[fanfiction] CLOCK STRIKES (Chapter V)

Jul 14, 2013 15:52


Title : Clock Strikes
Author : shinsakurai
Rating : PG
Genre : AU, Fluff, Angst, Sci-fi
Pair     : SakuMoto (Matsumoto Jun x Sakurai Sho)
Fandom : Arashi
Type    : Chapter, 5/?
Language : Indonesia
Disclaimer : Arashi kepunyaan eyang Johnny XD dan cast laen masing2 punya jimusho nya~ saya cma modal cerita
Judul diambil dari lagunya One Ok Rock~ dan sekarang saya tau kenapa saya menggunakan judul ini LOL XP


Chapter 5

“SHO!”, Jun melangkah-hampir berlari, berusaha mendekati Sho.

“Ah! Sebaiknya kau tetap di tempatmu, MatsuJun…”, Prof. Tokui tiba-tiba mengeluarkan pistol dari sakunya, mengarahkannya ke kepala Sho. “Kau tak mau kan kalau peluru lain berada di kepalanya? Aku tak tahu kali ini apa dia masih bisa selamat…”,lanjutnya sambil menyeringai kecil.

“Brengsek kau Tokui!”, ujar Jun sambil mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, membeku.

Hampir seluruh orang yang hadir di situ bertambah panik ketika menyadari Tokui mengeluarkan senjata, beberapa wanita menjerit histeris mencoba keluar dari laboratorium.

Sebuah suara tembakan kemudian terdengar, mengagetkan semua orang yang hadir disitu dan membuat mereka langsung terdiam.

“Tidak!”, jantung Jun berdebar keras, berusaha memastikan bahwa bukan senjata milik Tokui lah yang berbunyi.

“Semua jangan ada yang bergerak! Ck, kau bicara terlalu banyak, Tokui, apa kita tidak bisa langsung saja ke intinya.”, Takeuchi-sensei keluar dari salah satu pintu laboratorium, diikuti banyak orang berpakaian hitam bersenjata.

“Ahh, maaf, Yuuko-chan, aku terlalu menikmati ini semua. Seperti biasa nada bicaramu selalu dingin.”, Tokui melambaikan tangan dan membungkukkan badannya ke arah Takeuchi-sensei, bergaya seperti menyapa seorang Lady.

Semua pintu laboratorium ditutup, orang-orang dipaksa untuk berkumpul, berjongkok, dan dilarang berbicara sepatah katapun.

Jun membulatkan matanya melihat pemandangan yang terjadi di hadapannya, “Kau… sudah merencanakan ini sejak awal? Sial… seharus ku tahu kalian berkomplot.”

“Ya, sayang sekali… kalau saja kami tak cukup hati-hati sepupumu hampir saja membongkar semua ini. Ternyata dia menyadari keanehan yang terjadi sejak awal. Kupikir awalnya dia hanya kagum kepada Yuuko-chan, ternyata dia berusaha menggali informasi.”, jawab Tokui.

“Nino? Apa yang kau lakukan padanya?”, balas Jun.

“Tenang saja, kurasa dia masih hidup. Sebenarnya aku masih membutuhkan kalian bertiga… tetapi kalau kalian bertindak macam-macam.. aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan.”

Sambil tertawa Tokui kemudian merunduk, mendekatkan wajahnya kepada Sho. Dengan kasar Tokui menarik rambut Sho dan menempelkan senjata yang digenggamnya ke kepala pemuda di hadapannya itu.

Ketegangan jelas tergambar di raut wajah Jun menyaksikannya.

“Hey kalian ikat dia.”, lanjut Tokui kemudian menyuruh komplotannya untuk mengikat Jun.

Sho merasakan sensasi aneh saat ujung senapan menyentuh kepalanya, dia dapat merasakan rasa sakit di belakang kepalanya, seolah lukanya masih baru. Rasa mual menghinggapinya kembali hingga Sho harus memejamkan matanya. Tidak sanggup memikirkan apapun lagi, berharap dirinya jatuh ke dalam ketidaksadaran, dia merasa lemah secara mental maupun fisik.

“Kau pucat seperti mayat hidup, Satoru-chan… Pasti menyakitkan mengingat kembali tentang ayahmu , penjahat yang membunuh belasan orang dan berusaha membunuh keluarganya sendiri, darah dagingnya, lalu dengan pengecutnya bunuh diri…”

“Hentikan, Tokui!”, Jun mengerang keras lagi.

“Katakan padaku, apa sekarang kau membenci ayahmu? Karena secara pribadi aku benar-benar benci padanya. Sudah duabelas tahun ini aku bersabar, menanti saat seperti ini, saat aku membuka rahasia menyedihkan yang tersisa dari keluarga Kamiyama. Kalau kau ingin menyalahkan seseorang atas penderitaanmu, maka salahkan ayahmu… ”

“Aku bilang hentikan, brengsek! Sudah cukup apa yang kau lakukan padanya!”, kalau saja Jun tidak dalam keadaan terikat, mungkin ia tidak bisa menahan dirinya lagi dan menerjang orang paling menjijikkan yang pernah dikenalnya itu.

“Bukankah kata ‘brengsek’ itu agak sedikit kasar, MatsuJun.”, Tokui menarik rambut Sho dengan keras, menghadapkannya ke arah Jun. “Hey, buka matamu, lihat… ternyata ada seseorang yang begitu mempedulikanmu, aku merasa sedikit terharu.”

Sho membuka matanya. Pandangannya tidak jelas, namun ia mengenali siluet itu. Jun-Ma-chan, sahabatnya, seseorang yang ternyata sudah disayangnya sejak lama.

“Bagaimana kalau aku menembaknya sekarang di hadapanmu…”, Tokui berbisik di telinga Sho.

Kepanikan menjalar di tubuh Sho. “Tidak…”, Sho menjawab lemah. Air mata mengalir di pipi Sho. “Apa yang kau inginkan sebenarnya?”

Tokui tergelak lagi.

“Sebuah drama persahabatan yang indah. Menggelikan. Hmm… apa yang ku inginkan? Aku ingin segalanya, aku ingin dunia, aku ingin kekuasaan. Dan kau yang akan membawaku ke sana. Bergembiralah, setidaknya sebelum mati kau bisa berguna untukku.”, ujar Tokui puas kemudian melihat jam tangannya dan menarik lengan Sho kasar, memaksanya berdiri. “Sepertinya aku memang banyak membuang-buang waktu, yah tapi ini sepadan, sudah lama aku tidak tertawa sepuas ini. Mari kita lanjutkan apa yang telah tertunda…”. Tokui tersenyum kepada Sho dan kepada seluruh sandera yang ekspresinya dipenuhi ketakutan kini.

*

“Siapa kau?”, Nino mengerutkan keningnya, merasa heran ketika salah satu anak buah Tokui yang berpakaian hitam dan bersenjata melepaskan ikatannya.

“Kau boleh menyebutku Ohno Satoshi.”, ujarnya tenang.

Nino memandang dua anak buah Tokui yang tadi menjaganya tergeletak pingsan di dalam ruangan,“Bukannya kau anak buah Tokui sialan itu, kenapa kau membantuku?”

“Ya, aku anak buahnya, dulu. Aku membantumu karena ini salah satu bagian dari tugasku.”.

“Dulu?”, Nino memperhatikan seorang ‘Ohno Satoshi’ di hadapannya dengan rasa penasaran, sambil mengusap pergelangan tangannya sendiri setelah berhasil bebas. Berjengit sakit ketika menyentuh sudut bibirnya yang sedikit robek akibat terkena pukulan ketika ia berusaha melawan anak buah Tokui saat ditangkap.

“Dulu, sebelum aku tahu kebenarannya.”

“Kebenaran? Kalau kau sudah tidak berpihak padanya lalu sekarang kau berpihak pada siapa?”

“Tentu saja kembali ke pemerintah. Sekarang aku kembali di bawah komando ayahmu. Beliau masih berbaik hati untuk menerimaku. Aku tidak bisa menjelaskan banyak sekarang, di sini tidak aman. Akan kujelaskan sambil jalan nanti. Aku mendengar kau pintar ‘bermain game’, Ninomiya-san. Kami membutuhkanmu bantuanmu.”, ungkap Ohno sambil tersenyum tipis.

Ohno Satoshi mengamati keadaan di koridor luar, kemudian setelah merasa aman menyuruh Nino mengikutinya.

Nino berjalan cepat di samping Ohno, berusaha menyesuaikan langkah.

“Ahh… jadi kau anak buah ayahku. Memang akan butuh banyak penjelasan di sini, termasuk kebenaran yang kau singgung tadi. Dan tentu saja dengan senang hati aku akan membantu. Tapi sebelumnya.. kita harus membebaskan ilmuwan yang ditangkap bersamaku kemarin…”

Ohno kemudian berhenti di tempat, “Maaf, Ninomiya-san, mereka sudah tewas.”

“Apa?!”, Nino terbelalak.

Ohno berjalan kembali dengan pandangan yang menurut Nino sekilas menyiratkan amarah, “Temanku yang bertugas menyelamatkan mereka mengonfirmasi kalau mereka kemungkinan dibunuh tadi malam. Tokui tidak main-main, dia bisa menghabisi siapa saja yang melawannya atau sudah tidak ia butuhkan lagi. Beruntung karena posisi ayah kalian, kau termasuk Matsumoto Jun tidak dibunuh, Ninomiya-san. Kalian sandera yang berharga. Untuk Kamiyama Satoru, dia memiliki alasan lain kenapa Tokui membiarkannya hidup sampai saat ini…”

“Tu-tunggu dulu, apa maksudmu Ohno-san? Kamiyama Satoru? Siapa yang kau bicarakan? Dia sudah mati 12 tahun lalu dalam insiden-”

“Tidak, dia masih hidup. Dia hilang ingatan dan disembunyikan di panti asuhan oleh Tokui. Sekarang namanya Sakurai Sho.”

“Kau bercanda?! Sho-chan adalah Satoru?!”

“Sho merupakan kunci utama untuk mengaktifkan alat-senjatanya. Kita harus mengamankannya sebelum terlambat, karena ini menyangkut seluruh dunia.”

Nino berjalan dengan linglung, “Kunci? Senjata? Mengamankan? Seluruh dunia? Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan proyek Storm-Reactor ini tetapi aku tidak pernah menyangka kalau… Arrrgh… aku bingung…”

“Kita bukan sedang membicarakan proyek baterai-Storm-Reactor yang kalian kerjakan, kita sedang membicarakan proyek terselubung yang lebih besar. Butuh waktu lama untuk menjelaskan semuanya. Tetapi percayalah padaku, ikuti intruksi yang akan kuberikan.”

Nino tiba-tiba menatap Ohno tajam. “Apa jaminan kau memang benar-benar anak buah ayahku?”

Ohno memberikan sesuatu mirip earphone kepada Nino.

“Ini apa?”, Nino bingung.

“Ayahmu ada di line satunya.”

“Eh?”
Nino menerima earphone itu, raut wajahnya sedikit menunjukkan kelegaan ketika mendengar suara yang dikenalinya.

Setelah Nino selesai berbicara dengan ayahnya, dikembalikannya earphone itu kepada Ohno, “Baiklah, aku percaya padamu. Tinggal katakan apa yang harus kulakukan. Dan ngomong-ngomong, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Wajahmu familiar…”

“Tidak-”

“Sebentar! Aku ingat sesuatu… Ohno Satoshi?! Ohno Satoshi, Aiba Masaki… jangan bilang kau teman Sho-chan di panti asuhan?! Aku pernah melihatmu dalam foto yang diperlihatkan Sho padaku!”

Ohno terdiam sebentar, ekspresinya tidak bisa dibaca.

“Aku ditugasi mengawasinya selama 3 tahun saat masih di bawah perintah Tokui.”

“Kau.. agak susah mengenalimu karena ekspresimu sangat berbeda… Kupikir di foto kau lebih seperti seseorang yang suka melamun, tak punya gairah hidup tetapi dengan tatapan yang lembut.”

Ohno tersenyum kecil, “Lebih mudah menyamar menjadi seseorang yang tidak terlalu banyak menarik perhatian.”

Nino hampir terus berjalan lurus sebelum akhirnya lengannya ditarik Ohno yang tiba-tiba berbelok di sebuah koridor. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam ruangan, Nino sempat membaca tulisan yang tertera di pintu, sepertinya itu ruangan untuk memonitor semua kamera pengawas dalam gedung.

3 orang yang berpakaian sama dengan Ohno terlihat di dalam, sibuk dengan laptop dan monitor pengawas. Semuanya menghormat kepada Ohno ketika melihat kedatangan mereka berdua.

“Bagus mereka tidak menyadari kalau beberapa tempat serta kamera pengawas sudah kami kuasai.”, ujar Ohno kepada Nino di sampingnya. “Pasukan bantuan akan datang sebentar lagi.”

Nino mengamati salah satu monitor dan menyadari keberadaan teman dan sepupunya.

“Aku masih tidak bisa percaya Sho adalah Satoru…”, bayangan seorang anak laki-laki bertubuh kecil dengan kening yang bulat, mata yang berbinar-binar, tawa bandel yang memperlihatkan gigi kelincinya, terlintas di pikiran Nino. Disadarinya mereka berdua memang mirip.

“Apa yang bisa kulakukan Ohno-san, aku hanya pandai bermain game…”, ujar Nino kepada Ohno.

“Bukan hanya game kan Ninomiya-san? Kudengar kau pernah dihukum ayahmu karena membobol data rahasia negara…”, Ohno berkata tanpa menoleh kepada Nino. “Aku ingin kau melakukan hal seperti itu lagi, tapi kali ini untuk mematikan sistem keamanan utama laboratorium yang diinstal Tokui. Kami yakin kau bisa melakukannya lebih cepat ketimbang kami.”

Nino memandang Ohno sesaat, jelas orang yang umurnya mungkin tidak berbeda jauh dengannya ini, mengetahui banyak rahasia serta ditugasi berbagai hal penting oleh ayahnya.

“Baiklah. Serahkan padaku.”

“Yokoyama akan menjelaskannya instruksi selanjutnya padamu. Dan.. dia sama tahunya denganku, kau bisa bertanya apa saja padanya.”, ucap Ohno sambil menunjuk salah satu temannya yang tampak sibuk dengan laptopnya.

“Kau akan pergi?”

“Tokui masih percaya aku anak buahnya.”, sahut Ohno sambil memeriksa senjatanya.

“Jangan bilang kau akan ke sana sendiri?!”, Nino menunjuk monitor CCTV.

“Ini termasuk bagian dalam rencana. Tugas utamaku berkaitan dengan Sho, dan akan kulakukan dengan cara apapun sampai tuntas.”

Nino mengernyit mendengar kata-kata Ohno. Dengan ekspresi yang hampir tak pernah bisa ditebak, Nino merasa sedikit takut padanya.

Aku ingin membongkar otak orang ini, tak mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkannya membuatku tidak nyaman.

Ohno berjalan dengan langkah mantap menuju laboratorium.

Maaf, Sho, jika rencana untuk mengamankanmu hidup-hidup gagal, mungkin… terpaksa aku harus membunuhmu. Tidak ada jalan lain.

*

Tokui mengarahkan sebuah remote ke arah pintu metal di sisi dinding laboratorium. Seketika pintu itu terbuka dengan suara seperti ruang kedap udara yang baru saja dibuka. Tabung besar transparan setinggi manusia terlihat setelah kabut putih yang keluar bersamaan dengan terbukanya pintu perlahan menghilang.

Ditariknya lengan Sho kasar, mereka menuruni tangga, mendekati tabung besar itu, kemudian dipencetnya sebuah tombol pada pinggirnya, dan pintu tabung itu pun bergeser terbuka.

“Masuk!.”

Sho yang sudah tidak memiliki kemampuan untuk melawan, hanya bisa pasrah mengikuti keinginannya. Tokui memencet ulang tombol yang sama sehingga dinding tabung kembali tertutup, dan secara otomatis tabung itu bergerak ke tengah ruangan, tepat di bawah tabung berisi Storm-Reactor yang berpendar lima warna tersebut. Dengan bunyi klik keras kedua ujung tabung itu menyatu.

Tiba-tiba pintu laboratorium terbuka, membuat Tokui menoleh ketika Takeuchi-sensei berbicara kepada orang yang masuk itu.

“Kukira kau tidak akan datang, Ohno-san.”, Takeuchi-sensei berkata sinis.

“Aku memang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan urusan yang ditugaskan Tokui-san, tetapi aku tidak ingin melewatkan pesta.”, jawab Ohno tanpa ekspresi.

“Ahh.. Oh-chan, kau akhirnya datang juga, menjenguk sahabat tercinta? Jadi kau sudah menuntaskan misi terakhir yang kuberikan?”

Ohno hanya tersenyum kecil menanggapi perkataan Tokui, dirinya menatap Sho yang wajahnya tampak benar-benar terkejut.

“Sa-Satoshi-kun… apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku sudah melakukan misi terakhir yang kau berikan, Tokui-san, aku sudah menghabisi mereka.”, ucap Ohno tanpa mempedulikan pertanyaan Sho yang kebingungan.

“Apa maksudmu, Satoshi-kun, katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?”, tanya Sho dengan nada panik dari balik kaca transparan yang mengurungnya. Sakit kepalanya berusaha tidak ia hiraukan.

Tokui merangkul Ohno dengan tangan kanan yang memegang pistol.

“Kau tahu, Ohno Satoshi anak dari salah satu ilmuwan yang dibunuh ayahmu. Oh-chan bekerja untukku, mengawasimu selama 3 tahun ini. Dia yang memberimu saran untuk part-time di universitas kan? Dan tugas terakhirnya, tentu saja menghabisi orang-orang yang kau anggap sebagai keluarga di panti asuhan, karena mereka mungkin mengetahui hal yang seharusnya tidak mereka ketahui.”

Mata Sho membulat, terkejut dengan rentetan kata-kata Tokui.

“Bo-bohong! Satoshi-kun katakan itu semua bohong, kau tidak mungkin… tidak mungkin…, dan.. dan aku tahu kau sangat menyayangi Masaki dan anak-anak…”.

Sho memandang ke dalam mata Ohno, mencari jawaban.

“Maaf Sho-chan, aku membohongimu selama ini…”, timpal Ohno balas menatap Sho masih memakai ekspresinya yang tak bisa ditebak.

Tokui terbahak. “Bagus Oh-”

Namun, tiba-tiba, tanpa disangka dengan gerakan cepat Ohno mencengkeram lengan Tokui yang merangkulnya kemudian mencekalnya kuat-kuat ke balik punggung si pemilik tangan. Pistol Tokui terjatuh, sementara Ohno menempelkan ujung pistol miliknya tepat di bawah dagu Tokui.

“Arrrgh.. apa yang kau lakukan!”, Tokui berteriak kesakitan.

Takeuchi-sensei beserta semua anak buahnya secara otomatis langsung mengarahkan senjata mereka ke arah Ohno.

“Jatuhkan senjata kalian ke lantai.”, perintah Ohno sembari mengeraskan tekanan ujung pistolnya.

“Beraninya kau mengkhianatiku, Ohno Satoshi!”, Tokui memasang tampang kesal.

“Aku tidak mengkhianatimu, aku hanya berpihak pada yang benar. Kau yang selama ini telah memberiku fakta palsu, Tokui.”.

“Bukankah itu karena kau yang bodoh…”, diantara ketakutannya Tokui masih berusaha tertawa.

Ohno mengedarkan pandangannya ke sekitar, kemudian mengerutkan keningnya. “Apa kalian bersikeras tidak mau menurunkan senjata? Aku benar-benar tidak segan untuk membunuhnya.”

“Cih, jangan kira aku peduli padamu Tokui! Kalau saja kau bukan siapa-siapa, akan kubiarkan bocah ini membunuhmu.”, ujar Takeuchi-sensei dingin, tetapi kemudian menjatuhkan senjatanya, dan memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk melakukan hal yang sama.

“Dan kau Tokui cepat bebaskan Kamiyama Satoru-”

Melihat Ohno yang sedikit lengah, Takeuchi-sensei tiba-tiba mengeluarkan pistol dari balik lengan bajunya.

Sebuah peluru ditembakkan.

Meleset, dengan sigap Ohno berguling menghindar hingga terpaksa harus melepaskan Tokui dari cengkramannya.

*

Nino berkonsentrasi pada layar laptop yang dipegangnya, tangannya mengetik tombol keyboard dengan cepat. Ekspresinya berubah-ubah ketika mendengarkan kebenaran yang diceritakan Yokoyama di sebelahnya yang juga sibuk dengan laptopnya.

“Ini mengejutkanku, benar-benar mengejutkanku! Ayahku Menteri Pertahanan, dan aku pernah membobol data rahasia negara tetapi tak pernah kuduga proyek ilegal semacam ini ada.”,ungkap Nino tanpa mengalihkan pandangan.

“Untung ayahmu berhasil membongkar dan menemukan berbagai bukti, Ninomiya-san. 25 pejabat yang berdiri di belakang kejahatan ini sudah ditahan. Masalah yang tersisa hanyalah, Tokui dan di mana dia menyimpan alat berbahaya itu. Dan kita benar-benar berpacu dengan waktu.”

“Kurasa aku tahu di mana dia menyimpannya. Saat pertama kali kulihat cetak biru dan struktur gedung ini aku merasa ada yang janggal, bahkan dengan sistem keamanannya.”

“Memang di mana?”

Nino mengalihkan pandangannya ke Yokoyama sekarang, “Percaya atau tidak, kita sedang berada di dalamnya.”

Yoko terbelalak kaget, “Maksudmu?”

“Aku mengerti sekarang, puzzle ini perlahan utuh. Sho adalah kunci untuk mengaktifkan program, Storm-reactor adalah sumber energi yang dibutuhkan, dan gedung ini sendiri adalah alat-senjata atau apapun namanya itu.”, Nino mengernyit ngeri mendengar kata-katanya sendiri.

~tbc~

Nb : gya gya gya… I don’t know apa yg aku tulis ekekek…berasa amburadul bgt d otak, tersesat dlm crita sendiri. Bayangan ada tapi susah nuangin di otak *.*
Aku suka Ohno yang jdi tokoh cool kek gini  en Nino yg jenius~ XP
Ah.. krna bingung nyari tokoh, jdi Yoko-K8 ta masukin XD *random* dan saya juga kepengen liat Takeuchi Yuuko jdi penjahat LOL *gomen Nino* XD
Akhir kata… Sho.. knpa kau potong rambut~ O.O *OOT*
thx for reading~ dan selamat menjalankan ibadah puasa m(_ _)m

sakumoto, fanfiction

Previous post Next post
Up