FIC: I Love You when I Know I Can't | Chapter Eight

Nov 12, 2010 17:32

here I'm!!!!.....
Nae YoeDongsaeng Yunjae FF^^
Happy reading,everyone n don't forget to leave me Ur comment,neee!!!

Title: I Love You when I Know I Can’t
Author: Giselle
Length: Chapter (8/15+Epilog)
Genre: AU, Incest, Fluff, Angst, Romance
Rated: PG-15
Pairing: YunJae

Chapter 8:
Pagi itu muncul kembali dengan cepat. Meninggalkan semua gelap, bintang dan bulan di sana. Mungkin hari ini akan kembali berjalan seperti biasa. Terlalu biasa seperti biasanya. Mereka pergi, mereka berpisah, mereka bertemu kembali. Hanya itu. Tapi benarkah akan sebiasa itu?

Yunho tidak bisa tidur. Selama satu malam itu, pikirannya berhasil membuat dirinya terjaga, uring-uringan dan hampir membuatnya berteriak histeris. ‘Ciuman itu...’ batinnya ketika dia melangkah lunglai ke dalam kamar mandi di kamarnya hanya untuk membasuh wajahnya yang kusam dan lelah. ‘Tindakan bodoh apalagi ini... Apa yang memaksaku sampai melakukan hal itu!’

Perlahan dia mengangkat wajahnya dan menatap cermin di wastafel kamar mandi. Wajah lelahnya terlihat jelas disana. Rambutnya begitu berantakan. Lingkaran hitam membentang jelas di bawah matanya. Pikirannya mencoba menebak apa yang akan terjadi hari ini. “Apa yang harus aku lakukan pada Jae nanti...” desisnya, tapi akhirnya memutuskan bersiap untuk pergi ke kantor.

Tangannya mencengkram kuat kenop pintu kamarnya dan mencoba memutuskan untuk pergi keluar atau menunggu sampai Jaejoong pergi. Tapi kalau dia menunggu, dia tahu itu hanya akan membuat Jaejoong berpikir yang tidak-tidak tentang maksud ciuman malam itu. Jadi apa yang harus dia lakukan? “Hapadi saja, Yunho. Kau tidak bisa selamanya bergumul dengan dosa itu...” sambil menahan napasnya, Yunho menekan kenop pintu itu dan membukanya.

Kakinya ragu untuk melangkah ke arah dapur, menyaksikkan Jaejoong menatapnya saja dia begitu gentar. Jung Yunho, selama ini harus memendam perasaannya hanya untuk tidak mengubah status sosial yang terlanjur terbentuk dalam kehidupannya. Tidak hanya tentang harga diri, tapi juga tentang keluarga. Mencintai saudaramu sendiri? Semua orang akan mengatakan hal itu sebagai sebuah dosa paling tidak bisa diampuni. Tapi Yunho bisa mengatakan apa? Terima itu, dan pergi ke dapur, sebelum seluruh organ-organ tubuhmu memanggil dirimu ‘pengecut’.

Langkahnya begitu kaku, tapi dia tetap berusaha membuat semuanya berjalan lancar, dan tidak menimbulkan kecurigaan dipikiran Jaejoong. Kakinya berhenti di depan meja makan yang sudah disusun untuk sarapan pagi itu. Jaejoong berdiri membelakanginya dan terlihat sibuk dengan sesuatu. Yunho tidak bergerak di tempat dia berdiri dan menunggu sampai Jaejoong berputar kearahnya dan melihat dirinya.

“Pagi hyung...” seperti biasa, Jaejoong berbalik menghadapnya dan tersenyum lebar padanya. Senyum yang berhasil membuat dirinya jatuh ke dalam lembah dosa itu. Laki-laki itu berjalan melewatinya dan meletakkan sebuah tumpukkan pancake di meja. Jaejoong kembali tersenyum melihat Yunho yang menatapnya dengan mata membelalak. Ini aneh... Apakah Jaejoong sama sekali tidak terpengaruh dengan ciuman itu? Bagaimana bisa, ketika dirinya sendiri stress dengan hal itu. Dia yang terlalu berlebihan, atau Jaejoong yang berpikiran kalau itu hanya sekedar ciuman antar saudara?

Jaejoong tidak akan mengabaikan ekspresi terkejut hyungnya. Dia tahu apa alasannya, dan dia juga tahu dia penyebabnya. Kenapa dirinya bisa begitu tenang saat dia tahu kalau kejadian kemarin seharusnya (walaupun dia menyukainya) tidak terjadi? Dia tidak akan mengatakan kalau dia tidak gugup. Tapi tentu saja dengan alasan berbeda. Dia hanya bisa tidur beberapa jam setelah ciuman itu, dan sisa malamnya dilanjutkan dengan pertanyaan ‘apa’, ‘bagaiman’ dan ‘mengapa’. Apa yang membuat semua itu terjadi? Bagaimana bisa terjadi? Dan mengapa harus terjadi? Yang pasti, hanya Tuhan dan hyungnya yang mengetahui jawaban itu.

“Kau akan pergi bersamaku?” Tanya Yunho ketika mereka telah selesai sarapan pagi ini dan Jaejoong mulai bersiap-siap untuk pergi.

“Kalau itu bisa...”

“Kapan aku pernah menolak mengantarmu pergi ke sekolah?” Hanya itu saja, dan dalam waktu lima menit mereka sudah berkendara menuju sekolah Jaejoong. Keheningan melanda mereka dengan cepat, dan mereka berdua tahu apa alasannya. “Mm.. Jae..” cepat atau lambat, Yunho harus membicarakan hal ini juga.

“Ya, hyung?”

“Mengenai kejadian semalam...” dia melirik ke sebelahnya lewat sudut matanya dan menyadari tubuh Jaejoong menegang dan menggenggam erat sabuk pengamannya. “Dengar Jae... Maksud... Ngg... Aku melakukan hal itu...”

“Ya?” kali ini suara Jaejoong memelan dan menunggu lanjutan perkataan Yunho. Jantungnya berdetak begitu cepat, menduga-duga apakah Yunho akan mengatakan hal yang paling dia tunggu-tunggu.

“Aku benar-benar tidak sengaja melakukan hal itu.” Yunho tahu dia harus berbohong. Tidak mungkin dia mengatakan hal yang sebenarnya. Dia belum siap melihat reaksi Jaejoong ketika mendengar pernyataan konyol yang akan keluar dari bibirnya.

Dan dalam hitungan detik, jiwa Jaejoong seolah-olah melayang pergi meninggalkan tubuhnya. Bukan itu yang dia tunggu, dan bukan itu yang dia idam-idamkan. Apakah dia terlalu banyak berharap? Apakah Jaejoong berharap kalau Yunho menciumnya dengan kesadaran penuh dan bukan sekedar tindakan mendadak yang muncul dalam benaknya? Dia berharap kalau Yunho akan membalas perasaannya. Tapi dia tahu kalau hal itu tidak akan terjadi.

Mereka telah sampai. Perlahan tangannya membuka sabuk pengamannya dan tersenyum pada Yunho yang menatapnya penasaran. Dan Yunho sadar kalau itu senyuman yang paling dipaksakkan Jaejoong yang pernah dia lihat. “Baiklah, hyung...” sahutnya dengan suara pelan. “Aku mengerti. Aku akan melupakannya. Sampai jumpa...” tanpa ciuman di pipi sebagai tanda perpisahan yang selalu mereka lakukan, dia berjalan lunglai meninggalkan mobil Yunho.

Yunho yang masih berada di dalam mobil hanya menarik napas panjang. “Ini lebih baik...” desahnya dan mulai menekan gas mobilnya untuk membawanya ke kantornya. Lebih baik seperti ini, daripada hubungan mereka mulai merenggang karena bingung dengan maksud ciuman itu tanpa ada penjelasan yang jelas. Tapi kenapa sisi lain hati Yunho mengatakan kalau dia baru saja melakukan hal paling salah dalam hidupnya?

Di sisi lain, Jaejoong yang baru saja keluar dari mobil berjalan lunglai menuju kelasnya. Dia tidak memperhatikan siapa pun yang berada di depannya, dia beberapa kali menabrak orang-orang yang ada di depannya, tapi mereka tidak berani sama sekali menegur Jaejoong. Tangannya membuka pintu kelasnya dengan lemah dan melihat teman-teman sekelasnya yang sedang berbicara satu sama lain, berhenti sejenak hanya untuk mengucapkan selamat pagi kepadanya ketika dia melewati mereka.

Tubuhnya berselenjor lemas di kursinya. Napasnya perlahan memburu, detak jantungnya mulai berdetak kencang dan matanya panas. Perasaannya tidak terbalaskan. Yunho menyukai dirinya sebatas saudara, tanpa perasaan cinta yang melebihi dari persaudaraan. Kandas sudah perasaan ini. Jangkar hatinya tidak punya tempat untuk berlabuh. Dia harus membiarkan perasaan ini berjalan dalam gelombang air yang tiada tara. Melupakan atau memendam. Hanya dua itu saja pilihannya.

“Pagi, Jaejoong-ssi...” matanya terbuka dengan cepat saat mendengar suara sapaan itu begitu dekat di telinganya. Dia melihat ke sebelahnya dan tidak terkejut melihat siapa yang di sana. “Kau tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat pagi ini...” gumam Han HyoJoo dan menatap lekat-lekat wajah laki-laki di depannya dengan khawatir. “Kau sakit?”

Ya, dia sakit. Tapi bukan fisiknya. Tapi jiwanya. Dia akan mengatakan dia sakit jiwa. Atau mungkin dia memang mengalami gangguan dalam pikirannya. Melihat HyoJoo sontak membuat dirinya menangis. Air mata yang dia usahakan untuk tidak keluar, tumpah ruah beigtu saja. Suara isakan dapat dia dengar dan pandangannya buram oleh air mata. Tangannya yang gemetar mencengkram kuat tepi-tepi mejanya.

Dia hanya menangis. Tapi dia bisa merasakan kalau sebuah tangan pelan dan lembut mengelus punggungnya. ‘Berbeda dengan Yunho-hyung....’ batinnya dan tangisannya makin keras. Dia menguburkan wajahnya di tasnya yang terletak di meja untuk meredam tangisannya. Perlahan suasana di sekitarnya makin riuh. Pertanyaan-pertanyaan kecil mulai terdengar. Mulai dari bertanya apa yang sedang terjadi, sampai suara-suara lembut yang berusaha menenangkannya.

‘Semua berbeda... Berbeda dengan Yunho-hyung...’ dia masih menangis, tapi hal itu tidak menghentikan ucapan-ucapan lembut dari orang-orang sekitarnya. Sejak kapan teman-teman sekelasnya peduli padanya? Dia tidak tahu harus mengatakan apa, tapi dia sedikit terharu. Tapi hal itu tetap tidak bisa menghentikan tangisnya. ‘Hyung... Apakah ini tanda kau akan meninggalkan aku lagi?’

~~~~~~~~~~~~~~

‘Lagi-lagi...’ perasaan sedih yang tidak beralasan melandanya lagi. Mungkinkah dia mempunyai kekuatan untuk merasakan hal-hal gaib? Hanya sebuah pikiran konyol pastinya. Sambil tetap berusaha mengabaikan perasaan sedih itu, dia mulai membuka berkas-berkas kerjanya pagi ini dan menunggu Yuri mengantarkan secangkir kopi.

Ketika dia mulai meneliti berkas-berkas itu, pikirannya buyar ketika mendengar pintu diketok. Pintu terbuka dan dia melihat Yuri yang muncul dengan membawakan secangkir kopi di tangannya. Tapi bukan hanya itu yang ditangkap oleh mata Yunho. Wanita muda itu juga muncul dengan wajah gentar dan begitu gugup. Masuk dengan cepat dan meletakkan cangkir itu di meja Yunho.

“Pagi, Mr. Jung.” Tidak terlalu gugup sebenarnya, tapi dia memperhatikan wanita itu sesekali merapikan rambutnya dan meluruskan setelan bajunya yang berwarna biru pucat.

“Kenapa, Yuri-ssi? Kau terlihat begitu gugup pagi ini...” ujar Yunho ketika menerima sebuah map dari Yuri. Wanita itu membelalakkan matanya dan menatap bosnya dengan tidak percaya. Yunho balas menatap dan menunjukkan ekspresi butuh penjelasan.

“Anda tidak tahu?” Yunho menggeleng cepat dan menunggu lanjutannya. “Nngg... Bukankah hari ini seharusnya orang-orang pusat dari London akan datang untuk memeriksa cabang Korea?”

“Ya, aku tahu. Dan aku ingat sudah mengumumkan kepada setiap kepala divisi untuk tidak melakukan kesalahan selama pemeriksaan itu. Jadi apa masalahnya?” dia kembali bertanya dan menunggu penjelasan selanjutnya.

“Masalahnya...” lanjut wanita itu kembali. “Direktur utama sendiri yang memutuskan untuk melakukan pemeriksaan...”

“Apa?” suara Yunho meninggi di susul dengan tindakannya yang tiba-tiba saja berdiri dari kursinya. “Appa akan datang sendiri?”

Yuri mengangguk cepat. “Dan, Mr. Go JunMin juga akan datang...”

Dia tahu siapa pria itu. Ayah dari Go Ara, pemilik perusahaan keluarga Go yang besar, hampir sama dengan Jung Corp. Tapi apa maksud dan tujuan mereka sekarang. Apakah ini permainan? Ataukah ini...

Pikirannya bergerak cepat. Ayahnya tidak akan pernah terjun langsung untuk memeriksa cabang di luar negri, kecuali cabang itu mempunyai desas-desus tidak sedap. Dan untuk apa ayah Ara juga datang hari ini? Mungkinkah ini ada hubungan dengan perjodhannya? “Aku bahkan belum memutuskan siapa yang akan aku pilih...” desis Yunho ketika bisa menebak semua kerjaan busuk ini. Ada hal lain selain hubungan bisnis dengan Ara. Dan dia baru menyadarinya sekarang.

“Kembalilah ke mejamu, Yuri-ssi. Aku ragu ayahku benar-benar melakukan pemeriksaan. Mungkin dia hanya merindukan anaknya. Itu saja.” Wanita itu mengangguk cepat dan berjalan ke arah pintu. Tapi kali ini dia tidak bisa berkutik banyak ketika pintu dibuka dan dia melihat tiga orang yang berdiri di depan pintu ruangannya. ‘Apa aku bilang... Mereka akan langsung ke sini.’

“Yunho anakku...” pria yang berusia lebih setengah abad itu tersenyum lebar dan berjalan ke arah Yunho dengan langkah besar. Yunho hanya tersenyum tipis dan membiarkan ayahnya memeluk erat dirinya. “Seperti biasa anak yang begitu sempurna dalam segala hal...”

“Mm... Appa, kau terlalu berlebihan aku rasa.” DongWoon hanya tertawa renyah dan menepuk pelan bahu Yunho. Yunho mengalihkan pandangannya ke arah Mr. Go JunMin yang ternyata sudah berdiri di dekat mereka dan tersenyum lebar, dengan Ara yang berdiri di belakangnya dan tetap tersenyum. “Selamat pagi, Mr. Go. Kita sudah lama tidak bertemu.” Yunho mengangguk pelan, tapi dia hanya mendapatkan sebuah tawa kecil dari pria itu.

“Tidak usah terlalu sopan, Yunho-ah. Ini tidak seperti dirimu yang biasanya selalu memanggilku dengan paman.”

Dia tidak bisa memberikan komentar lain selain tersenyum tipis dan mempersilahkan para tamu duduk di sofa di sisi lain ruangannya. Setelah menyuruh Yuri untuk menyiapkan teh, Yunho juga duduk di dekat ketiga tamunya. Menyadari kalau Ara sedang memperhatikannya, Yunho hanya tersenyum tipis dan wanita itu juga tersenyum.

“Bagaimana kabar Jaejoong sekarang? Dia sedang sekolah kan sekarang?” DongWoon memulai pembicaraan dan menatap Yunho yang hanya mengangguk kecil.

“Lebih baik. Tidak seburuk satu tahun yang lalu, mungkin lebih baik.” Yunho tidak akan menceritakan tentang depresi Jaejoong yang kambuh lagi. Pembicaraan itu hanya memperburuk keadaan ini.

“Sebenarnya aku mau mengajak SoHee, sayangnya dia sedang berhalangan. Padahal wanita itu begitu merindukan Jaejoong. Aku sendiri mungkin tidak sempat menemuinya.” Yunho memperhatikan ekspresi kecewa ayahnya, dan menunggu ayahnya masuk ke pembicaraan yang sesungguhnya. “Aku yakin kau sudah menerima dan membaca calon-calon pasanganmu itu.” Ini dia... Kita masuk ke dalam pembicaraan yang harus dia hindari, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.

“Ya, aku sudah membacanya.”

“Tidak tertarik dengan salah satu dari mereka?” Yunho terdiam lama kali ini. Hanya perasaannya, tapi ketiga orang ini terlihat seperti menahan napas menunggu jawabannya darinya.

“Kami menyarankan lebih baik kau bersama Ara saja...”

Well, pembicaraan ini benar-benar to the point. Yunho harus menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan mengatakan bahwa mereka baru saja melakukan pembicaraan paling konyol dan paling tidak berarti baginya.

“Mm...” hanya itu reaksi Yunho dan menunggu lanjutannya.

“Jadi bagaimana menurutmu?”

“Akan aku pikirkan.”

Semua terdiam ketika mendengar jawaban Yunho. Dari sudut matanya dia bisa melihat kalau Ara seolah-olah hilang harapan untuk hidup. Ini kedua kalinya dia mematahkan semangat dan harapan wanita itu. Ketika SMA, saat pertama kali Ara begitu berani untuk mengungkapkan perasaanya pada Yunho, tapi ditolak mentah-mentah. Kedua, saat ini ketika wanita ini berharap lewat bantuan sesuatu hal yang begitu bodoh dan kuno. Perjodohan.

Apakah wanita ini masih berharap agar dia membuka hatinya? Yunho bukan tidak mau, hanya dia memang merasa tidak tertarik, dan tidak menganggap Ara begitu spesial di matanya. Kecuali untuk Jaejoong, hanya dia untuk pertama kalinya, Yunho bisa memperlakukan dan menganggap orang begitu spesial. Tapi dia sendiri tahu kalau semua perasaannya ini harus berakhir cepat atau lambat. Dan ini berdampak pada renggannya hubungannya dan Jaejoong kelak.

‘Aku hanya bisa menerimanya...’
*To Be Continue*

yunjae, genre:angst, fanfic, genre:incest

Previous post Next post
Up