BABAK II
Bag. 13
“Pagi Nidi~” Ethana, salah satu teman dekatku, menyapaku dari tempat duduknya. Aku tersenyum.
“Pagi. Arell belum datang ya?” tanyaku, menyadari kalau meja di sampingku masih kosong. Ethana menggelang.
“Mungkin sebentar la-“
“BERI JALAN, BERI JALAAAN!!! AH, NIDIII~~~ ANAAA~~~!!!” suara memekakkan itu datang dari pintu, dan gadis berambut gelombang panjang berwarna tembaga melesat melalui pintu, mengibas-ngibaskan sesuatu yang tampak seperti majalah, histeris tanpa bisa kutangkap apa yang sedang dikatakannya.
“Hei hei! Kau kenapa Arell?” tanyaku, menepuk-nepuk pipinya agar ia berhenti memekik.
“Kyahhh~ oh ya ampun… aduh… penampilan baru mereka! Alamaaakkk!!!” ia memekik lagi. Ethana merebut majalah di tangan Arell dan langsung menemukan apa yang sedang diributkannya.
“OH YA TUHAN!!! KYAAAAA~~~!!!” kedua gadis itu kini melompat-lompat bersama, membuat orang-orang yang ada di kelas kini melihat kepada kami.
“Ada apa, sih? Kemarikan,” Kataku tidak sabar, mengambil majalah pembuat petaka itu dari tangan Ethana.
Dan aku harus menahan diriku agar tidak melakukan hal yang sama seperti kedua temanku, kupaksakan agar wajahku tidak menunjukkan emosi apapun, sehingga yang kulakukan hanyalah mengangkat sebelah alis.
“Oh… seharusnya aku tidak perlu bertanya, ya…” kataku masam.
“Malaikat! Pangeran! Oh tuhannn!!!” Arell masih kehilangan kendali. Aku menggelengkan kepala dan menunduk menatap majalah itu lagi.
LiViNG,. Single terbaru mereka akan keluar bulan depan dan majalah itu meliput single dan penampilan baru mereka. Konsep mereka kali ini mungkin bertema Britania, karena kostum yang mereka pakai seperti baju-baju kerajaan yang dimodifikasi.
Yura, berdiri di paling tengah, seperti biasa, tampak begitu tampan. Rambutnya tidak lagi berwarna cokelat, melainkan berwarna kemerahan. Ia menggunakan kostum pangeran mewah berwarna putih, kerahnya tidak dikancingkan sehingga leher dan tulang selangkanya terpapar dengan bebas. Rambutnya ditata dengan poni menyamping, kemudian rambut di bagian belakang telinga disambung dengan jalinan-jalinan kecil yang menjuntai. Tidak akan ada pangeran lain yang menandingi ketampanannya, bahkan pangeran asli di dunia nyata pun tidak. Yura benar-benar pangeran impian yang berada di luar jangkauan. Jantungku sedikit ngilu melihatnya.
“Aku akan beli single-nya, itu pasti!” ternyata Ethana sudah pulih dari histerisnya.
“Kau selalu beli, kan.” Kataku.
“Mereka cantik sekali… oh Soul, kau seperti malaikat penjaga surga…” Arell membelai foto Soul, lead guitar LiViNG, yang juga menggunakan kostum bertema kerajaan Britania, namun sudah dimodifikasi. Blazer dongker, mungkin satin, yang bagian belakangnya berpotongan lebih panjang dan berkerut di bagian pinggang belakang, hampir menyerupai gaun, tapi tidak sampai menyapu lantai. Soul seperti campuran panglima perang dan seorang putri. Dan Arell tidak mengada-ada, Soul memang cantik.
“Hea… kau ini manusia atau bukan, sih? Kau terlalu indah untuk menjadi manusia biasa…” Ethana menggigiti jarinya, memuja-muja Yura seperti dewa.
“Si imut Rou makin lucu saja menggunakan kostum begitu. Uuuh… aku gemasss!!!”
“Cuma dia yang memakai baju tanpa lengan, dan lihat celananya, hanya sampai betis. Aaah…. Lucu yaaa~ dia seperti bocah sekolahan dengan kostum marching band~” Ethana hampir menggaruk wajah si bassist berkostum warna merah di majalah itu, “Aku tidak sabar menunggu single mereka rilis bulan depan. Apakah aku harus beli semua tipenya? Ah, ini namanya perampokan! Perampok tampan, oh tuhan!” ia merengek-rengek.
Single mereka, seperti sebelum-sebelumnya, akan keluar dalam dua tipe, ears dan eyes. Ears hanya berisikan CD lagu. Sedangkan eyes berisikan CD lagu dan DVD music video, tapi di dalam CD lagu tipe eyes, lagu yang memiliki video di DVD tidak dimasukkan. Singkatnya, kalau menginginkan video klip dan koleksi lagu yang lengkap, harus memiliki keduanya, tipe ears dan tipe eyes.
Cukup curang.
Tapi fans maniak tidak akan ragu-ragu untuk membeli semuanya. Belum lagi jika mereka mengeluarkan edisi limited yang mempunyai stok terbatas, biasanya berisi tipe eyes dengan tambahan DVD dokumenter, atau DVD liputan konser, atau poster yang ditandatangani, atau stiker perorangan yang juga ditandatangani, atau bisa juga undangan jumpa fans. Walaupun harga edisi limited bisa seharga gabungan ears dan eyes, fans tetap akan memburunya. Tanpa ragu juga, tentu saja.
“Ini sudah setahun lebih, kapan kira-kira mereka akan merilis album, ya?” akhirnya Arell duduk di bangkunya. Ethana mengangkat bahu.
“Mereka baru punya tiga single, empat dengan yang sekarang. Aku rasa mungkin satu atau dua tahun lagi.”
“Tidak bisa, ya, bikin album kalau single-nya masih segitu?”
“Tidak tahu. Tapi biasanya album keluar kalau sudah dua tahun.” Aku hanya memperhatikan mereka berdiskusi tentang LiViNG, tanpa berusaha terlibat, mati-matian menekan perasaanku dalam-dalam ketika melihat foto close-up Yura. Mata abu-abunya yang besar menatap lekat ke kamera, tangan kanan di rahang kanannya dan jari manisnya menyentuh bibir bawahnya, membuat bibir bawahnya sedikit tertarik ke bawah dan membuka dengan begitu sensualnya.
Oh tuhan… tolong tutup majalah itu! Sebelum aku gila!
Bel masuk berbunyi, Arell akhirnya menutup majalah itu dan menyimpannya di dalam tasnya. Aku menarik nafas lega, selalu menyukai bel masuk pada saat-saat seperti ini.
~.~.~.~.~
Kantin ramai, aku tidak melihat ada bangku yang kosong. Kami bisa saja makan di koridor, atau di taman seperti anak-anak lain. Tapi tidak, saat aku dan kedua temanku selesai mengantri makanan, anak-anak yang duduk di meja terdekat langsung bubar, secara suka rela memberikan tempat duduk mereka kepada kami, padahal mereka belum selesai makan. Arell dan Ethana tersenyum senang, sedangkan aku tidak senang sama sekali. Aku meringis dan berterima kasih sambil minta maaf pada mereka-mereka yang membubarkan diri itu, berkata kalau mereka tidak perlu melakukannya.
Tapi mereka selalu melakukan hal itu. Setiap hari, siapapun itu. Setiap kami selesai mengantri makan, pasti salah satu meja yang terdekat dengan kami langsung kosong, seperti otomatis tersapu.
Arell dan Ethana menyebut ini sebagai “keuntungan klub VIP”.
Biar kujelaskan. Klub VIP bukanlah klub resmi seperti klub-klub yang ada di sekolah. Klub VIP hanyalah julukan yang diberikan murid-murid kepada murid lain yang mereka anggap ‘elit’. Bahasa lainnya mungkin seperti selebriti sekolah. Beberapa murid mendapat julukan itu karena memang mereka adalah murid kebanggaan sekolah, tapi ada juga yang mendapatkannya hanya karena penampilan mereka. Wajah cantik atau tampan. Tidak peduli nilai mereka tinggi atau rendah, asalkan berwajah cantik atau tampan, julukan itu akan otomatis menempel.
Aku, Arell dan Ethana adalah contoh yang kedua. Kami bertiga adalah murid dengan prestasi biasa-biasa saja, nilai tidak buruk tapi tidak juga yang paling tinggi, dan mereka cantik.
Aku tidak menyebut diriku cantik, karena kalau dibandingan dengan kedua teman dekatku itu, aku memang sangat biasa-biasa saja. Ethana memiliki rambut hitam berkilau sebahu, wajah oval dan mata yang tajam berwarna hijau. Ia sangat cantik dengan kulit yang kuning langsat, alis matanya tebal dan hidungnya runcing. Sekilas, ia mirip ratu-ratu Mesir. Kemudian Arell, selain rambutnya yang indah sewarna tembaga, ia memiliki wajah yang sangat manis dan mata yang biru terang. Pipinya selalu memiliki rona merah dan gingsulnya membuat senyumnya makin cantik. Dibandingkan diriku, kedua temanku itu sangat wajar jika dimasukkan ke klub VIP.
Tapi kuakui kalau tampangku terlihat jauh lebih baik jika dibandingkan ketika aku belum menggunakan kawat gigi dan headgear. Kedua alat itu betul-betul memperbaiki struktur mukaku. Aku juga membiarkan rambutku tumbuh panjang, tidak pernah lagi memotongnya sejak dua tahun yang lalu, waktu aku kelas 3 SMP. Kemudian tinggiku bertambah dengan pesat dan bentuk tubuhku mulai berubah, terutama di bagian dada dan pinggul, karena mendadak koleksi baju-bajuku tidak lagi muat. Semuanya menjadi terlalu sempit dan terlalu pendek. Bisa dibilang, akhirnya aku mendapatkan penampilan yang ideal, normal seperti remaja-remaja perempuan di sekitarku-mungkin sedikit lebih kecil, karena pada dasarnya aku memang kerempeng dan dengan bertambahnya tinggiku, aku tidak bisa lebih besar lagi dari ini.
Aku sempat berpikir, mungkin karena berteman dengan Arell dan Ethana yang membuatku tertempel predikat VIP. Ternyata tidak begitu. Aku menyadarinya saat festival olah raga sekolah tahun lalu, saat kelas 1 SMA. Beberapa senior laki-laki dari kelas 3 tiba-tiba datang bergantian memintaku menjadi pacar. Aku sama sekali tidak mengenal mereka, dan heran mengapa mereka bisa datang bertubi-tubi seperti itu. Karena takut, aku lari. Tidak memberikan jawaban apapun pada mereka. Ketika aku mengadu pada Ethana, aku mendapatkan jawaban yang membuatku ditampar oleh kenyataan seperti apa orang-orang melihatku.
“Kau sangat cantik, Nidi. Kau seksi. Tampangmu yang inosen itu membuat semua anak laki-laki di sekolah terangsang berat. Tapi kau dingin, seperti tidak melihat kalau ada cowok di dunia dan tidak pernah menyadari kalau kau sedang diperebutkan.” Mukaku memerah mendengar penjelasan gamblang Ethana.
“A-aku… aku tidak…”
“Lihat, aku saja lebih tahu darimu. Padahal kau yang sedang kena lampu sorot. Kau sibuk dengan isi kepalamu saja, sih~”
“T-tapi… aku tidak seksi!” bantahku. “Mana ada orang seksi sepertiku? Aku tidak menggunakan baju terbuka, dadaku tidak sebesar milikmu, dan… dan… kulitku sepucat mayat. Aku ini lebih cocok dibilang seram.” Ethana memandangku dengan pandangan prihatin.
“Disitulah letak masalahmu, Nidi. Kau tidak menyadari apa yang kau punya. Kau seksi dalam artian lain. Anak-anak itu menyukai ketertutupanmu, mereka menganggapnya misterius. Kau mungkin sudah membangkitkan fantasi vulgar mereka tentang cewek rapuh, manis, lunak tapi ternyata isi dalamnya binal, liar, nakal.”
Aku terkesiap, “Aku tidak begitu!” rasanya aku ingin menangis, ini seperti penghinaan. “Sumpah!” Ethana mengangguk-angguk cepat.
“Aku tahu kau tidak begitu, tapi mereka tidak tahu. Kau membuat mereka penasaran, Nidi. Dan aku senang kau memutuskan untuk lari, karena mereka sedang taruhan, sejumlah uang yang cukup banyak kalau bisa mengecek keperawananmu.”
Saat itu aku menyadari kalau aku memang terlalu polos, tidak banyak bergaul sebelum ini membuatku tidak tahu apa-apa. Aku juga tidak menyangka teman-temanku di SMA tahu segala hal tentang dunia orang dewasa, dan mereka juga berperilaku layaknya orang dewasa, membuatku ngeri.
Sejak saat itu, aku selalu menghindari anak laki-laki seperti seorang biarawati-tidak mempedulikan satu anak laki-laki pun. Mungkin dengan begitu, mereka akan melupakanku. Tapi itu tidak terjadi, karena dengan menjadi salah satu siswi dari deretan murid populer membuatku dikenal di seluruh sekolah. Selalu menjadi sorotan walaupun sedang tidak melakukan apa-apa. Sangat susah untuk menghapusnya.
Seperti sekarang, saat makan siang. Contoh nyatanya adalah tadi, satu meja bubar secara kompak hanya untuk memastikan kami mendapatkan tempat duduk.
Sebagian besar murid disini mungkin tidak tahu bahwa dulu aku adalah korban bully karena berpenampilan sangat culun dengan headgear dan kawat gigi. Tapi si tinggi dan si rambut gelombang juga bersekolah disini. Mereka mengenalku, tapi mereka tidak berkomentar apa-apa tentang status populer yang kudapatkan. Mereka bahkan tidak pernah mengungkit kejadian saat SMP dulu, saat mereka mem-bully-ku habis-habisan.
Sebegitu pentingkah penampilan seseorang agar mendapatkan pengakuan publik? Bukankah itu pemikiran yang sangat dangkal? Aku muak dibuatnya.
“Hei, aku lupa bilang ini pada kalian.” Arell mencondongkan badan ke arahku dan Ethana. “Semalam aku ikut sebuah forum khusus LiViNG, di internet. Aku mendapatkan beberapa gosip yang keren.”
“Oh ya?? Apa?? Apa??” Ethana langsung bersemangat, sedangkan aku mendadak mulas. Pembicaraan tentang gosip ‘keren’ seputar LiViNG, selalu membuatku begitu.
“Gosip-gosipnya, Hea dan Rou dulu bersekolah disini.” Arell berkata pelan, seolah itu adalah rahasia besar.
“APA??” pekik Ethana, membuat beberapa orang menoleh ke kami.
“Sssh!!” Arell mendesis, “Pelankan suaramu!” omelnya. Ethana membekap mulut cepat-cepat, kemudian Arell melanjutkan, “Lalu katanya mereka dulu juga sekelas, dan Hea adalah ketua klub matematik.” Aku membuang pandang ke langit-langit kantin, menyumpal mulutku cepat-cepat dengan kentang panggang hingga hampir tersedak. Apa lagi fakta lain yang ada di forum itu? Perutku semakin mulas rasanya.
“Kyaaah~ aku akan ikut klub matematik sekarang! Oh Hea, Cintaku~ benar-benar sempurna…. Lalu, lalu??” Ethana menepuk-nepuk pipi, suaranya tercekat hampir mencicit.
“Hanya itu, yang lainnya gosip-gosip biasa yang ada di majalah-majalah.” Arell menggeleng. Bahu Ethana turun, tampak kecewa. “Tenang, Ana~ nanti kalau aku dapat gosip lain, kalian akan langsung kuberi tahu.” Arell berkata meyakinkan. Ethana mengangguk-angguk, antusias.
“Menurutmu, apakah mereka masih menerima anggota?” tanya Ethana padaku.
“Siapa?” tanyaku, yang merasakan kalau kejang di perutku sedikit berkurang.
“Klub matematik, tentu saja. Siapa lagi?” Ethana menyuap sup jagungnya. Aku mendengus tertawa.
“Kau tidak serius, kan, Ana?” kataku, menggeleng-geleng. “Kau BENCI matematika.”
“Tentu saja aku serius! Ini demi pangeranku, si Hea~!” wajah Ethana penuh tekad. Aku menarik nafas dan memutar bola mata.
“Mungkin masih, kita masih kelas 2, belum terlalu telat.” Kataku akhirnya.
“Aku akan menemui ketua klubnya nanti. Aaah~ aku merasa sesenti lebih dekat padanya…” Ethana mengatupkan kedua tangannya di dada, pandangannya menerawang.
“Aku akan cari info banyak-banyak tentang LiViNG,, itulah tujuan hidupku sekarang.” Arell mengepalkan tangannya, disambut anggukan setuju Ethana.
“Kau jadi seperti penguntit.” Komentarku. Arell menggeleng.
“Aku fans sejati~”
“Aku juga~!” tandas Ethana.
Oke… lalu aku apa?
Aku… hanyalah Nidi, kan?
~.~.~.~.~
Aku turun dari bus sekolah dan berjalan memasuki gerbang perumahan. Sore yang sejuk dengan langit yang memerah. Aku selalu suka suasana jam 5 sore seperti ini. Kering, angin yang ramah dan trotoar yang sepi. Perumahan ini jalanannya tidak penuh anak-anak. Padahal ada banyak anak kecil disini, aku melihatnya saat berangkat sekolah. Aku yakin mereka lebih betah berada di dalam rumah karena anak-anak kecil sekarang tidak lagi bermain sepeda atau kejar-kejaran. Mereka lebih memilih memainkan video game di bermacam alat elektronik-secara online ataupun offline, bermain internet, berinteraksi dengan lebih banyak orang tanpa harus benar-benar meninggalkan rumah.
Aku sampai di rumah, membuka sepatu dan meletakkannya di rak sepatu di samping pintu. “Aku pulang.” Seruku.
“Selamat datang.” Suara mama sayup-sayup terdengar dari ruang dalam. Aku langsung naik ke kamarku, berpikir akan langsung mandi karena badanku terasa gerah dan bau matahari. Aku tidak begitu banyak berkeringat, sehingga mengurangi rasa lengket yang biasa terjadi pada orang-orang yang berkeringat lebih banyak. Tapi debu membuatku tidak tahan, bikin gatal.
Aku mengeluarkan kunci kamar dari tasku untuk membuka pintu, kemudian masuk dan menguncinya lagi. Sekarang aku selalu mengunci kamarku, dengan ada atau tidaknya aku di dalamnya. Tidak peduli rumah sedang kosong atau ada mama dan papa tiriku, kamarku selalu terkunci. Sudah setahun lebih saat aku mulai melakukannya. Aku tahu ini aneh, dan aku punya alasan sendiri untuk itu.
Alasan yang menurutku sangat masuk akal.
Di depanku, di sisi tembok kamar yang berhadapan dengan pintu, dan juga disisi sebelah kiri, dipenuhi dengan poster-poster LiViNG, berbagai ukuran, berbagai pose, berbagai kostum yang pernah mereka kenakan sejak awal muncul, dan dari berbagai majalah. Ada juga beberapa poster dari bonus karena membeli single mereka, lalu poster-poster yang khusus kupesan sendiri ke percetakan dan dibuat dengan ukuran besar. Poster yang paling banyak tertempel disana tentu saja poster-poster Hea-Yura-kakak tiriku. Wajahnya yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan itu mendominasi dua sisi tembok kamarku.
Inilah salah satu alasannya mengapa aku selalu mengunci kamarku. Masih ada lagi alasan-alasan lain, tentu saja.
-bersambung-