Tittle : Your Exclusive Right (Ch5/6 or 7)
Author :
ritchuuki in collaboration with
shinsakuraiRating : NC 17
Gendre : Romance, Angst, AU
Pairing : Sakuraiba, Sakumoto,
Language : Indonesian
Summary :
Sho diharuskan mengadapi masa lalu yang ingin ia lupakan…. Tapi ia lalu kehilangan apa yang sudah ia dapatkan…?
Desclaimer : Saya tidak memiliki Arashi, mereka hanya seenaknya hidup di pikiran saya.
Warning : Hanya untuk dewasa.
Chapter 1
RightOneChapter 2
RightTwoChapter 3
RightThreeChapter 4
RightFour Sho terbangun dari tidurnya separuh terkaget. Ia melihat Aiba sudah terbangun dan duduk di ujung ranjang Sho. Seminggu ini ia memang menyuruh Aiba tidur di di kamarnya saja karena luka-lukanya masih belum kering dan dia masih kesulitan kalau harus tidur di kamarnya di lantai dua. “Ma…Masaki, sedang apa kamu?”
Melihat kekasihnya kebingungan Aiba tersenyum.
“Bukannya aku pernah bercerita kalau aku sedang membaca buku tentang syaraf? Aku memijat kakimu… Karena di buku itu ditulis pijatan akan membantu kerja syarat-syaraf di kakimu. Maaf aku membuatmu bangun… Sebelumnya biasanya kau tertidur pulas, jadi…”
“Kau sering melakukannya…?”
“Eh, i-iya… Habis seminggu lebih ini aku tidak ada pekerjaan jadi aku berpikir ada baiknya aku belajar. Hehehe” Aiba tertawa kecil.
“Kamu nggak bisa tidur?”
“Bu-bukan sih…”
“Lalu…?”
“…Hmm. Sepertinya aku terlalu berdebar kalau harus tidur bersama Sho-chan,” ujar Aiba. Dan beberapa kali kamu memanggil nama Jun dalam tidurmu… Kau bermimpi kejadian di masa lalu bukan setelah bertemu Jun kemarin lusa? Walaupun kau sama sekali tak menjelaskan apapun padaku, Sho-chan... Aku tahu… tambahnya dalam hati.
“Sudahlah. Sini… Tidurlah… Ini baru jam 3 pagi, dan kau butuh istirahat… Jangan katakan kau tidak bisa tidur karena aku,” ujar Sho setelah sekilas melirik jam digital di mejanya dan menyuruh Aiba berpindah ke sampingnya.
Aiba menggeleng. “Biarkan aku menyelesaikan ini dulu!” pinta Aiba sambil mengangkat kaki kiri Sho dan masih memijatnya.
Aiba sangat perhatian dan tulus, dalam hati Sho merasa senang.
“Kalau begitu kalau kau sudah menyelesaikannya aku akan memelukmu,” jawab Sho dengan wajah bersemu namun karena lampu kamar yang redup, Aiba sama sekali tidak bisa melihatnya. “Aku akan berbaring…”
Aiba memijat kaki kekasihnya dengan begitu teliti. Buku yang ia pelajari tentang massage itu sebenarnya cukup susah dipahami. Tapi dia senang walau hanya bisa mempraktekannya sebatas yang dia bisa. Sho mempercayainya…
Namun tiba-tiba tangan Aiba berhenti. “Sho…?” panggilnya.
Sho yang sejak tadi pura-pura tertidur lalu menjawab, masih menutup matanya, “Ya...? Ada apa?”
“Sho... Apa kau tidak mengiginkanku…?”
Sho yang kaget mendengar pertanyaan itu segera membuka matanya, dan ia makin kaget mendapati Aiba sudah ada di atasnya dengan wajah yang berjarak 10 cm saja dari wajah Sho. Aiba hanya memandangnya dengan tatapan yang lurus, seakan memberanikan diri. “Eeeeh..!? Maksudmu… Maksudku… Aku… A-aku…” Sho gelagapan.
“Aku sangat menginginkanmu… Apa kau menginginkanku…?” Aiba menahan rasa malunya.
“A-aku tidak tahu… Maksudku―”
Aiba tidak mau mendengar jawaban Sho, dia takut Sho beralasan menolaknya karena itu dia menutup mulut Sho dengan jarinya. “Bolehkah…?” tanyanya.
Sho sangat kaget karena satu tangan Aiba yang lain ia rasakan sudah menyentuh daerah sensitifnya. Aiba menunggu jawaban dengan memandang mata Sho lekat-lekat.
Sho kemudian mengangguk ringan.
Aiba lalu mencium bibir Sho sekilas lalu melepas kancing celana kekasihnya, dia membuka resleting dan menurunkan celana itu―membiarkan daerah sensitif Sho dapat ia pegang sepenuhnya.
Sho merintih, menyebut namanya pelan begitu Aiba mengulum daerah sensitif kekasihnya itu ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur membuat Sho memegangi kepala Aiba sambil mendesiskan namanya, “Masaki…”
Sama sekali tidak menyangka akan apa yang dilakukan Aiba, Sho begitu kaget. Kekasihnya tiba-tiba berkata menginginkan dirinya… Dia kebingungan bagaimana harus menjawab, tanpa disadari Aiba malah sudah memberinya blowjob. Aiba sangat menginginkannya? Sho sedikit menyesal karena selama ini dia tidak pernah menyangka bahwa pacarnya sedang menahan diri.
Nafas Sho menjadi berat. Aiba mencium, menjilat, mengulumnya dengan sepenuh hati. “Masaki… Sepertinya aku akan keluar…”
“Belum boleh... Keluarlah di dalamku..."Aiba sepertinya tersenyum karena ia menghentikan geraknya sekejap.
Aiba lalu bangkit berdiri. Melucuti pakaiannya sendiri sehingga tidak ada satu helai benangpun yang menempel di tubuhnya.
“Lukamu....?” tanya Sho khawatir.
“Tidak sakit asal kau tak menyentuhnya...” Senyum Aiba.
Sho merasa malu melihat tubuh Aiba. Dari sedikit cahaya kamar yang menyinari tubuh kekasihnya, baru diketahui bahwa di lengan kiri kekasihnya itu ada tanda lahir yang cantik. Dan didadanya ada satu luka kecil bekas operasi. Aiba malu-malu mendekatinya.
“Maaf… Badanku tidak indah…” Aiba memberi tahu Sho seakan takut Sho menolaknya ketika ia mulai memposisikan diri berada di pangkuan Sho.
Sho lalu membiarkan Aiba membantu membuka bajunya… Dia duduk bersandar pada pangkal ranjang, dan segera menerima Aiba duduk di atasnya. Mereka berpelukan dalam tubuh polos masing-masing, berciuman. Bibir mereka bertaut lama, merasakan sensasi orang yang mereka kasihi. Tanpa kuasa tangan Sho mengeksplor tubuh kurus Aiba.
Sho kemudian melepaskan ciumannya. Tangannya mencari sesuatu di laci meja di samping ranjang. Menggapai suatu botol kecil. Ia sudah mempersiapkannya karena berpikir bahwa hari seperti hari ini akan datang juga. Aiba bersemu melihatnya. Sho mengoleska lotion ke tangannya, dan menginstruksi Aiba untuk memeluknya erat.
Sho memasukkan jari tengahnya ke daerah sensitif terdalam Aiba, membuat Aiba memekik kesakitan. Sho khawatir, “Kau tidak apa-apa…? Mau aku berhenti?” tanya Sho pada kekasihnya. Ia memang tidak ingin Aiba terluka… Tapi walau dia bertanya begitu, ia sendiri tidak yakin kalau dirinya bisa berhenti setelah sejauh ini.
Aiba menggeleng kencang dibalik pelukannya. “Te-teruskan… Aku sudah menunggu lama saat seperti ini, Sho-chan…” lirih Aiba.
Sho menarik wajah Aiba ke depan dan menciumnya. Aiba merasa dia perlu membuat Sho melupakan kejadian beberapa hari lalu makanya dia memberanikan diri mengundang kekasihnya. Dia hanya ingin Sho merasa tak terlalu shock. Sho butuh hiburan pikirnya, dan yang terlebih lagi adalah... Dia ingin menyatu dengan Sho, dia ingin Sho melupakan Jun dan menjadi miliknya sepenuhnya... Itu adalah desiran gairah dalam ciuman Aiba.
Sho yang tenggelam dalam panasnya ciuman berhasil memasukkan jari kedua di sela ciuman mereka. Aiba melepaskan ciuman dan menyembunyikan wajahnya di balik pelukan mereka. Matanya terpejam erat.
“Masaki… Aku mencintaimu…” Sho berhasil memasukkan jari ke tiganya.Dia lalu mengerak-gerakan jarinya berusaha membuat daerah sensitif Aiba menjadi sedikit longgar. Aiba berusaha bernafas dengan rileks agar membuat lubangnya menjadi semakin mudah diterjang daerah sensitif milik kekasihnya.
“Maa-kun? Apa kau siap?” bisik Sho di telinga Aiba. Aiba lalu menatap Sho, lalu dia membenarkan posisinya, mengangkat tubuhnya sedikit demi membiarkan sesuatu yang besar dan hangat memasuki daerah terdalam dari dirinya.
Aiba memegang erat pangkal ranjang mereka sebagai tumpuan. Dengan satu hentakan dia bisa merasakan sesuatu milik Sho kini sudah menjadi satu dengan dirinya. Air matanya menetes, separuh karena senang dan separuh menahan sakit. Ia menahan pekikannya supaya tidak keluar, rela merasakan sakit jika rasa sakitnya bisa membuatnya membahagiakan Sho…
“Masaki…. Masaki…” suara Sho memanggilnya dengan parau membuat Aiba semakin mempercepat tempo. Aiba mulai menikmati kebahagiaannya bisa bersatu dengan Sho diantara rasa sakitnya. “Masaki… Aku mencintaimu…”
“Aaah… A-Aku… Uuuhh.. A-ku juga mencintaimu Sho… Chan…” balas Aiba diantara suara lenguhannya.
Air mata sekali lagi mengalir di pipi Aiba, kali ini Aiba tak mengusapnya. Setelah beberapa menit, mereka bergelut dalam aktifitas itu... Membuat Sho taksegan memuntahkan cairannya kedalam tubuh Aiba... Mereka lalu sama-sama kelelahan… Aiba bersadar dalam pelukan Sho merasakan debaran jantung Sho dan panasnya nafas yang menerjang badannya. Sho sejenak membiarkan Aiba diam beristirahat dalam pelukannya. Mereka kemudian saling berciuman sebelum keduanya berbaring dan tertidur bersama di balik selimut tebal dimana tubuh polos mereka saling berpelukan. Tidur yang begitu nyenyak.
~*~
“Sho-chan, aku membuatkanmu Nikujaga!” Aiba berseru riang membangunkan Sho-nya. Ini sudah jam 12 lewat sedikit, sudah tengah hari dan Sho masih saja tertidur.
“I-iya aku bangun. Maa-kun, kamu pergilah dahulu… Aku mau mandi dan ganti baju,” Sho membuka matanya bangun dan sedikit tersipu mengingat apa yang terjadi sebelum fajar tadi, dan malu karena dirinya masih belum mengenakan sehelai pakaianpun.
“Baiklah, aku menunggumu di meja makan. Hari ini kau tidak ada acara?” tanya Aiba mengingat ini hari libur Sho.
“Aku akan bersamamu seharian. Atau kau mau pergi?” tanyanya pada Aiba.
“Tidak. Aku akan menikmati waktuku bersamamu saja hari ini…”
~*~
Hari berikutnya Sho berangkat ketempat kerja dengan perasaan berat sekali. Baru kali ini dia merasa tak ingin berangkat kerja, dia hanya ingin bersama seharian Masaki-nya sama seperti kemarin. Karena itu saat pulang dari tempat kerjanya dan lelah, ia jadi makin tidak sabar ia menemui Aiba… Memiliki seseorang yang menunggu kepulangannya membuat cara melihat kehidupannya berubah. Segala hal kecil terasa sangat indah dengan kehadiran seseorang saja. Sho baru menyadari itu.
Tetapi saat Sho membuka pintu, namun mendapati apartemennya kosong. Lampu bahkan belum di nyalakan. Apakah Masaki tertidur? pikirnya.
“Masaki… Masaki kau dimana?” tanya Sho. Kamar mereka kosong, tak ada seorangpun di kamar mandi. Sho mendorong kursi rodanya kembali ke ruang tengah. Dan memang tidak ada siapapun di sana.
Sho lalu menelepon Aiba, tetapi tak ada nada panggil. Sho lalu mengulang menelepon kekasihnya itu, berkali-kali hanya ada balasan voice mail saja yang menyambutnya.
Sho lalu memutuskan menunggu Aiba dan duduk di sofa. Sampai ia tak sengaja tertidur.
Saat terbangun hari sudah lewat tengah malam, bahkan sudah hampir pagi. Baru jam 2 dini hari, dan dia menyadari bahwa Aiba sama sekali belum kembali. Sho jadi khawatir….
Sho langsung mengambil hp-nya dan menelpon nomor Aiba sekali lagi. Nomornya mati. Bagaimana mungkin? Apakah sesuatu terjadi padanya? Apakah dia mampir ke tempat temannya dan Aiba lupa bilang padanya? Tidak mungkin, Aiba pasti mengabarinya karena ia tak mungkin membuatnya khawatir. Kalau dipikir-pikir ia sama sekali tak kenal teman Aiba, kalaupun ingin bertanya atau mencari, Sho tak tahu harus mulai dari mana…. Apakah sesuatu terjadi padanya? Sho sama sekali tidak ingin membayangkan sesuatu terjadi pada Aiba.
Tadi pagi, Aiba seperti biasa saja, mereka sarapan bersama seperti biasa. Sho mencoba mengingat-ingat apa Aiba mengatakan sesuatu tapi ia tak berhasil mengingat satupun. Aiba sama sekali tidak memberi pesan apapun terhadapnya.
Masaki… Semoga tidak ada apapun yang terjadi denganmu… Sho semakin takut, tanpa sadar ia membayangkan Aiba mengalami suatu kecelakaan, sehingga ia tak bisa menghubunginya. Dirasakannya jari-jari tangannya lalu gemetar. Sho takut… Sangat takut.
Ia tak bisa diam, ia tidak kenal sama sekali kenalan Aiba selain Jun. Tak mungkin ia menghubungi Jun, karena itu ia lalu segera menelpon kantor polisi dan rumah sakit-rumah sakit untuk menanyakan apakah ada kecelakaan seorang pria muda kemarin atau tidak. Dan syukurlah tak ada hasil. Tapi tetap saka dia tidak menemukan tanda-tanda Aiba. Setidaknya ia merasa bersyukur karena Aiba mungkin baik-baik saja, pikirnya. Ia hanya lupa untuk mengabari karena mungkin saja ia bertemu temannya di jalan dan minum bersama lalu ketiduran di suatu tempat…. Ya, Aiba kan cukup ceroboh, dan apa boleh buat…
Ia lalu duduk di kursi rodanya dan mendorongnya ke arah kamar. Aiba selalu tidur bersamanya sejak beberapa hari ini dan sekarang berada di kamar ini sendirian rasanya begitu aneh. Iya, dia sudah terbiasa dengan sosok Aiba di dekatnya.
Sho lalu mengingat beberapa hari yang lalu mereka bercinta. Benar, kini ia sangat menyayangi Aiba. Aiba mampu membuatnya merasa bahagia… Bahkan dengan dirinya yang cacat. Baru pertama kali ini Sho merasa diterima seutuhnya oleh seseorang. Sho bahagia… Sho sangat bahagia, dia ingin segera mengenalkan Aiba pada orang tua dan adik-adiknya… Sho yakin mereka akan menyukai Aiba. Siapa yang bisa membenci Aiba? Sho ragu. Mungkin hanya ayah tirinya sendiri… Ya, ayah tiri Aiba…
Apakah Aiba bertemu dengan ayah tirinya dan mendapat masalah lagi? Sho jadi kembali khawatir… Sho tidak tahu dimana rumah keluarga Aiba. Apakah ayahnya menyuruhnya pulang? Atau Aiba ingin bertemu keluarganya makanya dia lupa memberi kabar?
Sho semakin pusing dengan pemikirannya sendiri. Lalu Sho menyadari sesuatu. Dia lalu membuka lemarinya. Dia membuka laci-laci di lemari, meja dan memandang seluruh kamar. Setidaknya ada beberapa barang milik Aiba yang tidak ada di tempatnya.
Aiba pergi?
Sho termenung. Aiba membawa barang-barangnya… Ia pergi ke mana? Sho semakin pusing. Ia lalu kembali memencet nomor telepon Aiba. Kali ini dia memutuskan untuk meninggalkan pesan.
“Masaki… Kau dimana? Aku cemas. Tolong segeralah hubungi aku… Aku harap tidak ada yang terjadi denganmu… Aku sungguh takut, karena itu cepatlah pulang….” Sho lalu menutup teleponnya. Sho berusaha tidur. Tapi dia sangat sadar kalau dirinya tidak akan bisa tidur kalau dia belum tahu kabar kekasihnya.
Saat langit hampir mulai terang, akhirnya dia memutuskan untuk pergi mencari Aiba. Dia lalu bangun, mengenakan mantel lalu mendorong kursi rodanya keluar. Ia lalu menaiki mobil dan mengemudikannya ke tempat kerja Aiba sebelumnya. Host Club itu sudah hampir tutup saat Sho sampai karena saat itu sudah hampir jam 4 pagi. Sho lalu bertanya pada orang-orang disana apakah mereka melihat Aiba, dan tidak ada yang bertemu Aiba kemarin, atau sejak Aiba keluar dari Host Club itu.
Sho lalu menanyakan dimana rumah Aiba, dan apakah ada yang kenal teman Aiba… Mereka hanya mengatakan kalau setahu mereka Aiba hanya punya teman dekat seorang pemilik toko bunga di distrik sebelah. Itu Jun, pikir Sho. Sho lalu bertanya apakah ada orang lain yang dekat dengan Aiba, dan tidak ada yang mengerti karena mereka tidak dekat dengan Aiba karena Aiba serorang gay makanya mereka takut dekat dengan Aiba.
Sho merasa jengkel dengan jawaban mereka, ia lebih jengkel lagi pada dirinya yang ternyata tidak mengetahui apapun tentang Aiba… Apa tak ada yang bisa dia lakukan? Hujan gerimis lalu turun, membuat pagi itu terasa sangat dingin. Sho baru ingat bahwa awal bulan ini baru memasuki musim semi, suhu sama sekali masih sangat dingin.
Tanpa ia sadari ia berhenti di depan toko bunga itu…
Tempat Jun.
Sho bingung. Ia sama sekali tidak ingin harus bertemu Jun tapi mungkin saja Aiba berada di sini… Semoga ia berada di sini… Setidaknya kalaupun tidak ada, Sho bisa bertanya tentang Aiba pada Jun. Apapun yang terjadi ia rasa cepat atau lambat ia dan Jun memang akan bertemu kembali, benar… Karena Jun sahabat Aiba…. Ia tidak mungkin melarang Aiba bertemu Jun.
Ia lalu turun dari mobil dalam guyuran rintikan hujan. Gerakannya yang lambat membuat dirinya semakin basah. Sho lalu berada di depan pintu toko bunga yang masih tutup itu. Ia memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu.
Setelah beberapa kali mengetuknya, baru ada seseorang yang membuka pintu itu. Terlihat seorang pria dengan rambut acak-acakan membuka pintu, masih separuh menguap dan mengutuki tamu tak diundang di pintunya. Pria berambut hitam panjang itu lalu kaget setelah menyadari siapa yang ia bukakan pintu.
“Sho…!?” ujarnya separuh mendesis karena suaranya parau. Ia begitu kaget… Bahkan dalam mimpinya pun ia tidak pernah menyangka bahwa Sho akan berada di pintunya.
“Maaf… Aku membangunkanmu pagi-pagi sekali tapi,.. Apakah Masaki berada di sini?” tanya pria yang duduk di kursi roda itu.
“Aiba? Hmm… Aiba-chan tidak kesini sejak kejadian itu… Apa-Apakah dia tidak pulang?” tanya Jun yang masih bingung dengan apa yang terjadi. Dia baru sadar bahwa ini sama sekali bukan mimpi. Sho memang datang, dan dia mencari Aiba, apa Aiba tidak pulang? Jun menggumam sekaligus tidak percaya. Lalu dia baru menyadari kalau pakaian Sho basah karena gerimis.
“Sho, kau basah! Kau bisa sakit… Ayo masuk ke dalam. Maaf tidak segera mempersilahkanmu…” panik Jun pada Sho.
“Tidak usah, aku hanya ingin bertanya saja,... Apa kau bisa mengira dia berada di mana? Apa kau tau dimana aku bisa menemukannya? Atau teman lain yang bisa aku hubungi…? Aku tidak tahu dimana harus mencarinya. Teleponnya tidak aktif… Atau kau tahu alamat rumah Aiba? Mungkin saja dia pulang ke rumahnya dan lupa memberitahuku….” Jawab Sho. Masih berusaha tidak saling bertatapan supaya mereka tidak harus mengingat perasaannya pada orang di hadapannya beberapa tahun yang lalu. Karena kemarin Sho sudah memang memutuskan untuk bersikap biasa pada Jun, mengingat ia adalah teman baik Aiba karena Aiba merengek-rengek memintanya berbaikan dengan Jun. Apakah semua ini ada hubungannya? Demi Aiba, ia yang sekarang akan rela melakukan apapun. Ia tahu betul Aiba akan merasa sedih jika ia terus-menerus menghindari masa lalunya. Ia pun sudah lelah menghindari semua itu. Sudah saatnya dia menghadapi Jun, karena sekarang ia sudah kuat. Ia merasa memiliki Aiba. Dan ia bisa menghadapi apapun.
Tapi Aiba kini hilang.
“Teleponnya tidak aktif…?”
“Iya…”
Jun memandangi Sho dengan binggung. Dia lalu masuk ke dalam rumah lalu keluar kembali dengan membawa sebuah shall tebal dan melingkarkannya di leher Sho. Kentara dia sejenak merasa ragu, lalu akhirnya mendorong kursi roda Sho untuk masuk ke dalam tokonya. “Aku bisa dimarahi Aiba kalau dia melihatmu kehujanan. Kita mengobrol di dalam saja…”
Sho hanya diam.
Jun lalu menghilang beberapa detik meninggalkan Sho sendirian dan kembali membawa secangkir minuman hangat. Ia memberikannya pada Sho, “Minumlah… Kau gemetaran.”
Sho lalu mengangguk dan meminum teh hangat di tangannya.
“Taong... ceritakan apa yang terjadi…”
Sho mengangkat wajahnya. Iya, kini ia dan Jun hanya sekedar kenalan. Jun adalah sahabat kekasihnya… Ia hanya bertemu Jun karena ia mencari Aiba. Ia tidak harus takut apapun…. Dia ingin mengakhiri semua kekeras-kepalaannya saat ini.
“Masaki tidak ada dirumah saat aku kembali semalam. Aku cemas karena tiap aku menelponnya handphone-nya sama sekali tidak bisa dihubungi, aku lalu menunggunya sampai hampir tengah malam dan aku tertidur. Lalu aku terbangun dan dia masih belum kembali. Aku lalu mencarinya di Host Club tapi dia tidak ada. Akhirnya aku ke sini,” jelas Sho. Kali ini ia menatap mata Jun. Kontak mata pertama mereka setelah 5 tahun ini.
Sho-chan, kau telah berubah. Kau jadi kuat sekarang. Tapi bukan aku yang mengubahmu… Maafkan aku. Jun berkata dalam hatinya.
“Tidak biasanya Aiba pergi tanpa pamit… Aku akan mencoba menelpon Nino…” ujar Jun mengeluarkan handphonenya dan memencet tombol dial. Berusaha seakan mereka sama sekali bukan sepasang kekasih di masa lalu. Jun tidak ingin isi hatinya diketahui Sho, bahwa dia masih… Masih sangat menyayangi Sho. Jun sudah mengiklaskan Sho bersama Aiba… Aiba orang yang baik. Dia bisa mempercayakan Sho padanya… Ya, tapi kenapa Aiba membuat Sho khawatir? Ia juga mau tak mau jadi ikut khawatir juga. Kadang sifat polos Aiba sering mempertemukannya dengan masalah. Karena itu Jun selalu melindunginya, sahabatnya terlalu baik pada orang-orang.
“Nino…?”
Alis Jun berkerut, lalu ia menjawab, menjelaskan nama itu pada Sho, “Nino, mantan pacar Aiba…”
~*~
Yeyyy posting! Posting! Aku menyenangkan diriku sendiri dengan memposting ini…. Hell RL~ Hidup fangirl…! *lempar trofeti*
saya sedang mencari istirahat dari kepenatan hidup dengan tenggelam di dunia fg #haiss~ Ayo semangat kerjain tugas2 (suci) fangirl lagi... Yeeyy!!!
Chapter selanjutnya adalah chapter ending (?) ehehe, dan mungkin akan ada sebuah epiloque mengingat akhir cerita ini berubah menjurus ke a ah yang tak terduga :D
Selamat menikmati….
*credits : Shino XD maafkan aku mendahuluimu~