[STORY] Cerita di Pantai

Aug 11, 2012 02:36





Angin laut dengan ramai mengacak rambutku, seolah riang karena aku memutuskan untuk tetap disini walaupun matahari sudah menyerah menemaniku sejak siang. Lampu perahu-perahu para nelayan satu-persatu hidup di ujung cakrawala, membuat cakrawala yang lurus itu bagaikan seuntai kalung mutiara yang tak lagi lengkap mutiaranya.

Aku merogoh saku celanaku dah mengeluarkan seuntai gelang mutiara yang kini tidak lagi lengkap mutiaranya. Beberapa mutiaranya bahkan bopeng-bopeng, pertanda bahwa mereka pernah terhempas berantakan. Rasa sakit yang famliar kembali merebak di dadaku, rasa sesak karena kesedihan, rasa kecewa dan secuil hasrat untuk pasrah. Walaupun hasrat itu hanya seujung jarum, mau tak mau aku memang harus pasrah. Aku tidak bisa memintanya kembali, untuk kedua kalinya. Karena kalimat itu sudah cukup jelas. Seuntai kalimat yang meremas jantungku hingga kisut. Seuntai kalimat:

"Maaf, aku menyukai orang lain."

Aku teringat masa-masa indah yang aku lalui bersamanya. Masa-masa yang membuatku pantas merasa dicintai, karena aku mencintainya... setulus hati. Dan aku percaya bahwa hanya aku yang ada di hatinya. Kepercayaan itu kupupuk dan kupelihara hingga berakar sehat di dalam jiwaku. Ia membuatku tersenyum, ia membuatku bahagia. Apa lagi yang aku harapkan selain kesetiaannya seumur hidup untukku?

Tapi harapanku tidak sesuai dengan apa yang Tuhan rencanakan untukku. Sepenggal kalimat itu ia ucapkan setelah hampir dua tahun kami bersama. Ia mengembalikan gelang mutiara yang kuberikan padanya sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu. Berkata bahwa lebih baik aku melupakan apa yang sudah kami lewati. Betapa gelang mutiara itu jatuh dari genggamanku dan pecah berantakan, berikut air mataku. Menyaksikannya pergi, keluar dan menghilang di balik pintu.

Apa yang harus kulakukan?

Ia tidak mengerti. Aku mencintainya, dan hanya dirinyalah yang aku punya. Satu-satunya cinta yang aku miliki, dan satu-satunya cinta yang pernah aku impikan. Ia tidak mengerti, dengan kejamnya ia membuang apa yang sudah kujaga baik-baik di dalam hatiku, menebangnya hingga akarnya mati dan berdarah di dalam diriku.

Apa yang harus kulakukan?

Aku mencintainya. Dan aku tahu ia mencintaiku pada awalnya. Mungkin waktu yang merubahnya, membuatnya tega membunuh rasa cinta yang kami miliki.

Gelang mutiara di tanganku bergelinting dengan sisa-sisa keindahannya yang sudah tidak sempurna. Kutatap benda malang itu untuk terakhir kalinya. Tidak berguna jika aku terus menyimpannya dan mengingat kepahitan cintaku bersama dirinya. Perlahan aku menguatkan hatiku untuk menghapus memoriku dengannya. Perlahan, aku menyaksikan diriku menjadi setega dirinya, menyiramkan bensin di atas retakan hatiku untuknya, dan membakarnya. Membiarkannya menjadi abu dan hilang bersama debu yang ditiup angin.

Kulepaskan genggamanku dari untaian gelang itu, membiarkannya meluncur turun seperti bulir air mata. Mereka bergulir di bebatuan, dan akhirnya menghilang diseret ombak. Dengan nanar, aku membiarkan kenangan itu pergi. Membiarkan bayangannya memudar dari pikiranku dan saat aku memejamkan mata lelahku, sebutir air mata terakhir meleleh dari sudut mataku. Aku menarik nafas dalam-dalam, bertekad bahwa itu adalah air mata terakhirku untuknya... untuk cintaku.

=END=

story

Previous post Next post
Up