Menggilai Efek Rumah Kaca

Aug 13, 2011 14:11

Ayo Menjadi Indonesia! Omong-omong, yang dicetak miring itu judul lagu Efek Rumah Kaca. Ada yang suka Efek Rumah Kaca? Band indie asal Jakarta ini terdiri dari Cholil (vokal, gitar), Adrian (bass), dan Akbar (drum). Saya kenal beberapa lagunya udah cukup lama sih. Tapi baru beberapa hari ini kok tahu-tahu terserang demam ERK.

Saya lupa lagu apa yang pertama kali saya kenal. Mungkin Melankolia atau Desember. Tapi yang bikin saya memutuskan ERK adalah band bagus adalah lagu Di Udara. Itu juga didukung oleh banyak artikel di media tentang band ini. Efek Rumah Kaca (disingkat ERK aja ya) disebut-sebut sebagai penyelamat musik Indonesia. Kedengaran heroik memang. Tapi banyak benarnya kok. Ini bukan sekedar pendapat fans yang sedang jatuh cinta lho... :p

Yang saya suka dari ERK adalah liriknya. Saya menghargai band dan musisi Indonesia yang idealis, setia bikin musik yang bagus walau pasar nggak cukup merespon. Tapi nggak banyak yang bikin lirik bagus dalam bahasa Indonesia. Alasan mereka bisa aja demi go international, mengenalkan musik bikinan orang Indonesia pada dunia. Atau karena memang lebih nyaman menulis lirik pake bahasa Inggris. Yah, masuk akal sih. Kalo dari kacamata orang awam seperti saya, bikin lirik pake bahasa Indonesia (seharusnya) memang lebih susah karena sukukatanya lebih banyak. Apalagi bikin lirik yang bagus dan memilih tema yang tidak pasaran. Pasti susah deh. Makanya saya salut pada band/musisi yang bisa bikin lirik bagus dalam bahasa Indonesia di jaman sekarang. Eh ralat. Saya bukan salut, tapi salut banget! Kenapa? Karena lirik bagus dalam bahasa Indonesia itu ikut mendidik publik kita. Di tengah serbuan lagu dengan lirik asal-asalan kok masih ada yang mau repot-repot bikin lirik bagus, itu layak diacungi banyak jempol. Soal bisa ato enggak lagu-lagu mereka jadi RBT terlaris ato dinyanyiin anak-anak kecil yang ikut Bintang Cilik, misalnya, itu soal lain.

Kembali ke ERK. Band ini sukses mengangkat beragam tema, dari isu sosial (Belanja Sampai Mati, Kenakalan Remaja Di Era Informatika, Jangan Bakar Buku), politik (Mosi Tidak Percaya), lingkungan hidup (Hujan Jangan Marah), religius (Debu-debu Beterbangan), sampe kondisi psikologis (Melankolia, Tubuhmu Membiru Tragis), dalam lirik yang nggak sloganistis (ini istilah apaan sih, tapi saya sering nemu dan nyaman pake ini :p) maupun kacangan. Musiknya sederhana dan enak. Kalo nggak salah mereka menyebutnya pop minimalis. Ah woteper it is. Buat kuping saya sih lebih pas disebut pop progresif.

Saya mau ngobrol tentang 2 lagu yang bikin kuping saya tegak alias serius ndengerin ERK lagi. Yang pertama adalah Jalang. Mendengar intronya, kalian mungkin udah bisa menebak kelompok mana yang disentil di sini. Apalagi kalo udah denger liriknya:

Siapa yang berani bernyanyi / Nanti akan dikebiri

Siapa yang berani menari / Nanti kan dieksekusi

Karena mereka paling suci / Lalu mereka bilang kami jalang

Karena kami beda misi / Lalu mereka bilang kami jalang

*samar-samar denger suara ‘RUU Pornografi dan Pornoaksi’*

Resmilah dia masuk ke daftar playlist di mp3 player saya.

Abis wow dengan Jalang, saya terusik dengan kata ‘memori terhapus’ di lagu Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa. Dan setelah saya dengerin beneran, jatuh cinta deh pada penutupnya alias 90 detik terakhir. Tadinya saya kira lagu ini pake tema yang rada-rada sci-fi gitu. Eh setelah saya intip di blog ERK (?), ternyata cuma lagu cinta biasa. Doh. Oke, mari kita baca liriknya yang ‘menjerumuskan’ ini:

Akan ke manakah aku dibawanya / hingga saat ini menimbulkan tanya

Engkau dan aku / menuju ruang hampa / Tak ada sesiapa / hanya kita berdua

Kau belah dadaku / mengganti isinya. Hisap pikiranku / memori terhapus. Kau kunci mulutku / menjeritkan pahit.

Duh saya udah mbayangin diiket, mata ditutup, mulut dibekap, lalu dibawa ke ruang cuci otak. Hm. Saya nggak kepikiran tentang hubungan pacaran yang sampai “menghapus identitas” pasangan. Terbiasa  dan nggak merasa nggak ada yang berubah selama pacaran dengan si A, tapi ternyata kita udah mengubah semua kebiasaan kita, nggak minat kontak ama siapa aja yang dulu dekat dengan kita tapi tak disukai si A, nggak suka semua yang dulu kita suka karena si A nggak suka itu, dsb dsb.

Kalian yang udah beberapa kali baca entry saya mungkin bakal nebak: ah ini ujung-ujungnya pasti fanshitting ERK. Hehe... Well, saya sedang menimbang-nimbang untuk menuju ke sana (lol), tapi ... euh, gimana ya. Mungkin karena ERK tergolong dekat, nggak kayak mas Steven Wilson atau mbah David Gilmour di Inggris sana, atau Yakushi Kabuto di kepala Mishimoto (yang entah brapa jaraknya dari sini.orz), rasanya mau fanshitting mereka kok... sungkan. Hehehe. Rasanya aneh memasangkan si anu dengan siapa gitu (sengaja nggak pake nama ato inisial. Sungkan beneran bo’) atau ‘kya kyaaaa marry me [nama personil ERK]’ atau mbayangin adegan yang iya-iya dari (ralat. dengan) personil ERK. OTL. No. Nooooo!

Okelah saya ngaku kalo ngeliat Cholil nyanyi jadi mikir, “ehm, bagai Thom Yorke”, atau “Thom Yorke-nya Indonesia nih”, lalu “my Thom Yorke”, dan “lama-lama kok jadi keliatan cakep ya...” #dor. Tapi saya lalu buru-buru nyambung dengan, “hus! Jauhi dia. Dia udah punya istri dan anak.” Wakakak.

Jadi percayalah. Walau judulnya ‘menggilai Efek Rumah Kaca’, tapi tahap fanshitting Efek Rumah Kaca itu masih jauuuuuh... dan semoga nggak bakalan nyampe sana.

Mari kita menggilai ERK dengan akal sehat saja. Jangan sampai birahi yang juara kayak di lagu ini nih:

http://youtu.be/3n7bwUrUnco

indonesia, fangirling, efek rumah kaca, fanshit, music

Previous post Next post
Up