Feb 20, 2008 16:52
Charades* +part 2+
Fanfic by Mizuno
Rating about PG-15… I guess ^^;
-----ATTENTION------------------------------------
(*cha•rades [noun] guessing game: a game in which somebody provides a visual or acted clue for a word or phrase, often the title of a book, play, or movie, for others to guess)
minna-san, nih lanjutannya udah aku post. Well, it’s quite easy to write this fic since I have a lot of spare time thanks to the long holiday… For some hint, I use Charades as a title ‘coz you can see in the fic that Jin behaves as he always acts to hide his own personality. I found the word ‘charades’ explain his situation better than ‘poker face’ since it means ‘expressionless’. Jin showed many emotions even he is acting, right?
Well pardon my bad English and just enjoy this fic… I hope u all love it… I will wait for the comments… ^^
-------------------------------------------------------
CHAPTER TWO~TWISTED LABYRINTH
Malam hari, Rumah Kamenashi Kazuya
--Kamar Kame--
Kamar berukuran enam kali delapan meter itu terkesan muram, dengan hiasan dinding berwarna monoton dan buku - buku yang tertumpuk di setiap sudut kosong. Kame sedang duduk di depan meja belajarnya, memegang sebatang pensil menghadapi sebuah buku kumpulan soal. Wajahnya terlihat tidak berminat dan bosan.
“ Aaah, aku tidak mengerti ! “ gumamnya pada dirinya sendiri. Pensil itu bergulir turun dari tangannya ke tengah - tengah meja, dan Kame langsung menutup buku tebal yang dibencinya itu. Persetan dengan jurusan kedokteran ! Kenapa aku harus susah payah begini untuk hal yang bahkan tidak kusukai ?
DDRRRRTTT…
HP Kame yang terpasang dalam mode silent bergetar. Kame meraih HPnya dan melihat tulisan ‘1 new message’ di layarnya. Siapa ?
SENDER : Akanishi Jin
TEXT : Pick the time and place for tomorrow ! Masih niat belajar kan ?
SENDER : Kamenashi Kazuya
TEXT : Hei, beri tahu aku syarat pertukarannya.
SENDER : Akanishi Jin
TEXT : Belum saatnya kau tahu. Tempat dan waktu untuk besok ! Cepat tentukan !
Kame menghela nafas. Sebenarnya dia sangat penasaran mengenai syarat yang diajukan Jin. Kenapa dia tidak boleh tahu sekarang ? Syarat apa yang sebenarnya akan diajukan olehnya sampai tidak bisa dikatakan begitu saja ?
SENDER : Akanishi Jin
TEXT : Hei kura - kura, jangan lama2… ayo cepat tentukan tempat dan waktunya~~
SENDER : Kamenashi Kazuya
TEXT : Aku bebas setelah jam tiga sore. Kau yg pilih tempat dan waktunya saja.
SENDER : Akanishi Jin
TEXT : Oke. Temui aku besok jam 4 di taman biasa. DON’T DARE TO BE LATE ! U WILL BE SORRY
SENDER : Kamenashi Kazuya
TEXT : Hei, apa maksudmu ‘aku akan menyesal’ ?
SENDER : Akanishi Jin
TEXT : Coba saja terlambat dan kau akan tahu…
“ Orang aneh “ Kame melengos binggung menatap isi SMS terakhir Jin. Semakin dia mencoba untuk mendekati Jin, Kame malah semakin tidak mengerti dengannya. Jin selalu bertindak misterius, tidak tertebak, dan tidak bisa digengam seperti angin. Kame menutup HPnya, “ Seperti dipermainkan oleh Joker “
Bayangan kartu Joker sebagai kartu terkuat dan misterius sepertinya cocok dengan imej Jin yang selalu terpusat pada dirinya itu. Walaupun bagi sebagian orang kelakukan Jin yang seperti itu menyebalkan, bagi Kame sifat Jin sangat menarik sehingga tidak pernah bisa lepas darinya.
“ Kurasa apa yang kupikirkan saat itu memang benar… “ Kame mengeluh, “ Jin merupakan sosok yang sangat diinginkan oleh otosan sebagai seorang anak… Karakter Jin yang kuat cocok dengan harapan otosan… tidak sepertiku yang lemah dan tidak berbakat “
Frustasi dengan pemikirannya sendiri, Kame meninggalkan aktivitas belajarnya dan menghempaskan dirinya di tempat tidur. Dipejamkannya matanya erat - erat, namun sosok Jin terus saja terbayang dalam benaknya.
Kenapa ? Aku kan baru bertemu dengannya dua kali ! Aku bahkan tidak mengenalnya !
Kame memandangi langit - langit kamarnya dan terus berdebat dalam pikirannya sendiri. Perlahan - lahan, matanya terasa berat. Kame menutup matanya dan jatuh tertidur.
Keesokan harinya…
--Hoshino City Park, 15:58--
Kame melangkah pelan menyusuri jalan batako setapak dengan pola melingkar - lingkar yang berujung pada pusat taman. Udara terasa hangat, matahari masih tampak tinggi dan cerah. Awan putih yang menggumpal seperti bola - bola kapas tampak satu dua melayang di langit biru.
“ Heei ! Di sini ! “
Kame menoleh. Jin melambaikan tangannya, sedang duduk di bangku taman yang disusun berjajar dekat area bermain. Hari ini Jin mengenakan kaus putih yang tampak kebesaran, dengan kerah lebar sehingga sisi - sisinya jatuh ke dekat pundak, memamerkan tulang selangkanya. Celana jeans berwarna biru yang tampak lusuh dan berwarna pudar itu penuh dengan aksesoris rantai yang bergaya gothic, cocok sekali dengan sepatu kets gelapnya yang bergaya retro.
Jin tersenyum memandang Kame, “ Lucu juga kamu dengan pakaian bebas seperti itu “
Kame memang sempat pulang untuk mengganti seragamnya. Kali ini dia mengenakan kaus sport berwarna putih dengan corak grafiti hitam putih, jeans longgar berwarna gelap dan sepatu kets putih. Handband hitam menghiasi tangan kirinya. Jin merangkul Kame, “ Jadi, sudah siap untuk belajar ? “
Tanpa menunggu jawaban Kame, Jin langsung melangkah. Mau tidak mau Kame mempercepat langkahnya karena rangkulan Jin nyaris membuatnya terseret. “ Jin, kita mau ke mana ? Perpustakaan ? “
“ Perpustakaan ? Jangan bercanda ya. Perpustakaan itu hanya membuat peserta ujian semakin stress tahu “
“ Lho, jadi kita mau ke mana ? “
“ Urusai ! Kamu ini benar - benar cerewet. Ikuti saja aku “
“ Eh, tapi… “
“ Sudah, percaya saja padaku ! “
--Serene Family Restaurant--
Kame memandang Jin dengan binggung. Jin menyeretnya ke pojok dan duduk di dekat jendela, memandang Kame penuh senyum. Kame yang jengah dan binggung berusaha bertanya, “ Ano… Jin… “
“ Diam “ Jin mengulurkan daftar menu yang diletakkan di ujung meja, “ Pesan apa yang kau mau “
“ He ? “
“ Tenang, aku yang traktir “
Kame makin binggung. Tadinya dia mengira Jin membawanya ke tempat itu untuk memaksanya mentraktir makanan sebagai upah belajar mereka. Dengan ceria Jin menyebutkan pesanannya pada gadis pelayan yang melayani mereka, “ Chicken steak satu, Lemonade Blush satu, Parfait Deluxe satu. Hei Kazuya, kamu mau pesan apa ? “
Kame yang tidak siap langsung tergagap dan menekuni daftar menunya, “ Eh… Ano… “
“ Ah, kelamaan ! “ Jin merebut daftar menu dari tangan Kame, “ Sudah samakan saja pesananmu dengan apa yang kupesan “
“ Eeh, tapi… “
“ Tapi apa ? “
“ Aku tidak suka yang manis - manis… “
“ Oke - oke “ Jin berpaling pada gadis pelayan itu, “ Tolong dobel pesanannya, tapi Parfait Deluxenya satu saja. Beres ? “
Gadis pelayan itu tersipu ketika Jin menyerahkan daftar menu sambil mengedipkan matanya. Jin memamerkan seulas senyum terlatih yang bisa melelehkan hati gadis yang paling pemalu sekalipun, “ Tolong secepatnya ya ? “
Ada desiran aneh di dada Kame melihat hal itu. Dia bungkam seribu bahasa ketika pesanan mereka datang. Seperti robot, Kame makan dengan efisien dan nyaris tanpa suara. Jin memandangi Kame dengan heran, “ Kau diam saja “
“ Aku tidak tahu mau bicara apa “
“ Yah, katakan saja sesuatu. Seperti kenapa kau tidak suka yang manis - manis “ Jin menyendok parfaitnya tanpa menghabiskan steaknya terlebih dahulu, “ Menurutku ini sangat enak “
“ Aku tidak suka saja “ Kame bergumam, “ Rasa manis membuat tenggorokanku terasa tidak enak “
“ Kau rugi tidak bisa memakannya “ Jin tersenyum dan menyendok satu sendok besar es krimnya. Kame terpaku melihat lidah Jin yang menjilat sisi bibirnya. Gerakan lidahnya terkesan erotis dan mengundang.
“ Jangan melihatku seperti itu “ Jin tertawa dan mengedipkan sebelah matanya. Kame membuang muka untuk menutupi wajahnya yang memerah, “ Aku tidak mengerti maksudmu “
“ Ne, Kame-chan… “ Jin menyendok satu sendok besar lagi, “ Kau senang melarikan diri ya “
“ Eeh ? “
“ Kau bahkan tidak mau jujur kenapa kau tidak suka manis… Pasti ada alasannya kan ? “
“ Aku… “
“ Diam “
“ He ? “ Kame yang semula hendak membantah langsung terdiam mendengar nada suara Jin yang dingin dan ketus, terkesan tanpa kompromi. Sangat bertolak belakang dengan nada cerianya selama ini. Jin menelengkan wajahnya, dengan ekspresi dingin yang menekan, “ Kau selalu saja melarikan diri “
Kame tidak bisa menjawab. Lidahnya terasa kelu, otaknya macet. Dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Jin.
Perlahan pemuda yang lebih tua dua tahun darinya itu mencondongkan badannya dan menarik paksa bagian depan kaus Kame, membuat Kame ikut mencondongkan badannya. Kame menatap wajah yang dipenuhi aura membunuh di depannya itu tanpa berkedip. Ketika wajah Jin makin dekat, Kame kesulitan memfokuskan pandangannya.
“ Ee.. Ano… “ Kame terbata, tapi Jin memotong dengan nada penuh penekanan, “ DIAM “
“ Eh.. “
“ Kubilang DIAM “
Apa dia akan memukulku ?
Kame memejamkan matanya. Tapi pukulan yang ditunggunya tidak kunjung datang. Sebaliknya, sesuatu yang dingin dan manis memaksa masuk ke dalam mulutnya. Rasa dingin itu mengelitik lidahnya dan menuruni kerongkongannya dengan cepat. Kame terbatuk sekali, membuka matanya dan melihat Jin nyengir dengan sendok parfait di tangannya.
“ Enak ? “ Jin bertanya dengan ekspresi jahil. Kame terpaksa mengangguk dengan wajah memerah yang tidak bisa ditahannya. Jin tertawa, “ Kau pasti kaget “
“ Kukira kau akan memukulku “
“ Memukulmu ? Untuk apa ? “
Kame tidak menjawab. Dia terlalu binggung dengan sikap Jin yang tidak bisa ditebak. Rasanya seperti terjebak di dalam labirin tanpa jalan keluar.
“ Biar kutebak “ Jin menunjuk Kame, “ Kau pasti berpikir aku adalah orang yang sangat sulit dipahami “
“ He ? “
“ Benar kan ? “ Jin memicingkan matanya, dan Kame merasa tersedot dalam bola mata yang kecoklatan itu. Seolah terhipnotis, Kame mengganguk lemah. Jin menghabiskan parfaitnya dan berpaling pada Kame, “ Kalau begitu, berusahalah untuk memahamiku mulai dari sekarang “
Tanpa banyak bicara Kame menghabiskan makanannya. Jin memanggil pelayan dan membayar bon yang diberikan, lalu berdiri. “ Ayo pergi dari sini “
“ Ke mana ? “
“ Belajar “
Kame mengikuti Jin dari belakang, kepalanya penuh dengan hal - hal yang tidak dimengertinya. Tanpa sadar jarak mereka berdua melebar, dan Kame nyaris tidak bisa melihat Jin lagi dalam kerumunan orang di jalan ramai itu.
“ Jin… “ Kame mencoba memanggil, tapi sosok Jin sudah tidak ada dalam pandangannya. Tiba - tiba tangannya ditarik. Kame yang kaget menoleh, mendapati Jin berdiri di sampingnya dengan nafas terenggah, “ Kau ini ! Jalan yang benar dong… Kukira kau hilang !! “
“ Maaf “
“ Ayo jalan ! “ Jin menarik tangan Kame dan tidak melepaskannya. Kame semula ingin melepaskan genggaman tangan itu, namun melihat sosok Jin yang berjalan di sampingnya, Kame mengurungkannya. Mereka berdua terus melangkah dalam diam.
Aku tidak mengerti semua ini… Tapi merasakan genggaman tangannya yang hangat, hatiku berdebar… Aku tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu dalam diriku yang merasa tertarik… jatuh ke dalam sesuatu dalam dirinya… Hanya dengan satu genggaman tangan, aku merasa bisa menyerahkan seluruh diriku…
-to be continued-
hohohoho ke manakah Jin membawa Kame ? Kenapa mereka malah ‘kencan’ begini dan bukannya belajar ??
siapakah Jin sebenarnya ? Kenapa dia terlalu sulit untuk dipahami ??
Nantikan next chapter~~~
fanfic: charades