Charades +part 9+

Mar 28, 2008 02:20


Charades* +part 9+

Fanfic by Mizuno
Rating about NC-17… after those smutt scene, I can’t label this fic PG-15 anymore! >0<

-----ATTENTION------------------------------
(*cha·rades [noun] guessing game: a game in which somebody provides a visual or acted clue for a word or phrase, often the title of a book, play, or movie, for others to guess)

yo minna! Satisfied enough with the previous chap?? Here the new chap~ *do stupid dance* the tension is becoming more and more tense… and I was kinda flustered to keep writing this fic ^^; The stories is affected by angst, though~ Chap ini gag terlalu ‘wuoh’ XDXDXD en sepertinya bakal tamat di chap 10~ *plus 1 SP?* Bagi yg gag puas ama chap ini, please jangan bunuh aku~~~ (>0<) Well pardon my bad English and just enjoy this fic… I hope u all love it… I will wait for the comments… ^^
------------------------------------------------

CHAPTER NINE~SOMETHING WE DIDN’T KNOW

“ Kamenashi Kazuya, aku perlu bicara denganmu “ Nada tegas dan dominan dalam suara ayahnya membuat Kame merasa ciut, “ Hai “

Kame masuk ke mobil hitam besar itu tanpa mengatakan apa pun. Supir ayahnya membukakan pintu dan menutupnya segera setelah dia menghempaskan dirinya di jok kulit yang nyaman itu. Ayahnya duduk di sebelahnya, membuat udara terasa berat dengan auranya yang dominan dan menekan. Dengan gelisah, Kame menanti tindakan ayahnya.

“ Kazuya “ Ayahnya, Kamenashi Koichi, berbicara sambil terus sibuk mengurusi lembar - lembar dokumen kerjanya, “ Jelaskan kenapa dua hari kau tidak pulang ke rumah. Tanpa kabar “

Kame menggigit bibirnya sejenak dan mengumpulkan semua keberaniannya, “ Aku menginap di rumah temanku “

Keheningan yang menyiksa memenuhi udara selama beberapa menit. Kame menanti reaksi ayahnya dengan jantung berdebum liar. Kamenashi senior meletakkan dokumen kerjanya di dalam map dan menatap Kame tajam, “ Dia bukan temanmu “

“ Eh ? “

“ Dia hanya seseorang dengan latar belakang yang kelam dan tidak baik, dengan catatan kelakuan yang juga tidak bisa dibanggakan “ Koichi mengalihkan perhatiannya lagi pada layar laptopnya, “ Jauhi orang itu demi kebaikan semua orang “

Kame mengerjab tidak percaya.

… hanya seseorang dengan latar belakang yang kelam dan tidak baik, dengan catatan kelakuan yang juga tidak bisa dibanggakan ? Tapi Jin berjuang demi hidupnya sendiri, dengan otak yang jenius dan daya tarik yang kuat. Masa lalunya yang kelam berawal pada satu orang. Orang yang tidak mau mengakui anaknya sendiri demi harta dan nama baik, yang kini duduk di sebelahnya, bersikap seperti seorang raja.

Jauhi orang itu demi kebaikan semua orang? Atau demi kebaikan ayahnya sendiri agar hidup nyamannya tidak terganggu ? Pertama kalinya dalam hidupnya, dia menatap tajam ayahnya dan berbicara dengan nada tegas, “ Tapi dia itu putramu “

Jemari ayahnya yang sibuk mengetuk tuts laptop langsung berhenti. Wajah ayahnya tampak pucat, terkesan tanpa darah dan seputih kertas, “ Kau…tahu…? “

Kame merasakan darahnya menggelegak karena kemarahan yang menguasai dirinya, “ AKU TAHU “

“ Tapi… dia… “

“ Jin hanyalah korban dari keegoisanmu, otosan “

“ Sejak kapan kau berani menentangku, Kazuya ? Anak itu benar - benar mencuci otakmu…! “

“ Dia tidak mencuci otakku ! “ Kame menggerung marah, “ Dia membuka mataku ! Untuk melihat seperti apa ayahku yang sebenarnya ! “

“ Ne, Kazuya “ Koichi mencoba melunakkan nada bicaranya, “ Sadarilah bahwa dia mendekatimu pasti untuk membalas dendam “

“ AKU TAHU “

“ Eh ? “

“ Dia mengatakannya padaku, tapi dia telah mengurungkannya “ Kame menyipitkan matanya, “ Tapi sekalipun dia memang ingin membalas dendam, aku paham betul alasannya “

“ Kazuya ! Jaga ucapanmu pada ayahmu ! “

“ Tapi sejak kapan kau bertindak sebagai seorang ayah yang baik, otosan ? Yang kau lakukan hanyalah menelantarkan putra - putramu ! Kau tidak mengakui Jin, sementara aku… Kapan kau memberiku kasih sayang ? Satu - satunya hal yang kau berikan padaku hanyalah tuntutan dan tuntutan ! Membuatku merasa terpuruk sampai tidak bisa bernafas ! Kapan kau pernah memandangku ? Kapan kau pernah memelukku ? Memujiku ? Yang kau lakukan hanya membuatku merasa buruk dan tidak berguna ! “

“ Karena kau harus bisa melebihi Jin…! “ Ayahnya yang terbawa emosi tidak sengaja mengatakan hal itu. Kame membelalakkan matanya, “ Apa ? “

Ayahnya terdiam. Tapi dalam kebisuan itu Kame menemukan potongan - potongan puzzle yang menjelaskan semuanya.

“ Jadi… “ Kame menatap ayahnya dengan pandangan tidak percaya, “ Kau tahu bahwa putra yang kau tinggalkan ternyata menyimpan potensi besar yang kau harapkan. Tapi kau tidak bisa mengakuinya, karena itu kau memaksakan semua itu padaku…? Aku tidak bisa percaya ini ! Kau begitu egois, otosan…!! “

“ Kazuya ! Diam ! “

Kame yang merasa semuanya sudah melebihi batas membuka paksa pintu mobil dan melangkah keluar. Ayahnya menarik lengannya, “ Kita belum selesai bicara ! “

“ Tidak ! Lepaskan aku !! “

“ Kazuya ! “

“ Lepaskan aku, otosan…!! “

Kamenashi Koichi yang tidak terbiasa mendengar perlawanan putranya serta merta mengayunkan lengannya. Kame melihat lengan itu berayun cepat ke arahnya, memejamkan matanya dan bersiap akan rasa sakit yang akan diterimanya.

PLAAKKKK!!!!

Perlahan Kame membuka matanya, mengerjab binggung ketika rasa sakit itu tidak menghampirinya. Dan dia baru menyadari bahwa Jin berdiri di antara dirinya dan ayahnya, melindungi dirinya dari tamparan ayahnya. Sebelah pipi Jin dinodai bekas merah yang tampak nyata, tapi dia tidak mengatakan apa pun. Dia membuat Kamenashi senior melepaskan cekalannya pada lengan Kame, “ Lepaskan dia “

“ …Jin… “ Kame berlindung di balik sosok Jin, yang menatap Kamenashi senior dengan aura gelap memancar. Dengan sikap posesif Jin merengkuh Kame dalam pelukannya dan mendesis tajam pada ayahnya, “ Jangan pernah memperlakukan dia seperti itu. Dia berhak akan perlakuan yang lebih baik “

“ Apa - apaan ini ? “ Kamenashi senior menunding Jin dengan tatapan marah, “ Siapa kau ?! Jangan ikut campur !! “

Tawa Jin meledak mendengar pertanyaan itu. Dengan mata merendahkan Jin menjawab, “ SIAPA KAU…? Kau tidak pernah bisa mengenaliku ? Kukira setelah malam berhujan itu kau bisa menginggatku, bahkan jika hanya sedikit saja “

“ Kau… “ Wajah Kamenashi senior kian pucat. Dia baru menyadari kemiripan antara pemuda yang berdiri di hadapannya ini dengan wajah kekasihnya di masa lalu. Juga pada sosok anak kecil yang datang berlinang air mata di malam hujan bertahun - tahun lalu, yang melangkah pergi dengan cek lusuh di tangan, yang ternyata tidak pernah dicairkan setelahnya.

“ Namaku Akanishi Jin “ Jin mengetatkan pelukannya pada Kame, “ Putra yang tidak pernah kau akui, Kamenashi-san “

Jin menekankan kata - kata terakhirnya dengan nada menyindir. Kamenashi senior menatapnya marah, “ Kau menghasut Kazuya… “

“ Tidak, otosan… Dia tidak mengatakan apa pun padaku selain kenyataan yang sebenarnya “ Kame bersikap defensif, keberaniannya muncul dalam dekapan Jin.

“ KAZUYA…JAGA BICARAMU…!! “

Jin menghalangi sekali lagi ketika Koichi maju untuk melayangkan tangannya. Jin menangkap tangan ayahnya dan mendesis tajam, “ Sudah cukup, Kamenashi Koichi-sama “ Tekanan nadanya penuh dengan nada meremehkan.

Jin menepis lengan Koichi dan menarik Kazuya, “ Kita pergi “

Kame mengangguk dan mereka berdua segera berlari meninggalkan tempat itu. Kamenashi Koichi memandang keduanya dengan wajah murka, tapi tidak bisa berbuat apa - apa. Dia menoleh pada pegawainya yang berjaga di dekatnya, “ Awasi mereka “

***

“ Kau baik - baik saja ? “

Kame mengangkat wajahnya yang pucat dan memandang Jin. Pemuda yang lebih tua itu berlutut di hadapannya, kedua tangannya perlahan menangkup wajah Kame untuk menyejajarkan pandangan mata mereka. Kame mengangguk lemah.

“ Wajahmu pucat “

“ Aku hanya masih terguncang dengan kejadian tadi… Ini pertama kalinya aku melawan ayahku… “

“ Aku tahu “

“ Oh-maaf… Padahal kau sudah berjanji akan menjemputku tapi aku… “

“ Ayahmu menjemputmu. Aku tahu. Tadi ketika aku menjemput dan mencarimu, teman - temanmu dengan wajah ketakutan melaporkan bahwa ayahmu datang dan menjemputmu paksa. Jadi aku langsung berlari mencarimu dan menemukan ayahmu nyaris memukulmu… “

“ Ayahku… tapi dia ayahmu juga “

“ Aku tidak pernah menganggap dia sebagai ayahku. Tidak pernah bisa “

“ Sou ka… “

“ Menginap lagi ? Malam ini ? “ Jin menawarkan, “ Kau bisa pinjam bajuku “

“ Oh-tadi pagi aku sempat pulang sebentar ketika istirahat siang. Ibuku sedang tidak ada, tapi aku membawa kunciku dan masuk untuk membawa pakaian dan buku - buku pelajaranku “

“ Kau tidak pamit pada ibumu ? “

“ Aku meninggalkan surat yang mengatakan bahwa aku pergi menginap di rumah temanku untuk belajar “

“ Wakatta “

Ketika Jin hendak berdiri, Kame meraih ujung lengan baju Jin dan bergumam lemah, “ Aku benci ayahku “

“ Eh…? “

“ Bukan kau saja yang membencinya. Aku juga. Sebenarnya, aku selalu merasa bahwa dia tidak pernah mencintaiku. Hanya memberiku tuntutan dan tuntutan… Aku benci ibuku yang terlalu pasif, mengiyakan apa pun yang dikatakan oleh ayahku hanya untuk mempertahankan kesan harmonis rumah tangga mereka. Bahkan saat ayah sempat berselingkuh dengan wanita lain beberapa kali. Ibu selalu tutup mata “

Jin merengkuh Kame dalam pelukannya dan mengusap kepalanya beberapa kali dengan lembut, “ Ada aku di sisimu sekarang “

Kame mengangguk dan memasrahkan dirinya, merasa aman dalam dekapan Jin. Wangi rempahnya yang maskulin membuatnya merasa tenang.

Setelah sekian lama…aku menemukan rumahku…tempat yang menyambutku saat aku pulang.

***

TRRRTTTTTT TRRRRRTTTT TRRTTTTTTTTTTT….

Jin membuka matanya perlahan. Berhati - hati agar Kame yang tertidur dalam pelukannya tidak terbangun, dia perlahan bangkit dan meraih telepon.

Siapa yang menelepon tengah malam begini…? Jin meruntuk ketika melihat jam digitalnya menunjukkan pukul dua pagi. Di tempat tidur, Kame masih bergelung dengan nyenyak. Matanya masih sembab bekas menangis. Jin susah payah menidurkannya setelah tidak berhasil membujuknya untuk makan. Kame terus menerus uring - uringan akibat sikap ayahnya, dan Jin tahu rasanya.

“ Moshi - moshi…? “ Jin menjawab telepon dengan suara serak.

“ Jin ? “

“ Mizu…? God, tahukah kau jam berapa sekarang ini ? “ Jin mengerutu, tapi Mizuno menyambar sebal di ujung sana, “ Kau pikir tidurku tidak terganggu ? Junno dan Maru berusaha menelepon Kazu, tapi HPnya tidak aktif. Mereka tidak tahu nomor telepon rumahmu dan berakhir dengan meneleponku di tengah malam buta…! “

“ Ada apa…? “

“ Jin, ayahmu kecelakaan “

“ Eh ? “

“ Ano… Ayahmu… Ayah Kazuya… kecelakaan. Ibunya berusaha mencari Kazu ke mana - mana dan menelepon Junno, juga Maru…karena dia tidak tahu di mana tempat Kazu menginap “

“ … “

Keheningan memenuhi udara. Jin terdiam dengan ekspresi wajah keras. Ada pertentangan dalam dirinya… Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana menghadapi berita itu.

“ Jin…? “

“ … “

“ Pergilah ke rumah sakit “

“ Tapi… “

“ Setidaknya demi Kazu… atau demi ibunya “

“ …baiklah “

Jin menutup telepon dan menghela nafas panjang. “ Siapa…? “ Suara Kame, yang berdiri di dekat pintu membuatnya tersadar. Jin menatap Kame lekat, “ Mizu “

“ Ada apa ? “

“ Ayahmu… kecelakaan “

Ganti Kame yang terdiam. Jin mendekati Kame, “ Kita ke rumah sakit…? “

“ Aku… “

“ Setidaknya demi ibumu “

Kame mengangguk pelan.

***

Lorong rumah sakit… Jin merasa sejarah seolah berulang. Dia kenal lorong - lorong itu terlalu baik. Rumah sakit… selalu membuatnya teringat pada ibunya. Jin menerawang memandang dinding - dinding putih itu, membuat Kame yang berdiri di sisinya menyentuhnya pelan, “ Jin… kau baik - baik saja ? “

“ Daijobu… “

“ Tapi wajahmu pucat… “

“ Tidak apa - apa. Aku hanya… “

“ Jin ? “

Mereka berdua menoleh kepada seorang suster yang berdiri di ujung lorong, mendekati mereka dengan pandangan tidak percaya. Waktu telah merubah penampilannya, tapi Jin masih mengenali sosok itu. “ Suster Kyoko “

Suster Kyoko mengangguk, “ Kau… ada urusan apa malam - malam di rumah sakit “

“ Kamenashi Koichi “ Jin bergumam pelan, tapi Suster Kyoko yang mengetahui semuanya mengangguk mengerti. “ Dia dirawat di sayap barat… Biar kuantar “

Jin mengangguk.

“ …dan kau…? “ Suster Kyoko mengulurkan tangannya ke arah Kame, “ Kawashima Kyoko “

“ Kamenashi Kazuya “

“ Ka…menashi ? “

“ Dia adik tiriku “ Jin meraih Kame ke sisinya, membuat wajah tidak mengerti Suster Kyoko semakin jelas, “ Mizuno… sudah berada di sana… bersama Nyonya Kamenashi “

“ Eh, Mizu juga datang ? “ Jin bertukar pandang dengan Suster Kyoko. Suster itu mengganguk, “ Dia datang beberapa saat sebelum kalian datang “

Di depan ruang operasi, Mizuno berdiri dengan wajah mengantuk, tapi berusaha tetap terjaga. Di sisinya, Ibu Kame terduduk seraya terisak. Melihat Jin dan Kame mendekat, Mizuno memanggil, “ Jin…! “

“ Bagimana keadaannya ? “

“ Tidak terlalu parah… “ Mizuno memutar bola matanya, “ Hanya saja… “

“ Hanya saja ? “

“ Dia butuh transfusi darah. Dan pihak rumah sakit sedang kehabisan stok darah O “ Mizuno menghela nafas, “ Aku dan Nyonya Kamenashi sama - sama bergolongan darah A, jadi kami tidak bisa menyumbang. Jin, golongan darahmu O bukan ? “

“ Kau mau aku menyumbangkan darah…? “

Mizuno menghela nafas sebal, “ Atau kau Kazu… ? “

“ Aku tidak bisa “

“ Eh, kenapa…? Dan… “ Mereka baru menyadari betapa pucat wajah Kame sekarang, “ Kazu, kau baik - baik saja ? Kenapa kau terlihat begitu pucat ? “

“ Aku… golongan darahku B “

“ Eh ? “

“ Ayahku bergolongan darah O… ibuku A… kenapa aku B ? “ Kame berpaling pada ibunya, “ Apa maksudnya ini…? “

-continued-

fanfic: charades

Previous post Next post
Up