FF : I LoVE u WHEN I KNOW I CAN'T 13 &14

Aug 03, 2011 19:15


mian lama harusny saia tidak boleh mengabaikn readers disini,so 2 chap langsung saia kasih^^
Happy reading!!!...

Title: I Love You when I Know I Can’t

Author: Giselle

Length: Chapter (13 & 14/15)

Genre: AU, Incest, Fluff, Angst, Romance

Rated: PG-15

Pairing: YunJae


Chapter 13:

2 tahun kemudian….

Jung Yunho menatap tidak percaya kelima orang yang berada di dekatnya secara bergantian. Mulutnya terbuka lebar dan bola matanya menatap setiap wajah yang tersenyum itu. Kecuali seorang wanita yang tersenyum memaksa dan menundukkan kepalanya, tidak sanggup melihat ekspresi itu.

“Kalian bercanda…” desisnya pelan dan menyandarkan kepalanya pada sofa tempat dia duduk. Sambil mengatur emosinya yang nyaris saja meledak, Yunho kembali duduk dengan tegak, dan makin kesal ketika mendapati kalau keempat orang itu masih saja tersenyum dan menggeleng pelan sebagai jawaban akan pernyataan terakhirnya. “Tapi aku masih ingin bekerja!!” desisnya dengan suara dinginnya, tapi nyatanya suara itu tidak berfungsi dengan empat orang yang lebih tua darinya itu.

“Yun… Kau tidak boleh selamanya terkekang dalam pekerjaan itu. Suatu saat kau harus mulai membuka hatimu untuk hal ini.” kata SoHee lembut dan menepuk bahunya.

”Benar. Tidak mungkin tahun depan kalian masih terkurung dalam status tunangan kan? Apa kata orang nanti ketika mengetahui kalau kalian masih bertunangan?” kali ini ibu Ara yang menyambung. Go Ara tidak bisa berbuat banyak selain menundukkan kepalanya dan nyaris menangis.

”Aku masih bisa menerima kalau kau selama ini menolak menikah dengan Ara-ah karena kau sibuk dengan perusahaan.” semua terdiam ketika DongWoon mengambil alih dan berdiri dari sofa tempat dia duduk. ”Tapi aku tidak bisa menerimanya lagi ketika aku sadar kalau kalian sudah terlalu lama terikat dalam hubungan itu. Pernikahan Yunho dan Ara akan berjalan paling lambat bulan depan. Kalian berdua tidak bisa membantah lagi. Semua ini sudah diputuskan, dan aku tidak ingin ada masalah lagi.” hanya suara dingin DongWoon yang berhasil membuat semua terdiam dan mengangguk setuju. Terkecuali Yunho.

”Aku tidak mengerti jalan pikiran kalian...” desisnya rendah dan berjalan keluar dari mansion keluarga Jung di London. Kakinya berjalan mengikuti koridor luas dan antik itu. Dia muak dengan semua ini. Muak dengan fakta kalau perjalanan ke London tidak lebih dari sebuah kebohongan. Tapi yang lebih dia benci sebenarnya, ketika dia tahu ada kebohongan lain dan kebohongan lebih besar di sini.

Kakinya berhenti di depan sebuah pintu kaca besar. Pintu menuju taman belakang mansion keluarganya yang luas. Dia berhenti dan berlama-lama menatap taman itu sebelum akhirnya mendesah lagi. Pikirannya tidak bisa bekerja lagi. Semua seolah-olah sudah direncanakan dengan mulus. Pertunangan ini, pernikahan yang nyaris terjadi ini... Tahukah mereka ada orang lain di hatinya? Orang lain yang lebih penting dan lebih berharga dari semua yang ada di dunia ini? Seandainya orang itu ada di sini sekarang….

“Yun-ah…” mendengar suara pelan dan lembut itu membuatnya tersadar selama beberapa saat. Tanpa merasa perlu memutar kepalanya kebelakang, dia tahu siapa itu. Well, dia tidak bisa mengatakan kalau dia membenci wanita itu. Tidak. Tentu saja tidak. Ara tidak terlibat dalam permainan kotor ini. Dia hanya dipaksa masuk... Tapi Yunho tidak bisa mengabaikan kalau Ara juga menginginkan semua ini. Jadi wanita itu masuk kategori apa? Baik? Jahat?

”Maafkan aku... Aku tidak bermaksud untuk...”

”Sudahlah.” desahnya pelan dan membawa tangannya menyentuh pintu kaca itu dan menempelkannya di sana. Matanya tidak beralih ke semua bunga-bunga yang bermekaran di halaman belakang mansion ini. Indah memang, tapi tidak seindah kebusukkan di dalam keluarga ini. ”Lagipula aku tidak bisa melawan lagi...” tawa lirihnya terdengar benar-benar begitu lelah, sehingga membuat Ara merasa bersalah dengan semua ini.

”Yun... Maaf.” sahut Ara pelan ketika melingkarkan lengannya di pinggang Yunho. Yunho yang menjadi orang yang dipeluk tidak bisa berbuat banyak ketika merasakan wanita itu mulai menangis di punggungnya. Dia membiarkan Ara menangis dan terus mengatakan kata maaf yang baginya tidak diperlukan lagi. Dia tidak memerlukan permintaan maaf. Bahkan dia tidak memerlukan orang menangis untuknya. Yang ingin Yunho lakukan adalah mengatakan maaf pada orang itu, menangis untuk orang itu, dan mengatakan kalau dia mencintai orang itu.

’Huh... Bahkan kesempatan seperti itu seolah tidak pernah datang dalam hidupku...’ batinnya.

Semua sudah hilang. Mungkin pikiran kalau pergi ke London adalah pertemuan yang bisa dia lakukan dengan orang itu sudah dia hapus dalam waktu satu detik ketika mendengar berita itu dari SoHee.

__FLASHBACK__

”Mana Jaejoong?” tanya Yunho pelan dan berusaha tidak terdengar bersemangat. Mereka semua sedang berjalan menuju ruang keluarga di mansion Jung. SoHee yang berjalan tidak jauh darinya berhenti sejenak dan membiarkan yang lain tetap berjalan. SoHee memiringkan kepalanya sesaat dan memandang Yunho tidak percaya. “Apa? Apakah pertanyaanku salah?”

“Tidak juga.” Jawab SoHee tenang dan kembali berjalan. “Apa mungkin Joongie belum mengatakan hal ini padamu? Padahal semua orang di rumah ini sudah tahu.”

“Tahu? Tahu apa?” kali ini suaranya terdengar begitu penasaran dan khawatir.

”Joongie memutuskan untuk pindah dari London. Dia mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di New York. Well, Joongie sebenarnya jarang menghubungi kami, tapi dia terlihat baik-baik saja. Aahh…” SoHee mengingat sesuatu dan tersenyum tipis. “Sebenarnya aku dan DongWoon sudah mengunjunginya beberapa bulan yang lalu, dan di sana dia masuk ke universitas bergengsi dan masuk ke jurusan acting….”

Sisanya Yunho tidak mendengar lagi. New York? Pindah ke Nrw York? Apakah Jaejoong dengan sengaja menjauh darinya? Tapi untuk apa? Harapan Yunho pupus detik itu juga, dan seolah-olah semangat yang sudah menggebu-gebu di hatinya itu sudah melayang dan meninggalkan semua yang ada di dalam dirinya. Jung Yunho benar-benar putus asa sekarang.

__ENDFLASHBACK__

“Jangan menangis lagi, Ara…” desah Yunho parau dan mengusap tangan Ara yang memeluknya. “Jangan membuatku merasa bersalah dengan semua ini.”

“Tapi kau tidak suka dengan rencana pernikahan ini kan?”

”Aku belum memikirkannya. Aku masih bingung...”

Tentu saja bingung. Apa yang bisa kau lakukan ketika kau harus menikah dengan orang lain ketika hatimu masih terpaut pada orang lain?? Pernikahan paksaan terdengar konyol di telinga Yunho. Dia benci dengan semua ini. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak lagi. Kali ini, dirinya hanya menjadi boneka permainan keluarganya, terutatama ayahnya. Pernikaha akan berjalan dalam waktu satu bulan. Semakin dekat tanggal itu, semakin dekat pula pikirannya untuk meninggalkan dunia ini.

~~~~~~~~~~~~~~

Dua minggu kemudian...

Kenapa semua terasa begitu cepat? Rasanya pembicaraan tentang pernikahan itu baru dilakukan kemarin, dan tahu-tahu semua persiapan nyaris selesai. Tanggal pernikahan yang akan dilakukan dua minggu lagi, mengirimkan undangan, memilih gaun, dan apapun yang nyaris membuatnya stress karena semua itu bisa selesai hanya dalam waktu dua minggu.

Yunho mencoba menenangkan dirinya di dalam sebuah cafe setelah lima jam dia harus bertahan di dalam sebuah butik gaun pengantin, hanya untuk memilih gaun yang cocok untuk Ara. Selama itu yang dia lakukan hanya duduk, memberikan pendapatnya, mendesah panjang, bahkan nyaris tertidur. Pikiran tentang bosannya berbelanja ini mengingatkannya pada seseorang. Jaejoong juga seperti ini... Selalu berhasil membuat Yunho stress sendiri dengan semua yang berhubungan dengan belanja. Pikiran itu rasanya berhasil membuat bebannya berkurang 0,1%....

“Ayo masuk!!” sebuah suara rendah dan bersemangat terdengar begitu nyaring dan memenuhi seluruh ruangan café. Kepalanya berputar kebelakang dan menyadari kalau ada sekumpulan orang yang sedang masuk. Dan sedikit mengejutkan ketika mengetahui mereka adalah orang Korea.

‘Orang-orang yang melakukan tour?’ batinnya ketika kumpulan orang yang dihitungnya hanya berjumlah lima orang itu masuk dan duduk beberapa meja di belakang darinya. Tidak mungkin tour kelihatannya. Lagipula, kelima anak muda itu juga fasih berbahasa Inggris dan gaya mereka seperti bukan orang yang baru pertama kali ke London. ‘Hmmm?? Kenapa aku jadi memikirkan tentang orang lain…’

Merasa stressnya sedikit berkurang, Yunho bangkit berdiri dan meninggalkan beberapa lembar uang di meja itu. Badannya berbalik dengan sempurna dan tersenyum tipis ketika seorang pelayan mengucapkan terima kasih padanya. Dan dengan santai, Yunho berjalan melewati kumpulan orang Korea itu tanpa merasa terganggu sama sekali.

DEG!! DEG!! DEG!!

Jantungnya berdegup dengan cepat dan nyaris terlalu cepat, seolah dia ini menderita penyakit jantung. Tapi bukan itu yang menjadi masalah. Kali ini, Yunho merasa harus memeriksa matanya ke dokter spesialis mata. ’Apa itu yang tadi? Tidak mungkin kan.... Tidak mungkin....’

Tangannya mencengkram kuat kenop pintu cafe itu, dan tanpa berpikir lagi, kakinya panjangnya berputar kembali ke arah kumpulan orang itu. Jantungnya masih berdegup kencang ketika dia berhenti tidak jauh dari kumpulan orang itu. Matanya tertuju pada satu titik. Rambut coklat itu... ’Tidak mungkin itu dia!!’

Yunho berlari menuju laki-laki itu, mencengkram bahunya dan menariknya berdiri. Semua terkejut, termasuk dirinya sendiri juga orang yang sedang dia pegangi. Suara nafas tertahan dan terkesiap adalah yang menjadi memenuhi suasana cafe yang tiba-tiba saja terasa mencekam itu.

”Jae....”

”Yunho-hyung....”

~~~~~~~~~~~~~~

Suasana cafe yang sebenarnya begitu damai, terasa seolah berganti ketika dua orang laki-laki, satu yang lebih tua, satu yang lebih muda, duduk saling berhadap-hadapan. Mata mereka memandangi satu sama lain dengan serius, apakah itu tatapan membenci, merindukan, atau ajakan perkelahian tidak bisa dicerna setiap orang. Tapi yang terutama, sedikit terasa percikan-percikan api rindu di sana.

”Jadi, hyung sekarang pindah ke London?”

Apakah ini hanya perasaan Yunho atau dia yang terlalu paranoid?

Bagaimana seseorang bisa terlihat begitu tenang ketika mereka sekarang sedang berhadapan dengan orang yang sudah lama tidak di temui, dan lebih buruk lagi, mereka adalah saudara yang sudah lama berpisah dan tidak saling berkomunikasi selama dua tahun lebih seolah hal itu disengaja oleh salah satu pihak. Dan yang paling buruk... Mereka bersaudara yang pernah menikmati satu malam bersama, menikmati kehangatan masing-masing dan mereka berdua tahu kalau mereka tidak pernah melupakan hal itu.

Tapi sejak kapan adik yang begitu dia sayangi dan juga dia cintai itu bisa duduk dengan tenang, menunjukkan ekspresi yang paling ceria yang bisa dia ingat, tanpa sama sekali keraguan? Mana sosok Jung Jaejoong yang selalu menangis padanya? Yang selalu memeluknya dan mencari dirinya ketika dia sedang ada masalah? Siapa kali ini laki-laki yang berambut coklat dengan wajah pucatnya, bibir merah, mata besar hitamnya? Atau Jung Jaejoong ’lama’ sudah berubah menjadi Jung Jaejoong ’baru’??

”Tidak. Appa dan SoHee menyuruhku mengambil cuti untuk berlibur.” jawab Yunho pelan dan berusaha bersikap tenang, seolah meniru sikap Jaejoong, walaupun dia tahu kalau hati kecilnya sedang berdegup dengan kencang dan tidak karuan. ”Kau sendiri sedang apa disini? SoHee mengatakan kalau kau sudah bersekolah di New York.”

”Memang seperti itu. Kami sedang mengadakan sebuah konser kecil.” kali ini Yunho mengangkat alisnya tidak mengerti. ”Umma belum mengatakannya?” tawa kecil gemulai itu membuat seluruh bulu kuduk Yunho meremang. God... Betapa dirinya merindukan mendengar tawa itu. ”Aku kuliah di New York dan mengambil jurusan acting. Hyung serius umma belum mengatakan tenang hal itu?”

“Mm… Well… Mungkin ketika bagian itu aku sedang mengkhayal.” Senyum manis Jaejoong nyaris saja membuatnya menarik laki-laki ini untuk dia cium. ”Konser di sini? Kebetulan sekali. Aku menebak kalau appa menjadi sponsor untuk perjalanan kelompokmu kan?”

”Hahaha... Seperti itu memang. Sebenarnya kami hanya menjadi tamu undangan untuk sebuah acara amal besar di London. Tapi yah... Kami tetap butuh dana dan appa benar-benar sangat baik mau memberikan dana untuk kami.”

Mereka kembali terdiam. Pikiran Yunho kali ini adalah, berusaha menahan keinginannya untuk menarik Jaejoong pergi dan membawanya ke hotel terdekat yang bisa dia temui. Oh shit... Jung Yunho!! Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu ketika kau akhirnya bisa bertemu dengan adikmu sendiri? Kalian bertanya bagaimana bisa? Yunho sendiri ingin tahu ketika keinginan itu makin besar, dan nyaris dia lakukan. Tapi dia meredam keinginan itu ketika mendengar suara handphone yang pelan mengacaukan rencananya itu. Di satu sisi dia kesal, tapi di sisi lain dia senang juga.

”Halo?” jawabnya pelan sambil memberikan tanda pada Jaejoong untuk menunggu sebentar. ”Yeah Ara... Aku ada di cafe di seberang butik... Sudah selesai? Kau sudah mendapatkan gaun itu? Ohh... Kau menanyakan pendapatku. Mm... Baik, aku akan ke sana.”

Ahh... Berat sekali rasanya harus meninggalkan Jaejoong di sini. Tapi hal lain memang memaksanya untuk melakukan hal ini. ”Jae, aku harus...”

”Hyung masih bersama dengan Ara-noona?”

“Eh? Oh yeah. Sebentar lagi kami akan menikah lebih tepatnya.” Aish… Kenapa berat sekali mengucapkan kata-kata itu ya?

Apakah ini hanya perasaan Yunho saja. Tapi kenapa dia merasakan kalau ekspresi tenang Jaejoong dalam waktu sedetik berubah menjadi ekspresi horor tapi kembali lagi menjadi ekspresi yang begitu tenang?

”Benarkah? Selamat hyung...” ucapnya pelan dan berdiri ketika Yunho juga bersiap-siap untuk pergi. ”Nanti malam aku akan pergi ke rumah. Appa dan umma ingin kita makan malam bersama, katanya perayaan berkumpulnya lagi keluarga Jung.”

”Itu bagus. Baiklah, aku pergi dulu.” Yunho ingin sekali memeluk anak itu. Tapi dia tidak bisa menebak apa reaksi yang lain ketika dia melakukan hal itu. Akhirnya dia memutuskan hanya mengacak rambut Jaejoong pelan sebelum akhirnya dia melangkah pergi. ”Sampai jumpa nanti malam.” dan dia pergi meninggalkan Jaejoong, keluar dari cafe itu.

Meninggalkan anak laki-laki, yang sedetik setelah dia pergi jatuh dengan mulus ke lantai kayu cafe yang dingin dan memandang kosong ke sebuah titik dengan mata yang basah, dan suara isakan pelan bisa dia dengar. Seseorang mengulurkan tangan padanya untuk berdiri, tapi dia menolak tangan itu dan menguburkan wajahnya di kedua telapak tangannya dan makin kuat menangis.

”Jae...” desah seorang gadis pelan dan memeluknya dari belakang. “Please… Berhentilah menangis. Semua sudah selesai.”

“Tidak pernah ada yang selesai dalam hidupku…” isaknya dengan suara berdesis pelan. “Dia baru saja berdiri di depanku, HyoJoo!! Aku bisa saja berteriak padanya kalau aku begitu merindukan dirinya selama dua tahun ini, dan betapa aku ingin bisa bersamanya lagi!! Apa dia tahu kalau aku begitu tersiksa selama ini tanpa dirinya!!”

”Dia tidak tahu persaanmu, Jae...” sahut yang lain pelan dan mengusap rambut coklat Jaejoong dan memberikannya sebuah sapu tangan. Tapi kembali Jaejoong menolaknya. Yang bisa menghentikan air matanya hanya satu orang. Yang bisa membuatnya kembali tersenyum hanya satu orang.

”Apa salahku harus terlahir bersaudara dengannya.... Bukan salahku kalau aku mencintainya!! Bukan salahku kalau akhirnya aku jatuh terlalu dalam ke perasaan ini! Apa yang harus aku lakukan, HyunJoong... Aku terlalu mencintainya....”

Tangisan makin keras, dan empat orang yang lain berada di sekelilingnya tidak bisa berbuat banyak dan mereka semua bingung. Mereka sendiri tidak bisa bereaksi dengan semua hal itu. Mereka tahu kalau Jaejoong mencintai suadaranya sendiri, dan mereka sendiri tidak tahu sejak kapan Jaejoong mau terbuka. Semua menyadari kalau perasaan cinta itu terlalu dalam dan selalu membuat Jaejoong menangis dengan terlalu menyedihkan.

Tapi bagaimana dia bisa bersikap sangat tenang saat bersama Yunho?

Masuk ke jurusan akting benar-benar membantunya dalam banyak hal. Seperti yang satu ini. Jaejoong berhasil bersikap sangat tenang karena semua hasil belajarnya di jurusan acting. Dan hal itu bukannya berhasil membuat Yunho tertipu sendiri?

“Seandainya dia tahu perasaanku….” Isaknya pelan dan merasakan pelukan yang semakin kuat dia punggungnya. Yeah... Seandainya Yunho tahu, bagaimana reaksinya? Tebak saja, antara iya dan tidak. Tapi kedua pilihan itu tetap saja berakhir maut juga kan? ’Iya’ untuk mencemari nama keluarga Jung, ’Tidak’ untuk menghancurkan hatinya dan mencari jalan kematian.

’Bukan dua pilihan yang baik....’ batinnya dalam hati dan menangis makin keras.


Chapter 14:

”Begitulah.... Joongie akan datang hari ini. Sebenarnya begitu mendadak. Yeah, dia juga baru saja memberitahuku. Betul, dia akan tinggal di rumah kita. Berapa lama? Katanya sekitar satu bulan mungkin? Yang pasti dia bisa mengikuti pesta pernikahan Yun-ah...”

Yunho melirik sekilas ke sampingnya ketika mendengar pembicaraan SoHee dengan DongWoon di handphone. Mereka telah selesai semua persiapan ’konyol’ untuk pernikahan dua minggu lagi. Dan setelah mengantarkan Ara dan ibunya, ini saatnya mereka bertolak menuju mansion mereka. Dan pembicaraan SoHee itu benar-benar mengganggunya.

”Apakah Jae benar-benar harus mengikuti acara pernikahan itu?” desah Yunho ketika memperhatikan SoHee yang sudah selesai dengan handphonenya. Mata mereka bertemu selama beberapa detik, dan akhirnya tawa kecil dari SoHee terdengar.

”Apa maksudmu, Yun? Tentu saja Joongie harus ada saat pernikahan itu. Dia saudaramu, dan sudah sewajarnya dia ada kan?”

”Begitukah?”

Mata Yunho beralih ke pemandangan jalan-jalan di kota London. Semua pemandangan itu terasa benar-benar mengancamnya sampai ke tulang-tulang. Semua ini terasa benar-benar mengacaukan sistem sarafnya. Siapa yang bisa membunuhnya detik ini? Daripada menikah lebih baik mati? Pikiran konyol apa itu... Tapi bukankah hal itu juga sempat masuk ke dalam pikiran seorang Jung Yunho?

’Siapa yang mau menikah ketika orang yang dia cintai berada di tempat yang sama?’ Yang pasti itu bukan dirinya walaupun dia tahu kalau hal itu bakal terjadi juga. Kenapa dia tidak bisa membantah pernikahan ini? Kenapa dia begitu takut untuk mengeluarkan pendapatnya? Mungkin dia takut ketika orang-orang mulai menanyakan ’Apa’, ’Kenapa’, ’Bagaimana’, tapi yang lebih menakutkan ketika pertanyaan ’Siapa’ mulai mengalir.

Pengecut. Panggil saja dirinya pengecut. Dia akui itu, dan dia tidak menolak sama sekali. ’Aku seorang pengecut karena takut mengatakan perasaanku.’

~~~~~~~~~~~~~~

”Aku benar-benar menikmati reuni kecil keluarga kita ini....” sahut Jaejoong pelan dengan senyum manisnya dan mendapatkan balasan senyuman dari DongWoon dan SoHee. Semua mengakuinya, tentu saja kecuali Yunho.

Dia tidak menunjukkan tanda-tanda tertarik. Ketika semua sedang bergembira saling berbicara, dia hanya diam, memberikan respon dengan sebuah anggukan singkat. Seolah yang sedang berada di meja makan panjang itu hanya DongWoon, SoHee dan Jaejoong. Tidak ada Yunho di sana.

“Kenapa kau diam saja, Yun? Kau tidak menyukai makanannya?” tanya DongWoon, setelah dia menyadari kalau Yunho benar-benar terlalu diam malam itu. SoHee yang duduk di sebelah Jaejoong, dan sedari tadi sibuk dengan anaknya, akhirnya menyadari apa yang terjadi pada Yunho dan menanyakan hal yang sama. Tentu saja kecuali Jaejoong. Siapa disini yang tidak akan menyadari kemana pandangan Jaejoong selama makan malam kecil ini? Yunho. Matanya hanya tertuju pada Yunho, dan dia sangat sedih ketika tahu Yunho tidak terlihat tertarik dengan semua ini.

”Tidak. Aku hanya sedang tidak enak badan.” Jawab Yunho lemah dan tersenyum tipis. Ketika beberapa pelayan muncul untuk mengambil piring bekas mereka makan, Yunho bangkit berdiri dan kembali tersenyum tipis. “Kelihatannya aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku benar-benar butuh tidur sekarang. Selamat malam.” dan dia pergi meninggalkan meja makan.

Benarkah dia butuh tidur? Tidak juga. Lebih tepatnya dia harus mencari pemandangan lain. Bukan berarti melihat Jaejoong memuakkan. Tidak!! Itu pikiran paling bodoh yang bakal masuk ke dalam pikirannya. Jadi masalahnya? Dia tidak sanggup melihat senyum itu. Kenapa? Kenapa Jaejoong bisa begitu tenang disaat dia sedari tadi begitu gugup berada di ruangan yang sama dengan anak itu?

”Aku benci...” desisnya dan memukul pelan pintu kayu kamarnya. Tapi perasaan kesal ini masih belum tidak bisa dia lampiaskan. Kenapa harus marah? Marah karena dia tidak bisa memiliki Jaejoong? Well, kau tidak seharusnya memiliki Jaejoong kan? Jaejoong bukan milikmu... Sama seperti kau tidak seharusnya bermimpi memilikinya bagi dirimu sendiri.

Yunho membuka pintu kamarnya perlahan dan melangkah lunglai kedalam kamarnya yang gelap. Tanpa merasa begitu perlu untuk menghidupkan lampu, atau bahkan mengganti kemeja dan jeans-nya, dia melemparkan dirinya begitu saja ke tempat tidur king-size itu. Matanya menatap nanar langit-langit kamarnya. Tidak ada gunanya merelakan perasaan ini. Ini hanya membuatnya semakin sakit hati dan semakin sedih ketika harus tahu kalau dia tidak berhak mencintai Jaejoong. ’Harusnya dari awal aku bunuh diri saja....’ senyum sinis muncul begitu saja di bibirnya.

”Kamarmu tidak banyak berubah ya, hyung.”

Suara ini seolah menghantam dirinya dengan keras, dan dalam milidetik, dia sudah duduk di tempat tidur dan menatap sosok yang berdiri di depan pintu kamarnya, sambil tersenyum tipis dan menyandarkan tubuhnya di kusen pintu. “Jae… Kenapa kau ke sini?” sahut Yunho pelan dan turun dari tempat tidurnya. Mata mereka bertemu, dan sebuah memori lama muncul dengan bebas dalam pikiran masing-masing.

”Apakah salah kalau aku memutuskan untuk bertemu dengan kakak laki-laki ku? Kita sudah lama tidak bertemu kan, hyung...” jawab Jaejoong pelan dan masuk dengan santai ke dalam kamar Yunho. Tapi dia berhenti tiba-tiba dan memegang kenop pintu dan ekspresi manis itu berubah menjadi ekspresi yang begitu kosong. ”Dua pilihan hyung... Tutup pintu ini, atau biarkan terbuka.”

’Tutup pintu ini, atau biarkan terbuka.’

Yunho membeku di tempat dia berdiri dan menatap tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar. ”Jae... Kau sudah gila.” desahnya dan kali ini berjalan mendekati Jaejoong untuk mendorong keluar. ”Kembali ke kamarmu... Kau tidak tahu apa yang kau katakan.”

”Aku serius, hyung!” suara Jaejoong meninggi sambil menahan pintu itu untuk tetap terbuka. Wajahnya tenangnya kali ini berubah. Dari ekspresi dingin bercampur dengan pandangan berharap. Apa maksud dari pandangan itu? Yunho yang kali ini berdiri hanya beberapa senti dari Jaejoong tidak bisa menebak apa yang ada di jalan pikiran adiknya itu.

“Konyol! Hentikan permainan konyol ini!”

”Aku serius!!”

”Cepat keluar dari kamarku!!” desis Yunho berusaha tidak terdengar berteriak. Dan seketika mereka sudah saling dorong mendorong di pintu kamar, berusaha menjadi pemenang dengan perkara kecil ini. Tapi entah kekuatan dari mana, Jaejoong berhasil mengalahkan Yunho.

Dia mendorong Yunho sehingga jatuh ke lantai, dan detik itu juga, Jaejoong masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. “Shit! Jae!! Kau gila!! Kau pikir apa yang sedang kau lakukan!!”

”Aku memang gila!!”

Yunho membeku di lantai dia jatuh dan sekalipun kamar itu begitu gelap, dia tidak akan bisa mengabaikan cairan bening dan berkilauan itu jatuh di pipi pucat laki-laki yang dia cintai itu. Isak pelan itu terdengar benar-benar memilukan. Tangisan ini sudah lama sekali tidak dengar. Ingin rasanya menariknya ke dalam pelukannya, mencium puncak kepalanya dan berusaha menenangkannya dan menikmati setiap detik dia menatap lekuk-lekuk wajah itu. Aahh... Kapankah dia bisa melupakan perasaan ini?

”Kau benar-benar tidak berperasaan, hyung...” isaknya pelan dan berjalan meninggalkan pintu tertutup itu. ”Kau jahat.... Kau tega... Kau bodoh... Kau tidak mengerti perasaanku....” mata Yunho memperhatikan ketika siluet tubuh itu bergerak mendekatinya, dan melingkarkan tangan kurus dan pucat itu di sekeliling lehernya. ”Kau tidak akan mengerti hyung....”

Yunho sekali lagi tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Tapi ditengah kebingungannya itu, dia tidak akan pernah lupa bagaimana caranya untuk menenangkan sosok itu. Perlahan tangannya membawa sosok kecil itu ke dalam pelukkannya, mendudukkannya di pangkuannya, mengusap kepalanya dan membisikkan kata-kata yang ampuh, dan nyaris menghentikan tangisan itu.

”Ssh... Ceritakan padaku Jae.... Kenapa aku bisa menjadi orang seperti itu? Tidak berperasaan bodoh, jahat.. Mau menjelaskannya?” bisik Yunho pelan sambil mengusap lembut punggung Jaejoong. Tapi Yunho kembali bingung ketika mendengar suara tangisan yang makin keras. Apakah ini salahnya? Tapi salah dari mana? Alasan Jaejoong menangis saja masih belum jelas baginya.

”Kenapa kau harus begitu lembut padaku, hyung....” isak Jaejoong histeris dan melepaskan pelukannya dari Yunho. Tangannya mencengkram kuat kerah kemeja Yunho dan matanya kabur oleh air mata yang tidak berhenti mengalir. ”Apa alasanmu harus bersikap lembut kepadaku? Katakan hyung... Katakan padaku....”

”Karena... Karena kau adikku?” Yunho memiringkan kepalanya sedikit, tapi tangisan itu kembali keras.

”Tidak ada yang lain...”

’Karena aku mencintaimu....’ Bisakah Yunho mengatakan hal itu? Dia terdiam lama dan memalingkan kepalanya, berusaha menghindari ekspresi terluka dari adiknya. Shit... Apa susahnya mengatakan hal itu? Ok, baiklah. Sekarang waktunya... Persetan dengan status keluarga! Tidak ada orang yang melarang untuk mencintai satu sama lain kan?

”Aku mencintaimu.”

Keduanya terdiam. Mata mereka bertemu selama beberapa detik, sampai akhirnya salah satu dari mereka melebarkan matanya dan membiarkan mulut mereka terbuka begitu lebar. Apakah ini tidak salah? Dia tidak salah dengarkan? Tidak mungkin...

”Aku mencintaimu, hyung.... Kau dengar?? Aku mencintaimu!! Kau percaya berapa lama aku menyimpan perasaan ini? Hampir 12 tahun... Dan yang lebih buruk, kepergianku ke New York tidak bisa mengubah perasaan konyol ini!! Dan aku… Aku….” Ekspresi yang keras kepala itu kali ini berganti kembali menjadi sebuah tangisan pelan dan wajah pucat dan cantik itu kembali di penuhi dengan air mata.

“Kau first kiss-ku… Kau malam pertamaku… Kau cinta pertamaku… Dan kau bakal menjadi cinta terakhirku…” Jaejoong dengan tangan gemetarnya menyentuh pipi Yunho dan berlama-lama di sana. ”Ini konyol... Yeah, aku tahu kau akan menganggapku gila, hyung... Tapi aku serius kalau aku mencintaimu...”

Kali ini Jaejoong yang tegang ketika mendapati Yunho tidak memberikan reaksi sama sekali akan pernyataannya. Lebih terlihat seperti... Shock? Jaejoong menarik nafas menyerah. Dia tidak bisa lagi melakukan ini. Mungkin ini memang akhir dari perasaan ini. Tidak sanggup lagi berlama-lama di sini, Jaejoong berniat berdiri, tapi sesuatu menahannya. Sesuatu yang lembut, hangat dan sesuatu yang dia rindukan.

Bibir mereka berdua bertemu dengan begitu cepat, tepat ketika Yunho menangkap kedua pipi Jaejoong dan menarik adiknya ke dalam sebuah ciuman yang dalam dan juga penuh dengan kerinduan, seolah hari tidak esok akan ada lagi. Ciuman yang berlangsung lama, tapi tidak mendapat perlawanan sama sekali. Setelah beberapa menit, bibir mereka terpisah dan mereka terengah, berusaha menghirup oksigen semampu paru-paru mereka.

”Ke... Kenapa...” masih terengah, Jaejoong yang entah kapan melingkarkan tangannya di leher Yunho, memandang pria yang lebih tua itu nyaris dengan ekspresi terluka. Suara desahan pelan terdengar begitu lembut ketika Yunho mencium setiap sudut wajah Jaejoong. Mulai dari keningnya, matanya yang masih menangis, pipinya yang lama-kelamaan berubah menjadi warna merah muda, hidung mancungnya, dan berhenti lama di bibir merah dan mengundang itu.

”Simple... Aku juga mencintaimu...”

Dan semua terjadi dengan begitu cepat. Kedua insan itu menangis bersama. Tangisan yang terdengar begitu pilu daripada terdengar begitu bahagia. Ciuman-ciuman ringan tidak berhenti sampai disana. Siapa yang bisa menyangka kalau akhirnya mereka tahu kalau cinta mereka tidak begitu jauh jaraknya… Hanya perlu sedikit keberanian… Dan mereka bisa memiliki satu sama lain.

Tapi ini bukan akhir dari segalanya kan?

”Aku benar-benar seorang pengecut...” Yunho tertawa muram sambil memeluk erat Jaejoong di tangannya, berdoa agar kebahagian ini tidak hilang hanya dalam sekali kedipan mata. Jaejoong sendiri bersikap sama dengan Yunho, menyandarkan kepalanya ke bahu bidang itu dan mencengkram kuat punggung kemejanya. ”Aku tidak mengetahui kalau mengungkapkan perasaan cinta itu semudah ini... Rasanya benar-benar begitu lega...”

”Mmm...” Jaejoong mengakui kalau itu benar. Kenapa dia baru menyadari kalau semudah ini? Jadi selama ini apa yang ada di pikirannya? Perasaan takut untuk mencintai dan dicintai orang ini? Mungkin saja...

”Tapi kita tidak bisa selamanya seperti ini, Jae...”

Jaejoong menelan air ludahnya, dan kali ini menggeleng pelan. Air mata nyaris jatuh kembali, tapi dia berhasil menahannya dengan menggigit bibir bawahnya. Kebahagian ini benar-benar akan lenyap. Dua minggu lagi... Itu batas terakhir dari mereka. Dan sisanya semua adalah mimpi dan kenangan belaka.

”A... Aku tahu itu... Aku sangat mengerti...”

”Aku tidak bisa melawan appa.”

”Yeah... itu benar.”

”Tapi aku sendiri tidak bisa melawan perasaan ini.” Yunho melepaskan pelukan mereka dan membuat mereka saling menatap satu sama lain. Keduanya masih terduduk di lantai kamar Yunho, semua kebahagiaan dan kesedihan akan terjadi di sini. Kamar ini kali ini benar-benar terlihat begitu menyedihkan. ”Aku tidak bisa melawan perasaan cintaku padamu Jae... Aku mencintaimu lebih dari segalanya... Kau nafas dan nyawaku sekarang. Apakah kau berpikir hal yang sama Jae? Aku benar-benar lebih dari segalanya untukmu kan, Jae?”

Memang terdengar kekanak-kanakkan dan begitu memaksa. Tapi harus Jaejoong akui. Hal itu memang terjadi dalam hidupnya akan seorang Jung Yunho, saudara laki-lakinya sendiri. Dirinya hanya untuk orang ini. Tidak ada yang lain. ”Kau memang segalanya untukku, hyung... Kau akan menjadi yang pertama dan terakhir bagiku hyung... Aku tidak pernah mengizinkan siapa pun mengganti posisi mu di hatiku...”

”Kalau begitu, sekalipun aku sudah menikah, apakah kau masih mencintaiku? Apakah menurutmu cinta kita masih tetap bisa dipertahankan?” sahut Yunho pelan dan membawa kedua tangan kecil Jaejoong ke dalam tangannya yang besar. Ekspresi memohon dan terluka adalah gambaran wajah Yunho sekarang.

Yeah, tentu saja Jaejoong tahu resiko dari pernyataan ini. Keduanya harus terluka. Keduanya harus menanggung sakit hati karena apa yang akan datang nanti. Mungkinkah mereka bisa kabur dan mencari kehidupan mereka sendiri? Tidak ada yang berani... Cepat atau lambat, perasaan ini akhirnya akan terungkap juga. Pengecut. Mereka berdua memang pengecut. Kenapa ketakutan itu begitu kental diantara kedua orang ini?

”Ya, hyung... Aku mencintaimu... Apapun yang terjadi... Aku ingin perasaan ini tetap menjadi sesuatu yang bisa aku pertahankan... Aku mencintaimu, dan aku tetap mencintaimu apapun yang terjadi...”

Dan mereka kembali larut dalam ciuman panjang itu. Ahh... ciuman ini benar-benar begitu menyedihkan. Bukan ciuman manis dan panas yang selalu dilakukan pasangan-pasangan. Ciuman yang pahit… Menyedihkan, dan tragis. Air mata adalah yang mewarnai ekspresi mereka. Takdir apa yang begitu kejam, yang membuat kedua orang yang saling mencintai harus berpisah?? Well… Mungkin jika mereka bersaudara mungkin memang harus dipisahkan??

~~~~~~~~~~~~~~

Satu minggu kemudian…

“Ahjumma…” suara wanita yang pelan dan lembut membuat SoHee yang sedari tadi sibuk menulis, mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang.

“Ara… Senang sekali melihatmu datang kesini…” SoHee mempersilahkan Ara duduk di kursi di depan mejanya. Ruang kerja SoHee di mansion Jung terlihat begitu nyaman dan terlihat menarik dengan warna coklat muda yang begitu menenangkan, dan Ara juga terlihat nyaman duduk di sana. ”Senang sekali melihatmu datang kesini... Ada masalah, Ara-ah? Atau kau sedang ingin membicarakan persiapan pernikahanmu?? Dua minggu lagi kan?”

”Tidak juga, ahjumma...” jawab Ara pelan dan membalas senyum SoHee. ”Sebenarnya aku mencari Yun-ah. Aku ingin mengajaknya keluar. Tapi para pelayan mengatakan kalau dia sedang keluar.”

”Oh, ya. Yun-ah sedang pergi bersama dengan Joongie. Mereka terlihat begitu dekat sekarang. Selalu pergi bersama. Mungkin sedang melepaskan rindu mereka setelah dua tahun berpisah.”

”Jae-ah? Begitu ya...” SoHee menyadari ekspresi kecewa Ara dan segera mencerahkan kembali mood calon menantunya itu.

”Tenang saja, Ara... Tidak mungkin Joongie merebut Yun-ah darimu kan? Mereka hanya dua saudara yang sudah lama tidak bertemu... Apa kau berpikir mereka akan terus bersama dalam waktu yang lama?” Ara tersenyum tipis dan mengangguk singkat. Well, mungkin dia selalu khawatir. Atau memang Go Ara harus khawatir?

~~~~~~~~~~~~~~

“Merasa lebih baik?” Yunho melingkarkan lengannya di pinggang Jaejoong yang kecil dan menyandarkan kepalanya di bahu Jaejoong. Cuaca dingin, dan angin yang tidak berhenti bertiup tidak membuat mereka merasa perlu pergi kembali meninggalkan bukit ini. Yunho menyandarkan tubuhnya di mobil sport hitamnya dan tersenyum senang ketika Jaejoong menyandarkan tubuhnya sepenuhnya kepada Yunho.

“Mm… Pemandangan di sini bagus.” Tutur Jaejoong pelan dan mengelus lengan besar yang melingkar di pingganggnya. Mereka larut dalam pikiran masing-masing, sambil merasakan panas tubuh satu sama lain dan menikmati momen indah yang entah kapan bisa hancur dalam sekali kedipan mata. ”Minggu depan hyung...”

“Aku tahu.” Mereka terdiam dan terdengar sebuah isakan pelan dari pria yang lebih muda. Yunho tidak bisa berbuat banyak selain mengucapkan kata-kata lembut, membisikkan kalau semuanya akan baik-baik saja. Tapi Yunho sendiri tidak bisa memastikan hal itu, semuanya akan berubah dalam waktu satu minggu.

~~~~~~~~~~~~~~

Dua hari sebelum hari pernikahan....

”Ara-ah, mana Yunho? Aku tidak melihatnya dari tadi.” DongWoon mendekati Ara yang sedang sibuk berbicara dengan teman-temannya. Wanita itu memutar kepalanya pelan dan meminta permisi lalu mendekati DongWoon.

”Tidak, ahjussi. Setelah acara di mulai dan kami memberi salam kepada beberapa orang, dia pergi begitu saja.”

Pesta perayaan kecil, untuk menyambut keluarga Jung dan Go yang akan segera menjadi besan. Semua orang saling menikmati perayaan ini, karena lusa hari besar akan terjadi di antara kedua keluarga itu. Pernikahan besar dengan undangan yang banyak. Benar-benar memiliki kesan yang begitu mewah.

Tapi tidak begitu dengan Go Ara, sang calon mempelai perempuan. Yunho lagi-lagi meninggalkannya. Apa yang sedang dilakukan Yunho? Kenapa harus pergi begitu tiba-tiba saat dia benar-benar membutuhkan sosok itu sekarang? Ara cepat-cepat menahan air mata yang nyaris jatuh dari pipinya dan memandang DongWoon yang terlihat sedang berpikir.

”Mm... Mungkin dia ada di kamarnya. Bisakah kau mencarinya, Ara-ah? Aku ingin memperkenalkan Yunho kepada beberapa rekan bisnis.”

”Ne, ahjussi.” Ara cepat-cepat meninggalkan hall mansion Jung dan berjalan menuju koridor tempat kamar Yunho. Ara nyaris bisa menghafal mansion besar ini, ketika SoHee selalu saja mengajaknnya berkeliling dengan alasan ’Aku tidak mau calon menantuku tersesat di rumah tempat dia tinggal.’

Wanita itu menyentuh pintu kayu kamar Yunho dan berpikir sejenak untuk mengetok pintu atau tidak. Lagipula, untuk apa Yunho pergi ke kamarnya? Mungkinkah dia memutuskan untuk tidur sekarang karena terlalu lelah? Akhirnya, Ara memutuskan untuk membuka saja pintu itu. Pelan, dan berusaha tidak menimbulkan suara. Tapi selanjutnya yang dia lihat dan dengan di dalam kamar itu nyaris membuatnya pingsan.

~~~~~~~~~~~~~~

”Lusa...” Yunho menggigit bibir bawahnya ketika mendengar suara parau dari Jaejoong. Mereka berdua akhirnya tidak bisa berbuat banyak. Lusa... Kenapa harus begitu singkat? Rasanya baru kemarin mereka mengungkapkan perasaan mereka. Rasanya seperti kemarin mereka bisa bersama. Dan dalam waktu singkat, mereka akan berpisah dengan begitu cepat, tragis dan menyedihkan.

“Jae…” sahut Yunho pelan dan menangkap kedua pipi Jaejoong yang begitu pucat dan mata itu kembali basah. Kamar ini… Dia benci kamar ini. Tangannya menjelajah menyelusuri setiap lekuk wajah cantik itu, menikmati setiap bentuk-bentuk indahnya, dan perlahan membawa wajah itu mendekati wajahnya mencium setiap sudutnya, sambil membisikkan bahwa betapa dia mencintai pria ini.

“Aku mencintaimu…” bisik Yunho pelan dan memeluk Jaejoong begitu erat di dalam pelukannya dan mencium puncak kepalanya. “Selamanya Jae… Tidak akan berubah. Hanya untukmu…”

“Aku juga, hyung… Aku juga mencintaimu…”

Mata mereka bertemu dan senyum tipis yang begitu menyedihkan menghiasi wajah mereka. Perlahan wajah mereka semakin mendekat dan masing-masing bisa merasakan nafas hangat yang menyapu wajah mereka. Ketika kedua pasang bibir itu akan bertemu, sesuatu menghancurkan momen indah itu. Untuk selamanya kah?

”Tidak mungkin....” Ara menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dapati di dalam kamar ini. Pasangan itu terkejut dengan siapa yang datang dan dengan cepat melepaskan pelukan. Tidak perlu berpura-pura. Ara sudah mengerti apa yang sedang terjadi sekarang. ”Yun-ah... Kau... Dan Jae-ah...”

”Benar. Apa yang kau pikirkan benar.” desah Yunho dan memperhatikan mata Ara yang mulai basah oleh air mata. Tidak... Dia sudah menghancurkan hati wanita itu. Tapi lebih daripada itu, akhirnya hubungan mereka telah diketahui orang nomor dua yang paling tidak boleh tahu setelah DongWoon. ”Kami saling mencintai...”

”Ini tidak bisa... Kalian tidak bisa bersama!!” bisik Ara perlahan tapi cukup keras untuk bisa di dengar oleh kedua pria itu. Wanita itu berjalan mendekati Yunho dan mencengkram jas hitam yang menutupi badan Yunho dan menatapnya tidak percaya. ”Jangan bercanda Jung Yunho!! Kalian berdua bersaudara!!”

”Apakah salah kalau aku mencintai seseorang?? Ara... Tidak ada yang bisa melarangku untuk mencintai seseorang!!”

”Tapi bukan adik laki-lakimu sendiri!!” kali ini Ara tidak ragu menunjuk Jaejoong, menunjuk laki-laki yang sedang berdiri dengan kaki gemetar dan menggigit kuat bibir bawahnya, berusaha menahan tangisan yang berusaha dia tahan mati-matian. ”Kau mencintai orang yang salah!!”

”Tidak ada yang salah dengan mencintai Jaejoong!!” teriak Yunho dan melepaskan cengkraman Ara sebelum akhirnya dia berjalan cepat menuju Jaejoong dan memeluk sosok yang begitu lemah. “Lagipula, kau masih ingat konsekuensi dari pertunangan dan pernikahan ini kan, Ara…”

”Tapi... Tapi... A-aku ti-tidak tahu kalau itu Jaejoong!! Aku tidak tahu kalau orang itu Jaejoong!!” tangisan Ara pecah dan wanita itu menangis histeris sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jaejoong disana, bertahan pada tubuh Yunho agar tidak jatuh. Yeah, dia mengerti bagaimana perasaan Ara. Hati wanita itu hancur. ”Aku akan memberitahukan ini pada ahjussi...”

Yunho nyaris berteriak kepada Ara ketika tiba-tiba saja dia merasakan kalau dia sedang memeluk angin kosong. Kepalanya berputar dan begitu shock ketika menyaksikkan Jaejoong jatuh berlutut mencengkram ujung baru terusan biru Ara dan menangis menatap wanita itu.

”Please... Ara-noona please... Jangan... Aku tidak ingin hyung keluar dari rumah ini... Please... Apa yang kau mau? Kau ingin aku pergi? Ba-baik… Aku akan pergi dan meninggalkan Yunho-hyung… Tapi jangan beritahukan tentang hubungan kami pada appa…”

”Jae!! Apa yang kau...”

”Mianhe, hyung... Mianhe...” Jaejoong bangkit berdiri dari posisi tempat dia berlutut dan berjalan mendekati Yunho. Sambil sedikit berjinjit, dia mencium cepat pria yang dia cintai itu dan tersenyum tipis. Senyum yang benar-benar begitu dipaksakan dan terlihat begitu menyedihkan. “Kita memang tidak bisa bersama… Tapi ingatlah….” Air mata perlahan kembali jatuh membasahi wajah pucat itu. Yunho berdiri di sana dengan air mata yang juga mulai jatuh dengan bebas. “Aku mencintaimu. Kau pertama dan terakhir bagiku…. I love you…” kali ini sebuah pelukan yang begitu kuat dan menyedihkan. Jaejoong menangis dengan pelan di bahu pria itu, tapi segera melepaskannya dan memandang Ara yang masih berdiri di sana dengan ekspresi kosong. “Tolong jaga Yunho-hyung untukku…”

Dan dia pergi meninggalkan kamar yang gelap itu. Kedua orang yang tersisa di sana tidak bisa berkata apa-apa. Sesuatu terasa menyumbat tenggorokkan mereka untuk mengatakan sesuatu. Kamar gelap itu benar-benar begitu tenang, sunyi dan mencekam. Yunho menangis tanpa suara dan berdiri dengan kaki gemetar. Ini terlalu menyakitkan... Sejak kapan mencintai seseorang harus begitu tragis seperti ini?

Go Ara masih berada di sana. Matanya tidak lepas dari pintu tempat Jaejoong pergi meninggalkan kamar ini. Apakah cinta memang begitu hebat? Kenapa sampai rela berkorban, mengabaikan perasaan itu hanya untuk melindungi yang lain? Apakah dia sudah melakukan kesalahan? Matanya berpindah ke arah lain dan mendapati Yunho yang berdiri dengan tubuh gemetar dan menutup mulutnya dengan sebuah tangan. Ara tidak pernah melihat Yunho seperti ini. Benarkah mereka memang saling mencintai satu sama lain? Apa yang sudah dia lakukan? Memisahkan dua orang yang saling mencintai ini? Shit... Dia memang seorang wanita yang jahat. Tapi apa lagi yang bisa dia lakukan?

Ara berdiri di sana dengan rasa bersalah.

Yunho berusaha menekan perasaan ini, dan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Jaejoong berjalan meninggalkan mansion Jung dalam perasaannya yang sudah hancur.

Apa takdir yang akan menghampiri mereka nanti??

*To Be Continue*

dbsk, pg-15, yunjae, genre:angst, fanfic, genre:incest

Previous post Next post
Up