Title: And So It Goes
Author: Angel
Genre: Love, Romance
Rating: T / PG-15
Theme: Yaoi / Non-yaoi
Casts: Takaki Yuya, OC (Ishihara Aya), dan beberapa nama yang sudah dikenal.
Discl.: They're not mine. I owned the plot.
Summary: Takaki Yuya, hidupnya berubah setelah bertemu Ishihara Aya. <-- failed at summary :/
Prologue Chapter 1 Chapter 2 Aku lalu menghela nafas. “Lalu kau mau pulang?” tanyaku.
Dengan cepat Aya menggeleng. “Kita makan kue yuk!” Aya kembali ceria.
Gadis ini… Malu-malu tapi mau juga bersamaku. Aku tergelitik sendiri. Senyum lebar dalam hatiku berubah menjadi senyum sinis yang aku berikan kepadanya.
Dia berlari sambil menarik tanganku.
/CHAPTER THREE/
Kami menaiki sebuah bus yang akan mengantar kami berdua ke Shibuya, tempat dimana Aya ingin membeli kue. Bus itu penuh dan hanya tersisa dua kursi di paling belakang. Aku sudah siap duduk bersebelahan dengan Aya, tetapi tiba-tiba Aya bangun dan berdiri.
“Kita berdiri saja,” bisiknya ke telingaku.
Seorang nenek-nenek dan anak TK muncul di depan kami. Aku segera berdiri, ikut mengosongkan dua kursi yang baru kami duduki. Aya membantu sang nenek duduk dan aku membantu si anak kecil. Aya tersenyum kepada mereka.
“Terimakasih,” ujar mereka berdua hampir bersamaan.
Aku berusaha mencari tempat yang aman untuk Aya berdiri. Menggeser tubuh orang-orang yang berbadan lebih besar dari Aya dan mencarikan pegangan tangan untuknya. Aku berdiri di belakang gadis ini, mengawasi sekelilingnya, mata-mata nakal, tangan-tangan jahil yang pada suatu kesempatan bisa menyentuh Aya.
Protektif. Ya, itu aku.
Kulit tangannya yang lembut bergesekan dengan kulit tanganku. Ketika bus berhenti, aku menahan tubuh mungilnya supaya tidak terjatuh. Kuberikan tatapan membunuhku kepada satu mata yang dari tadi melihat tas Aya. Aku sudah siap jika aku harus berkelahi dengan pria itu di dalam bus sekalipun jika dia berani mengganggu perempuan ini, pacarku, Aya.
Di halter Shibuya, kami turun bersama. Ternyata keseimbangan gadis ini sangat kurang. Saat kaki kami sudah mendarat di trotoar, Aya menarik tanganku lagi. Dia begitu semangat.
“Ini pertama kalinya aku bolos sekolah, Yuya. Ayo kita beli kue!!!” serunya penuh semangat.
Aku hanya mengangguk malas.
Dan tebaklah kemana Aya membawaku. Sebuah toko makanan manis dan kue-kue bergaya sangat feminine. Bernuansa pink, putih, dan biru langit. Aya terlihat makin bersemangat.
“Ini?” tanyaku tidak yakin.
Aya mengangguk. “He-eh! Ayo masuk!”
“Aku tunggu diluar sajalah.” Aku menolak masuk kedalam toko kue itu.
“Aaaaahh~ Tidak boleh. Temani akuuu…” Aya menarik lagi lenganku.
Di dalam, pelayan yang berpakaian menjijikan dengan suara sok imut menyambut Aya dengan senyumnya. Aya lalu menunjuk beberapa kue berwarna-warni dan aku yakin pasti rasanya sangat sangat manis.
“Yuya mau yang mana?” tanya Aya.
Aku menggeleng.
Aya tersenyum. “Yuya selalu saja sinis.”
*
Kami menghabiskan waktu di Shibuya berdua saja. Mengunjungi beberapa toko-toko bernuansa perempuan. Menemani Aya membolos untuk pertama kalinya. Bermain permainan bodoh di game centre. Melihat Aya yang tertawa karena aku terus bergaya cool di depannya dan menurutnya itu bodoh.
Kini kami sudah duduk lagi di tepi pantai, tempat Aya marah-marah kepadaku untuk pertama kalinya. Kini Aya sudah tidak mengayun-ayunkan kakinya. Aya mengeluarkan sekotak kue yang tadi ia beli bersamaku.
“Ini untuk Yuya,” katanya sambil menjulurkan tangannya. Kue berwarna foam pink dengan cherry di atasnya.
Aku menggeleng. “Tidak mau.”
“Yuyaaaaa…” Dia merengek. Aku meliriknya tidak tertarik.
Dia sedang tersenyum nakal. “Bener nggak mau?”
Aku menghela nafas. “Nggak.”
“Beneran?” Dia mendekatkan kue wangi strawberry itu ke dekat mulutku. Menyodorkannya sekali lagi.
Aku menggeleng.
“Yakin?” Gadis ini benar-benar…
Aku merangkulnya. Mencium wangi rambut panjangnya, menyentuh kulit lengannya yang lembut, dan membuka mulutku, mengisyaratkan agar dia menyuapiku kue strawberry itu.
Mulutnya ikut terbuka saat tangan mungilnya menyuapi kue manis tersebut. Semanis senyumnya saat melihatku tertawa. Dia ikut tertawa. Suara renyah khas Aya. Aku menyentuh rambutnya. Lembut, halus. Aku beruntung bertemu dengan dia. Walaupun kami baru bertemu, tetapi entahlah… aku merasakan ada sensasi lain saat bersama dia.
“Ini pertama kalinya aku melihat Yuya tertawa,” kata Aya sambil tersenyum.
“Ganteng?” tanyaku.
“Kalo nggak?”
Aku cemberut, lagi. Tangannya menyentuh pipiku, turun ke bibir tipisku, dan menarik kedua sudutnya. “Gini lebih ganteng lagi.”
Aku tertawa dan mengacak-acak lembut rambutnya.
“Mau kuenya lagi?” tanyanya.
Aku menggeleng. “Kita sekarang ke rumahku yuk!” Aku menarik tangannya lembut dan membawanya berlari menjauhi pelabuhan kecil ini.
Dan angin membawa kami berlari seiring dengan hembusannya yang ribut. Suara tawa Aya yang sangat kencang menambah semangatku untuk mempertemukannya dengan ibuku. Kutautkan tanganku dengannya.
Jangan tanyakan aku mengapa aku bisa merasakan perasaan ini yang aku sama sekali tidak mengerti.
Ketika aku lontarkan kalimat yang memaksanya untuk menjadi pacarku, saat itu, aku tidak main-main. Aku serius. Karena di malam saat aku mengantarnya pulang, hatiku berdegup kencang ketika aku melihatnya berlalu di depanku. Ketika di siang hari aku melihat senyumnya, teduh. Percikan berisi keinginan kuat untuk memilikinya mendorong aku sangat kuat untuk ‘memaksanya’ menjadi pacarku. Tanpa aku duga, dia mau. Entah itu benar-benar datang dari dirinya atau karena aku paksa.
“Ne, Yuya…” Aya memanggilku.
“Hm?”
Aya melihat kebawah. “Kita… pacaran?” tanyanya polos. “Tidak, tidak. Aku tidak bermaksud mempertanyakan keseriusanmu lagi, tapi… hanya saja… aku merasa agak aneh.”
“Bagian mana yang aneh?”
“Kita. Aku dan Yuya. Baru saja berkenalan tiga hari. Biasanya, kalau aku, dalam tiga hari berkenalan dengan seseorang, aku paling baru tiga kali bertemu dengannya. Tapi dengan Yuya, aku merasa dekat sekali, bahkan saat pertama kali kita bertemu. Ya… walaupun menyebalkan,” ceritanya.
“Bagian mana yang menyebalkan?” tanyaku.
“Saat kau bilang bahwa aku tidak pantas dikejar-kejar karena aku jelek dan Yuya bilang aku buta!” jawab Aya cepat.
Aku tertawa kecil. “Kau marah?”
“IYA!” Dia berdiri didepanku, berkacak pinggang. Lucu. “Yuya mau aku marah lagi?! Hah?”
Aku segera meraih tangannya. “Tidak,” kataku cepat. “Jangan.”
Aya terdiam mendengar suaraku yang melembut. “Aku juga merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan dari pertama kita bertemu.”
“Hontou?” tanyanya tidak percaya. Saat aku mengangguk, Aya tersenyum kembali. Senyum paling manis yang pernah aku lihat. Berbingai indah dan sempurna dengan ke-proporsional-an struktur wajah gadis itu. Tidak pernah aku bayangkan aku bisa memiliki gadis secantik dia.
Ishihara Aya.
Ishihara Aya.
Ishihara Aya.
Hanya itu nama yang ada di otakku saat ini.
Mulai saat ini, kita akan selalu bersama, ya?
----------------------------------
/TBC
Masih belum ada konflik.
I know this is cheesy, tapi yaaaaa... daripada saya gila krn gabisa ff-ing, ya saya post semampu saya dulu yaaaaaaw. Maaf kalo mengecewakan. Semoga suka.