[FANFIC] 'WRONG' Series : Series Two - FAITH [INDONESIAN]

Jul 08, 2011 22:09

WRONG
Their fault is not forgiven yet...

Series two : FAITH

Pairing :
- Chinen x Ryutaro
- Hint of Takaki x Yamada
- Yamada x Chinen friendship

Warning : none

Genre : Angst

Disclaimer : Sadly, I don't have the HSJ boys :'

Sekuel/Chapter 2 of Wrong : Series One - BROKEN

~~~

Matahari menggantung di tahtanya yang tertinggi, memberikan efek panas yang sangat besar kepada orang-orang di dunia. Seorang pemuda duduk terdiam di kursi, tubuhnya menghadap ke meja makan berukuran sedang, mata hitamnya memandangi kota Tokyo yang ia lihat dari jendela apartemennya itu.

Harum masakan merasuki hidungnya, dengan seketika ia melirik ke arah dapur, lalu tersenyum ketika menyadari kalau pemuda di ruangan itu, kekasihnya, sedang memasak untuknya.

Chinen Yuri tidak pernah bisa memasak, seberapapun ia mencoba. Bahkan setelah ia belajar memasak pada sahabatnya sendiri, Yamada Ryosuke-yang merupakan seorang expert dalam hal masak-memasak selama beberapa minggu, tetap saja, masakannya selalu gagal.

Tapi untunglah Chinen memilikinya, memiliki Morimoto Ryutaro yang mau memasakan makanan apapun yang dia minta.

“Ryu-chan, masakannya belum matang?” dengan suara khasnya, Chinen memanggil kekasihnya yang sedang bekerja di dapur.

“Belum Chii, tunggu sebentar lagi... aku lumayan kesulitan disini...” Ryutaro membalas.

“Mau aku bantu?” Chinen bertanya lagi.

“Eh? Tidak usah Chii, akan lebih baik kalau kau tidak ikut memasak,” Ryutaro berkata sambil tertawa kecil. Satu-satunya hal terburuk yang pernah dilakukan Chinen adalah memasak, Ryutaro tahu itu.

“Baiklah... baiklah...” Chinen menjawab.

Chinen tersenyum. Meskipun masakan Ryutaro tidak seenak masakan Yama-chan-begitu ia memanggil Ryosuke, tapi tetap saja ia begitu senang memakan masakan-masakan itu.

Pandangan Chinen beralih ke jendela besar itu lagi. Lalu pikirannya menerawang ke hal-hal lain yang menumpuk di otaknya.

Chinen ingat bagaimana ia bertemu Ryutaro dulu, mereka masuk di klub yang sama di SMA. Klub Dance. Waktu itu Ryosuke lah pemimpinnya, sementara Ryutaro adalah anak kelas 1 yang memutuskan bergabung di klub mereka.

Sungguh, waktu itu ia sangat membenci kouhainya yang satu ini. Cuek, tidak peduli pada orang lain, dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya yang bisa kau temukan dalam sifat seorang manusia.

Tapi, disinilah ia sekarang, mencintai Ryutaro dengan segenap hatinya, meskipun ia tahu hubungan mereka tidak akan mudah.

‘Aku tahu hubungan ini tidak akan berjalan mulus...’

Bunyi dering telepon membuyarkan Chinen dari lamunannya. “Biar aku yang angkat...” Chinen memberitahu Ryutaro yang hanya mengangguk.

“Moshi moshi?”

“Yuri?”

‘DEG’

Jantung Chinen serasa berhenti begitu saja saat mendengar suara di seberang telepon sana. Suara itu... suara yang sudah lama sekali ia ingin dengar.

“Ibu?” Chinen berkata dengan hati-hati, lalu melirik ke arah dapur, ia melihat Ryutaro sedang memandanginya-raut wajahnya tidak bisa terbaca.

“Yuri... pulanglah nak... Ibu rindu padamu...”

Tenggorokan Chinen tercekat, ia sungguh rindu pada Ibunya, ia tahu itu. Tapi...

Chinen melirik ke arah Ryutaro, tepat setelah mata mereka saling berpandangan dalam beberapa detik, Ryutaro memalingkan wajahnya, merasa tidak pantas mendengarkan pembicaraan seorang anak dengan Ibunya.

Chinen menghela nafas. “Aku tidak bisa Ibu... maaf...”

“Yuri, tapi ka-“

“Aku tidak bisa pulang sebelum Ayah menerima hubunganku dengan Ryutaro, Ibu...” Chinen menelan ludahnya.

“Kita sudah membicarakan ini Yuri, kau anak laki-laki satu-satunya di keluarga kita, tidak mungkin kalau kau lebih memilih-“

‘Lebih memilih Ryutaro daripada gadis-gadis konglomerat yang Ibu kenalkan padaku...’

“Kalau begitu tidak bisa Ibu, aku sudah bilang kan?” Chinen menunduk, tangannya mengepal.

“Yuri...”

“Apakah Ibu sudah selesai? Aku akan menutup teleponnya kalau Ibu sudah selesai berbicara...” Chinen menutup matanya, suaranya begitu kasar di telinganya sendiri.

‘Itu Ibumu, Chinen, Ibu yang melahirkanmu!’

Hati kecilnya berteriak kencang.

Itu Ibunya...

Ia tahu itu...

Tapi mengapa masih ada sela di hatinya yang mengatakan kalau ia harus tetap memperjuagkan hubungannya dengan Ryutaro?

~~~

Ryutaro menoleh ke arah Chinen yang perlahan meletakkan telepon itu ke tempatnya kembali, kepalanya tertunduk. Ryutaro hanya menghembuskan nafasnya dengan pelan, tangannya membereskan peralatan masak yang baru saja dipakainya dan menaruhnya ke tempat mencuci.

Chinen terduduk kembali di kursi meja makan itu, lalu bibirnya mencoba membentuk sebuah senyum ketika ia melihat Ryutaro menghampirinya dengan 2 piring makanan di kedua tangannya.

“Ibumu?” Ryutaro mencoba membuka pembicaraan.

“Iya...” Chinen mengangguk, tangannya meraih sumpit yang disediakan Ryutaro untuknya dan berkata dengan pelan, “Itadakimasu...”

“Itadakimasu...” Ryutaro memandangi makanan di depannya dengan pandangan kosong, tak tahu harus berbicara apa.

Makan siang itu berlangsung dengan suasana sepi, tidak seperti biasanya. Biasanya, Ryutaro akan tertawa ketika mendengar cerita-cerita Chinen tentang orang-orang di fakultasnya, lalu mereka akan membicarakan hal-hal lain yang mereka sukai-tapi tidak saat ini. Lidah mereka berdua kelu.

“Kita tahu semuanya akan menjadi seperti ini kan, Ryu?” Chinen tiba-tiba berkata.

Ryutaro mendongak, memandangi Chinen yang matanya masih tertuju pada makanan di depannya, tidak berani memandang Ryutaro.

“Aku tahu, Chii...” Ryutaro menjawab dengan pelan.

‘Tentu saja aku tahu...’

‘Bukankah itu yang membuat kita bertahan sampai saat ini?’

“Tapi kita akan terus bertahan kan, Ryu? Kita sama-sama sudah berkorban banyak kan?” Chinen mendongak, matanya memerah karena tangis yang ditahannya.

Ryutaro memandang wajah Chinen, lalu ia meletakkan sumpitnya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Chinen, lalu memegang pipinya dan berkata, “Kita akan terus bertahan, kalau itu yang kau mau, aku akan bertahan...”

Chinen memandang lurus ke kedua mata Ryutaro, lalu tersenyum sendu, “We will go through this together, right?”

Ryutaro mengangguk, “Of course, Chii... absolutely yes...”

Chinen tersenyum sambil mengangguk, tangan kanannya mengelus pipi Ryutaro. “Terima kasih, Ryu...”

Ryutaro kembali duduk di tempatnya, lalu menghabiskan makanannya sambil tersenyum.

‘Ya, kita sudah berkorban sangat banyak...’

‘Tidak seharusnya kita berakhir begitu saja kan?’

~~~

“Aku pergi ke rumah sakit dulu ya?” Chinen tersenyum seraya berjinjit untuk mencium Ryutaro yang sedang mengelap tangannya.

Ryutaro mengangguk. Ryosuke benar-benar membutuhkan seseorang untuk menemaninya saat ini, dan seseorang yang tepat itu hanyalah Chinen Yuri.

“Sampaikan salamku untuk Yama-chan, OK?” Ryutaro mengusap kepala Chinen pelan.

“Iya... aku akan mampir ke apartemennya sebentar untuk mengambil pakaiannya...” Chinen memberitahu Ryutaro.

Chinen bergegas meninggalkan apartemen itu setelah mengambil beberapa benda yang harus dibawanya, meninggalkan Ryutaro sendirian di apartemen itu...

Ryutaro baru saja akan membereskan buku-buku kuliahnya yang berserakan di ruang tengah sebelum telepon di apartemen itu berbunyi lagi, dengan cepat ia meraih telepon itu.

“Moshi moshi?” Ryutaro memberi salam.

“Kau? Morimoto Ryutaro?” suara di seberang sana membalas.

Ryutaro menarik nafas, ia tahu suara siapa itu, suara Ibu dari orang yang dicintainya.

‘Apa yang dia mau?’

‘Apa yang harus aku katakan?’

Perut Ryutaro serasa berputar, tenggorokannya terasa sakit. Dengan perlahan ia menjawab pernyataan itu.

“Iya... i-ini aku...”

“Baguslah... ada yang ingin aku bicarakan...”

Ryutaro hanya memejamkan matanya, menunggu suara di seberang sana melanjutkan perkataannya.

~~~

“Konnichiwa!” Chinen membuka pintu kamar Ryosuke dengan tiba-tiba, membuat pemuda yang sedang melihat ke luar jendela rumah sakit itu seketika menoleh ke arahnya.

“Konnichiwa...” Ryosuke tersenyum kecil.

“Apakah kau sudah baikan?” Chinen bertanya seraya meletakkan koper yang berisi pakaian Ryosuke di samping ranjang.

Ryosuke hanya mengangguk, matanya beralih lagi ke luar jendela, pandangannya kosong.

Chinen merasakan tangan kanannya mengepal. Dia tak pernah suka Ryosuke yang seperti ini, Ryosuke yang seakan tidak memiliki kehidupan lagi, seakan semua harapannya hancur dan tidak bisa dibangun kembali.

Tanpa sadar, tubuh Chinen bergerak maju dan meraih kedua bahu sahabatnya itu dengan kedua tangannya sendiri dan memutarnya sehingga mata sendu itu berpandangan lurus dengan matanya sendiri.

“Yoo know how selfish you are? Kau keterlaluan, Yama-chan!” Chinen membentak Ryosuke. Kedua tangannya memegang erat bahu Ryosuke.

“Yes... I’m a selfish person...” Ryosuke berkata dengan suara pelan, kepalanya tertunduk.

Chinen menggeleng. “Sadarlah Ryosuke, hidupmu masih panjang! Kau tidak bisa menghabiskan seluruh hidupmu hanya untuk mencintai orang yang bahkan mengabaikanmu!”

“Kau tidak mengerti!” kepala Ryosuke mendongak, matanya memerah.

“Aku mengerti! Aku mengerti kau mencintai orang itu! Tapi tidak seperti ini Yama-chan, di dunia ini pasti ada orang yang akan mencintaimu sepenuhnya!” suara Chinen meninggi.

Ryosuke tidak menjawab, kepalanya tertunduk lagi, kali ini bibirnya bergetar menahan tangis.

Chinen melepaskan pegangannya di bahu Ryosuke, tangan kanannya terangkat untuk mengelus pipi Ryosuke pelan.

“Kau tidak boleh seperti ini, Yama-chan... bukankah kau sudah berjanji untuk meninggalkan tempat itu? Kalau kau merasa janjimu pada orang itu sudah tidak bisa ditepati lagi, berjanjilah padaku... berjanjilah padaku sebagai teman...” suara Chinen melembut, begitu juga pandangannya pada Ryosuke.

Ryosuke masih tetap diam, tapi kali ini hatinya bereaksi, membuat mata coklat gelapnya itu mulai mengeluarkan air mata-lagi-lagi ia terisak dalam diam.

Tak bisa berkata apa-apa, Chinen memeluk tubuh Ryosuke, membiarkan air mata itu mengalir di bahunya.

‘Kenapa kita harus selalu menangis?’

‘Kau memiliki semuanya, Yama-chan... kecuali cinta...’

‘Dan aku-’

‘Aku?’

‘Aku memiliki cinta, tapi tak bisa mendapatkan dunia ini...’

‘Adil bukan?’

Chinen terus memeluk tubuh sahabatnya itu, sampai tetes-tetes air mata pun mulai terjatuh di matanya sendiri-tak menyadari ada seseorang yang memandangi mereka sejak tadi, memandangi bagaimana Yamada Ryosuke menangis karena hal yang ia lakukan. Dengan rasa menyesal yang memuncak di hatinya, ia perlahan meninggalkan pemandangan itu...

~~~

Chinen membuka pintu apartemennya pelan, di luar langit sudah menghitam. Setelah berjanji pada Ryosuke kalau ia akan kembali lagi besok, ia pulang ke apartemennya, dan melihat Ryutaro yang terduduk di sofa, raut wajahnya terlihat kacau.

Menutup pintu, Chinen mendekati Ryutaro. “Ryu? Kau baik-baik saja?”

Ryutaro menoleh melihat Chinen yang mendekatinya, lalu ia menggeleng. “Aku baik-baik saja,” Ryutaro tersenyum.

Tapi bagi Chinen, senyum itu terlihat dipaksakan.

“Katakan padaku yang sebenarnya, Ryu... ada apa?” Chinen berkata dengan nada memaksa.

Ryutaro menghela nafas, tahu dia tak akan pernah menang jika itu menyangkut Chinen. “Tadi siang Ibumu menelepon, Chii... tepat setelah kau pergi ke rumah sakit...”

Mata Chinen melebar. “Apa saja yang ia katakan?”

“I-ia berkata padaku untuk meninggalkanmu, Chii...” Ryutaro menjelaskan. Matanya memandangi mata Chinen, mencari jawaban atas pertanyaannya selama ini.

‘Jadi, apa yang harus kulakukan, Chii?’

Tiba-tiba, Chinen melangkah menuju ruang tengah, meraih gagang telepon dan mulai menekan nomor telepon yang sudah sangat dihafalnya.

Bunyi nada sambung terdengar, Chinen mengepalkan tangannya sambil menunggu bunyi itu berakhir.
“Konnichiwa, kelu-“

“Ibu, mengapa Ibu berkata seperti itu pada Ryutaro?” Chinen tak menunggu orang yang di seberang telepon itu selesai berbicara.

“Kau harus mendengarkan Ibu, kau tidak bisa bersama dengannya dan-“

“Ini pilihanku, Bu!”

“Sejak kau masih SMA, Ibu bahkan sudah tidak setuju kau berhubungan dengan Yamada Ryosuke! Sejak kau berteman dengannya kau menjadi seperti ini kan!”

Chinen merasakan amarahnya mengalir keluar. “Ini tidak ada hubungannya dengan Yama-chan! Ini hidupku sendiri, Bu!”

Ryutaro memandangi Chinen dengan rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, dia tidak bisa berbuat apa-apa kan?

‘Siapa yang bisa melawan keluarga dari Kawamura. Inc?’

‘Tidak seorangpun...’

‘Apalagi anak pemilik restoran seperti aku...’

‘Salah, aku yang DULU dianggap anak oleh mereka...’

Mata Ryutaro mengikuti Chinen yang mendudukan dirinya tepat disampingnya.

“Sampai kapanpun aku akan berjuang...” Chinen berkata dengan pelan.

Tiba-tiba hati Ryutaro berkata kalau semua ini tidak akan berhasil, sampai kapanpun mereka akan dikejar, dikejar sampai Chinen mau kembali ke keluarga itu dan menjadi pewaris perusahaan besar yang dimiliki keluarganya.

“Chii, apakah tak sebaiknya kita mengakhiri hubungan kita?” kalimat itu meluncur saja dari bibir Ryutaro.

“Apa yang kau maksud?” Chinen menoleh ke arah Ryutaro.

“Aku tidak akan bisa diterima di keluargamu, Chii...”

“Aku pun begitu Ryu! Kau bahkan sudah tidak dianggap oleh keluargamu! Ini apartemen dari hasil uang kita sendiri! Bukankah kita sudah berjanji untuk memperjuangkan semuanya berdua?” Chinen memandang Ryutaro dengan tajam, suaranya serak dan parau.

Ryutaro menunduk. Chinen benar. Ia selalu benar.

‘Karena ia selalu lebih baik dariku...’

‘Karena cinta ini sesungguhnya adalah sesuatu yang salah...’

‘Karena kadang aku terlalu putus asa untuk menjalani semua ini...’

‘Semoga jalan yang kami pilih adalah sesuatu yang tepat...’

Mereka menghabiskan malam itu dalam diam, mereka tau ada yang harus mereka lakukan. Tak peduli itu benar atau tidak di mata dunia, setidaknya itu benar di mata mereka, di setiap harapan yang selalu mereka pegang.

~~~

2 hari kemudian, seorang pemuda kembali menangis di rumah sakit. Ryosuke memandang kertas kecil di tangannya yang sudah terlipat kusut dan basah oleh air matanya.

Yama-chan, aku tahu ini mendadak...
Tapi aku hanya ingin memberitahumu
Jika kau membaca surat ini, mungkin aku dan Ryutaro sedang berada di pesawat yang akan membawa kami ke Korea.
Aku tahu ini sebenarnya rahasia,
Tapi aku tahu aku bisa mempercayaimu, Yama-chan
Kami menghindar dari orang tuaku
Aku membawa Ryutaro pergi sebelum orang tuaku berbuat sesuatu untuk memisahkannya dariku...
Dan aku harus membawanya ke luar negeri,
Karena kami tidak akan bisa bersembunyi selama kami berada di Jepang...
Kami akan menghubungimu secepatnya kalau kami merasa semuanya sudah aman...

Dan tentang orang itu,
Mulailah hidup barumu, Yama-chan...
Lupakan orang itu,
Aku tahu kau pasti bisa...
Berjanjilah padaku, ok?

Sahabatmu, Chinen Yuri...

Ryosuke mengusap air mata di matanya dengan pelan, bibrinya masih bergetar karena rasa sedih yang memuncak.

“Lalu dengan siapa aku harus berjuang untuk melewati semua ini?”

Ryosuke bergumam pelan. Matanya tertutup rapat.

‘Dunia ini sungguh kejam, bukan?’

~~~

Aku tahu aku sudah melawan dunia ini...
Aku tahu aku sudah melawan orang tuaku...
Tapi, bukankah kita harus berjuang untuk keinginan kita yang terbesar?

Aku tak menginginkan apa-apa ketika aku kecil...
Di masa remajaku, aku akhirnya tahu apa yang kuinginkan...
Aku ingin bersama dengan orang yang kucintai...
Meskipun aku harus mengorbankan hidupku untuk bersamanya

Mengertilah Ibu,
Aku menyayangimu...
Tapi aku mencintai Ryutaro...

Yang bisa aku katakan hanya maaf,
Maaf... Ibu...

To be continued?

Track list :
- SNSD - Banji
- Hey! Say! BEST - Screw
- YUI - to Mother

A/N : Series 2! Di series depan, giliran TaDaiki yang tampil XD XD setiap series di sini berhubungan ceritanya, tapi pairing utamanya beda-beda XD Jujur, bikin series ini kaga segampang bikin series yang pertama, jadi di maklum kalau ceritanya sedikit kacau m(_ _)m

Dozou^^

title : wrong, fanfic: hey! say! jump, pairing : chinen x ryutaro, pairing : takaki x yamada

Previous post Next post
Up