HIME -1-

Feb 16, 2014 12:30

HIME

Amu/Reia, Jinguji/Reia, Fuu/Reia, dll.
Tentang Amu yang sebenarnya adalah tunangan Reia. Tentang Reia yang diam-diam menyukai Genki. Tentang perjuangan nggak kenal Lelah Jinguji,dkk. Dimana Reia adalah sang hime. Reia hime sama.

***

“jadi, kamu mau mati pake cara apa hah? Dicekik? Digantung? Dilempar dari puncak gedung? Dijadiin makanan hiu? Apa dimutilasi sekalian?!!!!” Teriak Reia sambil mengacungkan ganggang sapu tepat di depan wajah Jinguji yang tetap setia dengan senyum pantang menyerahnya.

“Nggak perlu segitu banget deh, Reia sayang. Senyum Reia yang begitu manis sudah membunuhku sejak pertama melihatnya!” Jinguji meraih ganggang sapu yang diacungkan Reia, lantas bergerak maju.
“Reia chaaaaaaannnnn. Fuu yang tampan datangggggg!!!!”

Belum sempat Reia meloloskan niatnya mencekik Jinguji, Fuu datang dengan seikat mawar merah yang barusan dipetik dari taman, membuat asap mengepul muncul dari puncak kepala Reia. Diikuti pertumbuhan ekor dan tanduk iblis. (beneran dicakar-cakar Reia abis ini!)

Seisi kelas yang melihat tontonan gratis itu menggeleng bosan, lalu kembali ke aktivitas masing-masing. Toh, drama romantis ancur-ancuran seperti ini sudah terlalu sering terjadi. Dan seperti yang sudah ditebak oleh mereka, selanjutnya, Reia segera bertransformasi ke mode anarkisnya, dan menggebuki Jinguji-Fuu dengan sapu tanpa ampun hingga siswa tetangga kelas itu lari tunggang langgang entah kemana.

Setiap hari, kejadian sejenis ini terulang, dan anarkisme ala anak TK sudah menjadi keseharian Reia. Dulu sih, para sensei selalu menegur Reia, bahkan nggak segan-segan ngasih hukuman, tapi sekarang hukum itu udah berhenti total. Permasalahannya, meskipun Reia dihukum atas ‘keributan’ yang dibuatnya, termasuk membuat para fansu yang nekat merayunya jadi biru-biru, ungu-ungu, merah-merah, penyebab keributan itu tetap saja maju setiap harinya. Siapa lagi kalau bukan para pemuja Reia.

Reia hime sama. Para pemuja Reia menyebutnya begitu. Dengan kecantikan yang menyihir, senyum yang memikat, tapi juga kemampuan menyiksa yang hebat. Anehnya, setiap hari, fansnya justru bertambah bukannya turun.

“Reia chaaannnn!!!” Tuh kan beneran. baru juga Jinguji dan Fuu diusir, para penggantinya sudah berbondong-bondong datang.

“Arrrrrrrggggghhhhh!!!! Menyingkir kalian semua!!!” Reia mengamuk sendiri tanpa peduli teriakannya membuat seisi kelas menutup telinga, kecuali satu orang.

Yah! Orang itu! Reia tidak peduli pada Jinguji, fuu atau yang sejenis mereka. Tapi sosok yang setiap istirahat selalu menatap ke luar jendela, duduk termenung sendirian seolah menunggu sesuatu atau seseorang lewat di depannya itu. Benar, sosok yang duduk di seberang sana itu.

Genki.

Reia selalu mencuri pandang, melirik Genki setiap ada kesempatan. Tapi sepertinya, Genki tidak tertarik sama sekali.

Reia seringkali berfikir, apa sih yang menarik sampai Genki selalu memandang ke arah yang sama setiap harinya.

***

Reia berguling-guling di atas kasurnya seperti anak kucing yang menemukan kehangatan di balik selimut. Seragamnya belum juga dilepas, padahal sudah sejak setengah jam yang lalu Reia berbaring di kasurnya.

Begitu asiknya hingga tidak menyadari kedatangan mama yang tersenyum geli melihat tingkah Reia yang begitu menggemaskan.

“Berhentilah berpura-pura menjadi anak kucing Reia chan, lalu segeralah bersiap, dua jam lagi sahabat papa akan datang untuk makan malam!” Mama menginterupsi acara berguling Reia sambil meletakkan sebuah setelan di tumpukan bantal yang disusun Reia menjadi semacam ..... emmm, menara?

Reia tersenyum manis pada mama sebelum akhirnya duduk dan memandang setelan yang baru saja diletakkan mama. Biasanya, saat ada acara penting, mama memang akan mencarikan setelan khusus untuknya. Apalagi jika ada tamu yang penting, atau Reia yang harus ikut ke acara-acara orang tuanya. tapi sepertinya kali ini lebih istimewa.

Dan di sinilah Reia sekarang, duduk manis diapit papa di kanan dan mama di kiri, berhadapan dengan sahabat papa, istri cantiknya yang selalu tersenyum pada Reia, dan anak mereka yang terus memandang Reia dengan tatapan yang membuat Reia ingin bersembunyi dibalik papa atau mama.

Sebenarnya, Reia terbiasa bersikap manis di depan tamu-tamu orang tuanya, tapi Reia tidak suka jika ditatap dengan tatapan yang seolah ingin menelannya bulat-bulat seperti yang dilakukan anak sahabat papa tu.

“Bagaimana, Reiachan kami sangat manis kan, Amu kun?” Mama bertanya pada Amu, membuat Amu mengalihkan sebentar pandangannya dari Reia untuk tersenyum pada mama dan menganggukkan kepalanya yakin.

“Seperti yang saya duga, benar-benar cantik. Reia hime!” Amu memberikan komentarnya sambil kembali menarap Reia, membuat Reia ingin melemparkan ke kutub selatan, atau menguburnya di dasar laut.

“Ah, baguslah kalau Amu berpendapat begitu. Kalian terlihat cocok sekali!” Dan kalimat mama Amu membuat Reia tertohok.

Akhirnya Reia faham maksud acara makan malam kali ini. Ditatapnya Amu dengan tatapan yang menggambarkan sebuah tantangan.

***

Brakk!!!

Reia membanting pintu kamarnya setelah Amu dan keluarganya pulang. Tanpa berfikir lagi, Reia segera melampiaskan kekesannya dengan mengacak-acak kamarnya. Setelah puas dengan hasil karyanya, Reia membanting tubuhnya ke kasur dan menangis sejadi-jadinya di balik selimut.

Papa dan mama yang masuk setelah mendengar tangisan Reia -yang mungkin bisa didengar tetangga- hanya menggelengkan kepala. Mereka sih udah faham betul seperti apa anak tunggal mereka: cantik, mempesona, suka semaunya, sedikit ‘tegaan’, tapi sebenarnya anak yang penurut. Cukup membiarkan Reia melampiaskan sedikit kekasalannya sebelum nantinya akan kembali menjadi anak manis.

“Jadi, bagaimana menurut Reiachan, Amu itu sangat tampan dan menawan kan?” Mama memancing api setelah Reia menyelesaikan acara menangisnya selama dua jam.

Dengan mata sembab dan pipi basah, Reia menatap mamanya yang masih bertahan di kamarnya, padahal papa sudah mengungsi ke lantai bawah untuk menonton pertandingan bola.

“Jelek! Jelek banget!!” Reia menjawab dengan hati berapi-api. #Siram pake air kembang tujuh rupa.

***

Reia cemberut sepanjang hari di sekolah. Setelah acara menangis semalaman yang membuat matanya sembab, ternyata Reia juga harus menerima kenyataan asin (pahit udah keseringan!) mendapat hukuman dari sensei karena terlambat. Lebih bagusnya lagi, Reia dihukum bareng sekelompok fansnya yang dikomandani Jinguji untuk membersihkan lapangan sekolah.
Bukan membersihkan lapangan sekolahnya yang bikin Reia kesel setengah mati, tapi ulah Jinguji yang selalu membuatnya ingin mencakar-cakar wajah tampan yang nggak tau kenapa lebih sering ngeselin itu. Orang dihukum normalnya kan sebel, tapi Jinguji malah senenh-seneng aja, plus masih sempat narsis pula.

“Kalau bersama Reia hime, dikirim ke zaman dinosaurus berdua pun aku nggak keberatan!” Begitu katanya.

“Pergi aja sendiri!” Reia sewot sambil nendang kaleng kosong yang sukses membuat polisi tidur bersantai di jidat Jinguji.

Penderitaan Reia itu akhirnya di-cut dulu dengan selesainya acara hukum-hukuman itu. Reia yang masih sebel bahkan nggak berniat menggubris sedikit pun Fuu yang mengajaknya pergi kencan.

Yang masih sempat diperhatikannya cuma Genki yang masih dengan posisinya seperti biasa. Duduk dengan manis di kursinya, menopang dagu dengan salah satu tangannya, lantas menatap ke luar jendela.

Reia sering memikirkan itu. Memikirkan alasan Genki selalu menatap berlama-lama ke arah yang sama. Apa yang menarik perhatian Genki hingga betah melakukan kegiatannya itu sepanjang yang bisa Reia perhatikan.

Kelas Reia ada di lantai dua, tepat di ujung. Di sebelah kanan kelas, tepat di tempat Genki biasa menatap hanyalah salah satu taman tak seberapa luas yang berisi beberapa jenis bunga dan tanaman hias. Di seberangnya, ada kelas untuk tahun terakhir, juga beberapa ruangan seperti ruang musik yang sering mereka gunakan.

Apa Genki sedang memikirkan sesuatu?

Reia meletakkan kepalanya di meja, mencoba memejamkan mata sebelum sensei berikutnya memasuki kelas.

Rasanya capek sekali. Apalagi dengan acara perjodohan yang direncanakan orang tuanya. Reia sempat berfikir untuk menjadi anak durhaka dengan menolak bertunangan dengan Amu, tapi kemudian mengurungkan niatnya saat mengingat betapa besar cinta orangtuanya padanya.

Amu itu, bagi Reia seperti hama pengganggu. Atau mungkin sejenis makhluk luar angkasa menyebalkan yang ingin menelannya hidup-hidup. Tapi, sempat kemarin Reia merasa bahwa Amu adalah orang yang pernah dikenalnya. Tapi Reia tidak ingat. Hanya terasa seperti sudah saling mengenal saja.

***
-istirahat duluuuu ^_^ -

takahashi fuu, nakamura reia, haniuda amu, johnny's jr., jinguji yuta, iwahashi genki, fanfiction

Previous post Next post
Up