebetulan. Ayo ntar abis ini main lagi, pasti aku menang.” Kata Hankyung.
“Ah, Hyung sih ngomong mulu, jadi mu ke toilet. Pause, Jae.” Pinta Donghae, meletakkan stik PS di lantai dan bergegas ke toilet. “HANGENG HYUNG! AWAS KALO SENTUH STIK PSKU!”
“Shindong-aaaaaaaaaaah, ambilin dunk kipas aku!” perintah Heechul pada Shindong yang berada di kamar.
“Nggak la Hyung! Ambil sendiri!” balas Shindong.
Heechul emosi. “Berani kamu sama Hyung-mu?! Kamu itu tongseng!”
“Dongsaeng, Hyung...” ralat Kibum.
“Ya itulah! Shindooooong... ayulaaaa... kamu tega bener sama Hyung-mu yang tampan iniiii...” rayu Heechul.
Shindong makin ogah. “Nggak ah.”
“Nanti kasih takoyaki deh...” senjata terakhir Heechul.
Shindong melongokkan kepala dari kamar dengan tampang tertarik. “Beneran?”
“Iya...”
“Enam porsi, Hyung?”
“Iyaaaaa...”
“Aseek...” kata Shindong ceria, melompat-lompat keluar kamar, tangannya menenteng kipas bulu pink Heechul.
“Pat bing soo! Sapa mau pat bing soo!” tiba-tiba Sungmin muncul dari dapur, menenteng senampan penuh gelas-gelas berisi pat bing soo. “Fresh from the kulkas! Karya masterpiece Sungmin dan Kyuh-aaaaaaaaaaaa...!”
Sungmin menginjak stik PS yang digeletakkan sembarangan oleh Donghae, terpeleset, dan menabrak Shindong dengan sukses.
-BRUK-
“Aish, Sungmin-ah!” gerutu Shindong, memandang bajunya yang berlumur sirup pat bing soo. “Jadi kotor bajuku! Ayo tanggung jawab!”
“Mian, Hyung, aku tadi nginje-” kata-kata Sungmin terhenti. Matanya terpaku pada sebuah benda pink berbulu [bukan, bukan selendang bulu-bulu laknat milik Om Johny yang wajib dipake semua anak didiknya] di tangan Shindong yang kini penuh bercak-bercak sirup berwarna merah.
Seketika ruangan itu menjadi hening. Semua orang tau betapa sayangnya Heechul pada kipas bulu pink-nya. Mereka semua bersimpati pada Sungmin dan dengan penuh minat menantikan bagaimana nasib Sungmin selanjutnya.
Yoli : ‘Ya, kalimat lu agak berkontradiksi deh...’
“S-u-n-g-m-i-n...” kata Heechul dengan nada berbahaya.
Sungmin mundur dua langkah. “Mian, Hyung...”
Heechul maju dua langkah.
Sungmin mundur lagi dua langkah.
“...”
“...”
“SINI KAMU!!!”
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRGH!!!”
Beberapa menit kedepan, semuanya menonton Heechul mengejar-ngejar Sungmin keliling ruangan.
“MAAAAAAP HYUUUUUNG! GAK SENGAAAJAAAAA!!!”
“GAK PEDULI! KAMU TAU ITU BENDA KESAYANGANKU! SINIH KAMU!”
“TIDAAAAA-AAAAAAAAARGH!!!” untuk kedua kalinya Sungmin menginjak stik PS Donghae, terpeleset, dan menabrak Shindong-kali ini dengan bonus berupa Heechul dibelakangnya.
Mereka bertiga jatuh berguling ke sofa bobrok diruang tengah, yang langsung mengeluarkan bunyi ‘KRAK’ menyayat hati sebelum akhirnya...
-BRUAK-
Jebol, menggulingkan Shindong, Heechul, Sungmin, nampan dan gelas-gelas pat bing soo ke atas Eunhyuk yang duduk bersila dengan damai di depan tv.
“BERUANG! AKU DITINDIH BERUANG!” jerit Eunhyuk nelangsa, berusaha menyingkirkan Shindong dari atas tubunya.
Kachou memandangi sofa yang jebol, patah kakinya dan penuh tumpahan pat bing soo.
“Yoli...?”
“...Ya?”
“Besok kita semua ke pameran furniture di Senayan.”
“Siap.”
--
“Rame banget sih.” Protes Choujo ketika mereka bersembilan belas berdesakan di dalam aula tempat pameran furniture. Aula itu dipenuhi oleh ibu-ibu paruh baya dengan pakaian super rapi, bermake-up setebal mantel bulu beruang dan rok mini ketat yang membuat Kangin, Eunhyuk dan Yehsung selalu melihat ke bawah.
Cupz : ‘Analogi lu tentang make up bulu beruang bikin gue bingung antara pengen memuji apa bilang lu bego.’
Gw : ‘I take that as a compliment, thanks...’
“Panas pula.” Tambah Donghae, mengelap keringat yang mengucur di dahinya.
“Lagian ngapain panas-panas begini malah pergi ke pameran furniture? Bukannya ke puncak aja nyari yang sejuk...” omel Heechul sambil mengipas-ngipaskan kipas bulu pink-nya yang kini bermotif totol-totol merah untuk menghalau panas.
Semua langsung berkata bersamaan, “GARA-GARA SIAPA YA???”
“Siapa?” tanya Heechul inosen.
Semua bekerja sama mengangkat bufet terberat yang bisa mereka temukan untuk menindih Heechul.
“Jadi sekarang kita cari sofa.” Kata Kachou. “Kalo bisa yang murah aja, tapi kuat n tahan lama.”
“Murah sih minta bagus.” Celetuk Koujosa.
“Prinsip ekonomi, Chu.” Kata Kachou. “Sekarang semuanya nyebar gih. Ntar kalo dapet sofa bagus kasih tau gue.”
Semuanya segera menyebar ke segala penjuru.
“Yang ini gimana, Hyung?” tanya Ryeowook, menunjuk sebuah sofa. Eeteuk, Kangin, Eunhyuk dan Shindong bertukar pandang.
“Kayanya nggak kuat-kuat amat.” Komentar Eeteuk.
“Iya. Rapuh. Nggak tahan lama.” Tambah Eunhyuk.
“Ah, keliatannya kuat kok.” Bantah Shindong.
“Nggak kuat.”
“Kuat, Jae.”
“Nggak kuat.”
“Kuat.”
“Buktiin deh.” kata Ryeowook akhirnya.
“Oke.”
“Satu... dua... tiga!”
Eeteuk, Kangin, Eunhyuk, Shindong dan Ryeowook melompat bersamaan ke atas sofa tersebut.
-BRUK-
“Kan, kuat.” Kata Shindong puas.
-BRUAK!-
Sofa itu ambruk dengan mengenaskan.
“Nggak kuat kan...?” kata Hyukjae sambil berdiri.
“Iya ya, nggak kuat.” Eeteuk angguk-angguk. Kemudian mereka berlima berjalan pergi dengan kasual, meninggalkan sofa malang dan petugas-jaga-yang-baru-kembali-dari-toilet-dan-tidak-tahu-menahu-apa-yang-terjadi yang tidak kalah malangnya.
Di sudut lain aula, Heechul, Kyuhyun, Hankyung, Yehsung dan Siwon sedang asyik mengamati sofa-sofa dengan bentuk yang unik dan aneh.
“Ah, ini mah pasaran.” Kata Hankyung, melirik sebuah sofa berbentuk batang pohon. “Dan nilai estetiknya kurang.”
“Betul, aku udah sering liat yang model begitu di rumah furniture punya kakek.” Tambah Kyuhyun.
“Yang ini bagus sih, tapi kita duduk dimananya ya?” tanya Siwon, menunjuk sebuah sofa berbentuk ujung pensil.
“Liat tuh Hyung, liat! Yang itu mirip terong.” Kata Yehsung, menunjuk sebuah arah.
“Mana?” tanya Heechul. Semua orang melihat ke arah yang ditunjuk Yehsung. “Ckckck, rabun kamu, Sungie. Itu kursi berkelas, liat dong ukirannya, dan bentuknya yang elegan... Masa kamu bilang mirip terong???”
Yehsung menghela napas jengkel. “Sapa lagi ngomongin kursi??? Itu liat ibu-ibu kakinya mirip terong, pede jaya pake rok pendek-pendek, kan menurunkan harga diri!”
-PLAK-
Sementara itu, Choujo, Donghae, Kibum, Uketz, Fukuka dan Koujosa beradu argumen mengenai warna.
“Putih, Yoli.” Kata Choujo. “Putih itu netral.”
“Tapi putih itu kalo kotor keliatan.” Kata Fukuka. “Dengan manusia-manusia tipikal kaya kita yang hobi ngotorin barang, putih bukanlah pilihan terbaik.”
Bahasane... semua membatin.
“Kalo yang ini gimana?” tanya Kibum, menunjuk-nunjuk sebuah sofa berwarna hitam.
“Panas ah.” Tolak Koujosa. “Uda gitu jadi rubungan nyamuk kalo malem.”
“Ini, ini!” Donghae meletakkan tangannya diatas sofa berwarna hijau tua.” Bagus kan?”
“Bagus, sih...” Fukuka mengangguk-angguk. “Kulit pula. Gampang ini dibersihin kalo kotor.”
“Tapi harganya nggak bagus masa.” Uketz menunjukkan papan harga ke depan wajah Fukuka.
Fukuka melotot.
“Nggak. Minggat, minggat, sepuluh juta Cuma buat diadu sama pantat. Rugi bandar.”
Merekapun berlalu.
Di lain sisi, Kachou, Chounan dan Sungmin sedang menghadapi seorang SPG yang kelewat berapi-api.
“-nggak akan nyesel kok, Mbak. Ini tahan lama. Warnanya juga bagus kan? Kuning pisang! Anda tau bahwa kuning pisang digosipkan akan menjadi warna tahun ini?”
“Ah, itu kan Cuma gosip.” Celetuk Chounan.
“Lagian setau saya taun ini warna pastel yang jadi mode, Mbak.” Tambah Kachou.
Si SPG segera mengubah taktik. “Saya pikir warna apapun tidak masalah, karena yang penting adalah bentuknya. Anda bisa lihat bentuknya ini unik ya, wajah babi kembar tiga, bentuk sofa yang seperti ini jarang ditemukan.”
“Minggat ah, Kachou, minggat!” Chounan ngambek. “Apa-apaan. Masa muka babi gue mu didudukin! Penghinaan!”
“Oh, bukan penghinaan, Mbak!” sergah si SPG. “Justru ini pujian! Dimana lagi kita bisa temukan sofa seunik ini, dengan warna seindah ini, apa tadi? Kuning pisang, ya, kuning pisang... harganya juga terjangkau. Bergaransi, tolong dicatat, jadi apabila Anda-”
Sungmin berbisik pada Chounan. “Ini orang perlu digetok juga nggak? Kok kaya Nezu?”
Chounan mengangguk. “Tumben lu pinter, Min. Buru getok.”
“-uang Anda langsung kembali! Dan perlu Anda ketahui lagi bahwa sofa ini bisa berubah warna tergantung mood yang punya, bisa jadi pink kalo sedang gembira, atau biru kalo sedang sedih. Menarik, bukan? Anda beruntung menjadi pembeli yang per-”
-TOK-
Sungmin getok SPG itu pake frame kayu berukir yang terlihat berat dan mematikan. Si SPG pingsan.
“Untung lu getok, kalo nggak, bisa-bisa kita miara ni babi di apaato.” Kata Kachou penuh rasa terima kasih.
--
-BRUAK!-
“Ah, yang ini juga nggak kuat...” kata Eeteuk kecewa. “Lima juta tapi cepet rusak. Gak bagus nih. Ayo kita cari yang laen.”
“Yuk, yuk.” Kangin, Eunhyuk, Shindong dan Ryeowook mengikuti Eeteuk berjalan pergi meninggalkan sofa ke empat yang mereka hancurkan.
“Maaf, Tuan...” si SPG menghalangi jalan mereka. “Anda baru saja merusa-”
“Apa?” kata Shindong sangar dengan suara berat dan mata melotot.
SI SPG mengkeret.
“Ndak... itu... Masnya ngganteng ya.” Katanya lemah sambil menunjuk Eeteuk.
Eeteuk buang muka sambil berlalu diikuti yang lain. Si SPG langsung merosot di lantai, menghitung berapa bulan gaji yang kelak harus disunat demi membayar kerusakan sofa.
“Nah, kita coba yang ini Hyung.” ajak Eunhyuk, ambil ancang-ancang untuk melompat ke sofa berikutnya.
“Ayo, ayo!” Kata Kangin semangat. “Satu... dua... tiga!”
-BRUK!-
“Wow!!!” seru Ryeowook kagum. “Nggak patah, Hyung! Nggak patah! Nggak jebol juga!”
“Iya ya! Bagus nih! Ini dia yang kita cari!” kata Eeteuk puas.
“Buat begini juga nggak papa loh!” Shindong copot sepatu, naik ke atas sofa kemudian loncat-loncat. “Nggak papa! Nggak jebol! Keren!”
“Keliatannya asik, aku ikutan!” Eunhyuk ikut-ikut copot sepatu.
“Aku juga aku juga!” Ryeowook berpartisipasi.
Shindong, Eunhyuk, Ryeowook, Eeteuk dan Kangin segera loncat-loncat dengan riang gembira diatas sofa, sementara pengunjung lain memandang mereka dengan tatapan ‘itu-piaraan-sapa-udah-lepas-bikin-heboh-pula?’. Tiba-tiba...
“HEI HEI!!!”
--
“Cheese cake.”
“Strawberry short cake.”
“Vanilla lah ini.”
Kyuhyun, Heechul, Hankyung, Yehsung dan Siwon memandangi sebuah sofa yang didekorasi menyerupai cake.
“Kalo sofanya begini mah kita nggak bisa duduk ya Hyung.” Kata Kyuhyun, menelan air liur.
“Bisa sih, tapi terus napsu buat makan cake jadi ilang.” Hankyung setuju.
“Tapi beneran deh, ini Cheese cake.” Kata Heechul keras kepala.
“Strawberry short cake, Hyung.” Sanggah Siwon.
“Pisang!” seru Yehsung tiba-tiba.
“Pisang?” Kyuhyun, Heechul, Hankyung dan Siwon saling pandang, kemudian menelaah sofa tersebut lebih lanjut.
“Iya ya, diliat-liat, warna ini warna cake pisang...” gumam Hankyung.
“Yehsung-hyung hebat...” kata Kyuhyun kagum.
Yehsung menghela napas jengkel. “Sapa ngomongin sofa? Tu liat ibu-ibu yang disebelah sana? Taruhan, kakinya kaya pisang, sayang dia pake celana panjang.”
-PLAK PLAK!-
“Hyuuuungg! Tega bener sama Dongsaeng...” Yehsung usap-usap pipinya yang merah ditampar Heechul.
“Malu aku punya Tongseng kaya kamu!” kata Heechul.
“Dongsaeng, Hyung.” Ralat Kyuhyun.
“Ya, Tongseng!”
“Hyung, Dongsaeng.” Bisik Siwon.
“Ya iya, tongseng!”
“DONGSAENG!” teriak semuanya.
“Ini Heechul Hyung kenapa sih omongannya jadi nggak bener, pasti gara-gara Chuitz ni pasti!” tuduh Yehsung semena-mena.
“Tenang, tenang.” Hankyung menetralisir suasana. “Udah ada yang ribut-ribut disebelah sana, kita nggak usah menambah keributan.”
“Ribut-ribut apaan?” tanya Heechul.
Hankyung angkat bahu.
“Liat yuk, liat!” ajak Heechul, menyeret Kyuhyun dan Siwon menuju ke sumber keributan.
--
“Itu ribut-ribut apaan sih?” tanya Kachou penasaran.
“Tau tuh, eh, Nezu!” Chounan melambai. “Ribut-ribut apaan?”
“Tau. Kita juga baru mu nyari tau.” Uketz memberi isyarat pada Fukuka, Koujosa, Kibum, Donghae dan Choujo.
Mereka berdesakan menuju ke depan.
“Kan udah ada la itu tulisan ‘harap jangan menduduki sofa’, ngerti nggak sih?” sebuah suara yang mereka kenal. “Anda malah buat loncat-loncat, ya nggak benar la itu dong ya.”
“Hah?” member Takoujo saling pandang. “JOSEI!!!”
ALL : ‘KENAPA ADA JOSEI?!’
Gw : ‘Ntah ya... tau-tau kepikir aja.’
“Iya, maaf Pak...” Eeteuk, Shindong, Eunhyuk, Kangin dan Ryeowook membungkuk berkali-kali.
“Maaf maaf, kalau semua masalah selesai dengan maaf untuk apa ada pulisi?”
“Maaf Sensei.” Kachou buru-buru maju kedepan.
“Loh, Anda Ranti-san kan ya?” kata Josei, kaget. “Kok Anda ada di sini?”
“Iya, saya lagi nyari sofa untuk ganti sofa di apartemen.” Kachou menjelaskan. Ryeowook towel-towel Kachou.
“Yang ini aja, yang ini. Ini kuat kok. Udah dicoba.”
Melihat gelagat Ryeowook, Josei langsung melanjutkan dengan bersemangat. “Jadi bagaimana? Anda mau beli ini sofa ini?”
Kachou melirik ke arah sofa itu. Warnanya coklat muda dengan desain yang bagus. Nggak jelek.
“Kalo boleh tau, ini produk mana ya, Sensei?”
“IjiMeuble.”
Pantes tahan diijime. Semua membatin.
“Eh, ngomong-ngomong lho ya, ini keluaran terbaru lho...”
Kachou memandang member lain meminta persetujuan. Semuanya mengangguk.
“Ja, kore ni shite kudasai.”
Ja, bersambung ke Chapter sembilan.
Hohoho... Mu dibuat jadi 13 Chapter ney... biar sama kek jumlah anggota Suju.
Amel : ‘Ya, masihkah tetep gak ada gue di chapter ini?’