Dec 11, 2010 23:06
Akhir pekan biasanya diisi dengan kegiatan nongkrong di kamar seorang teman atau pergi berjalan-jalan ke pusat kota, tetapi akhir pekan kali ini cukup berbeda. Kali ini aku bersama beberapa teman pergi ke sebuah desa kecil di pinggiran kota Guilin, China. Desa ini bernama Ping Le (平乐). Bila dibandingkan dengan keadaan di Indonesia, tempat ini tidak bisa disebut desa juga, mungkin lebih mirip kota kecil.
Tujuan utama kami pergi ke Ping Le kali ini adalah untuk mengunjungi kampung halaman Nishihara Mitsuru. Mitsuru sendiri adalah seorang keturunan Jepang yang lahir di Guilin, tepatnya di desa Ping Le ini. Di sini tinggal saudara perempuan dari ayah Mitsuru, dan kita bertamu ke rumah keluarga ini. Kedatangan kami disambut dengan hangat baik oleh Mitsuru sendiri maupun keluarga saudara Mitsuru ini. Mereka menjamu kami dengan makanan yang disebut dengan "you cha" (油茶).
Sebelumnya akan kujelaskan secara singkat makanan apa youcha itu, youcha sebenarnya adalah nama sebuah minuman, dalam masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan kuah. Terbuat dari daun teh, kacang, dan jahe yang ditumbuk sampai hancur dan mengeluarkan air dan minyak, air ini kemudian direbus dan disajikan panas-panas. Ke dalam kuah bisa dimasukkan bahan-bahan lain sesuai selera, misalnya garam, seledri, bawang daun, kacang atom, kacang goreng, dan semacam reginang (nama sebuah makanan ringan di Jawa). Minuman ini biasa disajikan bersama mifen (kalau di Indonesia hampir seperti kweetiaw), kaki babi, bebek goreng, sayuran, dan makanan lain sesuai selera.
You cha sendiri merupakan masakan tradisional masyarakat Guilin. Ada yang mengatakan awalnya ini adalah masakan masyarakat desa pinggiran, tetapi perlahan-lahan dibawa masuk ke dalam kota, dan ternyata mendapat sambutan hangat dari orang-orang kota, sehingga makanan ini sekarang bisa dibilang menjamur di Guilin. Setelah menyantap makanan tradisional ini, kita pun dibawa keliling oleh Mitsuru mengelilingi daerah-daerah desa tersebut.
Menyusuri jalanan sempit di mana jalanan begitu becek karena hujan, kami melihat di kanan kiri jalan bangunan-bangunan sedang dalam pembangunan dan perbaikan. Tampaknya desa ini sedang dalam tahap pembangunan dan pemekaran kota. Kemudian kita dibawa mengunjungi sebuah kuil yang mana kita harus menyeberangi sungai dahulu bila ingin mencapai kuil ini. Pemandangan sepangjang sungai juga tidaklah buruk-buruk amat, walaupun di pinggir-pinggir sungai masih banyak terlihat proyek-proyek pembangunan yang setengah jadi.
Dari kuil, kita berlanjut ke pusat perbelanjaan di desa itu. Kita menuju ke pusat perbelanjaan itu dengan menaiki tuk tuk. Tuk Tuk sendiri sebenarnya adalah sepeda motor laki yang dibelakangnya ditambah sebuah box beroda, yang bisa dimasuki sekitar 4 orang. Pusat perbelanjaan itu tidaklah besar, hanya sepanjang jalan utama saja. Walau demikian cukup ramai, dan gerai-gerai yang ada di sana juga beberapa merupakan gerai bermerk dalam negri, misalnya Lining, Peak, Erke, dan lain-lain.
Secara overal perjalanan kali ini cukup menyenangkan, desa ini cukup menarik bila dikunjungi ramai-ramai. Bagi yang tertarik dengan suasana pinggiran di China, kawasan ini bisa menjadi suatu objek yang menarik. Suasana khas Guilin masih sangat terasa di daerah ini. Gunung-gunung tampak di berbagai sudut kota. Walau demikian perkembangan kota yang masih belum maju memang menjadi kelemahan tersendiri. Fasilitas yang tersedia juga tidak banyak. Kelemahan yang lain adalah jauhnya jarak perjalanan. Daerah ini hanya bisa dicapai dengan menempuh bis dari Guilin ke Ping Le yang mana kira-kira memakan waktu sekitar 2 jam.
guilin,
trip,
china