We Can't Stop / 1s/ Incest / Slight!Angst

Jan 06, 2014 13:57


Title : We Can't Stop (Same goes to the lyrics)

Author : sutradarabukan

Genre : Incest/ Slight!Angst/ Romance

Rate : PG17

[Satu tahun lagi, bertahanlah untuk satu tahun lagi. Dan kita akan hidup bahagia, hanya kamu dan aku.]

listen to this cover (http://www.youtube.com/watch?v=uzgp65UnPxA)  while reading this is highly recomended

Its our party we can do what we want (no drama)
Its our party we can say what we want (Mike will made)
Its our party we can love who we want
We can kiss who we want
We can live how we want

Tubuh saling bertubrukan dengan para party-poopers dalam ruangan, kepalaku terasa berputar putar dalam irama musik remix dari turntable yang dimainkan oleh DJ di pojok ruangan.

Aku memicingkan mataku saat merasakan tangan seseorang menyentuh bagian bawah tubuhku-tepatnya dekat dengan bokongku--

"Hyah apa yang kau sentuh-- Eh? Byunghun?!" Tanganku menyikut wajah yang amat kukenali-tentu saja, aku hidup bersama wajah itu selama 18 tahun lamanya-perasaan menyesal mengguyur sekujur tubuhku saat kusadari apa yang sudah kulakukan pada adik kesayanganku itu.

"Ayo kemari biar kulihat wajahmu!" Aku menariknya keluar dari dance floor dengan paksa, untung saja ia tidak melawanku dan mengikutiku yang menggiringnya ke lorong tersepi di klab malam ini.

"Aw! Hyuuung~ Pelan pelan!!" Rintihnya saat aku menempelkan kantong es ke wajahnya yang memar dari sikutan tajamku.

"Kupikir kamu akan menghancurkan wajahku dengan sikutmu itu hyung! Geez, aku selalu tahu kamu ini sentimen dengan wajah tampanku ini!" Byunghun mencibir, dan aku membungkamnya dengan menempelkan kantung es itu juga ke bibirnya.

"Hyaaah! Hyuuung!" Yang membuatnya merengek sebal, aku tidak bisa menahan tawa yang kutahan sedari tadi.

"Maaf." Aku terkekeh dan membelai memar di pipi kanannya yang tirus itu.

"Untuk tidak mengajakku ke party dan berbohong bahwa kamu merayakan kelulusanmu di rumah Niel?" Byunghun menyeringai padaku yang tertusuk oleh rasa bersalah tepat di jantungku.

"Itu juga..." Aku menggigit bibir bawahku, tanganku menemukan jemarinya-terlalu terbiasa akan cengkraman dari jemari kurusnya itu, aku tersenyum lega. "Maafkan aku karena semuanya akan menjadi sulit setelah ini..."

Aku merasakan tangan Byunghun melingkari pinggangku, menarikku lebih dekat hingga kini dada kami saling bertemu-dalam satu irama jantung yang saling berpacu satu sama lain.

"Tidak apa-apa hyung. Bukan salahmu kamu ini populer dan juga pintar. Bukan salahmu juga kamu diterima di universitas terkenal di Tokyo." Ia menyurukkan wajahnya ke leherku, mengirimkan aliran kehangatan dari deru nafasnya ke seluruh tubuhku. "Salahku yang terlahir menjadi adikmu yang lebih muda setahun darimu, hyung."

Perih menjelajari dadaku, aku bisa merasakan airmata menggantung di pelupuk mataku. Reaksi yang selalu otomatis tubuhku lakukan tiap kali kenyataan itu memukulku tepat di wajahku.

Kenyataan bahwa aku, Lee Chanhee adalah saudara kandung dari Lee Byunghun, satu-satunya orang yang kucintai dengan sepenuh hatiku.

"Ayo, hyung akan membawamu pulang sebelum ibu menyadari kamu tidak ada dikamarmu." Kataku sambil menepuk punggungnya, buru buru kuseka airmataku sebelum ia melihatnya.

Byunghun mengerucutkan bibirnya dan memandangiku dengan puppy eyes nya. "Hyung memperlakukanku seperti bocah di bawah umur." Cibirnya.
"Memangnya bukan?" Ledekku dan ia meninju dadaku pelan, dan aku berpura-pura merintih kesakitan karenanya.
"Aku tidak mau pulang!" Byunghun enggan beranjak, ia mendorongku ke dinding lorong dan membuatku terkejut-akan kekuatannya-ia selalu tahu bagaimana mengejutkanku dengan perubahan yang terjadi pada pertumbuhannya, adik kecilku itu."Ayolah Byunghun, kamu tidak ingin membuat ibu ketakutan akan absensi mu dan lantas meneleponku karena panik kan?" Kataku sambil menatapnya dengan wajah membujuk.
Kerutan di dahinya memudar, aku tahu bujukanku selalu berhasil padanya.
"Baiklah." Ia menghela nafas, sebelum mengangkat wajahnya dan memandangku dengan mata jenakanya dan berkata- "Jika kamu memberikanku ciuman maka aku akan menurutimu!"
Wajahku memanas akan permintaan bodohnya itu, tapi kutemukan diriku membeku saat kedua telapak tangannya mendarat di wajahku. Mataku otomatis terpejam sebelum kurasakan deru nafasnya di pipiku dan bibirnya menghapus jarak diantara bibir kami. Nafasku bergetar saat kurasakan bibirnya bergerak lembut sebelum lidahnya yang hangat menyapu ruang ruang di rongga mulutku. Otomatis alarm bahaya di belakang kepalaku berbunyi--
"B-byunghun s-stop!" Dengan sekeras hatiku aku mengakhiri ciuman panas kami- yang hampir membuat kami berdua kehabisan nafas.
"Hyung..." Byunghun menghelakan namaku di nafasnya yang hangat di tengkuk leherku.
Aku merasakan sesuatu yang basah jatuh di bahuku yang terbuka.
"Chanhee hyung... Aku-"
Sebelum sempat ia menyelesaikan kalimatnya yang membuat seluruh tubuhku bergetar itu aku menarik tangannya menuju pintu keluar.
"Ayo, kamu sudah berjanji."
Perjalanan pulang terasa seperti perjalanan menuju ke neraka. Karena meski di dalam taksi kami bisa berbagi kehangatan melalui buku buku jari kami yang bertautan, dan dapat membisikkan kata kata bodoh seperti khayalan masa depan kami berdua, juga merasakan indahnya menjadi satu sebagai sepasang jiwa yang saling mencintai- sesampainya kami di tempat bernama rumah itu- kami harus berpisah karena hubungan persaudaraan kami.
"Byunghun? Apa itu kamu?" Kudengar suara mengantuk ibu dari dalam kamar saat aku membuka pintu belakang. Panik, aku menyuruh Byunghun untuk bersembunyi di balik rak dapur. Untungnya lampu di rumah kami sudah mati semua, sehingga amat mudah untuk menipu mata ibuku yang mengantuk saat ia menangkap basah aku yang tengah mengunci pintu belakang.
"Ah kamu rupanya Chanhee... Sudah selesai pesta di rumah temanmu itu? Bagaimana pestanya?" Ibu bertanya sambil menggosok matanya, kerutan di wajahnya terlihat samar di bawah temaran sinar rembulan yang berbias dari jendela.
"Lumayan, tapi aku mengantuk makanya aku pulang lebih cepat." Ucapku sambil menghampiri ibuku dan menggiringnya untuk kembali ke kamarnya. "Apakah aku membangunkan ibu? Maaf..." Maaf karena telah berbohong begitu banyak padamu yang telah membesarkan kedua anakmu sendirian semenjak kematian ayah 10 tahun yang lalu. Maaf karena aku bukan sosok anak yang bisa kamu banggakan, ibu.
"Bicara apa kamu ini? Kamu selalu membuat ibu bangga." Tanpa sadar ternyata aku menyuarakan pikiranku keras keras. Kulihat ibuku menatapku dengan tatapan penuh harapan dan kasih sayang. Tatapan yang membuatku terasa berlumur dosa.
"Tidak seperti adikmu yang hanya bisa membuat ibumu ini sakit kepala. Dia bersikeras untuk ikut kemanapun kamu pergi, dia bahkan tadi merengek untuk disekolahkan di Tokyo bersamamu. Ah, kenapa Byunghun tidak bisa sepertimu Chanhee?" Ibu memijit kepalanya dan aku tersenyum menenangkannya sambil membaringkannya di ranjangnya sebelum menyelimuti tubuh kurusnya itu.
"Karena Byunghun adalah Byunghun, dan itulah yang membuatnya menjadi Byunghun kita yang spesial." Ucapku sebelum mengecup kening ibuku. "Jangan terlalu keras padanya sementara aku tidak ada ya bu?" Bisikku dan ibuku beringsut di dalam selimutnya seraya memejamkan matanya.
"Kamu ini selalu saja menyayanginya lebih dari apapun, bahkan ibumu sendiri." Gerutunya. Aku tidak dapat mengelak itu, karena memang benar adanya;
"Kurasa kamu benar soal itu bu. Maaf. Aku juga menyayangi ibu... Selamat malam." Aku keluar dari kamar ibuku setelah yakin bahwa ia telah benar tertidur-
"Ya Tuhan! Kamu mengagetkanku!" Byunghun ada disana dengan seringaian lebar di wajahnya.
"Kamu begitu menyayangiku eh? Lebih dari kamu menyayangi ibu?" Godanya, sial, dia pasti menguping pembicaraanku dengan ibu tadi.
"Bodoh! Sana pergi ke kamarmu dan tidur! Sudah larut!" Aku memukul bokongnya dengan tanganku tapi Byunghun terlalu senang dengan apa yang didengarnya tadi untuk merasa sakit.
"Hanya jika kamu tidur bersamaku malam ini!" Katanya sambil bertolak pinggang di depan kamarnya yang terbuka lebar. Wajahku memanas dengan tawarannya yang- "Ma-maksudku bukan seperti itu hyung! Aku maksud tidur bersama-ha-hanya tidur!" Ia memang selalu cepat tanggap soal hal seperti ini, salah satu hal yang membuat Byunghun-ku begitu spesial. Salah satu hal yang membuatku jatuh hati padanya.
"Baiklah jika kamu memaksa." Ucapku sebelum menyelonong masuk ke kamarnya dan mulai melucuti pakaianku satu persatu.
"Eeeh? Serius hyung? Maksudku..." Ia terlihat panik, terlebih lagi setelah yang tersisa di tubuhku hanya boxer merah muda favenya. "Hyung! Itu kan boxer fave-ku! Kenapa kamu memakainya--hmmph!" Aku menariknya ke ranjang, membungkamnya dengan satu kecupan panjang sebelum mengakhirinya buru buru setelah kurasakan tangan jahilnya meraba pinggangku di balik selimut.
"Hey! Kamu bilang hanya tidur!" Aku menepuk dadanya kesal sebelum aku tersadar bahwa betapa kencang degup jantungnya-dari kecupan ku tadi.
"Sa-salahmu sendiri menciumku begitu sambil mengenakan boxer fave-ku!" Ia beralasan. Ia amat beruntung karena aku terlalu lelah untuk berargumen, dan wajahnya begitu menggemaskan dibawah temaram sinar rembulan dari jendela kamarnya-sehingga aku hanya melingkarkan tanganku ditubuhnya untuk menarik tubuh kami mendekat satu sama lain.
"Tidurlah, ini kesempatan terakhirmu sebelum aku pergi minggu depan." Sekejap kurasakan Byunghun melingkari tubuhku, erat. Dagunya diatas kepalaku saat ia bergumam; "Jangan ingatkan aku soal itu, itu hanya akan membuatku merasa sakit."
Aku mengangkat kepalaku, sehingga wajah kami bertemu. Aku memegangi wajahnya yang terlihat seperti hampir menangis itu.
"Dan kamu pikir aku tidak?" Tanyaku sambil memandangi matanya yang berkaca-kaca. "Aku pun sama sedihnya denganmu, bodoh. Kamu pikir cuma kamu yang kehilangan disini? Akupun sama..." Aku memejamkan mataku dan menempelkan dahi kami bersama.
"Aku pun sama... Hatiku sama... Kamu tidak percaya padaku?" Cepat cepat digelengkannya kepalanya, membuat dahi kami bergesekan dan aku tidak bisa menahan tawa akan kelakuan bodohnya itu.
"Karena itu, berhentilah bersikap melankolis dan memberontak. Sebaliknya, nikmati hari hari kita yang tersisa ini dengan bahagia." Ujarku sebelum menangkap airmatanya yang jatuh dengan jemariku.
"Hush, jangan menangis. Kamu amat jelek saat menangis, adik payah." Kataku dan ia menyembunyikan airmatanya dengan menyurukkan kepalanya ke leherku. "Aku akan amat merindukanmu hyung." Ia bergumam. "Aku bahkan sudah merindukanmu meski kamu masih disini." Aku tersenyum akan kata-katanya yang tidak masuk akal itu.
"Bodoh..." Kupeluk tubuhnya yang kurus dan lebih kecil dariku itu ("Aku masih di masa pertumbuhan hyung! Tunggu saja sebentar lagi aku akan lebih tinggi darimu!" Byunghun selalu berkomentar soal tubuh kecilnya.) dan menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. Aku akan merindukan aroma khas tubuhnya ini. Tanpa sadar airmataku jatuh.
"Hey Byunghun, ingat impian kita tentang kehidupan kita sehabis SMA?" Tanyaku dan ia menjawabku dengan anggukan kecil. "Aku akan berada di universitas setahun lebih awal darimu, tapi tidak apa-apa karena kamu akan menyusul setahun setelahnya." Ujarku. Byunghun mengelus punggung telanjangku, dan melanjutkan;
"Kita akan menyewa apartemen kecil karena kita tidak butuh banyak ruang-toh kita akan menghabiskan sepanjang waktu di kamar berdua."
"Pervert!" Aku menepuk dada Byunghun dengan wajah memanas, tapi tertawa saat dia tertawa.
"Aku akan mencari pekerjaan paruh waktu untuk membantu biaya hidup kita berdua, karena uang dari ibu hanya cukup untuk sekolah dan biaya makan kita- sementara kamu hyung, harus fokus pada kuliahmu agar lulus menjadi orang yang hebat dan menemukan pekerjaan yang hebat juga. Untuk kita berdua." Tawaku berubah menjadi senyuman, aku amat suka caranya menyebutkan kata 'kita berdua'. Seolah hanya itu yang berarti di dunia ini baginya, hanya 'kita berdua'."Satu tahun lagi, bertahanlah untuk satu tahun lagi. Dan kita akan hidup bahagia, hanya kamu dan aku." Ucapku sebelum mengecup pipinya yang basah oleh airmata, si cengeng Byunghun satu ini."Ya, satu tahun. Aku akan bertahan selama satu tahun untuk selamanya hidup bahagia berdua denganmu, hyung." Aku mengangguk, menepuk punggungnya untuk menggiringnya tidur.
"Satu tahun, hanya satu tahun. Setelah itu dunia akan menjadi milik kita. Hanya ada kamu dan aku, bertahanlah my Byunghun..." Tidak ada sahutan darinya, yang kuartikan bahwa ia sudah tertidur. Aku pun memutuskan untuk beranjak tidur sebelum kurasakan sepasang bibir di dahiku dan berbisik.
"Aku mencintaimu, Chanhee." Suaranya saat mengujarkan namaku, aku tidak akan pernah lupa itu. Aku bersumpah pada diriku bahwa akulah yang seharusnya menjadi dewasa dan pemegang andil di hubungan kami. Tapi disini aku, tidak mengenakan apa apa selain boxer merah muda kekasihku yang kini menyelimuti tubuhku dengan tubuhnya yang kurus, dengan tangan menggenggam kuat ke ujung kemejanya seakan aku takut jatuh.
"Selamat malam, Byunghun-ah..." Aku selalu takut ketinggian, dan karenanya aku takut untuk jatuh. Mungkin karena itu aku tidak pernah berani mengutarakan betapa aku mencintai Byunghun, seperti yang selalu ia lakukan. Tapi mungkin juga, aku tidak mengucapkannya karena aku tahu bahwa...
"Yeah, selamat malam." Dia pun sudah tahu.
Orang bilang hubungan darah lebih kuat dari apapun juga. Tapi untukku dan Byunghun, yang memang terikat hubungan darah sedari kami lahir, bukan darahlah yang mengikat kami. Tetapi cintalah yang melakukannya.

FIN



incest, oneshot, romance, slight!angst, l.joe/chunji, teen top

Previous post Next post
Up