[Fic/on writting] The Dream Lovers -Chapter 9

Nov 26, 2011 21:06

Pertandingan tengah berlangsung. Semua anggota TDL duduk di bangku penonton bersama pasangan mereka, kecuali Yuto yang memang saat itu tengah bermain hanya disemangati Mirai dari tempat pemain cadangan sementara Ryosuke bersama Umika-yang bukan pasangannya duduk tepat di belakang Mirai.

Sepanjang pertandingan, Yuto hampir selalu mencetak poin. Yuto memang pandai bermain basket, Ryosuke mengakui itu. Sejak kecil Yuto sudah menampakan bakatnya dalam basket sementara Ryosuke dan Daiki beraliran sepak bola. Lalu Chinen yang adalah satu-satunya diantara mereka yang tak tertarik dengan olahraga bola memilih karate. Tak ayal, jika mereka ada kelas bela diri dan adu fight, tidak ada yang pernah mau di pasangkan sebagai lawan Chinen karena pemuda itu tidak pernah segan-segan membanting lawannya di arena fight, meskipun sahabat se-The Dream Lovers-nya sendiri. Dia justru lebih senang melihat tubuh teman-temannya itu nyeri-nyeri dibuatnya.

Pikiran Ryosuke melayang, jadi teringat masa-masa kecilnya. Biasanya kalau dia sudah marah atau ngamuk-ngamuk tidak jelas karena dibanting Chinen atau gawangnya dibobol Daiki, selalu ada Mirai yang meredakan rasa kesalnya. Selalu ada Mirai yang menasihatinya. Kalau sudah begitu, Mirai dan Yuto biasanya berbagi tugas. Mirai bertugas membuat Ryosuke merasa lebih baik, sementara Yuto akan mengomeli Chinen karena terlalu keras membanting Ryosuke atau memuji Daiki karena berhasil membobol pertahanan Ryosuke. Mereka sejak kecil sudah kompak, sangat serasi. Bahkan sampai sekarang, keserasian mereka selalu membuat iri banyak orang, termasuk Ryosuke sendiri.

Ryosuke gantian memandang Mirai, mempelajari, bagaimana Mirai bisa begitu serius dan bersemangat meneriakan nama Yuto serta jutaan kata ‘Ganbare’ untuknya. Jelas terlihat betapa Mirai mencintai kekasihnya itu. Dan yang dilakukannya? Hanya diam, hanya bisa berharap suatu saat mungkin saja ada kesempatan baginya untuk memiliki Mirai, meskipun itu sangat sangat sangat tidak mungkin.

Umika terus kepikiran soal obrolannya dengan Momoko tadi. Kata ‘suka’ dan ‘Ryosuke’ kembali menggema di telinganya. Gadis itu pelan-pelan menoleh kesamping, ingin menangkap wajah Ryosuke. Namun raut wajahnya berubah, melihat Ryosuke malah serius memperhatikan Mirai sekarang. Sepertinya usul Momoko untuk mengutarakan perasaanya pada Ryosuke itu ditunda dulu. Kalau Umika mengatakannya sekarang, dia bukan hanya akan ditolak, tetapi mungkin saja hubungan persahabatannya dengan Ryosuke akan ikut rusak.

“Priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit!!!” peluai wasit berbunyi panjang, tanda pertandingan babak pertama selelsai. Skor sekarang 35-28 dengan team Yuto memimpin. Semua pemain bergerak ke bangku pemain cadangan untuk beristirahat, termasuk Yuto.

“Capek ya? Minum dulu.” Mirai menyodorkan satu botol air mineral kepada Yuto. Pemuda itu mengambilnya setelah selesai mengelap keringatnya yang berceceran di wajah.

“sankyuu!”

Mirai tersenyum, lalu mengambil handuk dan kembali mengelap wajah Yuto yang masih dialiri tetesan keringat dari rambutnya. Yuto sumringah, menikmati bantuan pacarnya tersebut.

Dari jauh Ryosuke memperhatikan dengan tatapan nanar. Cemburu tentu sudah membakar hatinya, namun api tersebut seolah tersiram berliter-liter air es ketika dirasanya seseorang mengenggam tangannya hangat. Dia tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum penuh arti.

“aku mengerti Umika” matanya tidak sekalipun berpindah dari 2 eksistensi di depannya. “aku mengerti.”

~0~0~0~

Pertandingan berakhir dengan kemenangan di pihak Yuto dengan skor 67-53. Skor yang memang pantas, karena sejak tadi baik kedua tim terus berjuang selama pertandingan. Dengan ini pula tim Yuto memastikan tempatnya di final minggu depan. Selesai pengumuman, para pemain segera menuju ruang ganti masing-masing untuk berganti pakaian. Ryosuke, Chinen, dan daiki ikutan masuk ke ruang ganti sementara para gadis menunggu di luar.

“Ne, Ryosuke kami ada party nih. Mau ikut?” ajak yuto di sela-sela gerakannya mengenakan kemeja kotak-kotak birunya. Ryosuke mendongak.

“Pesta apa?”

“Pesta kemenangan lah.”

Ryosuke langsung tidak tertarik. Entah kenapa, mati-matian menahan perasaannya hari ini membuatnya tidak mood kemana-mana, apalagi ke party team basket yang sudah pasti melibatkan Yuto-Mirai. Sungguh, dari pada hatinya terbakar, lebih baik dia beristirahat meskipun resikonya harus kehilangan kesempatan melihat Mirai barang beberapa jam lebih lama.

“aa, gomen ne. aku.. ada janji dengan Umika, iya!” tolak Ryosuke. Saat itu entah kenapa Umika yang terlintas di pikirannya, memberinya ide untuk bisa menolak dengan alasan jelas.

“haa~ kalian mau detto ya?” Yuto menyeringai lebar, senang melihat temannya ini akhirnya bisa tertarik dengan seorang gadis. Ryosuke hanya tersenyum kecil.

“chigau yo.”

“ha, mukamu merah tuh.” Yuto menunjuk-nunjuk wajah Ryosuke. Pemuda itu hanya mengebas-ngebaskan tangannya berusaha menyingkirkan gerakan telunjuk kanan Yuto.

“hentikan ah. Aku tidak bercanda.”

Yuto akhirnya berhenti bergerak. “kalo begitu ayo keluar. Gadis-gadis sudah menunggu cukup lama.” Pandu Yuto. Mendengar perintah pemuda itu, Chinen, Daiki dan Ryosuke ikut melangkah keluar. Diluar memang para gadis berwajah sedikit kesal menunggu para anggota team berganti pakaian. Terlalu lama sih menurut mereka.

“Ryosuke katanya tidak bisa ikut party kita.” Yuto memberi pengumuman.

“Dia mau detto sama Umichan” Chinen menimpali. Momoko, Suzuka dan tentu saja Mirai langsung memandang Umika kaget.

“HAH?! APA? Tidak kok! Kami tidak berencana detto” Umika berhenti sejenak, melihat Ryosuke memberinya semacam kode untuk berpura-pura. Otaknya langsung berputar cepat. “Iya, itu! Kami mau pergi, tapi bukan mau detto, kami mau belajar bahasa inggris. Iya. Ryosuke yang mengajariku. iya kan, Ryosuke?“

Ryosuke langsung mengangguk semangat. “Un! Makanya, kalian pergilah. Kalian akan menggangu kami nanti..”Ryosuke tersenyum kecil.

“Aku tidak tahu Umika senang belajar bahasa Inggris. Tapi harus kuakui, pilihanmu tepat jika meminta Ryosuke yang mengajari. Anak itu pintar sekali. Aku dan Mirai bisa lancar karena digamblengnya juga..ne, Mirai?”Yuto menatap Mirai lembut. Mirai mengangguk, lalu tersenyum singkat. Ada yang berbeda dengan senyumannya. Senyuman itu tidak begitu tulus, seperti menyimpan sesuatu. Perasaannya mulai bergejolak ketika Yuto memberitakan bahwa Ryosuke tidak akan ikut bersama mereka tapi memilih belajar berdua dengan Umika. Ada yang aneh, dan perasaan seperti itu tak pernah dialaminya.

“saa~ kita berangkat sekarang saja. Ryosuke, Kawashima, kami pergi ya…” Daiki menutup perbincangan singkat mereka. Setelah bersay goodbye barang sesaat, mereka lalu lenyap ditelan mobil-mobil mewah yang terparkir di luar. Kini tinggal Ryosuke dan Umika yang masih tersisa.

“Jadi,” Umika tiba-tiba nyeletuk “kenapa kau tidak mau ikut?”. Ryosuke memandangnya serius.

“kau tahu alasannya…”

“Hai! Hai! Kau tidak kuat lihat Mirai bersama Yuto terus kan?”

Ryosuke tidak menjawab. Umika memandangnya simpati.

“sudahlah Ryosuke.”

“Wakatta!” pemuda itu merenggangkan tubuhnya yang agak lelah. “Kau mau pulang sekarang Umika? baru jam setengah 8 nih…”

Umika menggeleng. “Orang tuaku lembur. Aku malas berdua Ryuu terus.” Ryosuke tersenyum singkat lalu mendekati gadis itu.

“kalau begitu ikut aku ya?”ajaknya. Umika mendongak heran.

“kemana?”

“kau akan tahu nanti.”jawabnya singkat lalu menarik tangan Umika agar bergerak maju bersamanya. Umika tidak melawan. Keduanya keluar gedung diam-diam, agar supir pribadi Ryosuke tidak tahu kemana mereka pergi. Setelah jarak sudah cukup jauh dan tidak ada kemungkinan bagi supir Ryosuke menemukan mereka, pemuda itu memperlambat langkahnya tanpa sekalipun melepas genggaman tangannya.

“Kita mau kemana?”Umika kembali bertanya. Ryosuke menoleh, menatapnya penuh arti disertai senyuman manisnya. Dia tidak menjawab. Umika terpaksa diam, menyadari usahanya untuk bertanya percuma, mengingat Ryosuke lebih mirip patung bergerak dibanding manusia sekarang. Bisu banget. Tapi lebih dari itu, dia menikmati genggaman hangat tangan pemuda itu. Genggaman yang entah nanti akan dirasakannya lagi atau tidak, mengingat hubungan persahabatan mereka kali ini bisa berakhir kapan saja. Ketika Ryosuke berhasil memenangkan Mirai dari Yuto atau ketika pemuda itu tidak lagi butuh sandaran untuk permasalahan hatinya.

15 menit perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di tempat yang ingin Ryosuke tuju. Umika memandang Ryosuke dan tempat didepannya bergantian, heran.

“Laut?”

“Ini tempat favoritku.” Ryosuke membuka kedua sisi bibirnya pelan. Rambut hitam kecoklatannya acak-acakan tertiup angin. Matanya memakukan pandangan datar sama sepertinya wajahnya yang enggan menunjukan ekspresi apapun. Umika menatap pemuda itu lama. Mengagumi kesempurnaan setiap lekukan wajahnya. 2 bola mata coklat tua yang cemerlang, hidungnya yang mancung, bibir merah mudanya, semuanya. Ya, Ryosuke memang terlalu sempurna.

“Disini terakhir kalinya aku bersama Ayah dan Ibu.” Lanjut pemuda itu. Umika membuka mulutnya paham lalu melepaskan tatapannya dari wajah Ryosuke dan memilih menikmati pemandangan indah di depannya. Laut, tempat kenangan hah?

“kau tidak keberatan kan kalau kuajak ke sini?” Ryosuke kembali bersuara. Umika menatapnya lembut.

“Tentu saja! Aku malah senang sudah mengetahui satu hal baru tentangmu.”

Ryosuke tersenyum. Agak lama, lalu menarik Umika untuk kembali ikut bersamanya. Keduanya berjalan pelan menuju bentangan pasir di depan mereka. Setelah menemukan posisi yang cocok keduanya berbaring, menatap lagit malam yang gelap namun berkilauan oleh taburan bintang.

“Kirei…” Umika menggumam selagi kedua bola mata cemerlangnya mengagumi cahaya-cahaya di langit tersebut. Ryosuke tersenyum lembut tanpa melepaskan pandangannya dari langit yang sama.

“Ketika Kaa-chan baru meninggal, aku selalu rutin kesini. Tidak ada yang tahu tempat ini. Ayah, Daiki, chii, Yuto, bahkan Mirai, orang yang waktu itu paling kupercaya sekalipun. Bagiku, tempat ini adalah satu-satunya tempat aku bisa bicara dengan kaa-chan. Ketika merindukannya, aku akan selalu kesini. Berbicara sendirian seperti orang gila, tapi aku yakin kaa-chan mendengarkan. Dan kali ini…” Ryosuke memutar wajahnya menghadap Umika ”aku ingin mengenalkanmu pada kaa-chan. Sahabat yang tahu segalanya tentangku”

Semburat merah muncul di kedua pipi Umika. Gadis itu malu. Meskipun Ryosuke hanya menyebutnya sahabat, tapi perasaannya jadi bahagia karena hal sekecil itu.

Gadis itu tersenyum manis. Tulus.

“Arigatou Ryosuke. Hontou ni…”

Jantung Ryosuke berdetak cepat.

~0~0~0~

Yuto memandang Mirai heran. Gadisnya itu tidak terlihat bersemangat. Sudah beberapa kali dia menolak berkaraoke bersama, bahkan melewatkan lagu kesukaanya. Pemuda itu mengoper mike dalam genggamannya ke Chinen, lalu mendekati Mirai yang kini meringkuk di pojokan.

“Mirai, daijoubu?”

Mirai tersentak kaget, lalu menatap Yuto gugup. “Daijoubu.”

“Kau kurang bersemangat. Sakit ya?” Yuto mengukur suhu tubuh Mirai dengan mendekatkan keningnya ke kening gadis itu.

‘Tidak kenapa-kenapa. Suhunya normal saja. Lalu ada apa dengan Mirai?’pikir Yuto.

“Daijoubu. Aku cuma lagi nggak mood aja kok…”

“Apa karena Ryosuke?”

Mirai tersentak kaget.

“Apa karena Ryosuke tidak ikut?” Yuto kembali bertanya. Ada sedikit kecurigaan dalam nada bicaranya.

“Te-tentu saja tidak. Aku memang lagi tidak bersemangat sekarang. Aku mau pulang.” Mirai membalas agak gugup lalu bangun dari tempat duduknya dan keluar ruangan. Seketika pandangan seisi ruangan tertuju pada keduanya. Chinen, Suzuka, Daiki, Momoko, dan beberapa pemuda rekan setim basket Yuto.

“Ada apa?” Daiki lalu bertanya. Heran melihat Mirai tiba-tiba keluar dan Yuto hanya duduk dan diam saja di depannya. “ne, Yuto?”

“Aku harus menyusul Mirai.” Jawab Yuto singkat lalu ikut keluar ruangan. Mereka yang masih tersisa bertanya-tanya.

“Ne, Daichan. Mereka berdua kenapa?” Chinen mendekati daiki. Pemuda yg ditanya menggelengkan kepalanya, masih heran.

“Entahlah Chii. Mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya.”

~0~0~0~

“Mirai! Matte!” Yuto menarik tangan Mirai sampai gadis itu berhenti bergerak. Mirai berbalik menatapnya. Aneh, ada sesuatu dalam matanya, dan Yuto tidak pernah melihat itu. Selama ini tidak sekalipun Mirai menatapnya seperti saat ini. Kenapa? Kenapa ketika membicarakan Ryosuke, Mirai bereaksi seperti ini? Apa ada sesuatu dengannya dan Ryosuke?

“Gomen. Tadi aku-“

“Daijoubu.” Mirai memotong kata-kata pemuda tinggi itu. “aku hanya mau pulang.”

“kalau begitu kuantar…” Yuto memakaikan jaketnya ke bahu kecil Mirai. Gadis itu tidak bereaksi, hanya mengikuti langkah panjang Yuto menuju mobilnya. Yuto sendiri merasa aneh dengan sikap Mirai kali ini. Tapi dia memilih diam, yakin suatu saat nanti semua akan jelas dimatanya.

Mobil dinyalakan. Selama perjalanan kedua eksistensi tersebut hanya diam. Yuto sepertinya enggan membuka pembicaraan mereka, apalagi Mirai. Sampai akhirnya Yuto memarkir mobilnya tepat di depan bangunan mewah bertajuk rumah Mirai. Yuto membuka pintu mobil, keluar, kemudian membuka pintu lainnya agar Mirai bisa turun. Mirai menggumamkan ‘arigatou’ pelan. Ketika ingin melangkah masuk, Yuto menarik tangannya lalu mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu, siap menciumnya. Tetapi tiba-tiba saja Mirai mengelak. Yuto berhenti, melepaskan tangan Mirai dan mundur beberapa langkah. Pemuda itu kaget. Sudah bertahun-tahun mereka pacaran, dan tidak pernah sekalipun Mirai mengelak darinya. Tapi kali ini, kenapa?

“Oyasumi.” Yuto bersuara, tidak ingin kejanggalan karena penolakan Mirai tadi merusak atmosfer diantara mereka. Mirai tersenyum datar.

“Oyasumi.” Balasnya pelan lalu masuk dan meninggalkan Yuto dengan wajah penuh tanda tanya di luar. Yuto tidak bergerak, agak lama sampai otaknya akhirnya memerintahkannya untuk pergi.

~0~0~0~

Umika menatap Ryosuke hati-hati. Ada yang aneh dengan anak itu. Kenapa dia tiba-tiba terdiam dan caranya melihat Umika itu loh, aneh sekali.

“Ryosuke?” Umika menegurnya pelan. Pemuda itu langsung kaget.

“Ah maaf, aku melamun tadi.” Jawabnya kaku lalu berusaha bangun dari posisi berbaringnya sedari tadi. Ada yang aneh dengannya, entah kenapa ada perasaan tidak biasa muncul untuk gadis disampingnya itu. Gerakannya mengangkat tubuh berhasil, namun ketika hendak melangkah kakinya tidak sengaja mengijak tali sepatunya yang entah bagaimana bisa terlepas. Pemuda itu jatuh, nyaris menindih tubuh rapuh Umika kalau saja kedua tangannya tidak cekatan menahan berat tubuhnya. Umika yang berada dalam himpitan kedua tangan Ryosuke terhenyak melihat pemuda itu tiba-tiba nyaris menjatuhinya dan sekarang sedang berjuang untuk tidak benar-benar meremukan tubuh gadis itu. Sesaat mata keduanya bertemu. Agak lama, mereka terdiam dalam pikirannya masing-masing. Ryosuke kembali merasakan sesuatu itu, sesuatu yang sempat memaksanya untuk benar-benar menatap Umika. Dan kali ini, dia melakukannya. Ryosuke menatap mata Umika dalam. Sesuatu itu kembali bekerja memerintahkannya untuk turun, mendekati wajah Umika. tinggal beberapa senti lagi sampai bibir keduanya bertemu.

“R-Ryosuke?”Umika menggumam pelan. Ryosuke seketika tersadar dan langsung menarik tubuhnya menjauhi gadis itu.

“Gomen. Aku menginjak tali sepatuku tadi.” Pemuda itu menunduk dan segera mengikat kembali tali sepatunya.  Umika memiringkan kepalanya sedikit. Heran dengan tingkah Ryosuke tadi. Kenapa cara Ryosuke menatapnya tadi itu aneh sekali?

Sementara Ryosuke sudah merutuki dirinya sendiri, mengingat apa-apa saja yang hampir dia lakukan tadi.

‘Dasar bodoh! Apa yang tadi ku pikirkan?’ umpatnya dalam hati.

Chapter 9 end~ continue to chapter 10

genre: drama, kawashima umika, hsj/chinen yuri, genre: romance, chaptered, fic: the dream lovers, hsj/ yamada ryosuke, ohgo suzuka, fanfiction, shida mirai, tsugunaga momoko, hsj/daiki arioka, hsj/ yuto nakajima

Previous post Next post
Up