Jadi pertamanya mau bikin Shinjiro dan Aran jadi kakak adek (tapi selewat aja) setelah tweet saya kemaren yang bilang mereka mirip. Dan karena saya kangen Aran dan Reo!!!! Love-tune!!! Jadi intinya notes panjangnya sih nanti aja di bawah lah(?)
Karena mau bikin fic tapi ga ada ide, jadinya ngambilin otp prompt di tumblr gitu lol. Kebetulan tiga prompt tentang coffee shop AU ini menarik perhatian saya jadi nyoba buat bikin. Sejujurnya ga terlalu bagus sih tapi yaaa gapapalah ya.
.
Nagatsuma Reo/Nagase Ren
Apakah anak ini hanya ingin terlihat dewasa dengan meminum kopi hitam?
Reo mulai bekerja di kedai kopi ini setahun lalu. Meski baru setahun, rasanya menyenangkan juga bekerja di sebelah universitas. Di tempat kerjanya yang dulu, di wilayah perkantoran, pelanggan yang datang semua bersikap seperti bos yang tak ragu untuk memarahinya jika ia berbuat kesalahan sekecil apapun. Bagi Reo, suasananya terlalu tegang.
Di sini, ia melihat pemandangan yang lain. Mahasiswa yang berjalan seperti zombie di pagi hari-mata setengah tertutup dan bibir kering-menerima kopi dari tangannya seakan itu adalah air kehidupan. Dosen yang umumnya terlihat lebih santai, menghirup aroma kopi dalam-dalam dan tersenyum puas. Para mahasiswa yang datang pada siang atau sore hari umumnya terlihat lebih layak. Meskipun sebenarnya ia bukan tipe orang yang akan menghafalkan para pelanggan, namun ada beberapa orang yang menarik perhatiannya.
Misalnya seorang mahasiswa yang selalu datang dan menunjuk menu sambil menutup mata untuk menentukan pilihan. Mahasiswi cantik bernama Yuri yang selalu mengedipkan sebelah matanya sambil berkata, “Surprise me~”. Lalu mahasiswi lain yang selalu memesan latte dengan berbagai sirup disertai whipped cream (Reo membuatnya dengan jijik. Ini pasti resep diabetes).
Tapi yang paling diingatnya adalah seorang mahasiswa bernama “Ren”. Ia selalu datang pagi-pagi, tiga kali seminggu. Ia selalu memesan hal yang sama setiap kali-kopi hitam, tanpa gula dan tanpa susu. Karena Reo baru melihatnya ketika semester baru dimulai, ia mengambil kesimpulan bahwa Ren ini adalah mahasiswa baru.
Menariknya? Setiap kali Ren meminum kopinya, ia tidak terlihat senang. Mata menutup, dahi mengerut, tangan yang langsung menutup mulut.
Pertama kali mendapat reaksi seperti itu, Reo panik. Apakah kopinya tidak enak? Apakah mahasiswa ini akan melapor pada bosnya dan Reo akan dipecat??? Apakah… Apakah…
Tetapi mahasiswa itu selalu kembali. Pesanannya tak berubah. Reaksi saat meminum tegukan pertamanya pun tak pernah berubah.
Setelah dipikir lagi, sepertinya bukan kopinya tidak enak atau semacamnya. Apakah anak ini hanya ingin terlihat dewasa dengan meminum kopi hitam?
.
Waktu SMA, Ren bisa dibilang orang yang culun. Meskipun ia sangat pintar dalam berbagai pelajaran, penampilan luarnya sama sekali tidak keren. Kacamata tebal, rambut yang disisir lurus, tak pernah benar-benar dianggap… Tolong tak usah dibayangkan. Rasanya itu seperti masa lalu yang kelam.
Jadi ketika ia mendapat kesempatan untuk berkuliah di sebuah universitas besar di Tokyo, ia memutuskan untuk berubah. Tidak hanya prestasi belajarnya yang nomor satu, ia juga akan menjadi mahasiswa paling keren di angkatannya! Dimulai dari mengganti kacamatanya dengan lensa kontak, belajar untuk menata rambut, dan mengikuti fashion. Dan terakhir… meminum kopi hitam.
Entah dari mana ia mendapatkan ide tersebut, sebenarnya. Dan tentu saja kopi menjijikkan yang rasanya seperti tinta itu tak pernah sungguh-sungguh ia minum. Ia akan membawanya ke kelas, dan para gadis akan berkata, “Wah, Nagase-kun minum kopi hitam? Keren sekali!” Setelah selesai menebar pesona, diam-diam Ren akan melemparnya ke tempat sampah.
Sejujurnya ia agak merasa kasihan pada biji-biji kopi tersebut.
.
Hari itu Selasa pagi. Jadwal Ren untuk datang berkunjung ke kedai kopi tersebut. Karena kebetulan hari itu pengunjung tidak terlalu padat, Reo berencana untuk melakukan sesuatu. Bagaimanapun juga, reaksi Ren saat meminum kopinya selalu membuat Reo gemas.
Akhirnya giliran Ren untuk memesan. Baru saja ia hendak membuka mulutnya, Reo sudah bicara duluan.
“Selamat pagi, bagaimana kalau hari ini mencoba sesuatu yang baru?”
Ren mengangkat kepalanya, terlihat agak bingung. Reo masih menatapnya, menunggu jawaban. Setelah dipikir lagi… Ya sudahlah, kenapa tidak? Lagipula, jujur saja Ren sudah merasa muak pada kopi hitam. Hari ini saja, hanya hari ini saja, ia akan mencoba hal yang lain.
“Eh… yah… baiklah… apa yang sebaiknya kupesan?”
Dengan senyuman lebar, Reo mengangkat jempolnya dan berkata dengan percaya diri, “Serahkan padaku!”
.
Ketika nama Ren dipanggil lima menit kemudian, ia ragu. Ia hanya pernah meminum kopi hitam sebelumnya. Ia bahkan tak tahu kopi apa yang dibuatkan untuknya kali ini. Apakah rasanya akan sama menjijikkannya seperti kopi hitam?
Kopi yang diterimanya berwarna cokelat muda dan aromanya manis. Ren mendekatkan gelas kertas tersebut pada bibirnya, perlahan-lahan mencicipi isinya.
..eh! Enak!! Kenapa?!
Ia menatap kopinya dengan heran, sebelum menyesap lagi.
Rasanya tidak terlalu pahit dan tidak terlalu manis. Ia tak dapat mendeskripsikannya dengan jelas, tapi yang pasti ini sangat berbeda dengan kopi hitam yang biasa ia minum.
Ketika senyum lebar merekah pada wajah Ren, tanpa sadar Reo-yang sedari tadi memerhatikannya-juga ikut tersenyum.
“Nah, begitu dong,” gumam Reo pelan. “Kalau tersenyum kan manis…”
.
Hari itu, untuk pertama kalinya, Ren dapat meminum kopi sampai habis. Ketika ia hendak membuang gelas kertasnya, ia menyadari ada sesuatu yang ditulis di bagian bawah gelas tersebut.
Nomor ponsel, disertai sebuah nama: ‘Reo’.
“Pfft,” Ren menahan tawanya. Perlukah ia langsung mengirim pesan sekarang?
.
.
Abe Aran/Miyachika Kaito
Hiro? Shuta? Kaito? Aran mencoba menebak nama mana yang akan digunakannya hari ini.
Jika Aran boleh berkata jujur, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari kedai kopi ini. Tempatnya tidak terlalu besar, fasilitasnya biasa saja, rasa kopinya pun standar. Alasan mengapa kedai tersebut tak pernah sepi adalah karena letaknya yang tepat di sebelah sebuah universitas besar. (Ia harus mengakui, kakaknya pintar memilih tempat ini.)
Pada pagi hari, puluhan mahasiswa dan dosen akan mengantre untuk mendapatkan kopi mereka sebelum kelas pagi. Pada siang dan sore hari, kedai akan dipenuhi oleh mahasiswa yang sedang nongkrong atau mengerjakan tugas. Pada malam hari, suasana lebih terkontrol. Baru saat itulah Aran bisa menarik nafas sejenak.
Bicara soal mahasiswa yang sering nongkrong di siang hari, sebenarnya ada seseorang yang sudah sejak lama menarik perhatian Aran.
Seorang mahasiswa. Umurnya mungkin sama dengan Aran Terkadang ia akan datang sendirian, dengan setumpuk buku di tangan kiri dan ponsel di tangan kanan. Hari lain, ia akan datang bersama dengan sekelompok lelaki lain. Selalu yang paling ceria. Selalu yang paling mencolok. Ketika wajah itu terangkat dengan senyum manis tersungging di bibirnya, dunia Aran seakan berhenti berputar.
Katakanlah Aran terlalu percaya diri, tapi ia yakin ketertarikan tersebut berbalas. Kedipan mata yang menggoda, jemari yang diletakkan di bibir sambil melihat menu, dan sentuhan tangan yang berlangsung lebih lama dari yang diperlukan.
Lalu langkah apa yang sebaiknya ia ambil? Mengajak berkenalan tentu saja terdengar masuk akal. Apalagi, bukankah mahasiswa itu pasti menyebutkan namanya saat memesan kopi?
Tidak. Tidak. Dengarkan dulu ceritanya.
“Vanila latte besar atas nama Yuma.”
Dan pada keesokan harinya, “Caramel macchiato atas nama Natsume.”
Di hari yang lain, “Flat white atas nama Makoto.”
Dalam dua minggu saja Aran sudah mendapatkan lebih dari enam nama berbeda. Jadi kesimpulannya hanya satu: nama palsu.
Tentu saja memberi nama palsu saat memesan kopi adalah hal yang wajar dan sering terjadi. (Aran bahkan pernah diceritakan tentang seorang pelanggan yang selalu memesan dengan menggunakan nama “Doraemon”, “Luffy”, “SMAP-san”, atau “Spiderman”) Tapi dalam keadaan seperti ini?
Ah, jika seperti ini terus, tak mungkin Aran bisa mengetahui nama aslinya. Kali berikutnya lelaki tersebut datang dan memesan dengan menggunakan nama-nama lainnya, Aran hanya tersenyum datar dan mengangguk. Tak ada lagi kerutan bingung di dahinya dan “eh…?” pelan yang kadang keluar tanpa sadar dari mulutnya.
Ia akan mencoba menggunakan cara lain.
Hari itu Selasa sore. Tidak seperti biasanya, suasana terasa lebih tenang. Tidak ada suara obrolan yang saling bertabrakan, hanya terdengar suara ketikan dan lembaran kertas yang dibalik. Musik yang diputar pun dapat terdengar dengan jelas. Antrean panjang yang kadang mengular sampai ke luar kedai, kali ini sama sekali tidak ada. Jadi Aran dapat bekerja dengan lebih santai.
Hawa panas dari luar berembus masuk ketika pintu kedai dibuka. Ah, itu dia orang yang ditunggu Aran. Waktunya tepat sekali.
Lelaki itu datang sendirian. Rambutnya acak-acakan dan dahinya basah oleh keringat. Ia menghentikan langkahnya sejenak di bawah pendingin ruangan, sebelum akhirnya berjalan dengan langkah mantap menuju konter.
Hiro? Shuta? Kaito? Aran mencoba menebak nama mana yang akan digunakannya hari ini.
"Hmm..." ia meletakkan jari telunjuknya di bibir dan menatap Aran dari balik bulu matanya yang panjang. Bagaimana seseorang dapat terlihat manis dalam keadaan berantakan seperti itu, Aran tidak mengerti. “Baiklah, double choco chip frappuccino besar atas nama Chika.”
Chika? Aran menahan diri untuk tidak mengernyitkan kening. Sekarang orang ini akan mulai menggunakan nama perempuan? Tangannya bergerak, mengambil cup berukuran besar dan spidol. Ia menanyakan pertanyaan standar-es, gula, apakah ingin disertai dengan cookies dengan sedikit tambahan harga, apakah memiliki kartu anggota karena akan mendapatkan diskon. Yang mana sebenanya sudah tak perlu ia tanyakan lagi.
‘Chika’ selalu memberi jawaban yang sama setiap kali, dan Aran sudah mengingatnya.
“Baiklah,” Aran menutup spidolnya, lalu menyeringai lebar. “Double choco chip frappuccino besar atas nama Aran. Mohon tunggu sebentar.”
Tak ada jawaban. Aran memerhatikan ketika ekspresi wajah lelaki itu berubah. Ia tak dapat menahan senyumnya ketika sepasang mata tersebut menatapnya dengan kebingungan.
“Itu… itu bukan namaku.”
“Aku tahu, itu namaku.”
“…eh?”
Aran tak dapat menahan senyumnya. Setelah merasa ‘dipermainkan’ oleh pelanggan yang satu ini, entah kenapa ada kepuasan tersendiri saat mengetahui bahwa kali ini Aran-lah yang telah membuatnya bingung.
Lelaki itu-Chika-masih menatapnya dengan mata lebar dan mulut terbuka, jadi Aran memutuskan untuk terus bicara.
“Istirahat makan malamku pukul tujuh.”
Kali ini Aran mendapat reaksi yang diharapkan. Bahu yang turun, helaan nafas lega, ujung bibir yang terangkat, dilanjutkan oleh kedipan lambat yang menggoda.
“Wah, wah, apakah itu ajakan kencan?”
“Terlalu cepat?”
“Tidak, tentu saja tidak,” ‘Chika’ mengibaskan tangannya sambil tertawa. Ia lalu memajukan tubuhnya, menopang dagu dengan senyum tipis. “Sampai bertemu pukul tujuh, kalau begitu?”
.
(Sepuluh menit kemudian)
“Ah, sial,” gumam Aran tiba-tiba, baru menyadari sesuatu yang penting. “Aku lupa menanyakan namanya!”
.
.
Atae Shinjiro/Nishijima Takahiro
"Dengar, kau sudah meminum enam gelas espresso dalam dua jam terakhir ini."
Pada malam hari, kedai tersebut tidak terlalu penuh. Biasanya orang-orang yang masih ingin meminum kopi akan memilih untuk pindah ke kedai lain yang buka sampai tengah malam, atau ke restoran 24 jam. Begitu pula hari ini-hari Selasa malam. Shinjiro menopang dagunya, menatap ke arah seorang pengunjung yang sudah berada di sana selama hampir dua jam.
Adiknya, Aran, sedang istirahat makan malam (tapi ini sudah satu jam, ke mana saja anak itu). Karena sekarang sudah malam, jadi kedai sudah tidak terlalu penuh. Ia dapat menangani semuanya sendirian meskipun tanpa Aran.
Ah, benar juga, hampir saja ia lupa. Bukankah sejak tadi ia sedang memerhatikan seseorang? Benar, pengunjung yang sudah berada di sana selama hampir dua jam tersebut.
Shinjiro pertama mengenalnya sebagai “Luffy”, “Doraemon”, dan “SMAP-san”. Butuh waktu lama sampai Shinjiro bisa mendapatkan nama aslinya-Nissy.
Nissy mengambil meja di sudut ruangan. Mejanya dipenuhi oleh laptop dan setumpuk kertas. Kedua tangannya tak berhenti bekerja-sebelah tangan menulis atau mengetik, tangan yang lainnya mengangkat gelas kopi ke bibirnya. Gerakannya cepat dan tanpa jeda. Ia juga mengetik dengan kekuatan lebih dari yang diperlukan-Shinjiro berani bersumpah ia dapat mendengar suara ‘tuk tuk tuk’ dari keyboard-nya.
Shinjiro menatap khawatir ketika Nissy menghabiskan kopinya, melempar gelas kertas tersebut ke tempat sampah dengan akurat. Belum lima detik kemudian, ia tiba-tiba berdiri dan berjalan menuju Shinjiro dengan langkah lebar-lebar.
Sambil setengah membanting uang ke konter, Nissy menatap Shinjiro “Espresso.”
Shinjiro memiringkan kepalanya, agak ragu.
“Espresso.”
“Dengar,” Shinjiro menghela nafas. “Kau sudah meminum enam gelas espresso dalam dua jam terakhir ini.”
“Lalu?”
Keduanya saling menatap, sama-sama tak mau mengalah. Lalu Shinjiro membalikkan badannya, dan sesaat Nissy mengira Shinjiro menyerah. Namun, Shinjiro kembali ke konter dengan segelas penuh air putih.
“Kalau kau ada masalah… Kau bisa menceritakannya padaku.”
“…”
Tak ada jawaban. Tangan kiri Nissy bergerak, menerima segelas air putih yang dibawakan Shinjiro untuknya. Untuk sesaat ia seperti hendak mengatakan sesuatu, namun ia menggigit bibir dan menundukkan kepalanya. Tanpa kata, ia berjalan kembali menuju mejanya dengan langkah gontai.
Shinjiro hanya dapat menatap kekasihnya tersebut dengan khawatir.
Biasanya ada beberapa hal yang akan membuat Nissy bersikap seperti ini. Nilai ujian mahasiswa yang seluruhnya jeblok, ada mahasiswa yang memutuskan untuk melawannya di kelas, atau ketika ia dimarahi oleh atasannya di depan dosen-dosen lain. Shinjiro biasanya membiarkan Nissy mendapatkan space yang diinginkannya sampai ia merasa tenang, tapi kali ini rasanya agak mengkhawatirkan.
Maksudnya, Nissy tidak biasanya meminum lebih dari satu gelas kopi setiap hari. Meminum enam gelas dalam dua jam? Shinjiro memiliki seluruh alasan untuk merasa ekstra khawatir.
.
Aran kembali setengah jam kemudian. Ia senyum-senyum seperti gadis SMA yang baru saja pulang kencan, membuat Shinjiro sedikit merinding. Karena biasanya tidak banyak pengunjung yang akan datang setelah pukul delapan, sebenarnya cukup satu orang saja yang berjaga di konter.
“Aran,” panggil Shinjiro pelan. “Tolong ambil alih sebentar.”
“Hm? Baiklah.”
Tidak biasanya Aran setuju begitu saja. Ini pasti berhubungan dengan alasan kenapa ia terlihat seperti gadis-SMA-yang-baru-saja-pulang-kencan. Apapun itu alasannya, Shinjiro memutuskan bahwa ia tidak ingin tahu.
Pintu konter terbuka, dan Shinjiro melangkah keluar. Ia berjalan menuju meja yang ditempati Nissy. Nissy masih mengetik dengan kekuatan dan kecepatan yang sama dengan sebelumnya. Hanya saja, kali ini raut wajahnya tidak setegang tadi.
Nissy tidak bereaksi ketika Shinjiro menarik kursi dan duduk diseberangnya, jadi Shinjiro memutuskan untuk memulai pembicaraan.
“Taka-“
Tiba-tiba Nissy menutup laptopnya dengan kencang, otomatis memotong perkataan Shinjiro. “Sekarang yang kubutuhkan adalah espresso, pelukan hangat, dan mahasiswa yang lebih pintar. Kalau kau bukan di sini untuk memberiku salah satu dari ketiga hal itu, pergi!”
Beberapa pengunjung lain langsung menoleh ke arah mereka berdua, tertarik dengan suara kencang tersebut. Nissy tampaknya sama sekali tak menyadarinya, atau ia sudah tak peduli lagi.
Shinjiro mengangkat sebelah alisnya, kali ini agak terhibur. “Pelukan hangat? Tentu saja aku bisa memberikannya, tapi tidak di tempat umum dengan banyak orang seperti ini.”
Gerakan Nissy tiba-tiba berhenti, seakan ia baru menyadari apa yang baru saja terjadi. Ia merasakan wajahnya memanas, dan ia dapat mendengar tawa pelan Shinjiro.
“K-kalau begitu,” balas Nissy dengan suara yang lebih pelan, berusaha menutupi rasa malunya tadi. “Ketika semua pengunjung sudah pergi, berjanjilah kau akan memberiku pelukan hangat.”
“Tentu saja, aku janji.”
.
Omake:
“U-ueghh…”
“Ada apa?”
“Sepertinya aku minum terlalu banyak kopi…”
“Tuh kan, sudah kubilang. Untung tidak kubuatkan gelas ketujuh…”
“Uegh… x_x”
.
Notes akhir:
- jadi seperti yang sudah saya bilang di atas. Shinjiro di MV Makenai Kokoro mirip Aran banget!!! Mana kostumnya juga pas mirip gitu lagi!!! Gimana caranya ini yang di atas itu Aran dan yang di bawah itu Shinjiro!!!!!
![](https://ic.pics.livejournal.com/miyuya/34455972/39983/39983_300.jpg)
![](https://ic.pics.livejournal.com/miyuya/34455972/40329/40329_300.jpg)
- tadinya rencana awalnya cuman mau bikin AraChika dan TakaJiro, tapi dipikir-pikir saya kangen ReoRen juga jadi sekalian deh. Jadi bikin masing-masing sekitar 700-800 kata (sengaja ditarget lol biar rapi)
- kangen banget Love-tune!! Aran!!! Reo!!!
- sebenernya urutan bikinnya itu AraChika, TakaJiro, baru ReoRen. Pas udah beres, baru sadar itu ReoRen kejadiannya lebih dulu dari AraChika. Jadi ditaro di awal, padahal opening(?)nya kaya adanya di AraChika lol
- eh tbh saya sebenernya gatau apa-apa tentang kopi dan coffee shop jadi maafkan(?)
- ini coffee shop apa biro jodoh anjir