69-II ~Third Gate~
Author:
noe_sakamotoChapter: 3/??
Pairing: RenoxShin (Main), more to come
Rating: PG-13 to NC-17
Genre: Supernatural, Fantasy, Romance
Warning: AU and Yaoi, mxm relationship and probably smut :p
A/N: *menggetek menjauh biar ngga ditagih ceritanya*
Previous Chapter:
1 /
2 /
-----
Ryoga tampak membaca sebuah buku dengan tenang di perpustakaan. Saat itu, kebetulan Iv putih melihat siluet Ryoga. Pria itu kemudian memutuskan untuk menghampiri Ryoga, dan mengambil tempat di sebelah Ryoga. Ryoga melirik ke arah Iv putih sejenak, lalu menutup bukunya. Pria itu kemudian menepuk kepala Iv putih pelan sambil tersenyum.
"Ada apa? Kau pasti ingin bertanya sesuatu." Ryoga tersenyum ke arah Iv putih saat remaja itu mengangguk.
"Ano..mengenai 'sesuatu' yang di bawah sana, aku lihat tadi Reno-san dan Ryoga-san barusan dari sana ya?" Tanya Iv putih.
Ryoga mengangguk, lalu berkata, "Ya, kami baru saja dari sana. Reno baru saja membakar 'sesuatu' itu. Sudah waktunya kita bergerak Iv. Kita sudah cukup lama bersembunyi dan membangun kekuatan untuk membalas mereka."
"Aku tahu Ryoga-san, tapi apakah ini yang terbaik? Dengan tidak memberitau Shin mengenai alasan sebenarnya? 'Sesuatu' yang kalian bakar kan juga memiliki hubungan erat dengan Shin."
Ryoga hanya tersenyum pasrah, dan mengendikkan bahunya, "Semuanya keputusan Reno. Aku tidak bisa melakukan apapun karena Reno yang meminta. Tapi kau tak perlu khawatir, Reno sendirilah yang akan mengatakan alasannya kepada Shin, kita tidak perlu terlalu ikut campur dengan hubungan mereka. Kau tahu sendiri kan bagaimana sifat pemimpin kita itu?"
"Iya, aku tahu. Setidaknya kalau Reno-san berkata demikian, pasti dia akan memberitahu alasannya kepada Shin. Lebih baik sekarang kita fokus melatih Shin agar dia bisa menghadapi vampire-vampire yang kemungkinan akan mengincar dia. Iv hitam sudah merasakan adanya pergerakan dari pihak lawan soalnya."
Ryoga mengangguk. Pria itu kemudian meletakkan buku yang baru saja ia baca ke tempat semula, lalu mengajak Iv putih pergi dari perpustakaan. Kedua pria itu berjalan beriringan, menuju arah balkon lantai dua tanpa mengucapkan sepatah kata apapun dan berkonsentrasi dengan pikiran mereka, untuk melacak pergerakan lawan.
----
Saat Reno kembali ke kamar, ia menemukan Shin tertidur sambil memeluk lututnya di balkon. Reno kemudian menggendong Shin ke ranjang, melepas sepatu dan kaos kaki Shin, lalu menyelimuti pria itu. Sebagai vampire baru memang wajar kalau mereka pasti mudah tertidur karena tubuh mereka memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan kehidupan baru mereka.
Reno menatap Shin, dan sesekali mengelus kepala Shin. Pria itu tersenyum saat memandang wajah tidur Shin. Reno kemudian berbaring di sebelah Shin, dan menarik pria itu ke dalam pelukannya, dan mengecup puncak kepala Shin dengan lembut.
"Sebentar lagi Shin, sebentar lagi, setelah waktunya tiba, kau akan mengetahui semuanya. Kumohon agar kau bisa bersabar hingga waktunya tiba untuk mengetahui semua kebenaran."
Reno kemudian mendekap Shin ke dalam pelukannya, dan memberikan satu kecupan di bibir dan dahi Shin. Pria itu kemudian mematikan lampu kamarnya, lalu memejamkan matanya sambil sesekali mengelus kepala Shin, dan dibalas dengan Shin yang merapatkan tubuhnya, hingga wajahnya menempel di dada Reno sehingga membuat Reno tersenyum saat merasakan hal itu.
Baru saja Reno memejamkan mata beberapa saat, pria itu mendengar suara rintihan terus menerus. Reno kemudian membuka mata, dan menatap Shin, yang saat itu merintih kesakitan. Pria itu menyalakan lampu di sebelahnya, lalu menyentuh kepala Shin. Shin semakin meringkuk dan rintihan kesakitannya semakin menjadi-jadi. Pria itu membuka mata, dan memegangi kepalanya yang terasa sakit sekali.
"S...sakiittt....ARGGHH....!!"
Reno langsung mengunci tubuh Shin yang saat itu semakin tak terkendali, seiringan dengan suara teriakan kesakitan Shin yang semakin kencang. Pada saat itu juga, Ryoga, kedua Iv, dan Ko-ki menerobos masuk kamar Reno, dan melihat Shin yang kesakitan, juga Reno yang berusaha menghentikan Shin.
"Ryoga! Bantu aku!" Reno memerintahkan Ryoga untuk memegangi tubuh Shin yang terus menggeliat kesakitan.
Setelah Ryoga berhasil mengunci tubuh Shin, Reno kemudian meraih kepala Shin, dan menempelkan dahinya ke dahi Shin. Pria itu memejamkan mata, berusaha menyerap semua rasa sakit yang ada di tubuh Shin. Sepuluh menit kemudian, tubuh Shin akhirnya melemah, dan Reno terlihat sangat pucat setelah menyerap semua rasa sakit Shin. Dengan sigap Ko-ki langsung menata bantal untuk Reno, lalu Iv putih membawa segelas darah untuk pria itu. Sementara Ryoga, pria itu menatap lengannya yang penuh luka cakaran dari Shin.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Ryoga sambil menjilat lengannya.
"Bayangan masa lalu. Sepertinya reaksi atas apa yang baru saja kita lakukan." Reno memejamkan mata, dan memijat kepalanya pelan-pelan.
Ko-ki tampak muram, lalu menepuk-nepuk pundak Reno.
"Reno-san, sebaiknya jujur secepatnya saja pada Shinchan. Kasihan Shinchan kalau harus kesakitan terus seperti itu, juga Reno-san yang harus menyerap rasa sakit itu."
Remaja berambut magenta itu tampak sangat sedih. Reno tersenyum tipis dan mengelus kepala Ko-ki pelan.
"Tenang saja Ko-ki, aku akan memberitahunya secepatnya. Setidaknya sampai keadaannya stabil."
"Sebaiknya segera kau lakukan, kalau kau tak melakukannya secepatnya nanti kau pasti menyesal kalau milikmu direbut orang lain dua kali berturut-turut." Ucap Iv hitam dengan santai dan langsung dihadiahi oleh Reno dengan tatapan sinis, namun sama sekali tidak berpengaruh bagi Iv hitam.
Ryoga menggelengkan kepalanya, lalu menyeret Iv hitam keluar kamar agar tidak memperburuk suasana hati Reno. Ko-ki menatap Reno yang terdiam, lalu mencolek lengan Iv putih dan menatap pria berambut putih di depannya dan dibalas dengan anggukan pria itu.
"Reno-san, kata-kata Iv hitam ada benarnya, setidaknya coba pertimbangkan apa yang baru saja dikatakan Iv hitam, kalau begitu aku permisi dulu." Iv putih kemudian menggandeng Ko-ki keluar dari kamar Reno.
Reno terpekur setelah Ko-ki dan Iv putih meninggalkan kamarnya. Pria itu menundukkan kepalanya, dan mengacak rambutnya. Ia merasa sangat kesal, namun ia juga merasa bahwa ucapan Iv hitam ada benarnya juga. Reno kemudian beranjak sejenak dari kasur, lalu mengecup kepala Shin dan berjalan menuju ke ruangan pribadinya. Pria itu menerawang ke langit-langit yang berhiaskan lukisan-lukisan kuno di atasnya. Berbagai kilasan kejadian di maa lalu berkecamuk di pikirannya. Reno meghembuskan nafas keras, dan memejamkan matanya sejenak. Ia harus mempersiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai kemungkinan, juga memperketat pengawasannya terhadap Shin. Cukup sekali ia kehilangan Shin, ia tak ingin kehilangan orang yang ia sayang untuk kedua kalinya. Berbagai cara akan ia lakukan untuk membuat Shin tetap di sisinya, walaupun harus dengan cara yang amat sangat kotor.
-----
Shin membuka matanya perlahan. Ia merasa sangat haus. Tenggorokannya sangat kering. Nafasnya memburu dan suhu tubuhnya meningkat. Shin merasa kesakitan dan nafasnya menjadi tersengal-sengal. Dari arah pintu, Reno berjalan dengan tenang ke arah Shin. Pria itu kemudian menghampiri Shin, dan membantunya duduk. Reno kemudian melepaskan piyamanya dan menuntun kepala Shin ke arah lehernya. Shin langsung menghujamkan taringnya ke leher Reno. Ia meminum darah Reno dengan rakus, bahkan sampai mendorong Reno hingga terjatuh di ranjang.
Suara berdeguk nikmat terdengar sangat kencang. Reno memeluk Shin, dan mengelus kepala Shin dengan lembut. Saat Shin selesai meminum darah Reno, pria itu menatap mata Reno. Disentuhnya pipi Reno, lalu ia memeluk Reno dan mengecup bibir Reno. Shin melumat bibir Reno perlahan, lalu terjatuh dan kembali tertidur. Reno kemudian menggendong Shin menuju ruang kerjanya dan membaringkan Shin di sebuah ranjang yang bertaburkan lili putih. Reno kemudian mengecup bibir Shin dan mengelus pipi pria itu. Reno kemudian duduk di kursinya, dan menatap Shin sambil melamun.
Ia tahu, bahwa ia salah karena memanfaatkan Shin sebagai alat untuk membalas dendamnya kepada musuh. Ia sudah mempersiapkan semua kemungkinan untuk dibenci Shin atau mungkin dibunuh saat Shin sudah sadar nanti. Namun, di balik semua motifnya itu, Reno memiliki alasan pribadi membuat Shin menjadi vampire, karena Reno memang sudah lama mencari Shin. Bau darah Shin saat ia menciumnya beberapa tahun lalu, membuatnya sangat yakin bahwa Shin adalah orang yang ia cari selama ini.
Reno ingin memiliki Shin seutuhnya dan selamanya, ia tidak ingin kehilangan Shin untuk kedua kalinya. Tanpa terasa, air mata menetes dan membasahi pipi Reno. Pria itu mendongakkan kepalanya dan memejamkan mata. Saat ia menyadari ada gerakan dari arah ranjang Shin, Reno mengalihkan pandangannya ke arah Shin. Shin menatap Reno, lalu berjalan ke arah Reno. Shin bersimpuh dan menyandarkan kepalanya ke paha Reno sambil memejamkan mata.
"Aku..sudah memutuskan." Shin berbicara pelan, sambil memainkan jemarinya.
"Memutuskan apa?" Tanya Reno sambil mengelus kepala Shin dengan lembut.
"Aku akan membantumu. Aku tak peduli apapun alasan yang mendasari kenapa kau memilih aku. Tadi, saat aku merasa pusing, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana kejadian itu. Aku bisa merasakan, orang tuaku sangat melindungi aku. Mereka menyembunyikan aku di gudang bawah tanah. Aku tak tahu kenapa mereka menyembunyikan aku. Tapi, aku merasa bahwa aku harus mengunjungi puing-puing desaku."
"Aku mengerti, besok aku akan mengantarkanmu kesana. Kau tak perlu khawatir."
"Bukan masalah khawatir atau tidak Reno, aku...hanya cemas kalau kau kembali ke desaku...kau akan mengingat kejadian tak enak saat keluargamu dibantai."
Reno tersenyum, lalu menarik Shin ke pelukannya. Reno memangku Shin dan mengecup lembut bibir Shin, lalu mengelus pipinya.
"Aku tak apa-apa Shin. Kau tak perlu cemas. Dan juga, setelah kita mengunjungi desamu, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu."
"Sesuatu apa?" Tanya Shin sambil menyandarkan kepalanya di dada Reno.
"Mengenai dirimu. Siapa dirimu, dan hubunganmu denganku. Baik di masa lalu, maupun masa sekarang, dan mungkin, masa depan." Reno tersenyum lalu mengecup puncak kepala Shin.
Shin menganggukkan kepalanya dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Reno. Ia seolah menemukan kedamaian yang selama ini belum pernah ia rasakan. Shin juga merasakan, bahwa ia seolah menemukan tempat dimana ia bisa pulang. Shin kemudian mendongakkan kepalanya, dan merengkuh pipi Reno, lalu berkata,
"Mungkin, pada awalnya aku takut terhadapmu dan aku juga tidak suka dengan keegoisanmu. Tapi...sekarang ini, mungkin perasaanku telah berubah. Mungkin, saat ini aku mulai menyukaimu. Aku masih tidak yakin dengan perasaanku. Tapi, aku merasa bahwa aku akan selalu aman, bila aku bersama denganmu."
Reno tersenyum lalu mengecup tangan Shin. Shin, orang yang ia cintai akhirnya kembali. Ia tak perlu memaksakan keinginannya lagi karena Shin malah menyerahkan dirinya sendiri kepada Reno. Reno memeluk Shin erat, dan sesekali mengecup bibir, dahi, hidung ataupun jemari Shin. Shin tersenyum saat merasakan kelembutan Reno. Akhirnya, aku menemukan tempat dimana aku bisa berlindung, terimakasih Reno, terimakasih, batin pria itu lalu merapatkan pelukannya ke tubuh Reno.
----
Iv hitam meringkuk kesakitan di tengah-tengah lingkaran darah yang terletak di kamarnya. Ryoga, Ko-ki dan Iv putih mengamati Iv hitam, sambil berkonsentrasi dengan segala perubahan yang terjadi. Saat Iv hitam mulai tenang, pemuda itu berdiri dan berjalan lemas menuju ranjangnya. Iv putih mengangsurkan segelas darah kepada saudaranya itu dan langsung diteguknya hingga habis. Setelah menghabiskan darahnya, Iv hitam langsung duduk bersila dan memainkan gelasnya.
"Pimpinan mereka marah, karena kita menemukan Shin terlebih dahulu. Tapi mereka tidak akan menyerang kita dalam waktu dekat, mereka masih mempersiapkan sesuatu yang bahkan aku tak bisa melacaknya." Ucap Iv hitam muram.
"Tepat seperti yang aku duga, Ko-ki, kau kirimkan surat kepada Shou dan Tora, katakan dalam waktu dekat mereka harus kembali. Akan terjadi pertarungan besar sebentar lagi. Ahh, juga Saga, dia pasti akan bergabung dengan senang hati kalau kalian mengatakan kita akan berjumpa dengan kawan lama."
"Baik Ryo-kun! Aku akan hubungi Sagacchi, Shouyan dan Torashii, aku yakin mereka tak akan mau melewatkan permainan menyenangkan kali ini." Ko-ki mencengir dan langsung melesat menuju kamarnya.
Sementara Iv putih, saat itu malah asyik menyentuh Iv hitam lalu menghilang. Ryoga menepuk kepala Iv, di saat seperti ini memang sudah seharusnya kedua Iv bersatu. Iv yang ada di depannya, walaupun berwujud remaja, tapi kekuatannya dapat membuat para vampire tua cukup kewalahan. Pertarungan tak akan terhindar lagi. Ryoga kemudian berjalan menuju ke ruangannya. Saat ia berpapasan dengan Reno, Reno menganggukkan kepalanya ke arah Ryoga dan langsung dibalas oleh Ryoga dengan membungkukkan badan. Vampire tinggi itu kemudian menyambar long coat hitam miliknya lalu berjalan keluar dari mansion, untuk menemui beberapa kenalan lama yang bisa membantu mereka kali ini.
TBC