Title: February
Author: megu13-yama
Pairing: ToraxHiroto, ToraxShou (Past)
Chapter: One-Shoot
Rating: PG-13
Genre: Highschool, AU, Fluff
Warning: Indonesian, OOC-ness, SUPER LAME
Disclaimer: Alice Nine belongs to PSC, I only own the story.
Summary: Hiroto terus menyembunyikan perasaannya hingga tanpa terasa datanglah bulan Februari terakhir.
A/N: Fanfic pertama berbahasa Indonesia. Iseng-iseng aja buat makanya agak aneh, harap maklum :)
Februari. Mungkin bagi sebagian orang, bulan Februari hanyalah salah satu dari 12 bulan dalam setahun. Tapi bagi sebagian yang lain, bulan Februari merupakan bulan yang spesial. Dibulan Februari, tepatnya di tanggal 14 merupakan hari valentine yang ditunggu-tunggu bagi para anak perempuan maupun laki-laki.
Coklat-coklat, bunga, boneka, maupun rajutan sibuk dipersiapkan untuk diberikan kepada orang tercinta. Laki-laki ikut berdebar, berharap hadiah yang dipersiapkan perpempuan idamannya diperuntukkan hanya untuk dirinya. Sungguh momen yang mendebarkan bagi para insan yang tengah dimabuk cinta. Tetapi, di bulan Februari juga terdapat momen lain yang tak kalah pentingnya. Kelulusan.
Ogata Hiroto melangkah pelan sembari memilih lagu dari ipodnya, menyusuri jalan yang diselimuti salju pagi itu. Angin berhembus kencang, membuat daun-daun berputar membuat lingkaran kecil. Cuaca yang sangat dingin membuatnya merapatkan jaketnya, dan mulai bergegas melewati rute dari stasiun ke SMA yang sudah dilaluinya selama 3 tahun terakhir. Merasakan tepukan tiba-tiba pada bahunya, Hiroto sontak menoleh dan mendapati wajah yang tidak asing semenjak 10 tahun terakhir tengah tersenyum lebar.
“Pagiiiiii!” Naoyuki Murai menjajarkan langkahnya dengan Hiroto sembari mencubit pipinya gemas.
“Huuh. Mau sampai kapan sih kau mencubiti pipiku terus? Aku sudah 18 tahun, sudah dewasa. Malu” Hiroto mengerucutkan bibirnya, pipinya menggembung tanpa sadar, alisnya bertaut tanda kesal.
“Kau itu lahir untuk kucubiti! Haha!” Menimpali Hiroto yang makin mengerucutkan bibirnya, Nao hanya tertawa renyah.
“Jangan marah-marah begitu. Pipimu memang sangat menggoda untuk dicubit. Lagipula, hari ini kan hari kelulusan sekaligus valentine terakhir kita di SMA! Sayang kalau kau badmood di hari spesial ini. Aku tidak sabar untuk menerima hadiah dari para gadis-gadis manis itu! Lagipula karena kita sudah lulus, kau akan kangen padaku”
“Kangen? Jelas-jelas kita akan sama-sama lagi di Universitas. Aku bosan! Kenapa kau memilih universitas, bahkan fakutas yang sama sih?”
“Setidaknya aku tidak memilih jurusan yang sama, pon. Aku khawatir denganmu. Aku takut kau diperdaya pria disana karena kepolosanmu. Dunia kuliah itu kejam lho” Nao memberi seringai penuh arti ke Hiroto.
“Tetap saja kita sefakultas. Berhenti menggangapku bayi, Nao. Aku bisa mengurus masalahku sendiri. Omong-omong valentine, aku tidak perduli sama sekali, hadiah dari para gadis itu hanya membuat tas berat. Lebih-lebih kau kan tahu aku tidak suka manis. Aku hanya akan senang menerima hadiah dari pacar yang tidak pernah ada” Hiroto mengerucutkan bibirnya lagi, membuat Nao ingin mencubitnya lagi dan lagi. Sungguh, bisakah Hiroto terlihat tidak menggemaskan sedetik saja?
Bukannya Hiroto antipati terhadap cinta atau apa, ia hanya sedang merasa frustasi. Dan sumbernya hanya dari satu laki-laki yang luar biasa tampan ― teman sekelasnya selama setahun terakhir, Tora.
Tora-san, apakah dia sudah sampai disekolah? Kita tidak bertemu di kereta. Padahal, ada yang ingin aku berikan padamu.
Hiroto memang dulusering bertemu dengan Tora dikereta saat berangkat, tapi akhir-akhir ini sangat jarang. Dulu ketika masih kelas 2, saat Hiroto masih tergabung dalam klub basket, Hiroto sering berpapasan karena mereka sama-sama datang pagi untuk latihan. Tentu saja karena belum mengenal satu sama lain, Hiroto tidak menyapanya. Namun karena intensitas mereka bertemu cukup sering,
Hiroto mulai memperhatikannya, karena… wajah Tora yang sangat tampan. Segalanya tampak sangat pas, menarik dan mampu memikat siapa saja ― termasuk Hiroto.
Tora terlihat seperti vampir. Kulit pucat dan mata tajam dengan ketampanan luar biasa, serta aura misterius yang begitu memancar, membuat lidah Hiroto kelu. Tidak sanggup untuk mengajaknya berkenalan meski mereka sering bertemu pandang di kereta. Hingga suatu waktu Tora tersenyum pada Hiroto yang tengah asyik memandangi keelokan parasnya.
Sontak Hiroto memalingkan muka, pipinya memerah. Mereka tidak pernah benar-benar bicara, sampai akhirnya Hiroto memasuki ruang kelas untuk pertama kalinya di tahun ketiganya. Dikursi paling belakang didekat jendela, Tora tampak tengah mengobrol asyik dengan seorang lelaki kurus berpostur model yang juga sangat tampan.
Hiroto bertanya-tanya siapa laki-laki itu, namun rasa sangat kaget dan senang bisa sekelas dengan Tora yang sudah diam-diam dikaguminya setahun belakangan mengenyahkan rasa ingin tahunya. Hiroto merasa sangat bersemangat. Entah darimana, ia mendapat keberanian untuk mendekati Tora dan mengucapkan dua kata, kalimat yang sangat sederhana, namun membutuhkan banyak keberanian bagi Hiroto untuk bisa mengucapkannya pagi itu.
“Selamat pagi”
***
Melihat Hiroto yang termenung dengan muka menggemaskannya, Nao tidak tahan dan mulai mencubit pipinya lagi. Namun sebelum Hiroto sempat marah, Nao sudah berlari kecil untuk kabur.
“Nao! Jangan kaburrrr!!!”
Hiroto mencoba mengejarnya namun karena tebalnya salju dijalan, Hiroto tidak memperhatikan langkahnya dan oops! Hiroto akan terjatuh dalam hitungan detik! Menunggu dinginnya es menyapa wajahnya, Hiroto hanya bisa pasrah, namun alih-alih dingin, ia malah merasa hangat.
“Ogata-san? Apa kau baik-baik saja?”
Suara itu!
“T,tora-san!”
Hiroto tersentak. Ia berada didalam dekapan Tora. Tora yang mengangkapnya sebelum terjatuh! Wajahnya sudah sangat merah! Seperti udang rebus.
“M, maafkan aku, Tora-san.”
“Haha tidak apa-apa. Untung aku ada dibelakangmu”
Dibelakangku?? Jadi, daritadi Tora-san dibelakangku??? Apa dia melihat Nao mencubit pipiku? Tidakkkk! Hiroto merasa ingin langsung masuk kedalam gundukan es didepannya!
“Pon!” Nao segera menghampiri Hiroto dan menarik tangannya dengan cemas, menjauhkan Hiroto dengan sang pujaan dengan protektif.
“Aku baik-baik saja Nao” Hiroto kembali cemberut, Nao mengembalikannya ke realita.
“Syukurlah kau tidak jadi jatuh Ogata-san. Aku tidak bisa membayangkan, pacarmu pasti sangat khawatir jika kau terluka. Nah… kalau begitu aku duluan ya” Tora tertawa dan berjalan meninggalkan Hiroto yang hanya dapat melongo. Nao… bukan pacarnya!
“Bukan-”
Sayangnnya Tora sudah menjauh, meninggalkan Hiroto yang langsung menatap Nao dengan penuh kekesalan. “Naoooo! Tora-san jadi salah paham kan!”
“Yasudahlah. Toh dia bukannya suka padamu. Kau sendiri, tahu kan dia sudah punya pacar? Si tampan Shou-kun yang sekelas denganku. Bukan hanya tampan, ia sangat pintar. Aku dengar ia diterima di Todai. Selain itu ia juga berbakat olahraga dan seni, gaya berpakaiannya juga bagus. Sempurna sekali.”
Hiroto hanya terdiam. Nao… mengingatkannya dengan kejadian beberapa bulan yang lalu, di perpustakaan, saat mereka baru mulai naik ke kelas tiga.
****
“Hmmmh….. Shou..”
Suara pelan seorang laki-laki dari arah sisi rak yang berlawanan membuat Hiroto menaruh kembali buku yang ingin ia ambil. Suara itu…. Tora-san? Hiroto mengintip melalui celah buku-buku, dan ya… itu Tora-kun. Dan suara itu lebih mirip desahan. Tetapi Tora tidak sendiri. Laki-laki mirip model yang mengobrol dengan Tora saat hari pertama masuk di kelas 3, bersamanya.
Setelah menyapa Tora di hari pertama masuk itu, memang Tora memperkenalkannya dengan laki-laki itu, yang ternyata bernama Shou. Tetapi, Tora tidak memberitahunya kalau Shou merupakan…
Tidak ada jarak yang membatasi Tora dan Shou, bibir mereka menyatu dengan intens. Satu tangan Shou terkalung leher Tora dan tangan satunya mencoba melepaskan dasi kekasihnya, tanpa membuka matanya yang tengah terpejam, terlarut dalam kelihaian Tora dalam menciumnya. Rambut mereka nampak berantakan, begitupula dengan seragam sekolah mereka. Saat kedua dasi mereka sudah berada dilantai, Tora mulai membuka kancing seragam Shou, memperlihatkan dadanya yang bidang. Shou berusaha melakukan hal yang sama, namun ketika Tora mencium lehernya, ia kehilangan konsentrasi dan menghentikan gerakannya, hanya menutup mata sembari menikmati setiap tanda yang dibuat Tora di lehernya.
“Hmmh, Tora, kau… Kau yakin ingin melakukannya disini? Siapa saja bisa melihat”
“Saat ini perpustakaan sedang sepi dan jarang ada yang melewati daerah sini. Salahmu sendiri, membuatku ingin melakukannya sekarang juga”
“Apa? Aku hanya makan lollipop saja kok” Shou tertawa kecil.
Mendengar tawa Shou yang menurutnya begitu menggoda, Tora yang sejak tadi merasa tidak nyaman dengan celananya yang semakin menyempit hanya menyeringai sambil menyentuh pipi kekasihnya dengan lembut, membawanya lagi ke ciuman hangat yang begitu panjang hingga keduanya berkeringat, meskipun perpustakaan itu memiliki pendingin udara yang berfungsi dengan baik. Sepasang sejoli itu begitu terlarut dengan dunia mereka sendiri, tanpa menyadari sepasang mata yang mulai digenangi air mata tengah memandangi mereka.
Tora-san, dan Shou-san? Mereka berpacaran? Aku tidak tahu, aku…. Hiroto segera berbalik, keluar dari perpustakaan sambil menahan air matanya yang siap tumpah. Nao yang sedang serius membacapun kaget dan segera mengejarnya, menarik tangan Hiroto sebelum berlari lebih jauh.
“Pon, ada apa? Kenapa kau-“ Belum sempat Nao meneruskan kalimatnya, Hiroto sudah memeluknya erat, tangisnya meledak.
****
Hiroto memang kecewa berat setelah kejadian di perpustakaan itu. Ia ingin menyerah, menyadari bahwa Tora-san sudah memiliki pacar yang menurutnya jauh lebih tinggi levelnya. Hingga suatu sore…. saat Hiroto tidak sengaja melewati tempat latihan klub panahan. Ia memang pernah mendengar bahwa Tora mengikuti klub panahan namun ia belum pernah melihat Tora latihan.
Dan ya, Hiroto melihat Tora disana. Tora tengah membidik panahnya, matanya yang tajam terlihat sangat mempesona saat serius membidik target, rambut hitam legamnya nampak agak berantakan dan keringat menetes perlahan melewati leher jenjangnya ke hakama yang dikenakannya. Momen itu membuat Hiroto menyadari, ia tidak akan pernah bisa berhenti mengagumi Tora.
****
“Iya Nao aku tahu itu tidak perlu kau ingatkan lagi. Tapi, aku tetap tidak bisa melupakannya. Aku tetap tidak ingin dia salah sangka. Aku… tetap suka padanya meski ia menyukai Shou-kun”
“Memangnya kenapa sih kalau kita memang pacaran?”
“…?” Belum sempat bicara, tiba-tiba Nao menarik Hiroto kedalam pelukannya, memeluknya dengan begitu erat.
“Apa-apaan kau Nao??” wajah Hiroto memerah, campuran antara marah dan malu.
“Maaf, aku… aku hanya tidak bisa menyembunyikan rasa ini lagi. Aku sudah lama suka padamu. Aku ingin kau berhenti mengharapkan Tora-san. Ia sudah memiliki Shou-kun. Lihat aku Hiroto, aku yang selalu ada untukmu, tidakkah kau sadar?”
Mendengar pernyataan Nao. Hiroto merasa bingung, dadanya sesak. Bagaimana mungkin, Nao? Nao adalah sahabatnya selama 10 tahun, sahabat yang selalu ada untuknya. Nao yang selalu membuatnya tertawa disaat Hiroto membutuhkannya. Nao yang pundaknya selalu menjadi tempat Hiroto berbagi kisah. Bagi Hiroto, Nao sangatlah spesial, lebih spesial dari seorang pacar. Sahabat bertahan selamanya, sedangkan ikatan dengan pacar, bisa sangat rapuh. Fakta bahwa memang Naolah yang selalu ada untuknya, membuat Hiroto tidak bisa berkata-kata.
Hiroto terus diam, membuat Nao menyesali perbuatannya. Ia telah merusak persahabatannya dengan Hiroto… dengan sebuah tindakan bodoh. Tapi ia tidak menyesalinya. Ia harus menyatakannya ke Hiroto. Meskipun mereka tetap akan bersama di Universitas, Hiroto tetap harus tahu… menyembunyikannya selama 5 tahun terakhir sudah cukup berat bagi Nao. Untungnya, jalanan sedang sepi sehingga tidak ada yang melihat Nao mencium Hiroto.
“Pon, maafkan aku. Aku…….”
“Tidak apa-apa Nao. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku, hanya kaget…. Kau berharga lebih dari siapapun Nao. Bahkan Tora-san. Aku sayang padamu. Tetapi, rasa itu bukan rasa sebagai pacar…. Aku…”
Nao tersenyum. Ia tahu Hiroto akan menolaknya. Namun ia lega sudah mengungkapkannya, meskipun jauh di lubuk hatinya ia merasa sakit.
Tidak apa-apa, aku sudah biasa dengan rasa sakit ini. Aku hanya ingin Hiroto bahagia…
“Pon, aku mengerti. Aku harap kita bisa seperti biasa lagi, aku tidak ingin hal ini merusak persahabatan kita.. Maaf aku sudah mengatakan hal yang egois”
“Tidak….. Nao aku yang salah. Aku rasa aku butuh waktu untuk mencerna ini semua. Sebaiknya aku jalan duluan.” Setengah berlari, Hirotopun meninggalkan Nao, yang hanya bisa menunduk pasrah, berharap persahabatannya dan Hiroto akan baik-baik saja.
****
Sesampainya disekolah, Hiroto segera menuju kelasnya untuk menaruh tasnya dan bersyukur ia tidak sekelas dengan Nao. Ia pun segera mengikuti teman-teman sekelasnya berjalan menuju aula untuk mengkuti upacara kelulusan yang akan dimulai sebentar lagi.
****
Setelah upacara kelulusan berakhir, suasana dikelas Hiroto sudah sangat ramai. Para siswa dan siswi sibuk berfoto, menulis pesan di buku tahunan, dan mencoreti papan tulis dengan kapur warna warni, menulis pesan dan kesan mereka selama di SMA. Hiroto tersenyum. Tidak terasa sudah tiga tahun ia menjadi anak SMA. Besok ia sudah bukanlah anak SMA yang bisa manja dan seenaknya lagi. Entah kenapa, meskipun teman-teman Hiroto memakai seragam seperti biasanya, mereka terlihat jauh lebih dewasa.
“Ogata-san? Kau melamun”
Hiroto tersentak dari lamunannya ketika Tora menyapanya, menghampiri kursi Hiroto dan duduk di mejanya. “Ah, Tora-san. Maaf merepotkanmu tadi”
Tora hanya tersenyum dan berkata “Tidak apa-apa” namun hal itu cukup membuat dada Hiroto berdesir. Hiroto kemudian teringat sesuatu, merogoh tasnya untuk mencarinya. Sebuah CD buatannya sendiri, gitar cover dari lagu-lagu favoritnya. Bukan, itu bukan hadiah valentine. Meskipun manis, ia bukan anak perempuan! Hiroto hanya ingin memberi kenang-kenangan kepada Tora. Dan kebetulan hal terakhir mereka di SMA bertepatan dengan hari valentine.
Hiroto berharap Tora tidak melupakannya setelah kelulusan. Hiroto memang jarang sekali mengobrol dengan Tora. Hiroto tidak mempunyai keberanian lebih untuk melakukannya. Mungkin kenang-kenangan ini bisa membuat Tora ingat bahwa mereka pernah sekelas ketika membereskan kamar dan menemukan CD itu. Namun sebelum tangan Hiroto sempat mengambilnya, teman sekelas mereka, Saga, menghampiri mereka berdua dengan sebuah kamera SLR terkalung di lehernya.
“Hei! Biarkan aku memfoto kalian. Aku ingin membuat foto album kelulusan hari ini. Nanti akan aku kabari jika sudah jadi”
Hiroto kontan salah tingkah. Aku…. Berfoto berdua dengan Tora-san?
“Ah, OK” Tora merangkul bahu Hiroto dan tersenyum lebar ke kamera. Sontak Hiroto merasa wajahnya memanas, merasakan tangan kekar Tora merangkulnya.
“Foto yang bagus. Hmm mungkin hanya karena aku yang memfotonya! hahaha” Saga tertawa narsis, membuat Hiroto dan Tora berpandangan dan tersenyum menahan tawa melihat tingkah absurd Saga.
“Apa kalian juga ingin difoto dengan ponsel kalian? Kenang-kenangan” tawar Saga.
Sangat menggiurkan, namun belum sempat Hiroto merespon, Tora sudah mengoper ponselnya ke Saga.
“Tolong ya, Saga-kun”
“Eee?” Hiroto tidak bisa menahan rasa kagetnya, ia memandang Tora tidak percaya, namun karena Saga sudah siap memotret, ia hanya bisa tersenyum, bingung. Kenapa Tora-san mau berfoto denganku, dengan ponselnya lagi, kami bahkan jarang bicara…
Setelah Saga meninggalkan mereka dan memfoto teman sekelas yang lain, Hiroto tiba-tiba merasa gugup untuk memberikan CD nya. Apa ia sebaiknya meninggalkannya saja di loker Tora? Tetapi hari ini valentine. Loker Tora dapat dipastikan sudah penuh dengan hadiah dari para fansnya.Hiroto tidak mau disamakan dengan mereka.
“Kau masih mau disini?”
“Eh?”
“Mau ikut ke atap?”
Ajakan Tora membuat mata Hiroto berbinar seketika, tanpa menjawab, ia hanya meraih tasnya dan mengikuti Tora berjalan keluar kelas menuju atap sekolah mereka.
****
“Langitnya indah” menanggapi komentar Tora, Hiroto hanya menganggukan kepalanya. Hiroto sendiri masih bingung, kenapa Tora mengajaknya kesini. Mungkin Tora ingin menikmati rasanya bersantai di atap sekolah untuk terakhir kalinya, namun kenapa dengan Hiroto? Kenapa tidak dengan Shou?
Tetapi melihat langit dari sini terlebih dengan Tora-san memang sangat menyenangkan.
“Shou-kun… kenapa kau tidak kesini bersama Shou-kun?” Tepat setelah mengucapkannya, Hiroto melihat muka Tora seketika mengeras, namun saat sadar Hiroto memperhatikannya, wajahnya mulai melembut.
“Kau tidak tahu ya. Aku sudah putus dengaannya sejak November”
Hiroto hanya bisa melongo. Apa????? Jadi?
“Tapi, sudah tidak apa-apa. Shou juga sudah bahagia dengan pacar barunya”
“Tapi? Kenapa…”
“Shou, ia…. Selingkuh dengan teman sekelasnya. Ruki-san, jika kau tahu. Aku bisa memaafkan kesalahan apapun tetapi tidak dengan orang ketiga. Yah, tapi itu sudah masa lalu. Haha maaf aku jadi bercerita terlalu banyak.”
“Tora-san…”
“Hei jangan menunjukkan wajah seperti itu. Aku sudah tidak ada rasa lagi dengannya. Sebetulnya, aku menyukai orang lain sekarang. Aku sudah memperhatikannya sejak dulu tetapi tidak pernah berani.. untuk sekedar menyapanya” Tora menatapnya lembut, kembali membuat Hiroto merasa berdebar.
Jadi Tora-san sudah punya orang lain lagi? Hiroto membalas senyuman Tora dengan hambar. Cinta bertepuk sebelah tangan itu sangat menyakitkan….. Mungkin seperti inilah yang dirasakan Nao.
Tapi, Nao berani menyatakannya. Mempertaruhkan persahabatan mereka. Sedangkan Hiroto? Meskipun tidak ada yang dipertaruhkan, ia tidak berani menyatakannya. Pengecut, ya Hiroto sangat tahu itu. Namun setidaknya, mungkin ia harus berani memberikan CD hadiahnya untuk Tora.
“Tora-san, ini… maaf, aku hanya ingin memberikan kenang-kenangan sebelum kita berpisah”
Tora mengambil dan meneliti CD yang diberikan Hiroto. “Ini.. kau bisa main gitar? Hebat, aku tidak sabar untuk mendengarnya. Terima kasih banyak.” Melihat senyuman Tora, Hiroto merasa sangat lega sudah memberikannya. Senyumannya begitu, mempesona. Tiba-tiba, Tora melepaskan kalung salib perak yang menempel dilehernya dan…. Mengalungkannya ke leher Hiroto.
“Tora-san, ini…”
“Maaf barang bekas. Tetapi itu kalung yang cukup berarti bagiku. Aku ingin kau memilikinya.. Balasan untuk CD darimu”
“Terima kasih……” Hiroto merasa sangat bahagia, hingga dadanya sesak. Tora-san yang selama ini ia idolakan diam-diam, memberinya kalung yang berarti baginya! Mengapa?
“Nampaknya suhu sudah semakin dingin ya. Mau kembali ke kelas? Nanti aku dimarahi pacarmu jika kau kena flu.” Tora bangkit dari posisinya, berjalan pelan menuju tangga kembali ke gedung sekolah mereka.
“Nao, yang tadi itu.. bukan pacarku”
‘”Eh?”
Kalau Nao bisa melakukannya, aku pasti bisa. Hiroto, kamu bisa! Hiroto mengejar Tora dan memeluknya erat dari belakang.
“Yang aku suka itu Tora-san. Tora-san, aku sudah suka padamu dari dulu. Sejak kelas 2. Sejak kita sering bertemu di kereta.”
Hiroto tidak percaya ia mengucapkannya. Kini ia merasa pipinya memanas, namun tidak sanggup untuk melepas pelukannya. Tora dalam pelukannya, terasa begitu… hangat dan nyaman. Hiroto sudah pasrah, yakin Tora akan melepaskan pelukannya dan menolaknya… meninggalkannya sendirian di atap gedung yang dingin.
Namun, yang terjadi.... justru Tora berbalik dan memeluk Hiroto erat, sangat kencang, membuat Hiroto kaget setengah mati.
“Aku sangat senang mendengarnya. Aku… aku juga sebetulnya juga sudah suka padamu sejak kita sering bertemu di kereta. Sebelum aku berpacaran dengan Shou. Aku sering menonton pertandinganmu. Kau begitu bercahaya di lapangan. Maafkan aku tidak pernah berani mengungkapkannya. Aku sangat pemalu sebetulnya. Kalung yang tadi itu kalung pemberian ibuku. Aku tidak akan memberikannya ke sembarang orang, kau tahu” Tora membenamkan wajahnya yang ternyata juga sudah sangat merah di bahu Hiroto, memeluknya lebih erat lagi.
“Eeeeeeeeh?????????????? Kau, kau pasti sedang bercanda Tora-san!”
“Kau ingin bukti??”
Dengan gerakan yang sangat cepat, Tora mencium Hiroto. Ciumannya berbeda dengan yang Hiroto lihat dengan Shou saat itu. Ciuman yang panas dan penuh nafsu. Kali ini, ciumannya begitu lembut, hangat, dan Hiroto dapat merasakan perasaan Tora mengalir melalui ciuman itu.
“Aku… aku…” Hiroto tidak dapat berkata-kata lagi. Tidak mungkin, ia baru saja berciuman dengan Tora-san!
“Maukah kau menjadi pacarku, Hiroto?”
Hiroto tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. Ia.. sebetulnya masih menganggap ini mimpi namun kehangatan tangan Tora dipipinya terasa begitu nyata untuk sebuah mimpi.
“Tentu Tora…. Hm.. memelukmu sangat nyaman dan hangat. Bagaimana kalau kita disini sebentar lagi?” Hiroto ters.senyum penuh arti dan menarik Tora untuk melanjutkan ciuman mereka tadi.
-おわり-