Charades +part 1+

Feb 20, 2008 16:50

Charades* +part 1+
Fanfic by Mizuno
Rating about PG-15… I guess ^^;

-----ATTENTION------------------------------------
(*cha•rades [noun] guessing game: a game in which somebody provides a visual or acted clue for a word or phrase, often the title of a book, play, or movie, for others to guess)

minna-san this fic is an another story of Akame fufufufufu. This is a side project while I also write “Secrets of Our Hearts” in  the same time. Don’t worry, aku tetap akan melanjutkan keduanya fufufu. I’m suck with summary… Hmm, cerita ini mengenai Kame sebagai murid kelas 3 SMU yang sedang muak menghadapi ujian kelulusan ketika bertemu dengan Jin, seorang playboy yang ironisnya jenius dan merupakan alummi dari SMU Kame. And their story begin here… *dijitak karena nyampur2in bahasa Inggris yg nggak jelas…*
------------------------------------------------

CHAPTER ONE~Beneath The Starry Night

Malam hari, daerah taman kota

--Hoshino City Park--
Kamenashi Kazuya melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Sudah lima belas menit dia berjalan tak tentu arah mengelilingi taman yang luas itu, berusaha mengosongkan pikirannya. Di tangannya, sebuah kertas kecil yang telah lecek diremas - remas membentuk gumpalan bola perlahan terjatuh dan mengelinding menjauh sebelum akhirnya menghilang dalam kegelapan malam.

“ Dammit “ runtuknya dengan suara lirih. Dia duduk di bangku taman dan menatap langit malam yang bertaburan bintang. Saat ini dia merasa sangat tertekan. Gumpalan kertas yang tadi sebenarnya adalah lembaran hasil ujian percobaannya belum lama ini. Ucapan wali kelasnya kembali tergiang - ngiang, “ Nilaimu tidak cukup baik untuk masuk ke universitas yang kau inginkan, Kamenashi “

Kame benar - benar muak dengan segalanya pada saat ini. Dia benci ketika orang tuanya terus - terusan menyuruhnya untuk belajar dan belajar. Ayahnya selalu menekannya untuk masuk ke universitas terkenal itu, sedangkan ibunya selalu membuatnya merasa sangat bersalah karena tidak bisa memenuhi keinginan keduanya. Sejujurnya, Kame sama sekali tidak mau masuk ke universitas itu. Dia sama sekali tidak mau masuk ke jurusan kedokteran seperti yang diminta oleh ayahnya.

Kame selalu bermimpi untuk menjadi seorang idola sejak dulu. Dia suka menyanyi dan menari. Sayangnya mimpinya itu tidak mungkin terkabul. Sebagai putra satu - satunya seorang politikus terkenal, ayahnya tidak akan membiarkan dirinya masuk ke dunia artis.
“ Putra keluarga Kamenashi harus masuk ke jurusan yang masuk akal, dan terjun ke masyarakat dengan posisi yang kokoh ! “ Ayahnya selalu berkata begitu, dan Kame tidak bisa berkata tidak.

“ Sialan ! Kenapa aku harus terjebak dalam situasi seperti ini ?! “ Dia berteriak kesal. “ Aaaaarggghhh…!!! “
Kame terus terduduk dengan raut gelap. Hampir satu jam lamanya dia duduk tanpa bergerak sedikit pun, hingga tidak menyadari seseorang sedang berjalan ke arahnya.

“ Ini milikmu ? “
Kame tersentak dan mengangkat wajahnya. Seorang pemuda berdiri di hadapannya, mengulurkan gumpalan kertas yang telah dibuangnya tadi. Pemuda itu berwajah tampan dengan kesan kekanakkan, rambutnya yang agak panjang berwarna cokelat lembut. Sepasang matanya memandang Kame dengan polos, senada dengan senyumnya yang agak nakal. Dengan kaus hitam yang dipadu dengan jaket denim berwarna gelap dan jeans kecoklatan, pemuda itu tampak dewasa dan sangat menarik.

“ Ini milikmu ? “ Pemuda itu bertanya lagi ketika Kame tidak juga menjawab. Perlahan Kame mengangguk kaku dan menerima gumpalan itu tanpa mengatakan apa pun. Pemuda itu menghempaskan dirinya di sebelah Kame, “ Keberatan bila aku merokok ? “

Kame menggeleng. Pemuda itu menyulut rokoknya, “ Biar kutebak. Kau pasti sedang muak dengan ujianmu. Dulu aku juga begitu “
Kame masih diam. “ Jangan curiga begitu “ Pemuda itu terkekeh, “ Kebetulan aku alummi SMUmu. Maaf ya, sebenarnya tadi aku sempat melihat isi kertas itu. Namaku Akanishi Jin. Namamu ? “  
“ …Kazuya. Kamenashi Kazuya “
“ Hmm, boleh kupanggil Kazuya-kun ? “
“ Terserah “
“ Bagus. Kalau begitu panggil aku Jin saja “

Diam - diam Kame mengamati Jin. Sosoknya yang sedang merokok terlihat jantan, dengan bahu bidang dan tubuh atletis. Inilah sosok putra yang sangat didambakan oleh ayahnya. Kame tahu pandangan kecewa ayahnya akan tubuhnya yang ramping dengan wajah cantik seperti anak perempuan.
“ Hei, apakah Rindou-sensei masih menjadi guru kesehatan ? “ Tiba - tiba Jin berpaling menatapnya. Sejenak Kame terpaku melihat asap tipis yang berhembus keluar dari bibir Jin. Bibir yang menanti jawabannya itu terlihat basah dan kemerahan…

“ Kazuya-kun ? “
Kame tersentak. “ Tidak. Rindou-sensei sudah berhenti tahun lalu untuk menikah “
“ Sayang “ Jin memamerkan lagi senyumnya yang menggoda, “ Padahal dulu aku naksir dengannya “
“ Kau pasti bercanda “
“ Kenapa tidak ? Dia sangat cantik dengan jas putihnya itu kan ? “

Kame hanya tersenyum mendengar jawaban Jin. Dari percakapan yang selintas selalu itu dia mulai dapat menebak karakter Jin. Ceria, percaya diri, orang yang tanpa beban, dan… playboy. Hal itu terlihat dari gerak tubuhnya dan caranya membicarakan wanita.

“ Hei, aku tahu arti pandanganmu itu “ Jin menunding Kame, “ Kau pasti berpikir aku playboy “
“ Memang “
“ Kuberitahu ya. Aku pasti akan serius dengan satu orang setelah aku menemukan orang yang tepat “
“ Katakan hal itu pada para gadis “
“ Kalau kubilang aku tidak tertarik pada wanita ? “

Senyum Kame menghilang. Dia memandang Jin tidak percaya. Wajah Jin tampak sangat serius… sampai akhirnya sudur bibirnya melebar dan langsung tertawa terbahak - bahak. “ Aku bercanda, bodoh “ Jin memegangi perutnya.

Kame yang kesal berdiri dan mengambil tasnya, “ Aku mau pulang “
“ Hei, tunggu dulu “ Jin menarik lengan Kame, “ Hanya ingin memberi tahu, bila kau ingin bertemu denganku lagi, aku selalu berada di taman ini setiap malam “
“ Lepaskan tanganku “
“ Kalau kau butuh bantuan, katakan saja. Aku serius. Begini - begini aku sangat pandai waktu SMU dulu “
“ Lepaskan aku “
Jin melepaskan tangan Kame dan melambai padanya dengan gaya slengehan. “ Jyaa naa… “

--Rumah Kamenashi Kazuya--
Rumah sudah gelap ketika Kame membuka pintu depan. Lorong itu sangat sepi. Kame melihat jam tangannya yang berkedip menunjukkan pukul sebelas malam. Tanpa banyak bicara, Kame melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.

“ Kazuya ? “
Kame berhenti melangkah, mendapati ibunya berdiri di bawah sana. “ Mau makan malam ? “ Ibunya berusaha bersikap ramah, tapi Kame menggeleng, “ Aku sudah makan “
“ Ke mana saja kau sampai selarut ini ? “
“ Belajar “ Kame berbohong, “ Di perpustakaan. Aku lupa waktu sampai petugasnya mengusirku “
Wajah ibunya tampak senang mendengar jawaban Kame. Rasa muak menggumpal di perut Kame. Yeah, belajar. Apa pun yang kulakukan, jika aku mengatakan bahwa aku belajar, mereka pasti puas dan senang. Belajar, belajar, belajar… Aku bukan robot yang diprogram untuk terus belajar!
“ Bagaimana hasil ujian percobaanmu ? “
“ Keluar minggu depan “ Kame berbohong lagi, “ Bu, sekarang aku mau ke kamarku untuk beristirahat “

Tanpa menoleh pada ibunya lagi, Kame naik dan menutup pintu. Setelah mengganti baju dan menggantung seragamnya, dia melemparkan dirinya ke tempat tidur dan berbaring menatap langit - langit kamarnya.
Aku benci semua ini.
Perlahan - lahan matanya terasa berat. Kame memejamkan matanya dan tertidur…

Keesokan harinya, Hoshino Gakuen…

Kame sedang menuju ke kelasnya ketika dia bertemu dengan Miura-sensei di lorong, “ Kamenashi-kun, bisakah kau membantu ibu mengambil beberapa hal di ruang data ? “
Sebenarnya Kame malas mengikuti permintaan itu, hanya saja melihat Miura-sensei yang sudah tua dan selama ini sangat baik terhadapnya menatapnya dengan pandangan memohon, Kame mengangguk. Dia mengikuti Miura-sensei ke ruang data dan membantunya mengambil beberapa data yang disimpan di laci - laci atas.

Kemudian, tanpa sengaja pandangan Kame tertumbuk pada sebuah lembaran lama koran sekolah. Miura-sensei melirik headline artikel itu. “ Itu Akanishi Jin, dia lulus dua tahun yang lalu “ Miura-sensei memberi tahu Kame, “ Seperti yang kaubaca, dia ketua OSIS pada masanya dulu “

“ Apa dia sepintar itu ? “ Gumam Kame lirih, namun Miura-sensei dapat mendengarnya, “ Yah, dia memang sangat pandai. IQnya 185, dan dia selalu juara satu tanpa banyak usaha “
“ Apa ?! “
“ Penampilannya memang menipu, bukan ? Sebenarnya beberapa guru tidak setuju dia menjadi ketua OSIS karena dia suka seenaknya sendiri dan mempunyai reputasi buruk dengan wanita… Tapi yah, dia memang sangat berpotensi “
“ Reputasi buruk… maksud ibu dia playboy ? “
“ Memang. Waktu itu dia populer sekali “
Kame tercenung. Dia teringat akan perkataan Jin malam itu. “ Kalau kau butuh bantuan, katakan saja. Aku serius. Begini - begini aku sangat pandai waktu SMU dulu “

Jadi itu maksudnya ? Kame menghela nafas, merasa dunia sangat tidak adil. Memiliki IQ 185 dan selalu tanpa susah payah menjadi juara satu ? Sialan, dia tidak bercanda ketika mengatakan hal itu.

--Malam harinya, Hoshino City Park--
Akanishi Jin sedang duduk di ayunan taman ketika menyadari sosok Kame berdiri di hadapannya. Jin tersenyum, “ Kau benar - benar datang, Kazuya-kun “
“ Aku sudah tahu siapa kau sebenarnya “
“ Secepat itu ? “ Jin membelalakkan matanya dan tertawa. Kame membungkukkan badannya ke arah Jin dalam - dalam, “ Kumohon, ajari aku ! “
“ Dame ! “
“ Nani…??! “
“ Yup, da-me “ Jin menggeleng, “ Kenapa aku harus mengajarimu ? Tidak ada untungnya untukku “
“ Tapi bukankah kau yang mengatakan bahwa bila aku butuh bantuan, katakan saja padamu ? “
“ Aku memang berkata begitu “ Jin menatap Kame dengan tatapan mempermainkan, “ Tapi aku tidak pernah bilang akan menyanggupinya “

Wajah Kame memerah karena marah dan malu. Tanpa bicara dia membalikkan badannya dan hendak pergi dari situ. “ Aku pulang ! “
“ Hei, tunggu dulu “
Kame berhenti melangkah, “ Apa lagi ? “
“ Aku juga tidak bilang akan menolak permintaanmu itu asal ada syarat pertukarannya “
Perlahan Kame berbalik lagi dan berjalan ke arah Jin sampai jarak di antara mereka hanya tinggal tiga langkah lagi. “ Apa syaratmu ? “

Jin tertawa mendengar nada suara Kame yang dingin dan defensif. “ Jangan ketakutan begitu, oke ? “ Jin berdiri dan menepuk punggung Kame, “ Hanya satu syarat… Tidak akan susah, tidak akan merugikanmu “
“ Apa ? “
“ Aku tidak bisa memberitahumu sekarang “
“ Eh ? “
“ Pada saatnya tiba nanti, aku baru akan mengajukan pembayarannya “ Jin menatap mata Kame yang menyipit karena curiga. “ Dan sudah kukatakan syaratnya tidak susah ataupun akan merugikanmu ! Jadi jangan memandangku begitu “

Kame hanya mendegus mendengar perkataan Jin.
“ Oke - oke “ Jin menarik Kame duduk bersebelahan dengannya di bangku taman, “ Mulai besok kita janjian saja mau bertemu di mana. Nggak perlu malam hari, siang hari juga oke. Kau mau masuk kedokteran di universitas H kan ? “
“ Kenapa kau ta… Oh iya, kau sudah membaca hasil ujian percobaanku malam itu “

Mereka segera bertukar nomor HP dan menyimpannya di phonebook. Jin melangkah pergi, “ Hubungi aku besok. Jyaaa naa “
Kame memandangi sosok punggung Jin yang tampak kokoh dan kuat sampai menghilang dalam kegelapan malam. Sesaat kemudian, dia membuka HPnya dan menatap sederet nomor yang merupakan nomor HP Jin. Kame menghela nafas, “ Apa ini keputusan yang tepat ? Rasanya aku telah terjebak dalam sebuah permainan yang tidak kuketahui… Seperti membuat perjanjian dengan seseorang yang berbahaya “
Syarat apa yang dimaksud Jin ? Tidak susah, tidak merugikan tapi tidak bisa dikatakan sekarang…?

--To be continued--

fanfic: charades

Previous post Next post
Up