FULL HOUSE

Jan 14, 2008 23:37


Hosh~ Hosh~ Hosh~

Ne gw setengah mati apdet pake koneksi rumah yang lemot!

Awas e kalo pada nggak ngomen! *asah2 golok*

FULL HOUSE

-Takoujo version-

Chap 12

Kachou dan Choujo berkonsentrasi penuh membolak-balik catatan kuliah Dinamika Kebudayaan Indonesia mereka yang bertebaran di atas meja. Sementara yang lain sudah bisa bernapas lega atas berakhirnya ujian, mereka berdua masih punya satu kuliah yang harus diujikan.

Cupz        : ‘HARE GEENEE UJIAN DKI???’

Chu          : ‘GAK JAMAAAAN!’

Gw           : ‘…’

Pyon        : ‘Iya de yang ikut SP…’

Di ruang tengah, Chounan, Koujosama, Uketz dan Fukuka tengah merayakan berakhirnya masa-masa ujian berat mereka dengan cara berkaraoke.

“DOKIII DOOOOKI TOMARANAAAAAAAAAAIIII…!!!” suara Chounan menggelegar tanpa sensor.

Uketz, Koujosa dan Fukuka menyambung dengan pede jaya. “KOMMMNA BOKU MO KIMI GA IREBA TSUYOKU NARERU YO KOI WA HHHHUSHIGI GA MAHOOOOOU DA NEEE NANI MO KOWAKUNAI KARA…”

Kachou dan Choujo tutup kuping.

“Berisik amat sih pada.” Keluh Kachou sambil membalik lembaran catatannya untuk ke sekian kali tanpa hasil. “Dari tadi gue baca mulu tapi kok gak ada yang masuk ya?”

“Aduh, nyesel sekarang deh kenapa dulu nggak ikutan ambil semester pendek.” timpal Choujo, membaca baris yang sama untuk ke sepuluh kali. “Bo, perasaan yang gue baca tuh ‘Budaya adalah’, gak maju-maju. Itu anak-anak gak bisa disumpelin lap dulu apa barang sejam? Kagak ada toleransinyah sama yang mau ujian.”

“NEE OBAACHAMMM NI NATTE MO KISU SHITE KURERU YO NEEHHHHH SONO TOKI NI WA BOKU DAAAATTTEEEEHHH ONAJI DA YOOOO…”

Mereka bertukar pandang pasrah dan menutup catatan bersamaan.

“Ya udalah. Ujiannya masih minggu depan juga.” Kata Kachou.

Choujo ngangguk, kemudian bergerak ke ruang tengah.

“Ikutan dong!”

“Ets, nanti, aku aja dari tadi belum!” tahan Kibum.

“Ini lagu sapa ini yang pesen? Kopral Jono???” tanya Eunhyuk sambil melihat daftar lagu.

“Chuitz tu, Chuitz!”

Koujosa meraih mic. “Yak, satu persembahan dari saya untuk para pahlawan yang gugur di medan perang...”

“Alah! Gak nyambung.”

“Abis ini lagu gue! LAGU GUE!”

“Berisik amat sih Nisa. Emang lagu kamu apa?”

“KETAHUAN.”

“Ko nggak ada lagu-lagu SuJu si?” protes Heechul. “Ah, nggak seru nih mesin Karaokenya...”

Fukuka geleng-geleng. “Yang dodol itu lu. Mosok nyari lagu Suju di list lagu India? Ampe kiamat juga gak bakal nemu! Yang ada Mere Mere Tun Jahe-Jahe.”

Sementara di luar hujan turun dengan derasnya plus geluduk, suasana di dalam Tako Apaato penuh dengan kehangatan.

“Selanjutnya yang sudah kita nanti-nantikan... Super Junior no.1 voices, Super Junior KRY, Kyuhyun, Ryeowook dan Hangeng!!!”

Semua timpuk Eunhyuk pake bantal.

“Yehsung!”

“Jelas-jelas Y...”

“Hangeng dari Hongkong.”

“Emang Hangeng beneran dari Hongkong?”

“Cina, Hongkong, bukan?”

Setelah dibujuk-bujuk, Yehsung yang tadinya ngambek gara-gara nggak diaku mau juga nyanyi. Mereka bertiga menyanyikan Han Sarammaneul. Efek tiga suara keren digabung jadi satu terlalu fatal untuk Koujosa, yang langsung lari-lari keliling ruangan.

“KYUUU KERREEEEN... WOOKIE JUGAAAAA!!!”

Terus dia guling-guling.

Demi ketertiban bersama, KRY dilarang nyanyi lagi.

“Nah ini dia!” akhirnya Heechul berhasil menemukan list yang benar, dan mulai mencari-cari. “Mana Rokkugo ya,,,?”

“Ayaaaa... ada sms neh.” Donghae melambai-lambaikan hp Choujo.

“-OKITE IRUUUUUUUUU... Bacain deh Hae.” Kata Choujo yang masih berkutat dengan mic.

Donghae membuka sms yang masuk.

Pesan itu berbunyi.

From       : Adit

Tugas tambahan DKI. Kunjungan dan review tentang salah satu museum budaya di Indonesia. Dikumpul pas ujian.

--

“Udah nyampe!”

“Hayo turun, turun...!”

“...”

“...”

“Ranti kenapa? Nggak turun?”

“Tanya boleh gak? Kita ngapain disini?”

Heechul memandang Kachou dengan tatapan ‘Lha-kok-masih-nanya’. “Kan kamu ada tugas kunjungan sama Review ke musem?”

“Itu gue tau.” Kachou menghela napas. “Tapi kenapa lu dan bocah-bocah itu juga ikutan? Yang mau kunjungan kan Cuma gue sama Aya!” tunjuk anak-anak Suju dan Takojo lain yang berderet rapi di depan loket sambil ngobrol-ngobrol.

“Kan kita juga mau ikut. Ini kan kunjungan pengetahuan.” Kata Heechul manis.

“Woi! Lama amat! Buru ne bayar tiket!” panggil Kangin.

Kachou nangis darah.

“Satu orang seribu. Sini mana duitnya?”

“Yaelah Pyon, seribu doang! Bayarin napa?” protes Chounan.

“Nggak! Enak aja. Sembilan belas kali seribu uda sembilan belas ribu.”

Dengan bersungut-sungut, semua mengeluarkan lembaran seribuan lusuh dari dompet masing-masing.

“Aduh gak ada uang kecil.” Kata Siwon sambil mengeluarkan satu-satunya uang yang ada dalam dompet, seratus ribuan.

“Yah, Mas. Nggak ada kembaliannya...” kata si penjaga loket.

“Yauda kamu aja bayarin kita, gimana?” usul Hankyung cemerlang.

“Nggak mau Hyung, makasih.” Siwon menolak sopan. “Yang lain ada yang punya seribuan gak? Pinjem dulu dong!”

Semua melirik dompet masing-masing.

“Kosong, Won.”

“Nggak punya duit lagi. Akhir bulan si.”

“Dolar, Won. Mau?”

Akhirnya Eeteuk. “Ada! Ada!” ia lalu menumpahkan isi dompetnya ke meja loket. Receh seratusan menggelinding dengan riang gembira.

Yang lain menatapnya skeptis dan membatin. Dia adalah leader Super Junior.

“Satu... dua...” Eeteuk menumpuk recehnya jadi satu. “Sepuluh! Nih Mas!”

Setelah membayar, mereka semua masuk ke dalam museum dengan ribut dan langsung disambut dengan arca-arca dari segala bentuk dan usia, mulai dari yang cukup imut seperti Sungmin sampe yang gede najis kaya Shindong.

“Ini apa sih patung? Kok kepalanya gajah?” tanya Ryeowook heran sambil menunjuk patung Ganesha.

“Oh, ini ada ceritanya.” Uketz langsung berubah menjadi tour guide. “Jadi suatu hari dewa Siwa-”

“Sapa Siwa? Adeknya Siwon?”

“Jangan nyela dunk!” Uketz membentak Kibum. Kibum tertohok karena seumur-umur belum pernah dibentak Uketz. “Ini penting untuk pengetahuan! Sampe mana tadi? O iya, dewa Siwa dan istrinya itu lagi bercengkrama, trus pergilah si Siwa ini, nah istrinya laylaylaylay...”

Ryeowook terjebak bersama Uketz yang dengan penuh dedikasi menceritakan kembali sejarah singkat Ganesha, sementara yang lain memilih mundur teratur dan melanjutkan perjalanan.

“Berkatalah istrinya ‘Siwa-oppa! Loe apain ni anak?!’” Uketz dengan penuh penghayatan masih berusaha merekonstruksi sejarah Ganesha menurut versinya sendiri. Akibatnya, anak-anak kecil rombongan sekolah SD yang juga sedang mengadakan kunjungan berkumpul di sekelilingnya untuk melihat dengan penuh minat.

“’GAK MAO TAUUUU...! POKOE NI ANAK KUDU IDUP LAGEEE!!!’ kata istrinya Siwa sambil guling-guling. ‘GILA APA??? GIMANA CARANYA UDA MATI IDUP LAGI???’ kata Siwa.”

Ryeowook mulai berpikir untuk menggetok Uketz.

“’POKOE KALO GAK IDUP LOE GUE TALAK!!!’ kata istrinya marah. Siwa bingung dong ya?”

Ryewook memantapkan hati.

“Eh, pas lagi gitu, lewat aja loh itu rombongan gajah. Trus kata Siwa, ‘Ya... sikatanai deh, daripada gue ditalak mendingan pala tu gajah aja yang-“

-tok-

“AW!”

Uketz usap-usap kepala sambil mengedip beberapa kali. Ryeowook buru-buru membuang potongan arca wisnu yang tadi dia potek buat nggetok Uketz.

“Loh? Ini gue dimana?” tanya Uketz bingung.

Ryewook menghela napas lega. “Masih di Bumi.” Katanya sambil menarik Uketz menjauh dari rombongan anak SD yang dengan teliti mencatat tiap kata-lata Uketz. “Ayo kita nyusul yang lain.”

Sementara itu di ruang prasejarah, Siwon dan Hankyung berdebat mengenai originalitas koleksi yang dipajang.

“Asli.” Kata Hankyung.

“Replika kali Hyung.” Bantah Siwon.

“Asli, Won.”

“Replika, Hyung. Kalo asli kenapa dibiarin gitu aja gak dikacain?”

“Buat apa dikacain??? Orang tolol doang yang mau megang batu-batuan gak jelas kaya begini.”

Mendengar kata-kata Hankyung, Sungmin yang tengah mengusap-usap sebuah sarkofagus dengan penuh minat buru-buru menarik tangannya.

“Pokoknya ini semua asli...”

“Replika ah.”

“Ih Wonnie suka ngotot.”

“Hyung juga suka ngotot.”

“Aku kan-“

Kyuhyun colek-colek Hankyung.

“Apa, Kyu?”

Tanpa berkata apapun, Kyuhyun menunjuk papan pemberitahuan yang terpasang di atas pintu masuk. Disitu tertulis,

SEMUA KOLEKSI YANG ADA DI MUSEUM INI MERUPAKAN REPLIKA

“...”

“...”

“...”

Di sudut lain ruangan, Kachou dan Choujo tengah memperhatikan sebuah nekara segede umat. Eunhyuk, Heechul dan Eeteuk intip-intip dibelakang.

“Berbeda dengan moko yang dapat digunakan sebagai mahar nikah, nekara hanya dapat digunakan sebagai alat upacara...” Kachou membaca keterangan di sampingnya.

“Kenapa?” tanya Eunhyuk.

“Ampun deh Hyuk, gede bo. Gimana caranya jadiin mahar nikah?” celeuk Choujo sambil mencatat.

Eunhyuk manggut-manggut.

“Upacara apa?” tanya Eeteuk.

“Upacara...” Kachou meneruskan bacaannya. “Memanggil hujan.”

“Oh, yang muter-muter nari-nari sambil bawa kapak itu?” tanya Eeteuk.

“OH!” Eunhyuk menepuk tangannya. “YANG ITU???”

“Yang begini, nih!” Heechul menari-nari mengelilingi nekara dengan brutal. Eeteuk dan Eunhyuk tergugah untuk menari bersama. Mereka bertigapun mengelilingi nekara sambil melompat-lompat dan mengangkat tangan keatas, plus mengeluarkan bunyi-bunyian aneh dari mulut.

“WUUUU... WUUUU!!!”

“AUUUAUUUUU!!!”

“UOOOOO!!!”

Kachou dan Choujo bengong.

“AUUUWAAUUU!!!”

“UOOOUUUUU!!!”

-PRET-

Heechul, Eunhyuk dan Eeteuk berhenti serentak.

“...”

“...”

“Jae?”

“Bukan aku Hyung, sumpah, Teukie Hyung tuh.”

Eeteuk nyengir kuda.

“BAU!!!”

Kachou dan Choujo pura-pura nggak kenal dan langsung ngeloyor menghampiri Kangin, Shindong, Kibum dan Koujosa.

“...Gitu?”

“Gitu.” Koujosa manggut-manggut.

“Lagi pada ngapain?” tanya Kachou.

“Ini loh, Shindong gak ngerti gunanya peti kubur batu ini.” Jelas Koujosa.

“Ya buat ngubur orang la.” Kata Choujo sederhana.

Shindong manyun. “Itu aku tau. Tapi aku mau tau nanti dipendem dalem tanah gak ini petinya. Kan berat soalnya...”

“Kayanya nggak seberat itu...” Kangin menerka-nerka. “Ini sih aku sama Kibum gotongan kuat.”

“Cobaan, Hyung.” Usul Kibum.

Mereka mengangkat peti kubur batu itu.

“Keangkat kan!”

“Tapi kan itu bawahnya doang gak pake tutup.” Kata Shindong. “Trus gak ada mayatnya lagi. Jelas jadi bisa lah!”

“Ya udah cobaan aku masuk ya.” Kibum dengan sukarela masuk dan membaringkan diri di peti batu itu.

Kachou, Choujo dan Koujosa melotot.

“Emang boleh macem-macemin koleksi?”

“Kibum ngawur! Keluar cepet!”

“Ah gak ada yang liat ini.”

Mereka memandang sekeliling. Emang, nggak ada orang lain selain mereka bersembilan belas di ruangan itu, petugas aja nggak ada.

Mereka akhirnya pasrah melihat Shindong dan Kangin memasang tutup peti kubur itu dengan Kibum masih berada di dalam peti. Shindong dan Kangin kemudian berusaha mengangkat peti tersebut.

“Eeerrrgggh!!!”

“Berrr-rr-aaaat...”

Setelah mencoba beberapa saat, mereka menyerah.

“Iya ternyata emang berat...” kata Kangin.

“Makanya, orang dulu kuat-kuat kali ya...” Shindong mengelap keringat yang mengucur di dahinya.

“Kangin-hyung...” terdengar suara Kibum dari dalam peti. “Shindong-hyung... Gak bisa buka neh... tutupnya berat...  Bukain dooong...!”

“Bentar, Bummie. Capek nih.” Kata Kangin.

“Tapi disini panas...!”

“Iya bentar. Bukain nih.” Kangin hendak menggeser tutup peti itu, tapi...

“PETUGAS!” kata Koujosa panik melihat seorang petugas berjalan menghampiri mereka. Kangin buru-buru menarik tangannya dan berbisik.

“Bentar, Kibum-ah. Ini ada petugas. Kamu jangan berisik ya.”

Si petugas menghampiri mereka dan tersenyum ramah.

“Kunjungan sekolah Dek?” tanyanya.

“Iya Pak.” Jawab mereka kompak.

“Dari SMA mana? SMA? Kuliah?”

“Kuliah pak, kami dari universitas in-”

ALL          : ‘YA!’

Gw           : ‘Aish, Lupa masa.’

Rewind.

“Kuliah pak, kami dari universitas -pip-“ jawab mereka lagi.

“Oh, butuh guide? Saya bisa menjelaskan tentang koleksi yang ada disini.”

“Wah, kebetulan Pak!” Kachou dan Choujo menyambut girang. “Kami disuruh buat laporan tentang museum gitu. Mohon bantuannya ya, Pak!”

“Ya, ya... Ruangan ini semua sudah dilihat?”

“Udah Pak!”

“Kalau begitu mari kita ke ruangan selanjutnya...”

“Siap! Semuanya! Ayo!” Kachou memanggil makhluk-makhluk yang bertebaran di seluruh bagian ruangan prasejarah. Mereka semua melanjutkan perjalanan ke ruangan berikutnya.

...

...

...

“Hyung?”

Tiba-tiba terdengar suara Kibum yang terlupakan di dalam peti.

“Kangin-hyung...? Halo...? Chuitz? Shindong-hyung??? Ranti??? Aya???”

Bebek-bebek itu terus menjauh dari peredaran dan dengan segera mereka telah berada di luar jangkauan panggil Kibum.

“Hyuung...?”

-siiiiing-

Ketika menyadari dirinya ditinggal dan dilupakan dengan sukses, Kibum pun berteriak panik.

“HYYYUUUUUUUUUUNG!!!”

Para bebek tetap tak menyadari ada sesuatu-seseorang-yang hilang diantara mereka.

--

“Nah, diruangan ini kalian dapat menemukan model rumah adat dari seluruh penjuru Indonesia.”

“Whoooooo...”

Mereka berpencar ke segala penjuru dan sibuk mengamati bermacam-macam rumah adat dalam ukuran yang jauh lebih kecil.

“Oh, ini dari Jawa...” Kata Sungmin sambil membaca sebuah papan di depan model sebuah rumah. “Oh namanya Joglo... Oh gitu... modelnya gini toh... Ooooh...”

Sementara Yehsung memiliki kegiatan yang lebih menyenangkan daripada sekedar mengamati rumah, yaitu mencoba memasukkan anggota tubuhnya ke dalam rumah tersebut.

“Hmmm...” katanya sambil memasukkan kaki lewat celah pintu salah satu rumah. Setelah beberapa saat, ia menariknya keluar.

“Hmmm...” gumamnya lagi, kali ini memasukkan tangan ke dalam rumah tersebut. Setelah beberapa saat, ia menariknya keluar.

Chounan dan Fukuka yang berada di dekatnya geleng-geleng.

“Hmm...” kali ini ia memasukkan kepalanya lewat lubang pintu. Agak susah. Agak seret. Ia memberikan sedikit gaya dorong, dan kepalanya meluncur masuk dengan agak tersendat ke dalam rumah. “Hoo... dalemnya begini.” Ia memutar-mutar bola mata, berusaha melihat sekelilingnya. Setelah beberapa saat, ia menarik kepalanya keluar.

“Alah.”

Ia berusaha menariknya lagi.

“Aduh.”

Nyangkut, sodara-sodara.

“Gak bisa keluar, gak bisa keluar!” serunya panik.

Chounan dan Fukuka yang tengah meneliti rumah adat Toraja disebelahnya merasa terganggu.

“Berisik deh. Diem kek!” hardik Chounan.

“Ini-halah, gak bisa keluar ini kepala aku! Tolooooonggg!!!”

Timbul kegaduhan.

“Miring, Sung. Miring kanan.” Fukuka memberi instruksi sementara Chounan menarik bahu Yehsung.

“Adudududu! Kuping nyangkut! Kuping!”

“Makanya miring!” ulang Fukuka.

“Ini udah miring...”

“Lagian lu ngapain si masuk-masuk ga da kerjaan.” Omel Chounan, masih berusaha menarik bahu Yehsung. “Ini sih ketebelan rambut! Rambut aja ditinggiin!”

“Trus lu diem jangan berisik, ketauan petugasnya mati kita.” Fukuka memperingatkan.

Yehsung diem.

“...”

“...”

“...”

Mereka terus berusaha mengeluarkan kepala yang terperangkap di dalam rumah itu tanpa mengeluarkan suara. Susah.

“Adddiididididi...” rintih Yehsung tertahan ketika Fukuka berusaha menarik paksa kepalanya keluar dengan cara menjambak rambutnya di deket leher.

“Hikkkiikikikik...” Chounan ngikik-ngikik.

“Ketawa lagi!” hardik Yehsung.

“Diem lu! Gak gue tolongin ni!” ancam Chounan.

Yehsung mingkem.

Setelah berkutat kurang lebih sepuluh menit, kepala Yehsung berhasil ditarik keluar.

“BBBUUUUH...” Yehsung menghela napas lega.

Chounan dan Fukuka ikut menghela napas lega.

“Semuanya, kita bisa berangkat ke ruangan selanjutnya!” kata pak petugas.

Yehsung melangkah dengan ceria, kepalanya terasa begitu fit. Chounan dan Fukuka berjalan di sebelahnya.

“Sungie, nyangkut yah tadi?” tanya Koujosa, mendekati mereka.

Chounan dan Fukuka ngikik-ngikik sementara Yehsung manyun. “Iya.”

“Lagian bandel.” Koujosa nyengir. “Itu tadi diatas rumah yang lu maenin ada cewenya masa, yang punya rumah. Dia naksir gitu sama lu, trus pala lu disangkutin gitu sengaja. Daritadi dia ketawa-ketawa geli gitu liat lu gak bisa keluar.”

Mendengar penjelasan Koujosa, Yehsung, Chounan dan Fukuka langsung merinding.

“Itu seriusan?” tanya Chounan.

Koujosa mengangguk.

Yehsung berubah pucat pasi dan mempercepat langkah.

Ruangan selanjutnya yang mereka kunjungi menyimpan berbagai macam keramik dari berbagai dinasti dan ukuran, dari mulai cawan yang imut sampe gentong aer yang amit.

Heechul mulai merasa bosan dengan semuanya.

“Eh, Donghae-ah.” Colek Donghae.

“Apa?”

“Yuk maen petak umpet.” Ajaknya.

Donghae memandangnya dengan tatapan ‘yang-bener-aja?’, kemudian ia membuka mulut. “Apaan tuh petak umpet?”

Heechul tepok jidat sendiri. “Itu loh... yang itung sampe sepuluh trus ngumpet.”

“Oh itu, tau tau...” Donghae angguk-angguk.

“Yuk?”

“Apa sih? Ikut dong.” Kyuhyun yang juga bosen ikut nimbrung.

“Maen petak umpet Kyu.”

“Ikutan.”

“Ayo hompimpa.” Heechul mengulurkan tangan. “Hompimpa.”

Donghae yang jaga.

“Itung ampe sepuluh.” Kata Heechul. “Tutup mata ya, gak boleh ngintip.”

“Oke.” Donghae ngangguk. “Satu... dua...”

Sementara yang lain tengah dengan serius mendengarkan penjelasan petugas mengenai keramik, Kyuhyun dan Heechul mengendap-endap keluar barisan mencari tempat bersembunyi.

“Ah, sini aja deh.” Kata Kyu yang nggak mau ambil pusing, berdiri sembunyi dibalik satu rak tinggi keramik dinasti Tang.

Heechul bertekad untuk tidak bisa ditemukan dengan mudah.

“Dimana ya tempat sembunyi yang enak?”

Ia berpikir keras. Dan terlihat olehnya guci raksasa dari keramik.

“Aha.”

Dengan cerdas ia memanjat masuk dan meringkuk di dalamnya.

“Aman.” Pikirnya. “Donghae gak bakal bisa nemuin aku disini. Ck, aku emang jenius.”

“Sepuluh.” Donghae membuka mata, terus celingukan.

“Lagi ngapain Hae?” tanya Sungmin.

“Maen petak umpet.” Kata Donghae.

“Oh...” Sungmin ber-oh. Donghae bergerak dengan cekatan ke arah sebuah rak, kemudian jongkok dibaliknya. Sungmin yang melihat itu mengernyit bingung.

Waktu terus berlalu.

Kyuhyun yang capek berdiri berubah posisi jadi jongkok, kemudian dari jongkok jadi duduk.

“Donghae lama amat sih.” Keluhnya. “Masa nemuin aku disini aja susah.”

Yang tidak diketahui Kyuhyun adalah, pada saat yang sama Donghae juga lagi jongkok dibalik salah satu rak sambil iseng-iseng ngitungin ada berapa gambar burung di keramik yang berderet di rak depannya.

Keheranan Sungmin melihat hal ini mencapai batas. Ia menghampiri Donghae dan bertanya,

“Hae, katanya maen petak umpet?” tanyanya.

“Iya.”

“Yang jaga siapa?”

“Jaga? Apaan tuh?”

Sungmin berkedip sekali. Bingung. “Itu yang itung satu sampe sepuluh.”

Donghae ikut berkedip, kemudian berkata polos. “Oh, aku.”

“Lha terus kok kamu ikut ngumpet?! Yang nyari siapa?!”

“OI SEMUANYA! PULANG YUK!” panggil Kangin dengan suara menggelegar. Rupanya penjelasan dari pak petugas udah selesai, yang berarti berakhir pula kunjungan mereka di museum.

Mendengar ini, Kyuhyun keluar dari tempat persembunyiannya sambil bersungut-sungut.

“Payah banget si Donghae hyung... Gitu aja gak ketemu.”

Donghae bergegas menjajari langkah Kyuhyun.

“Eh, tau nggak Kyu, ternyata daritadi tuh aku yang jaga toh?”

Kyu à (“””c . . .

--

“Huah... Capek... ternyata jalan-jalan di museum itu bikin capek ya! Padahal Cuma liat-liat...” kata Siwon, mengangkat tangan keatas, peregangan.

“Tapi enak ya, murah.” Celetuk Eeteuk.

“Iya, adem lagi.” Tambah Kangin.

“Tapi serem...” keluh Yehsung, inget-inget pengalaman nyangkutnya kepala di rumah tadi. Selesai Yehsung ngomong, terdengar jeritan ngeri dari ruang prasejarah. Beberapa detik kemudian anak-anak SD yang juga lagi mengadakan kunjungan berlarian keluar dengan tampang ketakutan, beberapa sambil menangis.

“Ada apa de?” tanya Fukuka ke seorang anak laki-laki yang berlari di dekatnya.

“Hantu! Ada hantu!” kata anak itu dengan wajah pucat pasi.

“AAAAAAAAAARRRGHH!!!” Yehsung langsung loncat peluk Ryeowook mendengar kata-kata si anak.

“Hantu? Hantu apa?” tanya Uketz.

“Itu... Di peti mati ada suara orang! Serem banget Kak pokoknya! Dia bilang ‘keluarkan saya dari sini... tolong...’, POKOKNYA SEREM DEH KAK!” anak itu menjerit histeris dan langsung lari menyusul kawan-kawannya keluar.

“AH!!!” Kangin dan Shindong berpandangan. Begitu pula dengan Choujo, Koujosa dan Fukuka. Mereka semua bergegas berlari kembali ke ruang prasejarah.

Berdua Shindong, Kangin mengangkat tutup peti kubur batu. Dari dalamnya muncul Kibum dengan raut wajah yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

“Ya ampun Kibum!” teriak Uketz kaget. “Lu ngapain disana?!”

Kibum menunjuk Kangin dan Shindong.

“Iya maap... kita kelupaan...” kata Kangin sambil nyengir-nyengir minta maaf.

Kibum keluar dari dalam peti sambil ngomel-ngomel. “Tau nggak Hyung, disitu tuh pengap banget. Untung batunya ada yang udah pecah-pecah, jadi ada jalan udara. Udah gitu tadi aku kentut, lagi. Trus pingsan gara-gara nyium bau kentut sendiri. Kasian banget aku kan??? Kalian kemana coba? Tega bener sama dongsaeng sendiri. Biasanya sering ngomong ‘Aku ini hyung-mu, aku ini hyung-mu’, sekarang gak tanggung jawab.”

“Bukan aku la yang suka ngomong gitu!” Shindong berdalih. “Heechul-hyung tuh!” tunjuk entah siapa.

“...”

“Heechul-hyung?”

“Mana?”

“Mana Heechul?”

“Heechul mana???”

Mereka semua terdiam.

“...”

“...”

“HEECHUL ILANG JUGA!!!”

“Jangan-jangan diculik cewe yang ngusilin aku tadi itu!!!” kata Yehsung dengan kengerian tingkat akut. “Heechul-hyung diculik setan!!!”

“Jangan bikin gosip yang nggak-nggak!” omel Kachou.

“Trus mana Heechulnya?”

“Kemana?”

“Dimana???”

“Terakhir yang liat Heechul siapa?” tanya Fukuka.

“Donghae-ah, tadi maen petak umpet kan sama Heechul-hyung?” tanya Sungmin.

Semua langsung memandang Donghae. Merasa jadi tersangka tunggal, Donghae menunjuk Kyuhyun. “Aku kan tadi jaga, Kyu tuh yang terakhir liat!”

“Aku juga nggak liat sih...” Kyu menggeleng pasrah.

“HEECHUL DIUMPETIN SETAAAAN!!!” teriak Yehsung histeris sambil peluk Ryeowook kuat-kuat.

“Tenang! Tenang!” Eunhyuk menenangkan mereka semua. “Kalian main petak umpet dimana tadi???”

Semua memandang Eunhyuk dengan terkesan dan membatin. Tumben dia cerdas.

“Di ruang keramik...” jawab Donghae.

Mereka semua berkonvoi menuju ruang keramik. Ruangan itu kosong.

“Heechul-hyung!” panggil Sungmin.

“Ssst! Jangan tereak!” Chounan memperingatkan. “Ntar kalo ketauan petugas kita repot.”

Sungmin mendengus. “Petugas kerjanya apa? Daritadi anak-anak SD itu lari juga petugasnya pada diem aja.”

Chounan angkat bahu.

“Heechul-hyung...” panggil Sungmin lagi, kali ini lebih pelan.

“Cul-cuuuuuul...!” Kachou memeriksa rak bolak-balik. Kali Heechul nyempil. Tapi hasilnya nihil.

“Heechul-hyuuung...”

“Nchuuul... Balik lo!”

“Hyung-aaaahh...”

“Heeechul-aaaaaah...!!!”

“Yah, Hangeng-ah, ini kaya guci-guci yang dipake buat pilem india itu nggak?” tanya Eeteuk. Hankyung memandangnya. “Hyung, sempet-sempetnya. Kamu leader apa bukan sih?”

“Ah, yang nyari dia kan udah banyak. Ntar juga ketemu. Daripada itu, ini loh, mirip kan, kaya keranjang kobra. Coba kamu pura-pura tiup sulingnya.”

Dengan edan, Hankyung ikut terpengaruh.

“Iya ya Hyung, mirip. Nih ya, aku tiup ya.”

“Jangan-jangan beneran ada kobranya lagi.”

“Tiup ya.”

Hankyung bersiul menirukan bunyi seruling-seruling India. Eeteuk ngakak-ngakak.

“Mirip, mirip!” ia bertepuk tangan.

Tapi kemudian ia mendengar suara aneh dari dalam guci. Eeteuk terdiam dan dengan reflek bergerak menjauh dari guci.

Hankyung yang nggak sadar masih terus bersiul-siul.

Kemudian Heechul muncul dari dalam guci sambil nguap lebar.

“OAAAAHMMMMMMM...”

“HIEUCHEOL!!!” teriak Eeteuk kaget.

“Hyung!!!” teriak Hankyung, juga kaget.

Semua menoleh ke arah mereka.

“CULCUL!!!” teriak Kachou lega. “ALHAMDULILLAAAAAH!!! Lo selamat!!!”

“Hyung ngapain di dalem sana si?” tanya Sungmin.

Heechul mengernyit. “Lha aku ngumpet! Kan lagi maen petak umpet tadi. Donghae nyarinya lama, jadi aku ketiduran.”

Semua geleng-geleng.

“Ah... Bangun tidur terus laper, makan dong!” kata Heechul sambil manjat keluar guci.

“Aku juga laper!” Siwon angkat tangan.

“Gue juga!” Uketz ikut angkat tangan.

“Oke, kalo gitu sekarang pulang mampir dulu di Solar**!”

“YAAAAY!!!”

“Sapa yang bayarin???”

“Bayar sendiri-sendiri!”

“Peliiiiit!!!”

Dengan ribut-namun hati riang-mereka semua berjalan keluar museum. Lengkap. Tanpa kurang seorangpun.
Previous post Next post
Up