[STORY] Cerita di Meja Dapur

Aug 11, 2012 02:17





Akankah kau kembali jika aku memohon? Kurasa tidak. Pandanganmu yang sangat kukuh atas pemikiran yang kau pegang membuatku tak berdaya mengusik pendirianmu. Kupikir cintaku akan lunakkan kerasnya perasaanmu, tapi tidak, aku tidak bisa apa-apa. Karena hanya dirimu yang punya kuasa atas hatimu. Aku tidak pernah berpikir bahwa mencintaimu akan menyakitkan seperti ini, membuatku tidak bisa merasakan perasaan apapun selain ngilu. Mungkinkah kau akan berubah? Aku bodoh jika pernah bertanya. Karena aku tahu jawabannya adalah 'tidak'.

Kugenggam tanganmu kuat-kuat, menatapmu hingga rasanya mataku terbakar karena lupa berkedip. Tapi kau tak bergeming, memandang keluar jendela dengan pandangan tidak peduli. Tidak peduli akan diriku, akan kisah kita, akan kenangan-kenangan yang bersisa, akan luka-luka yang pasti berbekas saat kau meninggalkanku. Hanya satu kata, kumohon.

Namun bahkan satu kata itupun tak terucap dengan benar, hanya tetesan air mataku saja yang memberitahumu bahwa aku terluka. Satu tetes yang menitik di permukaan jarimu membuatmu menoleh padaku, dan lihat akibat kearogananmu padaku.

Aku semakin terpuruk.

Lebih parah, aku tidak tahu bagaimana harus bangkit. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha hidup, mencoba tetap bernafas dalam keterpurukanku. Aku mencintaimu bagai pantai, yang setia bertahan walaupun ombak-ombak menamparnya berkali-kali. Tapi kau bukanlah orang yang mengerti arti sebuah pantai, kan? Kau tidak mengerti rasanya, maka itu kau berlalu. Tanpa melihatku lagi. Tanpa menggubris linangan air mataku yang tak akan pernah berhenti untukmu.

Aku menangsi keadaan kita. Menangisi keangkuhanmu. Menangisi kenangan kita. Dan aku malu pada diriku, karena menangisi dirimu tidak akan membuatmu mencintaiku lagi. Kau akan pergi, tanpa menoleh, melupakanku. Melupakanku yang hanya sisa-sisa kepingan akal sehatmu, sebelum kau mempunyai ide lain bahwa aku bukanlah yang kau harapkan.

Kadang orang-orang bisa dengan gampang berkata untuk terus melanjutkan hidup tanpa menoleh ke belakang. Tapi justru itulah yang kulakukan. Aku mencari-carimu di setiap helai memori, mengharapkan menemukan secuil hati kecilmu untuk kumiliki. Kusadari hal itu sia-sia, karena kau bahkan tidak menyisakan satu jejakpun untuk kutelusuri. Tapi aku tetap menoleh ke belakang, aku tetap melakukan hal yang sia-sia itu.

Lalu... aku membiarkanmu pergi. Aku tidak mengenal diriku lagi.

=END=

story

Previous post Next post
Up