“Kei...”
Panggil aku. Sebut namaku. Aku
mohon selamanya hanya aku.
Dihatimu dan disisimu.
“Kei... kenapa harus seperti ini?”
Bilamana aku lah sang penulis
kisah ini. Bilamana aku lah sang
penentu jalan cerita ini. Tentulah
kau tidak perlu bertanya.
Tentulah kau tidak perlu terluka.
“Kei... bukankah kau sudah
berjanji padaku.”
Aku mengingatnya. Ketika kedua
jari kecil itu bertaut. Tentu, ya
tentu aku tidak akan
melupakannya. Bahkan sampai
kapanpun. Bahkan jika sang
waktu tak sanggup lagi untuk
berdetak.
“Kei... apa kau membohongiku?”
Lihat aku! tatap mataku! apa
dapat kau temukan secuil
penghianatan disana? dapat kau
temukan letak dari kekeliruanmu
disana?
Lihat dan telusurilah. Dimata ini,
bukankah ada dirimu disana?
“Kei... jawab aku, kumohon.”
Jangan katakan kau tidak
mendengarnya?
Sayang, bibir ini tak letih-letihnya
mengukir ratusan kalimat cinta
untukmu. Ratusan jawaban dari
segelintir pertanyaan yang kau
lontarkan untukku.
Sayang, bahkan jika kau tutup
kedua telingamu itu, aku percaya
bahwa apa yang kau ingin
dengar telah tersampaikan lewat
kata hatimu.
“Kei... kenapa kau tidak
mengucapkan salam perpisahan
untukku?”
Untuk apa aku mengatakan
‘Sayonara’, jika pada
kenyataannya aku tetap berada
disampingmu?
Kita berjumpa bukan untuk
berpisah. Kita berjumpa bukan
untuk melihat warna dari
kesedihan.
Kita berjumpa karena aku yakin,
‘sayonara’ tidakkan pernah
tertulis dalam kisah aku dan kau.
Selamanya.
“Kei... kenapa takdir begitu kejam
kepada kita?”
Aku mohon jangan menangis.
Aku mohon jangan kau sesali
semua ini. Semua ini belum
berakhir, sayang. Lihat aku! aku
akan selalu berada disampingmu,
bahkan disaat kau tidak
mengharapkan kehadiranku.
Karena aku ada, ketika kau
menyebut namaku.
Katakanlah.
“Kei... aku mencintaimu.”
.
.
.
.
*~Kei...~*
.
.
.
.
+Yabu POV+
Aku memandangi sesosok raga
itu dari kejauhan. Mematri setiap
gerak-gerik tubuhnya dengan
teliti. Menyedihkan. Kau ibaratkan
kerangka kosong yang tak
bernyawa. Melihat, tapi
kenyataannya buta. Mendengar
tapi, tak sedikitpun merespon.
Apa arti semua ini?
Kulangkahkan kakiku menuju
ketempat makhluk tersebut
bersarang. Kembali menatapnya
lekat-lekat.
Berulang kali kau menyebut
namanya. Tak tahu kah hati ini
sakit ketika mendengar bibirmu
mengukir nama itu?
Tapi percuma, kau tetap saja tak
peduli.
Dimatamu aku bagaikan sampah
yang tak berharga. Tak bernilai,
bahkan bila dibandingkan dengan
sebongkah kerikil kecil yang
berada dipojok sana.
Aku menatapmu sendu.
“Ayo kita pulang.”
“........”
Tak ada jawaban. Kau tetap saja
tidak mengindahkanku.
“Maaf...” dengan paksa kutarik
tangan kurusnya itu menjauh
dari tempat ini.
Tapi ia tidak semudah itu
menerima segala perlakuanku
tersebut. Dihempaskannya
genggaman tanganku kuat-kuat.
Kau memberontak.
Menyumpahiku dengan kalimat-
kalimat kotor yang begitu
menusuk hati.
Tapi apa yang dapat kuperbuat?
Aku begitu lemah. Dihadapanmu
aku tak berdaya.
“LEPASKAN!”
“Tidak! jangan pergi!”
Kau berlari meninggalkanku
sendiri.
Meninggalkanku dengan sejuta
kenangan pahit.
Meninggalkanku dan
mengabaikanku.
Selamanya...
“Sayonara...”
+END OF YABU POV+
.
.
.
.
*~Kei...~*
.
.
.
“Kei... apa itu kau? apa benar itu
kau?” gadis tersebut menatap
kearah sesosok pria
dihadapannya, dengan tatapan
tak percaya.
“Ya, ini aku. Ini Kei...” segaris
senyum tipis terbentuk dari
sudut bibirnya.
Gadis bergaun putih itu, dengan
segera menghambur kedalam
pelukkan sang pria.
Melepaskan segala emosi yang
selama ini terpendam didasar
hatinya. Melepaskan segala
kesedihan, yang semenit lalu
masih bersarang ditubuh
rapuhnya.
“Kei... aku mencintaimu. Hanya
Kei Inoo, tidak yang lain.”
*THE END*
APA INI? APA INI?
ToT
*nangis guling"*
Posted via
m.livejournal.com.