No, I’m not trying to scare you. You’re already scared. I’m scared. But I’d rather risk my life out there than spending the rest of it in here.
We don’t belong here. This place isn’t our home.
Di tahun 2013-2014, tampaknya genre distopia campur fiksi ilmiah menjadi favorit masyarakat dan para pembuat film. Ada 3 film yang menawarkan vibes yang sama; Hunger Games, Divergent, dan Maze Runner.
Diangkat dari
novel berjudul sama karya James Dashner,
Maze Runner bercerita tentang sekelompok pemuda yang terperangkap di sebuah labirin raksasa dengan dinding beton masif yang mengelilingi mereka.
Kemunculan Thomas, si tokoh utama, menjadi kunci jalan cerita. Ia menjadi pemimpin dan pionir yang menggerakan anak-anak lain untuk mencari jalan keluar dari sana.
Tentu perjuangan mereka tidak mudah. Selain konflik internal dan perpecahan antar-Gladers (sebutan untuk orang-orang yang tinggal di Glade, di bagian dalam maze), ternyata di luar sana pun menunggu monster yang membawa teror kematian.
Aku menonton film ini dengan harapan bisa merasakan aura petualangan yang kuat. Nyatanya, adegan penelusuran maze yang disajikan ternyata kurang sesuai porsinya dengan yang kuharapkan. Namun ketegangan yang diberikan cukup memacu adrenalin dan membuat napas penonton tertahan.
Beberapa bagian pada film ini disimpan sebagai misteri dengan baik, untuk mengundang penonton menyaksikan kelanjutan cerita pada film kedua.
Bukunya sendiri terdiri dari 5 buku; 3 cerita utama dan 2 prekuel.
Jujur, jika dibandingkan dengan Hunger Games, menurutku Maze Runner agak kurang pada segi ide cerita. Yang unggul adalah karakter dan tokohnya.
Thomas (diperankan oleh
Dylan O’Brien) punya watak pemimpin yang bisa dibilang tidak sempurna.
Daya tarik film ini juga berasal dari tokoh-tokoh lain seperti Newt (
Thomas Brodie-Sangster), Gally (
Will Poulter), Teresa (
Kaya Scodelario), dan Minho (
Ki-hong Lee) yang menurutku sangat khas, orisinil, dan punya warna sendiri.
I give 9/10 for Maze Runner.
Click to view
P.S
Let's take a moment to appreciate the cast!