[FANFIC] 'WRONG' Series : Series Three - LIES [INDONESIAN]

Sep 04, 2011 20:46

WRONG
Their fault is not forgiven yet...

Series Three : LIES

Author : mochiuchi

Pairing :
- Takaki x Daiki
- Takaki x Yamada

Warning : some hints of sexual activities

Rating : PG-15

Genre : Hurt/Comfort

Disclaimer : Sadly, I don't have the HSJ boys :'(
Sekuel/Chapter 2 of Wrong : Series One - BROKEN and  Wrong : Series Two - LIES

Tracklist : 
1. Suga Shikao - Kaza Nagi 
2. McFly - Too Close For Comfort 
3. Rurutia - Opus 
4. Kate Alexa - Another Now

~~~

Matahari hampir turun dari singgasananya, menimbulkan guratan merah di langit biru yang dihiasi sedikit awan mendung. Seorang pemuda berkulit putih terduduk di bangku sebuah café, tangannya memainkan sedotan segelas milkshake di tangannya.

Pemuda bernama Arioka Daiki itu menghela nafas. Lagi-lagi tunangannya terlambat, mereka sudah berjanji untuk bertemu di sini, kencan mereka yang ke puluhan kali.

Entah kenapa, Daiki merasa ada yang aneh dengan tunangannya akhir-akhir ini. Bukannya ia cemburu atau apa, tapi, hanya saja ia merasa tunangannya itu merasa ragu akan hubungan mereka.

Daiki menggelengkan kepala, kenapa ia bisa sampai berpikiran seperti itu? Takaki Yuya, tunangannya itu, pasti mencintainya sepenuh hati kan? Kalau tidak, ia tidak mungkin melamarnya seperti 2 minggu lalu kan?

‘Dia mencintaiku...’

Daiki memandangi milkshake vanilla di tangannya, sesekali memutar-mutar cairan itu dengan sedotannya.

‘Benar kan?’

Kepala Daiki menunduk, semakin hari, ia semakin tidak yakin dengan hubungan ini... tapi perasaan itu hanya ia simpan di dalam hati, menutupinya dengan senyum yang selalu ia berikan pada Yuya setiap hari.

‘Tidak mungkin ada orang lain diantara hubungan kami kan?’

Suara bel membuyarkan lamunan Daiki, kepalanya menoleh ke arah pintu masuk, dan benar saja, seorang lelaki bertubuh tinggi dan berkulit kecoklatan memasuki café itu. Orang yang sedang ditunggunya sedari tadi.

“Gomenasai Dai-chan,” Yuya duduk di depan Daiki, wajahnya tampak kacau.

Daiki tersenyum. “Daijoubu... dan kenapa wajahmu kacau begitu?” ia bertanya dengan hati-hati.

Yuya menggeleng, “Tidak apa-apa... hanya sedikit lelah...” lalu ia tertawa kecil.

Di mata Daiki, tawa itu terlihat seperti paksaan. “Sudah menjenguk Yama-chan? Bagaimana keadaannya?”

“Dia semakin baik... mungkin lusa dia sudah boleh pulang...” Yuya tersenyum.

“Syukurlah... aku sangat terkejut ketika mendengar Yama-chan pingsan seperti itu... untung saja kau yang menemukannya, ne?” Daiki tersenyum lagi.

Yuya mengangguk pelan, “Ya, untung saja...”

Kepala Daiki dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Tapi pertanyaan itu hanya bisa tertahan di ujung bibirnya, tak berani ia lontarkan.

Pertanyaan itu semakin tenggelam dalam hatinya ketika seorang pelayan datang untuk menawarkan menu kepada mereka.

‘I will ask him this question, later, I’m sure...’

~~~

Yuya tak pernah tahu Ryosuke akan seperti itu, menangis di pelukan temannya seperti seseorang yang sangat rapuh. Fragile.

‘I didn’t know he loves me that much...’

Dalam sekejap, Yuya merasa dia adalah orang terjahat di dunia.

‘Aku pikir kau tidak akan meminta hubungan apapun dariku...’

Yuya tahu ia membutuhkan Ryosuke, mebutuhkan pemuda itu untuk menemani malam-malamnya yang sepi. Disaat pikirannya keruh dengan urusan pekerjaan, dengan masalah-masalah lain yang masuk satu persatu ke pikirannya. Disaat Ryosuke bisa memberikan apa yang tidak bisa Daiki berikan padanya.

‘Aku pikir kita tak akan melangkah lebih jauh dari sekedar teman...’

Yuya ingat saat mereka pertama kali melakukan hal intim itu, Ryosuke bahkan masih duduk di kelas 2 SMA waktu itu-disaat dirinya sendiri sudah duduk di bangku kuliah.

‘That wasn’t my first time... that was HIS first time...’

Dan kini ia sadar, ia sudah bertunangan, dengan Arioka Daiki. Di tempat ia, Daiki, dan Ryosuke selalu melewati waktu-waktu yang mereka anggap monoton dan membosankan.

Jahat. Yuya tak pernah menyangka ia akan sejahat ini kepada dua orang yang ia anggap sangat penting dalam kehidupannya. Apa yang dipikirkannya? Apa yang dipikirkannya ketika ia melakukan hal itu dengan Ryosuke saat ia sedang menjalin hubungan serius dengan Daiki? Apa yang ia pikirkan ketika ia datang setiap malam ke apartemen Ryosuke? Melihatnya mengangguk begitu saja ketika ia mengajak pemuda cantik itu ke tempat tidur?

Kenapa ia tak segera menyelesaikannya? Tak mendatangi Ryosuke lagi dan menjelaskan kalau hubungan mereka berdua tak lebih dari teman? Tidak. Yuya tidak bisa melakukan itu, ada sesuatu di hatinya yang melarangnya untuk melepaskan Ryosuke begitu saja...

‘I’m such an evil person, am I?’

“... jadi, bagaimana pendapatmu, Yuya?” suara ceria Daiki membuyarkan lamunannya.

Yuya mengangkat kepalanya, lalu memandang Daiki dengan wajah bingung. “Emm... aku?”

Daiki berdecak keras, wajahnya menunjukkan raut kecewa. “Kau tidak medengarkanku kan?”

Yuya tidak menjawab, memfokuskan dirinya pada dua potong roti di depannya. Pikirannya masih melayang jauh, sama sekali tidak tertuju pada Daiki.

“Kau aneh hari ini, Yuyan...” Daiki berkata dengan suara pelan, memangil Yuya dengan nama masa kecilnya.

Seketika Yuya mendongak, lalu menatap Daiki dengan tajam. “Jangan panggil aku dengan nama itu...”

‘Karena hanya dia yang boleh memanggilku dengan nama itu...’

“Eh, mengapa?” tunangannya bertanya, pandangannya bingung bercampur kecewa.

Yuya menggelengkan kepalanya, tiba-tiba sadar kalau ia mengaatakan hal itu tanpa berpikir. “Aku hanya... tidak menyukainya...”

Daiki menatap Yuya yang tersenyum padanya, biasanya jika Yuya tersenyum seperti itu, semuanya akan baik-baik saja, tidak ada yang disembunyikan.

‘Iya kan? Tak ada yang disembunyikan dariku?’

‘Atau itu cuma keyakinan kosongku saja?’

~~~

Daiki sibuk dengan kuliahnya sejak pertemuan mereka di cafe itu dua hari yang lalu, hanya bisa berkomunikasi lewat telepon dan e-mail, itupun tak sering.

Menghela nafas, Daiki menekan tombol panggil di ponselnya, menelepon nomor yang sudah sangat dihafalnya.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Tidak ada balasan.

“Moshi moshi? Daichan? Ada apa?”

Suara itu, suara yang begitu ia rindukan meskipun hanya beberapa menit saja ia tak mendengarnya.

“Kau sedang apa?”

Daiki tersenyum.

Hening.

Beberapa detik.

“Aku sedang menuju Rumah Sakit, aku harus menjemput Ryo-chan...”

Sekelebat rasa cemburu muncul di hati Daiki, tapi ia tak menghiraukannya.

‘Yama-chan kan? Hanya Yama-chan? Bukan orang lain?’

“Oh ya? Sampaikan salamku untuk Yama-chan ya...”

Daiki masih tersenyum, tapi kali ini dipaksakan.

“Tentu saja...”

Daiki menelan ludah.

“Bye, Yuyan...”

“Bye...”

Telepon diputus.

Kepala Daiki tertunduk, tangannya meremas ponsel ditangannya.

‘Kenapa aku merasa ada sesuatu yang salah disini?’

Daiki melirik ke arah jendela kamar asramanya, memandang ke arah lapangan football gedung universitas itu-beberapa mahasiswa tampak mengobrol di tepi lapangan, berteduh dari hujan deras yang sejak tadi pagi mengucur deras. Ini adalah semester terakhirnya di universitas ini, tak banyak kenangan yang Daiki dapat bersama teman-temannya, hanya kenangan bersama Yuya yang masih melekat erat di pikirannya.

Tanpa sadar Daiki menarik secarik kertas di laci meja belajarnya. Sampai akhirnya kertas itu melayang dan jatuh tak jauh dari tempat kakinya berpijak.

Rumah Sakit Fujioka
Sakura room 142

Tempat Ryosuke dirawat.

Senyum terbentuk di wajah Daiki. Ia ingat pernah meminta nama kamar tempat Ryosuke dirawat kepada Yuya, tapi sampai saat ini ia tak pernah punya waktu untuk menjenguk teman baik Yuya itu.

“Tak ada salahnya kan aku memberi mereka sedikit kejutan?”

~~~

Ryosuke memandangi titik-titik hujan yang turun dengan cepat. Baru saja beberapa hari yang lalu hari menjadi cerah, tapi pagi ini cuaca kembali menjadi sendu. Entah karena apa.

Ketukan beberapa kali dan suara pintu yang dibuka cukup utnuk membuat Ryosuke menoleh ke arah pintu masuk, melihat Yuya masuk ke dalam kamar.

“Aku akan antar kau pulang...” Yuya berkata dengan pelan.

“Tidak usah, aku sudah memesan taksi...” Ryosuke kembali mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

Seketika mereka diam, tak mengeluarkan sepatah kata lagi.

“Maafkan aku...” suara dengan sedikit tertahan.

Mata Ryosuke sedikit membesar, lalu menoleh ke arah Yuya.

“Untuk apa?” ia bertanya.

“Untuk segalanya...” Yuya berdiri, mendekati Ryosuke.

Ryosuke tidak membalas.

“Aku melihatmu dengan Chinen... waktu itu...” Yuya berbicara lagi.

“Kapan?” kali ini Ryosuke membalas.

“Saat kau... menangis...”

“Aku yang salah... aku yang salah...” Ryosuke mengulang.

“Aku seharusnya tidak mengharapkan apapun darimu!” Ryosuke melanjutkan, kali ini dengan nada sedikit terbata.

“Sebaiknya kau tidak menemuiku lagi, Yuya!” Ryosuke berteriak, lalu mendorong tubuh Yuya dengan kasar. Lagi-lagi air mata mulai menuruni wajahnya.

“Ryosuke!” Yuya menggenggam erat tangan Ryosuke, menahannya untuk tidak mendorong lagi.

“Tidak Yuya, pergi dari sini! Please... aku mohon! Biarkan aku tenang!” Ryosuke mulai meracau, sesekali mencoba melepaskan tangannya yang dicengkeram erat oleh Yuya.

“DENGARKAN AKU!” Yuya mencengkeram bahu Ryosuke, memaksa tubuh itu untuk menghadap lurus dirinya.

Ryosuke terdiam, air mata masih mengalir dengan deras di pipinya.

“Keputusan yang aku ambil sangat salah, aku tahu itu... sangat salah...” Yuya mulai berbicara, pandangannya melembut, tapi masih tertuju pada wajah Ryosuke.

“Aku tidak sadar kalau selama ini kau yang aku cintai sepenuhnya... maafkan aku...” cengkeraman di bahu Ryosuke terlepas, berganti menjadi usapan lembut di pipinya yang basah.

“Bohong...”

“PASTI BOHONG!”

Ryosuke berteriak lagi, menepis tangan Yuya di pipinya.

“Aku mau bersumpah demi apapun, Ryosuke... aku benar-benar mencintaimu... aku salah! Aku salah sudah menjadikanmu hanya sebagai pengganti Daiki... maafkan aku!”

Yuya jatuh berlutut di depan Ryosuke, setitik air mata meluncur di wajah Yuya. Lalu perlahan Yuya meraih tangan Ryosuke.

“Maafkan aku...”

Masih menangis, Ryosuke meraih wajah Yuya dan membuatnya berdiri. “Iya... aku memaafkanmu...”

Yuya menyentuh tangan putih mulus yang memegang kedua wajahnya, merasakan kehangatan yang sudah lama ia rindukan itu.

Tanpa sadar, Yuya mendekatkan wajahnya, melepaskan pegangan Ryosuke di wajahnya dan berbalik memegan wajah Ryosuke.

Mencium bibir itu perlahan.

Ciuman yang tidak kasar dan menuntut.

Hanya sebagai bukti kalau mereka saling mencintai satu sama lain.

Mereka melepaskan diri ketika paru-paru mereka sudah kembali membutuhkan oksigen.

“Lalu bagaimana dengan Daichan?” Ryosuke mengusap wajahnya sendiri, berusaha menghilangkan jejak-jejak air mata itu.

“Aku tidak tahu...” Yuya menunduk.

Ryosuke menghela nafas. “Kalau begitu, kita tidak usah bertemu untuk sementara, Yuyan...”

Ryosuke tersenyum.

“Kenapa?” Yuya bertanya, hatinya kembali mengeluarkan rasa panik.

“Kau yang memulai, kau yang harus menyelesaikan...” Ryosuke menjawab.

Ryosuke berhenti sesaat sebelum melanjutkan, “Dan aku tidak tahu apakah hubungan kita akan kembali menjadi dulu lagi atau tidak...”

"Karena hati ini masih terlalu sakit untuk menerimamu kembali...'

Yuya hanya diam, tak tahu harus berkata apa.

“Karena sahabatku bilang, perasaan yang terlalu berlebihan bisa membuat kita terjatuh dan akhirnya terluka...” Ryosuke mengusap air matanya. “Jadi aku harus bisa menekan perasaan ini jika hubungan kita belum pasti, Yuyan...”

Ryosuke menatap pria di depannya tanpa mengatakan apapun lagi. Dalam hati ia sangat berharap Yuya memberitahunya kalau pria itu akan melepaskan Daiki dan mengajaknya untuk membangun hubungan yang sebenarnya.

Tapi Yuya tetap diam.

Ryosuke menghela nafas lagi, menyimpulkan kalau pembicaraannya dengan Yuya sekarang tidak akan selesai jika diteruskan.

“Aku pulang dulu, sampai nanti, Yuyan...” Ryosuke mengangkat koper di sebelahnya, sebelum perlahan meninggalkan Yuya yang masih terpaku di dalam kamar itu.

‘Aku harap kau bisa memilih mana yang lebih baik, Yuyan...’

~~~

Daiki terengah-engah, pandangannya sedikit mengabur. Bukan karena penyakit atau apa, tapi karena air mata yang sedari tadi meluncur turun dengan bebasnya.

Siapa?

Siapa?

Siapa yang tidak menangis ketika melihat tunanganmu berciuman dengan temannya sendiri?

Teman?

Apakah ia memang temannya?

Tangan Daiki bergetar memegang pegangan tangga itu, akibat rasa sedih, amarah, dan kecewa yang berbaur menjadi satu dan tak terbendung.

Rasa sakit menyentuh hati Daiki ketika melihat seseorang menuruni tangga Rumah Sakit itu, lalu menaiki sebuah taksi yang menunggunya.

Timbul rasa di hati Daiki untuk menghentikan mobil itu sekarang juga, lalu menarik orang itu keluar dan mendorongnya sampai jatuh.

“Yamada Ryosuke...” Daiki menggumamkan nama itu di bibirnya yang bergetar, tangan kanannya memutih karena membentuk kepalan yang sangat kuat.

‘I never will forgive you.’

~~~

Ryosuke memasukan lipatan sprei itu kedalam sebuah mesin cuci besar yang setengah isinya sudah penuh dengan barang kain lain.

It’s so painful when he came back to this apartement. Sangat sakit. Apartemen ini begitu banyak memberikan kenangan buruk untuknya, bahkan ketika ia baru memasuki apartemen ini lagi setelah seminggu berada di Rumah Sakit, semuanya terasa sama.

Ryosuke menyandarkan tubuhnya di dinding berlapis cat putih kecoklatan itu, sedikit melamun.

Begitu banyak hal yang terjadi selama seminggu ini. Yuya yang menemukannya pingsan di apartemen ini, kepergian Chinen dan Ryutaro, sampai pengakuan Yuya padanya tadi siang.

Too much. That’s too much for him to handle. Ini sudah lebih dari cukup. Yang Ryosuke inginkan sekarang adalah menjauh dari semua itu dan memulai hidupnya yang baru, hidup tanpa masalah dan keegoisan dirinya.

Lamunan Ryosuke terbuyarkan oleh suara bel yang berkali-kali berdentang.

“Aku belum sempat istirahat sejak tadi siang dan sekarang harus menerima tamu...” Ryosuke bergumam seraya berjalan menuju pintu apartemennya.

“Daichan?” Ryosuke sedikit terkejut begitu melihat Daiki berdiri di hadapannya.

“Yama-chan,” Daiki tetap diam, tak tersenyum sedikitpun, tangan kanannya mengepal.

“Ada perlu ap-“

“Katakan apa hubunganmu dengan Yuya...” Daiki memotong perkataan Ryosuke seraya melangkah maju, memasuki apartemen Ryosuke.

Jantung Ryosuke berhenti sesaat. Lidahnya kelu.

“Kenapa diam saja? Jawab aku, Ryosuke...”

“Tentu saja hanya teman...”

Ryosuke berbohong.

Dan Daiki tahu itu.

“Teman, eh? Sebegitu dekatnya kah kalian hingga kalian bisa saling berciuman seperti tadi siang?” suara Daiki bergetar.

Tubuh Ryosuke serasa lemas. Ia tidak menginginkan ini. Ini adalah hal terakhir yang diinginkannya terjadi.

“JAWAB AKU!” Daiki berteriak. Tangannya menutup pintu apartemen Ryosuke sebelum mendorong pemiliknya dan mendesaknya ke dinding.

“Daichan...” Ryosuke merintih, tangannya berusaha melepaskan tangan Daiki yang menekan keras bahunya.

“Please Yama-chan, katakan padaku... katakan padaku semua yang terjadi...” Daiki memandang lurus mata Ryosuke, mencoba mencari kebenaran.

Ryosuke mulai menangis, hatinya dipenuhi perasaan bersalah.

‘Jika ia ingin tahu segalanya, baiklah...’

“Enam tahun, sejak kami duduk di bangku SMA...” ucap Ryosuke dengan terbata.

Daiki menelan kembali rasa amarah yang mengumpul di tenggorokannya, berusaha untuk tidak menangis.

“Apa saja yang sudah kalian lakukan?” Daiki bertanya lagi, pegangannya pada bahu Ryosuke mengendur.

‘He sleep with me almost everyday...’

Kalimat itu tidak bisa keluar dari bibir Ryosuke, ada sesuatu yang kuat dalam hatinya yang menahannya untuk mengatakan hal itu.

“Apakah kau tidur dengannya?” suara Daiki terdengar pelan dan tercekat.

Ryosuke mengangguk pasrah, hati kecilnya berteriak.

‘Maafkan aku...’

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi Ryosuke, membuat sudut bibirnya berdarah.

Ryosuke hanya diam, merasa pantas menerima tamparan itu.

Air mata akhirnya membasahi pipi Daiki. Hatinya masih tak percaya. Tunangannya sendiri tidur bersama teman dekatnya, bahkan jauh sebelum ia mengenal tunangannya itu.

Pria yang ia anggap adalah pria paling jujur sedunia. Dan kini ia tahu kalau pria itu berbohong padanya bahkan sejak pertama kali mereka bertemu.

“Pelacur...” Daiki bergumam dengan pelan, melayangkan pandangan jijik ke arah Ryosuke sebelum pergi meninggalkan apartemen itu.

Ryosuke terisak. Rasa sakit dihatinya jauh lebih sakit dari bibirnya yang kini berdarah.

‘Aku bukan pelacur...’

~~~

“Daichan?” Yuya menghampiri Daiki yang sedang berdiri di tepi pagar pembatas pantai.

‘Aku sudah mengetahuinya...’

Daiki menoleh, memberikan sedikit senyum terpaksa.

“Kenapa kau tiba-tiba memintaku untuk menemuimu disini, ada apa? Something wrong?” Yuya berkata dengan wajah bingung.

“Aku mau mengembalikan ini padamu...” Daiki berucap seraya melepas cincin berwarna silver yang melingkar di jari manis tanan kirinya.

“Ada apa? Apa yang terjadi?” Yuya terkejut, raut wajahnya khawatir.

“Aku sudah tahu semuanya... aku tahu hubunganmu dengan Yama-chan...” Daiki menghela nafas, lalu memaksakan senyum di bibirnya.

Tenggorokan Yuya tercekat. Dunianya serasa berputar dengan cepat. Hal terbesar yang ia tutupi selama ini sudah diketahui oleh orang yang tak pernah disangkanya.

“Aku juga melihatmu menciumnya di Rumah Sakit kemarin... aku sudah tahu Yuya...” Daiki melangkah maju, meraih tangan Yuya dan meletakkan cincin itu di telapak tangannya.

“Maafkan aku...” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Yuya.

Daiki berjalan menjauhi Yuya dan berkata, “Sulit untuk memaafkanmu... tapi aku akan mencoba. Dan aku rasa, tidak akan ada lagi kesempatan kedua diantara kita kan?”

“Daichan, maafkan aku...” Yuya mengulang.

“Seharusnya dari awal kau tidak melamarku kalau kau tahu yang sebenarnya kau cintai adalah dia, iya kan?” Daiki mencoba untuk tersenyum lagi, tapi tertahan oleh air mata yang lagi-lagi keluar dari matanya.

“Aku mencintaimu Daichan, hanya saja-“

“Hanya saja kau lebih mencintainya daripada aku kan?” Daiki menahan air matanya.

“Tidak, aku tidak boleh menangis... karena sebanyak apapun aku menangis, semua itu tidak akan bisa menghapus enam tahun yang sudah kau jalani bersamanya kan?” Daiki menahan nafas, lalu melanjutkan, “Karena kalau kau tidak mencintainya, kau pasti akan menghentikan semua perbuatan yang salah itu kan? Kau akan berhenti tidur dengannya kan?”

‘Because I know that he’s too precious for you...’

“Katakan... katakan padaku apa yang harus kulakukan agar aku bisa menebus kesalahanku...” Yuya mendekat, memegang bahu Daiki.

“Menjauh dariku... aku tidak mau bertemu bahkan berbicara denganmu atau Yama-chan...” suara Daiki bergetar. “Anggap ini tak pernah terjadi, anggap kau tak mengenalku... kota ini tidak cukup besar untuk membuat kita tak pernah saling bertemu kan? Aku akan pindah dari kota ini segera setelah aku lulus dari Universitas...”

“Kau tidak perlu-“

“Ini jalan yang aku pilih, aku hanya ingin menghapus semua memoriku tentang hubungan ini...” Daiki menjelaskan, lalu tangannya melepaskan pegangan Yuya di bahunya dan berjalan menjauh, menuju mobilnya yang terparkir dekat.

“Selamat tinggal, Yuya...” Daiki tersenyum-meskipun matanya masih basah karena air mata, lalu masuk kedalam mobil, menyalakan mobil dan pergi menjauhi tempat itu.

Yuya meremas cincin di genggaman tangannya, dengan rasa frustasi ia melepaskan cincin bermodel sama yang melingkar di jari manis kirinya.

“AARGGH!!” Yuya berteriak, dan seketika melempar kedua cincin itu ke lautan biru lepas yang terhampar di depannya.

Karena tidak semua kisah berakhir seperti kisah Cinderella atau Snow White yang membahagiakan. Ada kalanya hubungan yang kau anggap sempurna ternyata memiliki celah yang luar biasa lebar dan menyakitkan.

Karena inilah hidup... kau tidak akan bisa bertahan jika kau tidak terus berdiri dan melanjutkan.

~~~

Takaki Yuya
Senior yang baik untukku
Sampai pada akhirnya kau mengatakan kau mencintaiku
Sampai pada akhirnya kau melamarku

Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk hubungan kita
Baru saja kau memberikan cincin itu
Menjanjikan semua kalimat cinta yang kau tahu
Meskipun pada akhirnya aku tahu
Kau lebih mencintainya

Aku tidak akan menangis
Aku tidak akan menangis untuk hubungan ini
Aku hanya meluapkan rasa dihatiku dengan beberapa tetes air mata

Benci
Ya, aku membencimu
Membenci orang bernama Yamada Ryosuke itu
Tapi pikiranku terus berkata
Aku harus terus maju, tidak boleh tertahan
Karena itu aku akan terus tegar
Terus melangkah maju tanpa menoleh ke belakang
Terima kasih atas satu tahun lebih yang kau penuhi dengan kenangan yang pernah aku anggap manis
Selamat tinggal, Yuya..

To be continued?

A/N : Series 3~ update^^

title : wrong, fanfic: hey! say! jump, pairing : takaki x daiki, pairing : takaki x yamada

Previous post Next post
Up