[ff] Your White Wings (Chapter 11-12)

Apr 29, 2021 10:27

Tittle : Your White Wings
Chapter : 11-12
Author : ritchuuki
Rating : PG
Pairing : Sakuraiba, Sakumoto (Brothership)
Genre : AU, Angst, Family Drama
Language : Indonesian

Summary :
Waktu yang mengalir tanpa henti... ada satu jiwa yang ingin diselamatkan...



Ochan menelpon Jun, mengatakan dirinya ada di rumah sakit. Menunggui Sho.

Jun datang tak lama, kali ini bersama Nino karena mereka langsung dari tempat kerja.

"Sho-san tidak apa-apa?" tanya Jun.

"Ya. Sepertinya begitu. Tadi saat aku datang menengok, dia kelihatan sesak dan menyuruhku pulang," jelas Ohno. "Tapi aku menunggu saja," tambahnya.

"Oh ya, ini Nino. Teman kerjaku."

"Model?"

"Benar," jawab Nino. "Salam kenal."

"Ohno. Tapi semua orang memanggilku Ochan."

Isogai lalu datang.

"Ohno-sama, Tuan sudah tertidur. Serangan kecil seperti ini sering terjadi, jadi tak perlu terlalu khawatir."

"Oh.. Syukurlah." Ohno merasa lega. "Oh ya Isogai-san, kuyakin Aiba-chan pernah menyebut Matsumoto... ini Matsumoto."

"Matsumoto Jun desu."

"Jadi anda ini adalah putra Tuan besar?"

"Saya hanya putra seorang single parent yang kini telah menikah lagi. Ayak saya Matsumoto. Bukan dan tak akan menjadi Sakurai."

Isogai mengangguk. "Sho botchan tidak akan bangun karena pengaruh obat, apa anda mau bertemu?"

Jun mengannguk. Lalu Isogai dan Jun pergi menuju ruang rawat Sho meninggalkan Nino dan Ohno.

"Sho-san..." ucap Jun yang berdiri di depan ranjang Sho.

Dia lalu memegangi tangannya. Dan melihat lekat pada Sho dan sekelilingnya. Kabel-kabel ditempel di dada Sho. Selang oksigen dan mesin-mesin pemantau.

Dirinya sudah yakin untuk menyiapkan diri jika harus bertemu Sho di rumah sakit tapi hatinya tetap tergetar.

Tak lama mereka kembali bergabung dengan Ochan dan Nino.

"Jun?" tanya Nino.

"Maaf. Aku hanya terlalu terbawa perasaan," tangisnya tanpa suara.

"Kamu pasti khawatir", kata Nino.

Ochan menaruh tangannya di pundah Jun, "Kuharap Sho segera membaik. Aku merasa bersalah..."

Air mata jun menetes dalam diam. Ochan kemudian memeluknya.

"Aku benar-benar merasa bersalah. Tadinya aku ingin memanggil Aiba-chan tapi takut dia khawatir berlebihan, aku tak mengabarinya tapi memanggilmu. Jika benar perasaanmu ingin mengenal kakakmu itu benar tulus, aku yakin kau tahu Sho bukan orang yang bisa mudah membuka hatinya. Aku asalnya tidak begitu menyukai Sho karena takut.

Tapi setelah kulihat, sepertinya dia selalu mengesampingkan perasaanya sendiri demi orang lain, dia terus menolak Aiba-chan kau tahu... Aku ingin minta maaf padamu karena setelah kupikir-pikir, sepertinya Sho-lah yang sangat membutuhkan Aiba-chan... Aku tidak bisa mendukung perasaanmu lagi pada Aiba-chan."

"Aiba-chan... ini bukan saatnya membahas perasaanku dengan Aiba-chan. Aku mengerti" angguk Jun.

Sepulangnya dari Rumah Sakit hari sudah larut, Jun pulang ditemani Nino. Sepertinya beberapa jam sebelumnya Sho telah sadar dan Ochan memanggil Aiba-chan setelah sedikit lega mengenai keadaan Sho.

"Kau baik-baik saja?" tanya Nino. Jun hanya mengangguk.

"Orang yang namanya Sho ini tidak tahu apa-apa?"

"Orang yang namanya Sho ini adalah kakakku yang kucari-cari."

"Kau yakin?"

"Iya."

"Tapi dia kan nggak tahu apa-apa.. Bukan? Lalu kenapa kau nggak mau papasan dengan gebetanmu Aiba itu dan buru-buru pulang."

Jun mengacak-acak rambutnya. Kemudian mengeluarkan suara erangan karena gemas. "Entahlah, aku bingung sekali apa yang harus kulakukan."

"Kamu akan menyerah? Kupikir karena si Ochan ini sudah tahu, Aiba-mu pun pasti sudah tahu kalau orang yang kau cari adalah Sakurai Sho."

"Kurasa begitu."

"Pulang ke rumah atau mau menginap di tempatku? Kau bisa sedikit berpikir tanpa sendirian walo aku bakal tetep main game".

"Baiklah aku akan ikut ke tempatmu".

-o-

"Aiba-chan."

Aiba gelagapan baru bangun di tepi ranjang. Melihat Sho yang bangun, seketika mata Aiba berbinar. "Kamu baik-baik saja Sho?"

"Aku membuatmu khawatir?"

"Sedikit", ujar Aiba-chan. Meringis.

"Ochan tidak kaget kan?"

"Ochan tidak hanya kaget... Dia khawatir sekali dan hampir semalaman disini. Apa perlu kupanggilkan Isogai?"

"Un, tolong. Aku ingin cuci muka."

"Kalau itu saja, aku bisa. Biar aku saja ya! Tunggu sebentar.." seru Aiba yang lalu berdiri dan segera menghilang.

Sho sebenarnya merasa tidak enak ditunggui. Coba saja dia di rumah, setidaknya mungkin Aiba-chan tidak akan sesering ini harus mengunjunginya. Mungkin dia akan meminta pada Isogai nanti.

"Sho, aku sudah bawa air hangat dan handuknya."

Aiba datang membawa baskom kecil dan handuk. Menaruhnya meja portabel yang tertempel di ranjang Sho.

"Terima kasih."

"Ngomong-ngomong, aku sudah lama nggak lihat bunga matahari", ujar Sho.

"Oh iya? Karena musim panas hampir berakhir... Kupikir sudah jarang, mungkin musim gugur aku akan mencarikan bunga yang bisa kubawa setiap hari"

"Kau bermaksud datang setiap hari?"

"Itu mengganggumu ya?"

"Sejujurnya iya, bukannya aku sudah menolakmu?"

"Ini nggak ada hubungannya dengan itu."

"Kau tahu ini ada."

"Sho-chan, aku ingin ada di dekatmu."

"Kau tahu Ochan datang semalam untuk apa?"

Aiba diam, kemudian mengangguk.

"Aku nggak ingin perasaanmu menggangguku. Kupikir aku ngga bisa.. Tapi jika untuk berteman tanpa perasaan berlebih aku siap. Hanya saja tidak lebih dari teman. Jika kau tidak bisa akan itu, aku rasa sebaiknya kita nggak usah bertemu."

Aiba-chan merasa sesak dengan perkataan Sho. Tapi dia tahu betul, watak Sho setelah semakin lama mengenal Sho. "Baik..." ujarnya. Setidaknya kita bisa jadi teman, ucap Aiba dalam hati.

"Kenapa kau tidak coba mempertimbangkan Matsumoto Jun?"

"Jun memang pernah menembakku."

"Dia jelas sekali menunjukkan perasaannya, bagaimana dia menatapmu sangat berbeda".

"Sho, aku tidak ingin membahas aku dan Jun."

"Aku juga tidak ingin membahas tentang kita."



Hp Jun tergeletak diatas meja dalam keadaan off hampir seminggu ini. Nino mengeluh mengeluhkan ada orang yang tak dikenalnya menelponnya.

"Jun, sebaiknya kau hadapi ini, jangan terlalu terpuruk dan kehilangan arah. Aku yakin ada jalan keluar."

Jun sepertinya tak mendengarkannya, dia hanya duduk termenung menekuk kakinya di sofa apartment Nino.

"Aku kerja dulu, kalau kau lapar ada ramen. Kalau ada apa-apa hubungi aku ya" ujar Nino berhenti sebelum dia menutup pintu.

Jun terus melamun, dan dia juga tertidur. Tapi angannya yang sesak membuatnya tak terlelap terlalu lama. Seminggu ini dia tidak dapat membedakan sadar dan tidak karena dia tidur lagi dan bangun lagi berulang-ulang. Hari-hari terakhir telah membuatnya seperti zombi hidup. Dia tak bisa terus begini... Lari dari semua ini tak membantunya apapun. Sudah seminggu ini juga dia bolos sekolah.

Pasti harusnya ada jalan keluar yang lebih baik... seperti kata Nino?

Dia lalu menyalakan hp-nya.

Belum semenit, ada telpon masuk dari sekertaris president Sakurai. Jun sudah menyangka. Dia lalu mengangkat dan berbicara dengan orang di sebrang telepon itu, tak sebentar tapi cukup lama. Karena banyak hal saat ini dia merasa kebingungan, namun akhirnya dia membulatkan tekatnya.

Tak lama kemudian, Jun menutup pembicaraan itu. Diteruskan, dia lalu menelpon ibunya, lalu menelpon Aiba juga untuk mengajaknya bertemu setelah ini.

Sejam setelahnya, dia sudah duduk di family restaurant menunggu Aiba yang datang dengan Ohno.

"Jun, kami menghawatirkanmu" seru Aiba segera setelah menemukan Jun.

"Maaf, aku butuh waktu untuk menata pikiranku."

Ochan lalu bertanya, "Lalu? Apakah kau menemukan suatu jawaban?"

"Iya."

"Bisa ceritakan pada kami?"

"Baiklah. Langsung saja, begini... Ayah Sho menawariku untuk masuk ke daftar keluarga Sakurai, tetapi aku sudah dengan tegas menolaknya. Hanya saja jika aku tidak memiliki ikatan yang diaakui apapun dengan Sho, kupikir akan sangat sulit untuk berada di dekat Sho jika dia berkeras menjauh."

"Ada benarnya juga.." ujar Ochan.

"Aku menawarkan diri untuk masuk daftar keluarga Sakurai sebagai anak angkat dengan hanya mencantunkan namaku. Matsumoto Jun, tetap.
Dengan itu berarti aku tak berhak mewarisi apapun, seperti itu lah. Namun sepertinya yang di minta Ayah Sho hanyalah menjadi anak asuhnya untuk nantinya dididik meneruskan posisinya. Aku telat salah paham."

"Sungguh?" tanya Ochan.

"Iya, aku sepertinya benar begitu. Hanya saja aku tidak berbicara langsung..."

"Ayah Sho terlihat kaku, itu image-nya yang kutangkap aja sih dari media." tukas Aiba.

Jun juga bisa membayangkan bagaimana orang tua Sho, mungkin beberapa dari watak Sho ini mungkin memang warisan dari ayahnya mengingat image Sho yang dilihat semua orang adalah dingin. "Jadi jika benar Sho nanti akan pulang ke rumah, kau tidak usah takut karena aku akan tinggal dengannya."

Aiba berdiri, lalu memeluk Jun erat. "Sungguh?"

Jun mengangguk.

"Terima kasih! Aku sangat takut saat Sho mengatakan akan keluar dari rumah sakit. Aku tau jika dia memang pulang itu karena dia hanya mencari alasan untuk menghindariku."

Nino kemudian datang dan duduk di meja mereka, sambil melambai. Tidak ingin memotong obrolan yang tengah dilakukan, dia berusaha langsung membaur.

Aiba lalu berkata, "Aku takut Sho menolakku dan bersikeras. Aku sangat khawatir jika dia berlaku begitu. Kudengar dari Isogai penyakitnya adalah penyakit seumur hidup yang beresiko jika dioperasi dan dia menunggu donor jantung... Akan sangat bahaya jika dia jauh dari rumah sakit."

Langsung menimpali, Nino berkata "Tak ada gunyanya khawatir akan hal-hal yang belum datang seperti itu. Jika boleh kutanya, kau tahu berapa lama Sho dirawat kali ini?"

"Hmm... Mungkin sekitar 5-6 bulan?"

"Kau pikir apa dia akan senang jika dia selalu menghabiskan waktu di rumah sakit? Walaupun aku tidak datang, katanya saat Charity event dia kelihatan sehat sekali?"

"Kau benar Neen," timpal Ohno menyetujui.

"Orang yang sehat pun bisa jadi sakit kalau kondisinya dipaksa berada terus di rumah sakit."

Semua mengangguk akan kata-kata Nino.

Pemuda yang kelihatan berbadan ringkih itu meneruskan, "Aku yakin jika khawatir akan esok itu tidak ada habisnya. Aku yakin Jun juga tahu akan hal tersebut, karenanya dia memilih untuk mengatakan hal yang sebenarnya, bukan?" Tanyanya pada Jun.

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku cukup mengenalmu Jun," tukas si kecil Nino.

"Benar, jadi supaya aku mendapatkan status anak angkat ini untuk bisa masuk diantara Sho dengan Ayahnya, ya kumaksud Ayah biologisku, aku harus membuka cerita ini."

Getar Telepon seseorang kemudian terdengar. Ohno lalu segera berisyarat kalau dia akan mengangkatnya dan menghilang sejenak.

Dia lalu kembali dan mengatakan dia harus pergi ke studio lukis untuk urusan pekerjaan.

Nino terlihat kecewa karena mereka belum sempat mengobrol sama sekali. Melambai pada Ochan dengan lunglai.

Setelah Ochan pergi, mereka melanjutkan mengobrol. Namun sebagai kesimpulan Jun kemudian berkata bahwa dia akan mengurus hal ini.

Aiba dan Nino terlihat menyemangati, dibalik itu semua Jun menatap mata Aiba yang berkaca. Dia merasa kalah sekali lagi akan perasaannya sendiri pada Aiba dan perasaan Aiba pada Sho. Oleh karena itu dia memutuskan untuk mengakhiri semua perasaannya pada Aiba. Dan hanya akan menjalankan lakonnya sendiri sebagai Matsumoto Jun si adik tiri Sakurai Sho.

-oOo-

"Sho. Kau sudah bertemu denganku sebelumnya?"

Sho yang duduk di ranjang kamarnya sendiri, menatap seseorang yang datang. "Jun?"

"Sepertinya kau sadar kenapa aku datang kesini bukan?"

"Tentu saja, kau anak orang itu?" tanya Sho.

"Dugaanmu separuh benar dan separuh salah."

"Kenapa?"

"Aku sudah melakukan tes genetik dan 99,9% kami berhubungan darah."

"Lalu?"

"Lalu aku hanya tidak akan menganggapnya ayahku."

"Begitu? Aku tak yakin orang sepertinya pantas dipanggil oleh seseorang dengan sebutan Ayah."

"Sho-san, untuk itu sepertinya kamu salah."

Sho memandang Jun dengan tajam seakan meminta alasan.

"Lihat bunga itu?" Jun menunjuk. "Ayahmu selalu mengirimkan karangan bunga yang disukai ibumu. Dia khawatir kau merasa terbebani dengan lahir di keluarga Sakurai, karena itu dia mencariku untuk mengerjakan tugasmu."

"Jangan omong kosong," Sho menolehkan muka.

Jun lalu ragu untuk meneruskan, takut membuat Sho merasa tertekan dengan topik yang dia utarakan.

"Pokoknya aku sudah punya ayah dan aku disini hanya karena ayahmu meminta tolong padaku karena menyesal mengenai segalanya. Selain itu ada satu lagi alasan aku berada disini."

Jun lalu berjalan mendekat, "aku sangat ingin mengenal kakakku."

Sho kemudian mulai memandang Jun.

"Aku tidak tahu kenapa kau merasa demikian, jika benar kau ingin mengenalku aku yakin itu hanya rasa penasaran sementara saja."

"Aiba-chan dan Ochan tahu aku ke Tokyo untuk menemukanmu, apakah aku harus memanggil mereka supaya omonganku bisa dipercaya?"

"Bukan.. Aku hanya kaget."

"Aku bertemu Ayah semalam, dia berkata dia takut bertemu denganmu karena rasa bersalah dan khawatir akan kondisimu."

"Dan dia ingin aku percaya itu?"

"Tidak percaya pun tidak apa-apa, tapi kalau kakak mau bertemu dengan Ayah langsung pasti akan tahu perasaannya itu palsu atau tidak."

"Jadi ibuku mengatakan dia mencintai Ayah secara sepihak dan semua terjadi karena kecelakaan tapi dikarenakan ibuku menginginkan aku sebagai anak dari Ayah, ibuku membesarkanku sendiri karena tahu Ayah memiliki kakak. Beberapa tahun terakhir, ibuku telah menikah lagi dan suaminya yang kuanggap sebagai Ayahku sebenarnya itu sangat baik. Sehingga sampai kapanpun aku tak akan mengganti nama keluargaku menjadi sama. Tapi itu kenyataan bahwa aku adalah adikmu, jadi ijinkan aku memanggilmu Nii-san."

Sho menatap lekat pada mata Jun yang mulai berair. Dia lalu mengangguk.

Nii-san, zutto aitakatta yo.

Kakak, aku selalu memimpikan bertemu denganmu.

!fanfic, *aiba masaki, fandom : arashi, *ohno satoshi, *ninomiya kazunari, *matsumoto jun, *sakurai sho

Previous post Next post
Up