One-shot: Sweet Sweethearts

Mar 08, 2009 21:48

title: sweet sweethearts
author: mesti
fandom/pairing: the gazette, ReitaxRuki
rating: PG-15
genre: fluff (?), romance
disclaimer: i do not own them

Hmm…

Ia memperhatikan sosok mungil di depannya lamat-lamat, teliti melekatkan pandang dari atas ke bawah, lalu sekali lagi dengan arah yang berlawanan.

Ada sesuatu yang kurang…

Hm…hmm…

Sosok itu masih saja sibuk menekuni lembaran kertas dengan pensil di tangannya. Sedikit kerutan di kening, dan terkadang bibir itu seolah menggumamkan sesuatu. Sesibuk dan semenarik itukah menulis lirik?

Perlahan ia menyeret langkahnya mendekati sofa. Tetap saja, tak bergeming. Bahkan saat ia duduk tepat di samping sosok itu. Tak ada reaksi.

Lalu, saat ia mendekatkan wajah dan meyentuh pipi itu…

“Ada apa, Rei-chan?”

Akhirnya ia bisa mendengar sepatah kata dari mulut itu. Tapi entah kenapa, bukan itu yang menjadi pusat perhatiannya sekarang. Ada sesuatu yang lebih penting…

“Rei-chan?”

Biasanya, ia akan tersenyum dan mengucapkan lelucon atau apapun. Atau bahkan hanya sepatah, ya…Ruki-chan. Tapi tidak kali ini.

Jemarinya perlahan menyapu tulang pipi itu hingga ke rahang dan dagu.

Tidak… Ini tidak mungkin…

Kenapa Ruki-nya jadi begini kurus? Kemana pipi chubby itu? Kenapa cuma tonjolan tulang pipi yang terasa menyentuh jemarinya?

Ah…ini sungguh keterlaluan!!

“Ruki-chan…kamu sudah makan?”

Hanya sepatah eh dan tatapan bingung yang menjawab pertanyaannya. Ah, benar…Sebentar lagi Ruki akan mengucapkan sesuatu untuk berkilah. Misalnya seperti…

“Sebentar lagi.”

Tepat seperti dugaannya.

Sudah beberapa hari ini Ruki berlaku aneh. Seperti sengaja menunda-nunda waktu makan, mengurangi porsi makanan, bahkan sengaja menyisakan makanan tertentu. Bukannya ia tidak tahu bahwa Ruki suka pilih-pilih makanan. Hanya saja, belakangan ini, semakin banyak saja jenis makanan yang ditinggalkannya di piring, tak tersentuh.

Lalu, kapan terakhir kali ia melihat Ruki memakan sesuatu yang manis? Seperti cake atau soft cream misalnya? Ruki memang tidak terlalu suka makanan manis, tapi jawaban Ruki saat ia menawarkan sepotong kecil coklat tiga hari lalu…

“Aku sudah gemuk, Rei-chan.”

Siapa yang sudah menjejalkan pemikiran itu ke dalam kepala Ruki-nya? Ruki tidak gemuk, sama sekali tidak. Memang pipinya agak sedikit temb…eh, bukan, maksudnya empuk, tapi sama sekali bukan dalam artian yang buruk. Malah hal itu menjadi salah satu hal yang paling menarik dari diri Ruki. Terutama saat pipi yang empuk itu bergeseran dengan tulang rahangnya saat mereka berciuman… Aah, bukan!! Bukan itu yang tadi ingin ia pikirkan!

Tentu, yang ia khawatirkan adalah, kekhawatiran Ruki yang terlalu berlebihan tentang badannya. Jika dulu Ruki selalu mengeluhkan tinggi badannya yang sedikit(?) di bawah rata-rata, tampaknya sekarang kekhawatiran itu berpindah pada objek lain: berat badan.

Ruki-chan…

Perlahan ia melingkarkan lengannya ke bahu Ruki. Dengan sedih ia menyadari penyusutan pada pundak dan tubuh itu. Ruki-chan, apa yang kau pikirkan?

“Ruki…”

“Hmm?”

Ia mengarahkan telunjuknya pada tumpukan bingkisan kecil di meja di hadapan mereka. “Kau sudah mencicipi coklat itu?”

Ruki hanya melengos sambil menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.

Tidak mungkin…Sepertinya Ruki sama sekali tidak punya niat untuk mencoba satu pun dari coklat itu. Ia sudah kenal benar Ruki yang keras kepala seperti ini. Bahkan jika ia bersikeras membujuk, Ruki hanya akan mencari alasan untuk berkilah. Atau lebih buruk lagi: cemberut dan mendiamkannya.

Apa yang harus ia lakukan? Apa yang bisa ia lakukan?

Dengan amat lembut, ia menarik dagu Ruki hingga wajah mereka saling berhadapan. Lalu perlahan menyentuh bibir Ruki dengan bibirnya.

Ah, harus bagaimana lagi ia menyampaikan perasaan ini? Bahwa Ruki sudah sempurna, bahwa Ruki tak perlu lagi terobsesi dengan kondisi badannya, bahwa Ruki…

Bahwa ia mencintai Ruki apa adanya. Dan ia tak ingin Ruki jatuh sakit hanya karena pandangan dan pemikiran yang tidak perlu dan tidak logis.

Ruki… Ruki-chan…

Tiba-tiba saja sebuah ide melintas di benaknya. Ia menyeringai perlahan, lalu meninggalkan bibir Ruki dengan terburu-buru. Oh, tidak…ia harus tetap tenang. Jangan sampai Ruki bisa menebak apa yang ia pikirkan sekarang.

“Jadi kamu sama sekali tak berminat pada coklat-coklat ini, Ruki-chan? Tak apa-apa kalau aku yang makan?”

Ruki hanya menggumamkan kata terserah dan kembali menekuni buku liriknya.

Ia lalu mengangsurkan tangannya pada tumpukan bingkisan di meja, nyaris mengaduk-aduk. Ia tahu persis apa yang ia cari. Bingkisan berwarna biru dengan pita putih bergaris- garis pink, pemberian dari salah satu make-up artist mereka. Gadis itu tahu benar bahwa Ruki tidak terlalu tahan pada makanan manis, jadi ia sengaja membuat coklat dari dark chocolate untuk Ruki. Giri choco, tentu saja.

Dan ia berhasil menemukannya. Dengan tidak sabaran ia membuka pembungkusnya, lalu terseyum melihat apa yang didapatinya. Tepat seperti yang ia butuhkan. Dark chocolate berbentuk bunga berkelopak lima, dengan sedikit hiasan coklat putih pada tepian kelopaknya.

Ia mematahkan salah satu kelopak dan mengangsurkan potongan coklat itu ke bibirnya.

“Coklatnya kumakan ya, Ruki-chan..”

Tepat saat Ruki membuka mulut, untuk mengucapkan sepatah silakan atau apa saja, ia membekap mulut Ruki dengan bibirnya. Lalu perlahan ia menjulurkan lidahnya melewati bibir Ruki. Potongan coklat tadi pun mulai sedikit berpindah ke dalam mulut Ruki. Agak sulit memang, mengangsurkan coklat yang sudah mulai meleleh karena temperatur hangat dalam mulutnya.

Ruki memberontak, berusaha melepaskan ciumannya. Tapi sekeras apapun Ruki mendorong dadanya, sekeras itu pula ia mendekap leher dan punggung Ruki. Secara fisikal, tentu saja ia yang lebih diuntungkan dalam situasi seperti ini. Dan ia paham benar hal itu.

Maka kali ini hanya lidah Ruki yang memberontak, berusaha menyorongkan kembali coklat itu ke mulut Reita.

Bukan pilihan yang bijaksana, Ruki-chan…

Nafas Ruki tersentak, dan ia menggumamkan erangan pelan di antara perbatasan bibir mereka. Dan Reita berusaha memanfaatkan kesempatan itu untuk mengangsurkan semua sisa coklat dalam mulutnya ke dalam mulut Ruki. Saat ini ia juga bisa merasakan tubuhnya memanas dan detak jantungnya meningkat tajam, tapi yang pasti ia masih bisa mengendalikan akal sehat dan pikirannya.

Fokus…Ia hanya perlu fokus pada tujuan semula..

Dan saat Ruki akhirnya terpaksa menelan coklat itu, ia pun melepaskan bibir Ruki. Mereka berdua bergegas menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dalam ketergesaan.

“Bagaimana?” Ia menatap Ruki dengan seulas senyuman nakal di sudut bibir. “Tidak terlalu buruk, kan?”

“Huh!! Curang sekali, Rei-chan…”

Ia tertawa saat melihat ekspresi lucu yang kini menghiasi wajah Ruki. Antara cemberut dan berusaha menahan tawa… Sungguh manis.

“Apa perlu kusuapi lagi?” Masih nada menggoda yang sama dalam suaranya.

“Hmm..boleh saja…Tapi saat ini…”

“Ya?”

“Aku lebih menginginkan ini!!” Tanpa peringatan, Ruki mendorong bahunya hingga ia terbaring rebah di sofa itu. Lalu bibir Ruki berusaha mencari koneksi dengan bibirnya, rahangnya, lehernya…setiap inchi kulit yang berada dalam batas jangkauan.

Dan ia hanya tertawa pelan. Resiko ini sudah ia perkirakan sebelumnya. Dan sama sekali bukan hal yang membuatnya keberatan.

Toh pada akhirnya ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan…bukan?
..............................................................
A/N: *sweatdrops*

fanfic, reituki

Previous post Next post
Up