Jinguji/Genki, Amu/Reia
Summary:
Jinguji dan Genki akhirnya resmi pacaran. Jinguji iri banget lihat Amu dan Reia yang mesra kemana-mana, tapi Genki cuek banget sama dia.
***
“Jangan pegang!” Baru aja tangan Jinguji merayap buat menjalankan niat mulia menyetuh punggung tangan Genki yang ada di meja, sang pemilik punggung tangan yang manis tapi kadang bisa judes banget itu sudah memberinya warning: ‘berani pegang, mati!!!’
Jinguji menelan ludahnya susah payah. Genki kenapa tiba-tiba judes begitu sih? Lagi dapet kah?
Sebagai pacar yang baru aja resmi setelah perjuangan berabad-abad lamanya, Jinguji kan pengen bisa pegang tangan Genki, kalo bisa peluk juga, cium juga, dan selanjutnya *sensor*. Jangankan bisa jalan beriringan trus gandengan tangan, lirik dikit aja langsung dipelototin, baru mau pegang dikit aja, Genki langsung menggonggong! Maksudnya, langsung ngelarang.
Genki yang sekarang duduk berhadapan dengannya juga nggak terlihat memperhatikannya sama sekali. Lebih sibuk dengan prnya atau sesekali makan cemilan, kalo nggak ya cuma istirahat buat minum. Dimana sisi romantisnya coba? Diliat pake sedotan dari ujung cincin planet saturnus aja keliatan kaya putri dan pengawalnya, atau lebih parah lagi, majikan dan peliharaan.
Noleh ke kanan, Jinguji disuguhi pemandangan romantis ala bangsawan Amu dan Reia. Iri banget ngelihat Amu yang bisa dengan sukses duduk berdampingan dengan Reia begitu. Lengket banget pula, nempel kemana-mana. Bahkan Amu juga bisa dengan leluasanya merangkul Reia yang lagi baca majalah setelah menyelesaikan tugasnya. Reia itu meskipun kadang sadis, tapi jinak banget. Nah, Genki itu kalem banget, tapi sekali judes, Jinguji berasa dilempar ke antartika.
Noleh ke kiri, lebih parah lagi. Karena Jinguji dan Genki ada di pojok kanan bareng Amu dan Reia, maka di sebelah kiri mereka banyak banget pasangan yang lagi menghabiskan waktu bersama. Nggak ada yang kasihan sama Jinguji yang cuma bisa gigit jari dan nangis dalam hati.
Ada Marius yang lagi diajarin prnya sama Sou. Nggak tau pr apa yang bisa bikin mereka cekikikan sendiri. Dan kenapa juga mereka bisa ada di ruangan yang sama dengan para senpai juga? Jinguji pengen nyeburin diri ke laut waktu tanpa sengaja lihat Fuma cium-cium Kento.
Arrrrggggggg, bunuh gue dari pada musti diPHPin Genki begini. #Jeritan hati Jinguji!
Jinguji udah teriak histeris dalam hati.
“Jinguji, Genki, ayo menginap di rumahku hari ini!”Amu yang dengan seenak nasib baiknya jadi pacar Reia tiba-tiba nongol persis di samping Genki.
Jinguji yang merasa tahtanya dikudeta langsung melempar deathglare yang sama sekali nggak mempan melawan aura tuan muda-nya Amu. Herannya, Genki malah cuma nganggukin kepala dengan wajah polos manisnya.
“Yeah, Reia, mereka mau nginep, berarti kamu setuju nginep kan?” Amu yang langsung bersorak menerjang Reia membuat Genki hampir saja meloloskan amukannya.
Flashback dikit:
5 menit yang lalu!
“Reia nginep di rumahku dong! Hari ini papa sama mama sama adekku pergi liburan entah ke mana!”Amu berbisik saat merangkul Reia yang sedang asyik dengan sebuah majalah.
“Ogah ah!” Reia menolak tanpa melirik Amu sedikit pun.
“Kenapa? “ Amu meletakkan kepalanya di pundak Reia dengan wajah kecewa -yang cuma acting-
“Nginep di rumah kamu, cuma berdua, itu bahaya tingkat satu tau! Otak kamu perlu dicuci dulu!”
“Kalo misalnya ada Genki sama Jinguji juga gimana?” Amu masih dengan perjuangannya.
“Kalo gitu sih nggak apa apa!”
Dan Amu langsung menghilang dari samping Reia, lantas muncul di samping Genki.
Flashback selesai!
Dan demi bisik-bisiknya Amu yang masih rahasia, Jinguji dengan penuh semangat ikut serta dalam acara menginap dadakan itu. Tentu setelah dengan susah payah mengusir Kaoru dan Fuu dengan alasan mereka masih di bawah umur, juga para pengganggu lain.
Sebenarnya sih Amu ogah banget ngajakin Kaoru hari ini karena nggak lucu kalo acara menginap romantisnya berubah jadi acara ngurus bayi karena Kaoru pasti ngajakin main Reia mulu. Fuu juga harus diamankan karena Jinguji sebel banget kalo udah ada yang ngerecokin acara berduaannya dengan Genki tercinta.
Jadi dengan senyum bahagia yang mengembang selebar samudera pasifik, Jinguji dan Amu berjalan di belakang Genki dan Reia bak bodyguard lagi jaga para hime. Sekali-kali mereka lirik-lirikkan, senyum-senyuman, persis orang gila.
Bahkan sampai di rumah Amu, mereka masih sempat bisik-bisik dan mengirim sinyal-sinyal mencurigakan yang tidak disadari Genki dan Reia.
“Mereka akan menghancurkan dapurmu!” Jinguji berbicara dengan suara pelan sambil tetap fokus main game.
Amu yang ada di sebelahnya melirik sedikit ke arah dapur. Terdengar bunyi-bunyi mengerikan semenjak Reia dan Genki masuk dapur dua jam yang lalu, tapi Amu tidak berniat mengambil resiko mati sia-sia sebelum rencana mulianya terlaksana dengan sukses malam ini.
“Biarkan Reia mencoba, aku mengambil sisi baik dari nasehat Kaoru!” Amu yang hampir saja dikalahkan Jinguji dalam permainan mereka seger kembali fokus.
“Eh? Nasehat Kaoru?” Jinguji mengernyitkan dahinya kaget. Bisa-bisanya menerima nasehat bayi raksasa itu.
“Yah, Reiakan calon istri yang baik. Hanya saja, aku berdoa semoga masakannya benar-benar gosong tak bersisa. Bahaya banget kalo kita harus makan masakan Reia!” Amu berdoa dengan suara pelan sebatas Jinguji bisa mendengarnya dan mendapat sahutan amin dari Jinguji.
Dan rencana mereka memang mengharuskan Reia dan Genki sibuk sendiri!
Well, seharusnya semua berjalan mulus, lancar tanpa hambatan layaknya motto jalan tol. Jadi, berdoa saja!
***
Dengan memperhitungkan kemampuan memasak Reia dan Genki yang nyaris berdiri di titik nol, rencana Amu dan Jinguji berjalan selangkah demi selangkah dengan mulus. Makan malam akhirnya mereka pesan dari luar. Tentu saja makanan itu adalah makanan yang memang telah dipesan secara ‘khusus’ oleh Amu.
Sekarang, Jinguji dan Amu hanya tinggal menunggu ‘makan malam’ yang sebenarnya siap dihidangkan sambil menonton film horor.
“Huaaaaaa!!!” Mereka berteriak bersama-sama ketika hantu dalam film itu tiba-tiba muncul dilayar.
‘plakk!!!’
‘Awww!!!’
Jinguji hanya meringis sambil mengusap-usap kepalanya saat Amu dan Genki menjitak kepalanya dengan penuh ‘kasih sayang’. Nggak nyangka juga jitakannya Genki itu sakit banget.
“Nggak usah pegang-pegang Reia deh!!!” Amu menarik Reia dan berpindah ke samping Jinguji.
Jadi tadi tuh ceritanya, pas hantunya muncul, Jinguji reflek -atau sengaja? nggak penting juga- memeluk Reia. Wajar kalo yang punya langsung bersemangat banget buat ngejitak kan? Nggak jauh beda sama Amu, meski tidak Komentar, wajah Genki langsung jadi jutek banget.
“Amu, AC kamar kamu rusak?” Reia mulai mengipasi dirinya sendiri dengan tangan.
“Iya, kok panas ya? kamu belum bayar listrik?”Genki ikut-ikutan berkomentar. Peluh mulai bermunculan diseluruh tubuhnya.
Rasanya seperti pengen lepas baju biar nggak gerah.
“Enak aja. Listrik rumah kamu aku bayarin sekalian kalo perlu!” Amu menjawab sebel. Dunia bisa pingsan kalo seorang tuan muda semacam Amu belum bayar listrik. Tapi kekesalannya langsung sirna saat melihat Reia yang sudah mulai gelisah dan nampak kebingunaan.
“Jinchan, panaaaasssss!” Genki semakin rewel saat merasa tubuhnya semakin panas. Sangat tidak nyaman.
“Masa sih, perasaan biasa aja deh!” Jinguji pura-pura nggak tau. Pura-pura -sok- polos gitu. Padahal tangannya sudah gatel pengen bantuin Genki mengenyahkan kain di tubuhnya.
“Amu, aku mau mandi aja deh!” Reia melompat turun dari sofa, dan langsung kabur ke mara mandi. Panas yang dirasakannya benar-benar aneh dan nggak wajar banget.
Amu memandang Jinguji yang sedang menenangkan Genki. Sepertinya Genki benar-benar kebingungan dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Matanya mulai sayu dan terlihat seperti anak kucing yang sedang bermanja-manja pada Jinguji.
“Kalian pindah ke kamar sebelah ya. Aku mau pake kamar ini sama Reia!”Amu menyerahkan sebuah kunci pada Jinguji sebelum menyusul Reia yang ada di kamar mandi.
“Selamat menikmati malam yang indah ya Genki chan!” Amu tersenyum ganjil sebelum menutup pintu kamar mandi.
“Jadi, ayo kita pindah baby. Kita tidak boleh mengganggu Amu dan Reia!”Jinguji mengangkat tubuh Genki dengan penuh semangat, membawanya ke kamar sebelah sebelum Amu menendangnya keluar dari kamar yang cahayanya tinggal remang-remang itu.
***
Amu-Reia part:
Reia melepas semua kain yang melekat di tubuhnya dengan terburu-buru. Air yang berjatuhan dari shower segera membasahi tubuh nakednya. Rasanya benar-benar aneh hingga Reia tidak peduli ketika Amu ikut-ikutan masuk ke kamar mandi dan melepaskan pakaiannya.
“Ahh!” Reia memekik kaget ketika Amu memeluknya. Membuat tubuhnya semakin terasa aneh saja.
“Reia-chan!”Amu berbisik di telinga Reia, membuat bisikannya terdengan sesexy mungkin.
“Amuuuhhhhh ..... uuuhhhkk, jaangan!”Reia mendesis saat Amu mulai menjelajahi tubuhnya.
Tangan dan bibir bekerja bersama, memberikan ‘seranagn mematikan’ yang membuat Reia lumpuh seketika.
“Stttt, menurut saja sayang. Ini akan menjadi malam yang sangat indah!” Amu yang masih memeluk Reia dari belakang berbisik sambil menciumi pundak dan bahu Reia yang sudah lemas.
Hap. Dengan mudahnya Amu mengangkat Reia, menggendongnya layaknya seorang putri dan membawanya keluar dari kamar mandi setelah mematikan shower.
Reia yang sudah tidak mampu menguasai tubuhnya lagi hanya pasrah saat Amu menurunkan tubuhnya ke atas ranjang. Melihat kepasrahan itu, Amu semakin bersemangat. Bagian favoritnya akan terjadi sebentar lagi.
Dengan sedikit beringas, seperti vampire yang kelaparan setelah seribu tahun tidak mencicipi darah perawan, Amu mencium Reia, mencumbuinya sejauh yang bisa dilakukannya. Tangannya terus bergerilya, dari meraba hingga meremas, bahkan sesekali mencubit tubuh pasrah yang mulai berkeringat di bawahnya.
Reia mendesis halus saat Amu mulai berman di lehernya, sementara tangan-tangan Amu bermain di dada dan pahanya.
“Amuuuhhhhh!” Reia meremas bedcover sekuat tenaga saat Amu memeluknya erat-erat dan memulai yang lebih jauh lagi.
Rasanya sangat sakit. Reia merasa ditusuk-tusuk dan dicabik-cabik. Tapi Amu suka mendengar tangis kecil Reia, rintihan kecil yang menggemaskan, sambil tetep menciumi dada Reia dan menjelajahi tubuh di bawahnya itu dengan sentuhan yang menggoda.
“Uhhhh, Am-muuhhh, essshhhh, aahhh, sakit!” Reia mendesah dan merintih sambil meremas apa saja yang bisa dijangkau tangannya, sementara Amu semakin menjadi-jadi.
***
Jinguji-Genki Part:
Jinguji melempar Geni yang sudah tidak berdaya melawan gejolak aneh dalam tubuhnya ke atas ranjang dengan bedcover warna merah maroon. Menampah kesan seksi saat Genki menggeliat tidak karuan di atasnya.
kemeja yang sudah berantakan, rambut yang acak-acakan, mata sayu, pipi memerah, tubuh menggeliat dengan keringat yang mulai menetes, hingga kaki yang saling bertautan dan tangan bergerak kebingungan. Jinguji menikmati pemandangan indah di depannya. Kesan yang sedikit erotis memang, tapi Jinguji terkadang menginginkan sisi seorang Iwahashi Genki yang seksi seperti itu.
“Jinchannn, uhhh!” Genki menatap Jinguji dengan mata sayunya yang mengundang.
Memenuhi undangan itu, juga untuk melepaskan hasratnya yang sudah di ubun-ubun, Jinguji segera menerjang tubuh memabukkan itu tanpa ampun. Sasaran pertama bibirnya tentu saja bibir penuh, merah merekah seperti strobery segar itu. Menghisapnya, mengecap rasa manis seorang Iwahashi Genki yang hanya bisa mendesah tidak peduli pada apa pun lagi.
Sambil memperdalam ciumannya, Jinguji melepaskan apa saja yang melekat di tubuh Genki, menelanjanginya hingga matanya bisa melihat tubuh itu tidak lagi berbusana saat ciuman lima menit itu terlepas.
“Jinchannnn!” Genki semakin memerah saat Jinguji memandanginya dengan air liur menetes, menunjukkan betapa Jinguji menginginkan Genki memuaskan hasratnya.
Tergesa-gesa, Jinguji melepaskan semua yang dipakainya dengan gerakan menggoda sambil tetap memandangi Genki yang tersaji bak malaikat telanjang yang begitu indah.
“Malam ini, kamu milikku sayang!” Jinguji tersenyum menggoda setelahnya, lalu gembali menindih Genki yang sedang menunggunya.
“Uhhhh, Jinchan, ah, uhhh!” Genki semakin menguatkan desahannya saat Jinguji menyerang dadanya, memberikan tanda kepemilikannya sejelas mungkin. Menjilat dan menghisap kulitnya dalam rasa manis dan kenikmatan yang menyembur seperti gletser. Membuat Genki semakin haus akan setuhan Jinguji, dan membuat Jinguji semakin tidak sabar untuk segera memiliki Genki sepenuhnya.
“Panggil aku dengan manis sayang!” Jinguji menempatkan Genki di bawah kekuasaannya, memandang Genki yang tersipu, menunggu.
“Yuta !” Panggil Genki lembut.
Jinguji tersenyum, lantas mencium Genki lebih dalam dari sebelumnya. Di rengkuhnya tubuh Genki dan dirabanya seluruh permukaan kulit punggung Genki, sementara kakinya bergerak perlahan, membiarkannya bergesekan dengan kaki Genki, untuk kemudian membuat sepasang kaki itu terbuka cukup lebar, membuat posisi yang baik untuk memulai pertarungan yang sebenarnya.
“Ukkkkkhhhh, sa-kit!!!” Genki melepas ciuman Jinguji dan berteriak sekuat-kuatnya saat Jinguji mulai merasuki tubuhnya. Meskipun pelan dan hati-hati, pengalaman pertama memang memiliki sisi sakitnya sendiri.
“Stttt, tenang sayang, sakitnya tidak akan lama!” Jinguji menjilati pipi Genki, memaksanya kembali terlentang untuk siap dinikmati kembali.
Genki merasasan sensasi asing yang luar biasa saat Jinguji berada di dalam tubuhnya. Sakit yang aneh, panas yang aneh, rasa penuh yang aneh. Semuanya membuatnya bingung hingga Jinguji bergerak dan membuatnya semakin kelimpungan.
“Uhhh, aaahhhhh, ahahhh, Yu-ta, deeper please!” Genki menenggelamkan diri dalam kenikmatan yang diberikan Jinguji. Memperlebar posisi kakinya, seolah mengundang Jinguji untuk datang padanya lebih dalam lagi.
Jinguji tidak menyahut, tetap sibuk mencumbui Genki, fokus pada kenikmatan yang didapatnya dari Genki. Rasanya benar-benar memabukkan. Sanagt sempit, panas, kenikmatan yang sangat diinginkannya. Semakin dalam merasuki Genki hingga keduanya mencapai puncak kenikmatan di waktu yang hampir bersamaan.
“Uhhhh!” Genki merasakan aliran hangat di bagian bawah tubuhnya. Terlalu banyak hingga mengalir melewati pahanya yang dipenuhi karya Jinguji.
“Sssshhhhh, kamu nikmat sekali sayang!"
***
Genki ingin sekali mengamuk saat tidurnya yang begitu nyenyak diganggu suara berisik. Siapa yang tega menelfonnya di pagi yang super dingin begini. Badannya juga serasa remuk, mungkin tulangnya tidak lagi saling bergandengan.
“Genki, angkat telfonnya, itu berisik sekali tau!”Jinguji merangsek dari ablik selimut, meminta Genki mengangkat telfon tapi justru memeluknya erat-erat.
Mendengar suara Jinguji, Genki langsung membuka matanya lebar-lebar.
Baju yang dipakainya semalam tergeletak begitu saja di lantai. Dingin yang dirasakannya jelas karena tubuhnya tidak tertutupi apa pun, hanya selimut yang menutupi sebagian kecil tubuhnya. Panas yang menjalari tubuhnya adalah Jinguji yang memeluknya begitu rapat dari belakang.
“Tidaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk!!!!!”Genki berteriak sambil meronta-ronta begitu menyadari apa yang sudah terjadi semalam.
***
Pindah ke kamar sebelah.
Mendengar teriakan Genki yang bak suara rocker nyasar membuat Reia dan Amu terbangun karena mengira ada kemakaran atau maling.
“Amu, di-dimana bajumu?” Reia langsung meolotot saat melihat Amu yang terbangun di sebelahnya tidak mengenakan apa pun.
“Eh, hehehe!” Amu hanya tertawa garing.
Takut-takut Reia beralih pada tubuhnya sendiri. Persis seperti ketakutannya, tubuhnya nyaris bisa disaksikan Amu seutuhnya jika selimut tebal tidak menutupi perut hingga pahanya.
“Kyaaaaa, mamaa!!” Reia langsung histeris saat menyadari apa yang sudah Amu lakukan padanya semalam tanpa henti.
“Aaa.... Reia, janagn nangis dong, tenang ya, tenang!” Amu yang kaget dengan reaksi Reia yang mengejutkan mencoba mendekati Reia.
Merasa terancam, Reia menarik selimut hingga menutupi hampir selutuh tubuhnya dan bergerak mundur menjauhi Amu yang bukan tidak mungkin akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan lagi.
“Tidak,tidak mau. Jangan mendekat!”Reia mencicit heboh.
“Yeeee, dibilangin tenang juga susah amat. Cup dong sayang!”
Bruk. Amu menangkap Reia hingga keduanya terguling dan jatuh ke lantai, meninggalkan selimut yang menggangtung di kasur.
“Kyaaaa ... tolong.... Amu akan memperkosaku!!!” Reia histeris di bawah tubuh Amu yang mengurungnya.
“Stoooopppp..... kalau mau teriak harusnya kemarin Reia!” Amu ikutan teriak.
Sahut menyahut dengan kamar sebelah yang hebohnya juga nggak kalah dari pasar pagi.
Geser sedikit, kembali ke kamar Jinguji-Genki.
Dengan sok pahlawan, Jinguji memeluk Genki yang terisak kecil, antara syok, kesal, juga merasakan sakit dimana-mana.
Dengan posisi yang masih duduk di atas ranjang, Jinguji mengelus kepala Genki. Rasanya happy banget Genki ada dalam pelukannya meskipun sambil memukulinya. Yang penting bisa memeluk Genki yang masih telanjang. #Tabok Jinguji.
***
EPILOG.
“Tidaaaakkkk, jangan mendekat!!” Reia heboh sendiri saat Amu ingin mendekatinya.
“Awas kalo kamu berani selangkah lebih dekat!” Nggak jauh beda, Genki malah terlihat lebih sadis dengan mengacungkan garpu ke arah Jinguji. padahal sumpah, Jinguji dan Amu hanya berniat memberikan cake yang barusan mereka beli.
Keduanya semakin bengong saat pacar mereka sama-sama kabur entah kemana, mungkin lapor ke orangtua masing-masing atau justru ngumpet di kamar mandi.
“Jangan kuatir, lakukan saja lagi, pasti mereka nggak akan rewel lagi!” Fuma yang dari tadi nontonin mereka memberi nasehat dengan ‘bijak’
“eeeeehhh????”
“Hahahaha, aku tau apa yang sudah kalian lakukan!” Fuma mengedipkan sebelah matanya sebelum berlari menjauh karena melihat Kento yang datang dengan ditempeli Marius.
THE END.