Nov 19, 2011 20:44
Suzuka tidak pernah bermimpi, membayangkan, apalagi mengira semua akan terjadi seperti ini. Kaget? pasti! Entah kegilaan apa yang membuat pemuda yang biasanya dijuluki womanizer Horikoshi ini bisa duduk manis di rumahnya, khususnya di depan kedua orang tuanya membicarakan ‘cinta’dan kencan. Apalagi sampai ngaku-ngaku jadi kareshinya. Sarap! Kalau saja tadi dia tidak dihadang hati nuraninya yang mulia, mungkin Chinen sudah habis digamparnya dengan kursi goyang besar milik almarhumah neneknya di pojok ruangan.
Chinen Yuri, dengan modal wajahnya yang suuuuper kawaii serta kelincahannya bermain kata, membuat kedua orang tua Suzuka dari tadi hingga sekarang asyik menyimak setiap suara yang keluar dari kedua sisi bibirnya dengan penuh penghayatan.
“dakara, Ojisan to Obasan, aku meminta dengan sangat hormat kepada kalian untuk mengijinkanku mengajak Suzu-chan nonton basket hari ini… aku berjanji akan mengantarnya sebelum jam 9 malam. Bisakah?” Yuri kembali menyerang dengan pika pika kawaii facenya, jelas Suzmi-istri Ohgo yang sedari tadi memperhatikannya dengan serius jadi pengen meleleh.
“Tentu saja boleh, Chinen-kun! Bagus kalau suzuka sesekali jalan-jalan. Kasihan, anak ini kerjanya belajar terus. Hohoho…” Ibu Suzuka, Ohgo Yui cepat memberikan persetujuan. Tak beda pulah dengan ayahnya, Ohgo Toma yang memperlebar senyumnya, jelas memberikan izin tentu saja.
“Yokatta! Arigatou na, Obasan, Ojisan! Atau bagaimana kalau sekarang kupanggil Okasan dan Otousan? Okasan dan otousan juga panggil aku Chii saja~”
Suzuka terhenyak. Chinen yuri memang gila. Siapa yang mengijinkannya seenak jidat memanggil ayah ibunya dengan panggilan ‘okasan’ dan ‘otousan’?!
‘Tentu saja boleh Chinen-kun~ ini artinya mengakrabkan, ne?” bukannya berpikiran sama dengan putrinya, Yui malah menyetujui ide gila pemuda-yang dikiranya kekasih putri tunggalnya tersebut. Suzuka seketika terperangah.
“Kaa-chan!”
“Ne, aku juga setuju. Panggilan seperti ini bisa mengakrabkan kita..” belum ada satu kata selesai meluncur dari bibir Suzuka, sang ayah sudah memotong dengan memperbolehkan yuri seenaknya menyapa mereka seperti tadi. Dasar memang anak baik, Suzuka tidak jadi protes dan hanya memasang wajah manyunnya.
“Saa~ kalau begitu kami berangkat sekarang ne, Okasan, otousan. Nati kami bisa telat…” Chinen pamit lalu menarik tangan mungil suzuka dalam genggamannya. Masa bodoh kalau Suzuka terkadang menggoyang-goyangkan tangannya kesal agar Chinen melepaskan genggaman itu. “itekimas…” dengan -agak sulit-Chinen membawa Suzuka ke dalam mobil mewahnya yang sedari tadi terparkir indah di depan.
“itarashai~” sementara pasutri Ohgo balas memberi restu hanya dari pintu ruang depan.
Mobil kemudian melaju. Keheningan menerpa cukup lama, sampai akhirnya Suzuka duluan membuka kedua sisi bibirnya.
“bisa lepaskan tanganku sekarang?” tanyanya dingin. Chinen balik menatapnya dengan wajah sumringah full.
“tidak bisa tuh!” jawabnya asal. Suzuka ber-ehm sesaat, namun tidak cukup mempan untuk membuat Chinen melepaskan genggamannya. Jengah dengan tingkah absurd pemuda di sampingnya itu, Suzuka tidak memilih untuk melawan.
“Lalu, kenapa tadi kau mengaku sebagai kareshiku?”
“Karena aku memang kareshimu~”
Dahi suzuka berkerut mendengar jawaban enteng Chinen.
“Kareshi? Kau- Sejak kapan kita pacaran?”
Chinen kembali memutar tubuhnya, menghadap suzuka sekarang.
“Sejak tadi siang laah, Suzu-chan~ kan aku sudah confess..”. suzuka langsung teringat kejadian waktu istirahat beberapa jam lalu tadi. Gadis itu terdiam agak lama, berpikir. Apa waktu itu Chinen serius, atau hanya main-main?.
“aku tidak bilang menerimamu.”
Chinen menyeringai lebar. “Suzu-chan memang tidak bilang apa-apa. Tapi bagiku, diam selalu berarti ‘iya’” tubuhnya dimajukan beberapa inchi mendekati Suzuka dan mencium pipinya lembut. “ne,? kanojo~”
Gadis itu tertegun.
~0~0~0~
Daiki sedikit tercengang melihat penampakan didepannya. Momoko Tsugunaga, gadis yang berstatus pacarnya kini entah sudah terlihat seperti apa sekarang. Bajunya daster panjang sampai mata kaki dengan luaran mantel bulu khas musim dingin, padahal jelas-jelas di luar matahari kelewat panas biasnya. Lalu dengan topi putih, sepatu boot anti air, dan satu kacamata hitam besar bertengger di mata membuat gadis itu makin terlihat absurd di pandangan Daiki. Kalau katanya orang Tokyo suka dandan yang aneh-aneh sih dia mengerti, tapi kalau yang anehnya tipe begini, Daiki bingung juga. Sementara momoko malah asyik berbahagia memamerkan dandanannya yang lebih mirip pengembara-pengembara gurun Sahara daripada manusia penghuni Tokyo tersebut.
“Daichan, gimana? Kalau begini tidak ada yang mengenaliku kan?” Tanya Momoko sambil terus memperhatikan penampilannya. Daiki berwajah aneh, mau bilang iya enggan, mau bilang tidak takut Momonya marah. Akibatnya, pemuda itu butuh waktu sampai 2 detik lebih hanya untuk menarik nafas.
“Ne, Momo-chan” panggilnya tanpa sebelumnya menjawab pertanyaan gadis itu. “aku tidak tahu mengapa Momochan ingin merahasiakan hubungan kita. Tapi aku tidak apa-apa kalau orang lain mengetahui kita pacaran, sungguh! Karena aku menyukai Momochan, aku ingin semua orang mengerti kalau momochan adalah gadis yang kusukai dan momochan tidak perlu takut-takut lagi hanya untuk bicara denganku…” daiki menghentikan sejenak kata-katanya untuk menarik nafas, sementara Momoko nyaris melayang mendengar pengakuan pemuda tampan mirip penguin kekasihnya itu.
“dakara-“ lanjut daiki. Momoko menanti.
“Daichan…?” semburat merah muncul di kedua pipinya.
“Dakara, sekarang gantilah pakaianmu. Kau sudah seperti pengembara timur tengah…” jawabnya jujur. Momoko langsung manyun.
“Iih! Daichaan! Aku kira mau ngomongin apa lagi! Ai shiteru atau aku mencintaimu sampai mati kek atau paling enggak daisuki dayo gitu!! Ini malah nyuruh ganti baju!” Momoko mendengus kesal. Daiki tersenyum lembut lalu merangkul gadis itu dalam pelukannya.
“Daisuki dayo…”bisiknya pelan lalu memandang wajah momoko yang kembali memerah. Wajahnya didekatkan ke wajah momoko, membuat jantung gadis itu langsung bekerja ekstra cepat. Pelan-pelan matanya ditutup seiring wajah daiki yang mendekat ke wajahnya. Pemuda itu seketika berhenti bergerak ketika jarak antar wajah mereka tinggal beberapa senti lagi. “-sekarang gantilah bajumu.”
Momoko langsung membuka matanya kesal lalu melepaskan rangkulan Daiki.
“Daichaan bego!! Udah, aku ganti baju sekarang!” serunya kesal lalu kembali masuk ke kamarnya di lantai atas. Daiki tertawa kecil, gemas melihat tingkah lucu gadisnya tersebut sebelum akhirnya pemuda itu menjatuhkan diri di sofa.
~0~0~0~
Umika tidak tenang. Matanya terus mengamati Mirai-Ryosuke-Yuto lalu kembali ke Mirai lagi-Ryosuke lagi-Yuto lagi, berkali-kali, menimbulkan tanda tanya besar dalam kepala Ryosuke. Lapangan basket yang mulai dipadati penonton tersebut tidak sama sekali menaruh perhatian pada tingkah tak lazim umika, maklum karena semua-yang gadis-gadis khususnya sibuk memelototi satu manusia tampan di sebelahnya dan satu lagi manusia tampan bertubuh jauh lebih tinggi beberapa meter didepannya.
“Umika, doshita?” bisik pemuda disampingnya yang adalah Ryosuke. Umika cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
“Betsuni~”
Wajah Ryosuke berubah cemberut.
“Kau aneh. Liat apa sih?”
“Betsuni! Ryosuke diam saja dulu!”balas gadis itu seenaknya. Wajah Ryosuke makin cemberut.
“Ya sudah!”Pemuda itu memilih untuk berpindah tempat, namun gagal karena dari depannya muncul sesosok manusia yang tidak kalah tampan dengannya serta seorang gadis dengan tangan dalam genggamannya. Ryosuke maju, mendekati keduanya yang juga bergerak maju.
“Ryosuke!” sosok itu memanggil. Ryosuke tersenyum senang.
“Yo, Chii! Dan…Ohgo.” Nada suaranya sedikit berubah ketika menyebut kata Ohgo. “Kenapa lama sekali?”
Chinen balas tersenyum. Sementara Suzuka tetap berwajah dingin sekalipun Chinen terus menggenggam tangannya.
“Aku masih jemput kanojoku dulu~” jawabnya santai sambil melirik ke arah Suzuka. Ryosuke mengangkat sebelah alisnya namun kemudian kembali tersenyum. “Yuto dimana?” lanjtnya. Ryosuke segera menunjuk posisi Yuto yang kini berada di tengah lapangan, mendiskusikan sesuatu dengan teman-teman satu teamnya, tentu dengan Mirai setia menemani di samping. Chinen yang menangkap arah yang ditunjuk Ryosuke itu langsung mengangguk.
“Saa, aku kesana dulu ya, mau mendoakan si tiang itu..” candanya sebelum akhirnya melangkah pergi diiringi tawa lucu Ryosuke. Tak lupa Suzukapun dibawahnya kesana. Melihat 2 eksistensi yang baru tiba itu sudah menjauh, Ryosuke kembali ke tempat duduknya semula. Matanya memperhatikan Umika. gadis itu tidak focus, sejak tadi terus-terusan melihat ke arah Mirai-Yuto. Jangan-jangan dia suka Yuto? Atau Mirai?
‘tidak, tidak mungkin’ Ryosuke menggeleng-gelengkan kepalanya ngeri. Pemuda itu menepuk bahu Umika pelan.
“Umika!”
“Hmm?” Umika masih konsentrasi dengan Mirai-Yuto.
“Ohgo sejak kapan mulai pacaran sama Chinen?”
“Kapan ya~ APA?!” Umika seketika sadar. Ternyata sejak tadi dia tidak sama sekali memperhatikan Chinen yang datang sambil mengandeng Suzuka. “Dari mana kau tahu?”
“Tadi Chinen datang sambil gandengan dengan Ohgo” Pemuda itu menunjuk tempat Chinen dan Yuto berbincang. Astaga! Dia sama sekali tidak melepaskan tangan Suzuka.
“A-AA! Aku harus bicara dengan Suzu-chan!” Umika siap bangun dan berlari, tapi Ryosuke menghadangnya. Tiba-tiba saja sekeliling mereka jadi gaduh, diakibatkan teriakan gadis-gadis yang mengagumi Ryosuke tadi melihat aksi pemuda itu menahan Umika. Sebenarnya tidak ada yang salah. Ryosuke hanya menarik tangan Umika, bermaksud menghentikan gerakan gadis itu agar tidak lari menerjang Suzuka dan membuat keributan di sana. Tapi masalahnya, image yang keduanya tampilkan sudah seperti mereka adalah sepasang kekasih yang bertengkar lalu Si gadis ingin pergi tapi dihadang sang pacar sambil bilang ‘matte! Ai shiteru..’ padahal jelas-jelas Ryosuke bilang “Jangan, nanti kau bikin ribut”. Mana ditambah wajah tampan Ryosuke menunjukan ekspresi cemas, bukan salah para penonton kan kalau mereka menerka-nerka begitu?
Umika yang menyadari keributan tiba-tiba langsung menoleh ke Ryosuke. Pertama, karena dia tahu penyebab keributan itu apa dan kedua, karena jantungnya kembali berdegup tak beraturan lagi ketika Ryosuke menggenggam tangannya. Senang sekali, tapi juga risih. Apa saat ini dewi fortuna sedang tersenyum padanya? Atau malah tertawa di belakangnya?. Gadis itu dilingkupi kebingungan luar biasa. Sempat terbesit pertanyaan dalam benaknya kenapa dia selalu seperti ini jika ada kontak fisik antaranya dengan Ryosuke, atau kalau pemuda itu tersenyum manis padanya. Sepertinya dia butuh seseorang untuk ditanyai.
Ryosuke heran melihat Umika memandanginya dalam diam begitu lama. Tangannya yang masih menggenggam tangan umika dilepaskan. Gadis itu langsung terjaga dari lamunannya.
“Ne, kau mikir apa tadi?”Tanya Ryosuke. Umika menggeleng.
“betsuni~” gadis itu lalu mengamati sekeliling. “Aku harus cari Momoko!”ujarnya lalu ngacir keluar gelanggang olahraga. Ryosuke mengangkat salah satu alisnya.
“HA?! Tsugunaga belum datang oi. Umika! Umika, OI!” teriaknya, namun tak juga membuat Umika berhenti. “ssh! Anak itu!”umpatnya pelan lalu mengikuti Umika keluar.
~0~0~0~
“Ne, Daichan, tidak apa-apa nih kalau kita datang berdua begini?” Momoko bersiap menuruni mobil takut-takut. Keadaan diluar lumayan ramai, dan kedatangannya bersama seorang Daiki arioka ini mungkin saja bisa menimbulkan kegaduhan.
“Daijoubu! Aku malah pengen semua orang tahu kalau Momochan adalah pacarku sekarang!” balas Daiki sambil tersenyum, kemudaian mengajak gadisnya itu keluar. Momoko menggembungnkan pipinya agak kesal lalu dengan terpaksa mengikuti pacarnya itu menuruni mobil.
“Demo, Daichaan~”
“MOMOKO!!!” teriakan terdengar. Momoko seketika menoleh mendengar namanya dipanggil. Momoko kaget bukan main. Dari kejauhan terlihat Umika dengan kecepatan penuh berlari siap menerjangnya. Wajahnya meminta bantuan.
“Umichan?”tanyanya heran. Umika langsung mengerem mendadak satelah jaraknya tinggal beberapa meter lagi dari sahabatnya itu. Nafasnya ngosh-ngosan.
“Momoko aku mau bicara” matanya lalu menangkap sosok pemuda di samping momoko. “Ah, hai Arioka.” Sapanya asal. Daiki hanya tersenyum, setengah heran, setengah aneh.
“Bicara? Bicara apaan?”
“Ada lah! Pokoknya sekarang ikut aku dulu!” umika manrik tangan momoko dan menyeret gadis itu pergi. Setelah beberapa langkah, gadis itu langsung teringat, dia belum minta ijin Daiki untuk membawa Momoko. “Arioka, Momonya kupinjam dulu ya..” pintanya kemudian. Daiki mengangguk.
“Cepat dipulangin ya! Hati-hati.”
“Siip! Tidak bakal rusak kok!”
Momoko memandang 2 manusia yang didekatnya itu agak kesal. “Rusak? Memangnya aku barang!” protesnya. Daiki dan Umika tertawa kecil.
“Hai! Hai! Kalian berdua pergilah, cari privasi kalian…”
“Yosh. Arigatou na!” jawab Umika kemudian menarik kembali tangan Momoko. “Ayo Momochan..”
Momokopun terpakasa ikut sahabatnya itu mencari tempat yang tepat untuk ‘bicara’.
~0~0~0~
“Nah jadi ada apa ini, sampai-sampai kau harus bicara se-privat ini denganku?” Momoko menyilangkan tangannya di dada. Umika bukannya menjawab, malah mengamati sekeliling mereka, memastikan tidak ada orang yang yang dapat mendengar perbincangan keduanya. Parkiran memang sudah agak sepi sekarang, karena pertandingan akan segera dimulai. Setelah memastikan sekelilingnya aman, Umika lalu menatap Momoko malu-malu.
“Ne, itu…Momochan kan pakar soal cinta-cintaan..” Umika mulai curhat “ Kalau saat berada di dekat seseorang jantung kita jadi berdetak lebih cepat dan perasaan kita agak-agak melayang gitu,… itu rasa suka ya?”
Momoko mengangguk semangat. “Tentu saja!”. Namun tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Momoko memandang Umika intens sekarang. “Aku tahu! Kau pasti menyukai seseorang kan? Ya kan? Siapa? Siapa? Ah, tunggu! Biar kutebak” ada jeda dalam kalimat panjang momoko barusan. “Kau menyukai Yamada Ryosuke kan?”gadis itu menoel-noel wajah Umika yang mulai memerah.
“Ssst! Nanti kedengaran orang.” Umika membekap mulut momoko sebentar. “Memangnya benar ya? Itu berarti suka?”
“Tentu saja Umichan~ haah, aku senang sekali ternyata kau menyukai Yamada-sama. Kalian berdua harus jadian, kalian sangat serasi!”
“tidak.” Umika menjawab singkat. Momoko tertegun.
“Eeh?”
“Tidak bisa. Ryosuke menyukai orang lain.”
Momoko gantian terperangah. “Yamada-sama menyukai orang lain?! Siapa?”
“Itu… aku tidak tahu.”Umika berhenti sejenak untuk berpikir. “dia hanya bilang menyukai seseorang.”
“Sou kah. Ne, Umika, daijou-“
“UMIKA! Ternyata disini! Kucari dari tadi!” seseorang menghentikan perkataan momoko. “Ah, Tsugunaga juga!” lanjutnya ketika menemukan Momoko ada bersama Umika. Kedua gadis itu menoleh, dan betapa kagetnya mereka menemukan bahwa suara yang memanggil mereka tadi adalah seorang Yamada Ryosuke, orang yang namanya sempat disinggung beberapa kali dalam obrolan singkat mereka tadi.
“Ryosuke? Sejak kapan kau disitu?”Tanya Umika cemas, kali-kali saja manusia itu mendengar perbincangan mereka barusan. Kan dia bisa tahu.
“Aku baru datang ini. Kalian ngapain sih? Sepertinya pembicaraan kalian serius sekali.” Tanya pemuda itu penasaran. Umika dan momoko cepat-cepat menggeleng.
“Betsuni!” jawab keduanya serempak. Ryosuke hanya mangut-mangut.
“Kalau begitu cepat masuk. Pertandingannya sudah dimulai. Dan Tsugunaga, Daiki juga dari tadi mencarimu. Coba mail dia dan suruh cepat masuk.” Perintahnya. Momoko sekilat mungkin mengeluarkan keitainya dan mulai mengetik mail.
“sudah!” sedetik berlalu sampai mail tersebut selesai dikirim. Ryosuke mengacungkan jempol untuk kecepatan gadis itu mengirimi pacarnya mail. Seumur-umur, baru sekali ini Ryosuke menemukan orang yang bisa mengetik plus mengirim mail hanya dalam waktu satu detik. Ketiganya lalu melangkah cepat menuju gedung olahraga. Disela-sela perjalanan mereka Umika sempat memberi bisikan-bisikan kecil untuk momoko.
“Jangan sampai dia tahu”
“Hai! Wakatta!”
Chapter 8 end~ continue to chapter 9
genre: drama,
kawashima umika,
hsj/chinen yuri,
genre: romance,
chaptered,
fic: the dream lovers,
hsj/ yamada ryosuke,
ohgo suzuka,
fanfiction,
shida mirai,
tsugunaga momoko,
hsj/daiki arioka,
hsj/ yuto nakajima