Melati menghembuskan napas berat melihat wajah Alfa yang semrawut. Ah! baru saja selesai satu masalah timbul lagi masalah lainya. Pembicaraan Dewi dan Citra yang tak sengaja diketahui Ririn dan Nana sempat membuat kedua gadis remaja itu mendiamkan Melati berhari-hari. Beruntung, Melati dapat mengambil hari mereka kembali. Melati berhasil membuat keduanya mengerti keadaanya. Meskipun sebenarnya adalah karena diam-diam Ririn dan Nana mengharapkan Melati dan Alfa benar-benar jatuh cinta. Masalah itu sudah beres bagi Melati.
Kali ini masalahnya terletak pada alfa, Seharian ini wajah tampan itu tak sediktipun tersenyum. Lelaki itu nampaknya sedang merajuk. Seperti anak kecil saja, pikir Melati. Namun, lama kelamaan didiamkan, Melati tak tahan untuk tidak bertanya.
“Kenapa sih Fa?”
“Tidak ada apa-apa.”
“Jangan ngambek dong!”
“Aku gak ngambek kok?”
Alfa berpura-pura fokus pada jalanan di depannya. Hening kembali menguasai keadaan. Melati berpikir sejenak. Dirunutnya perlahan kejadian
selama sehari ini. Kapan terakhir kali Alfa tersenyum padanya. Aha! Alfa terakhir kali tersenyum ketika mereka berpisah di gerbang kampus. Alfa harus mengikuti kuliah sedangkan Melati harus konsultasi skripsinya. Iwan, kawan satu pembimbing bahkan sudah menunggunya untuk konsultasi. Saat itulah Melati baru teringat raut kecewa Alfa. Melati hampr tertawa. Bagaimana bisa seorang Alfa kesal gara-gara lelaki kemayu seperti Iwan.
“Gara-gara aku pergi sama si Iwan?”
“Jadi namanya Iwan?”
“Benar-benar gara-gara Iwan?”
“Aku....”
“Ya ampun Alfa. Jangan katakan padaku kamu cemburu pada lelaki kemayu begitu.”
“aku tidak cemburu! Aku hanya tidak mau orang berpikir jelek tentag kamu! Kamu itukan istriku. Biarpun dia itu kemayu kan tetap lelaki.” Tawa melati pecah. Namun tak lama, dilihatnya Alfa benar-benar serius kali ini. Melati lagi-lagi menghembuskan napas berat. “Kamu juga tidak pakai cincin kita”, kata-kata terakhir Alfa sebelum hening menemani keduanya. Melati melemparkan pandangannya keluar kaca mobil. sedikit rasa bersalah menggelayuti. sejak Citra mengetahui semuanya Melati memang jarang menggunakan cincin itu. Anggap saja itu rasa khawatir. melati hanya tak ingin kecewa. melati hanya ingin mempersiapkan dirinya, hatinya, jiwanya untuk kehilangan segala yang ada digenggamannya kini. Alfa terlalu sempurna untuknya. begitu sesuai jika bersama Citra. Otak cerdas Melati tak perlu berpikir lama untuk menegaskan hal itu. Melati memejamkan matanya perlahan.
...
Temaram lampu di meja kerjanya membuat Alfa terantuk-kantuk di depan laptopnya. Barisan angka berpurar-putar di kepalanya. Alfa melirik jam dinding yang tergantung lesu. Malam sudah benar-benar larut, hanya senyap yang menemani. Andai saja dia tadi tidak kekanak-kanakan mungkin Melati akan ada di sini membantunya. Alfa terlalu gengsi untuk meminta maaf meskipun dirinya merasa terlalu berlebihan. Alfa juga tak mengerti kenapa hatinya mendadak panas pada lelaki kemayu. Lelah fisik dan psikis membuatnya dikalahkan rasa kantuk.
Pintu terbuka perlahan. Wajah manis Melati menyembul di balik pintu. Perlahan ditutupnya pintu kamar kerja Alfa. Iba juga meliha suaminya tertidur di sofa. Diambilnya selimut untuk kemudian menyelimuti tubuh atletis itu. Melati tersenyum kecil. Selanjutnya, matanya menangkap pekerjaan kantor yang belum selesai. Meskipun besok dirinya harus maju sidang, tubuh mungil itu tetap duduk di depan laptop dan mulai bekerja.
Alfa terbangun. Kaget menemukan dirinya telah berselimut. Lebih kaget lagi melihat Melati jatuh tertidur di atas laptopnya, pekerjaan itu telah selesai, Melati nampak lelah sekali. Alfa menggendong tubuh Melati perlahan.
“Maafkan aku....”, bisiknya lembut. Tak disangkanya Melati membuka mata.
“Aku juga minta maaf....” Melati kembali menutup matanya. Alfa menatap rembulan dari kaca jendela. Entah kenapa sang dewi malam nampak begitu cantik malam itu....
***
Cafe White,
Tiga orang wanita 20-an duduk berhadapan. Suasana agak tegang. Namun, seorang wanita begitu tenang seolah tak ada masalah apapun. Setelah tiga cangkir kopi terhidang di atas meja, sebuah lekukan tak proporsional terukir di sudut bibir wanita yang tercantik.
“Kalian tahu kenapa aku mengundang kalian ke sini?”
“Tentu saja tidak!” Dewi menjawab gusar. Seulas senyum licik lagi-lagi disuguhkan artis cantik itu.
“Pertama-tama aku ingin memperingatkanmu untuk meninggalkan Alfa karena kamu tidak pantas untuknya.”
“Aku tahu itu. Tapi untuk saat ini aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu”, ringan ucapan Melati.
“Heh! Kau pikir sampai kapan kalian akan bisa berpura-pura.”
“Ya sampai aku memenuhi perjanjianku dengan Alfa.”
“Kamu tidak pantas dengannya.”
“Ini bukan masalah pantas atau tidak pantas. Ini masalah janji yang harus ditepati. Jika kesepakatan kami selesai maka tanpa kau suruh pun aku akan pergi dengan sendirinya.”
“Kapan kesepakatanya akan berakhir. Bukankah kalian sudah menyenangkan hati Tante Mariam?”
“Sesuai perjanjian sampai aku memberikan buah hati untuknya.”
“APA?!”
“ya begitulah perjanjiannya. Alfa tak suka terikat suatu hubungan namun dia juga memerlukan penerus jadi seperti kukatakan tadi aku dibayar untuk melahirkan anaknya.” Kali ini bukan hanya Citra, Dewipun turut melongo.
“Aku tidak percaya!”
“Terserah kamu.”
“Aku akan laporkan pada tante Mariam!”
“Kumohon jangan merusak semuanya. Kami sduah merencanakannya dengan baik. Aku pasti akan pergi. kenapa tidak bisa sedikit saja kamu bersabar.”
“KAMU!” Citra hampir menampar Melati namun tangannya ditangkap Alfa yang tiba-tiba muncul. “A-Alfa! Kamu salah paham”
“Terserah kau sajalah. Ayo Melati kita pulang.”
“Aku ikut!”
“Aku tidak ingin membawamu!”
“Baiklah aku akan menelpon tante Mariam dan memberitahukan semuanya.” Alfa menghembuskan napas berat dan akhirnya mengizinkan Citra ikut bersama mereka.
Di tempat parkir,
Alfa membukakan pintu mobil untuk istrinya namun diirinya harus melongo karena yang masuk justru Citra. Rasa kesalnya rasanya sudah naik ke ubun-ubun. Wajahnya merah padam namun tak berdaya karena gadis itu nampak mempermainkan ponselnya, menakut-nakuti. Melati sendiri dengan acuh duduk di jok belakang bersama Dewi. Dia tampak menikmati sebuah novel.
...
Alfa menghentikan mobilnya di depan rumah mewah milik Citra. Gadis itu melepas sabuk pengamannya. Tak disangka siapapun Citra mencondongkan badannya dan mendadak mengecup pipi Alfa. Lelaki muda itu shock sementara itu Dewi sudah siap menonjok wajah cantik yang tersenyum licik. Namun, yang paling tenang justru Melati, hanya menoleh sebentar untuk kemudian melanjutkan membaca novelnya. Melihat sikap seperti itu Alfa menutup pintu mobil dengan keras untuk kemudian menginjak pedal gas dalam-dalam.
Sesampainya di rumah, Alfa dan Dewi keluar dari mobil dengan raut wajah kesal. Kaki keduanya agak dihentakkan untuk kemudian menghempaskan diri di atas sofa. Melati memasuki rumah dengan tenang untuk kemudian duduk di antara suami dan sahabatnya. Sementara itu, Ririn dan Nana yang sedang menonton TV melihat dengan takut-takut.
“Kalian marah padaku?”
“Tentu saja!’ berbaregan Alfa dan Dewi menjawab.
“Kenapa?”
“Kenapa kau bilang? Kamu tidak marah Mel! Gadis itu sudah keterlaluan. kamu ini bagaimana? dia mencium pipi suamimu di depan matamu sendiri!”
“Iya betul aku ini suamimu harusnya kamu cemburu!” Melati tersenyum kecil.
“Óh itu masalahnya. Aku tidak pernah melakukan sesuatu tanpa perhitungan.”
“EH?”
“Aku bisa saja mengamuk, mencakar-cakar wajah wanita itu. Lalu setelah itu dia akan menuntutku. Aku masuk penjara dia bisa mendekatimu kan Fa. Atau... aku bisa saja mengomelimu. Kita berdua akan bertengkar dan terjadi ketidaksepahaman. Akibatnya, kita akan memutuskan perjanjian.” Alfa dan Dewi terperangah dan mengagguk-angguk mendengarkan penjelasan Melati. Sementara itu, secara diam-diam Melati menghembuskan napas lega.
“Tapi... aku masih tidak terima dia menciumku sepeti itu.”
“Kan sudah terjadi yah tidak bisa ditarik lagi kan? Posisi kita juga sulit. dia mengenggam rahasia kita. ”
“Paling tidak kamu juga harus membersihkannya dengan mencium pipiku juga.” Melati melongo.
“Aku akan berikan lebih, pejamkan matamu.” Alfa dengan gugup memejamkan matanya. Melati mendekat. Dewi menatap dengan tegang bahkan sampai menutup mata Ririn dan Nana. Melati mengecup kening Alfa seperti seorang ibu mengecup kening anaknya.
“Kenapa di kening?” Alfa mendadak malu menyadari perkataannya.
“Ya mau-mau aku dong.” Alfa segera melancarkan aksi protesnya menggunakan kelemahan Melati, menggelitikinya. “Kumohon hentikan.” Alfa tak peduli.
“Apa mereka benar-benar hanya kawin kontrak?” gumam Dewi, Ririn dan Nana secara serempak.
***
Rangkaian acara wisuda sudah usai. Para wisudawan dan wisudawati sudah terpencar kessana kemari. Kebanyakan berkumpul dan berfoto dengan keluarga atau orang yang dikasihi. Sebagian lagi berpelukan dengan kawan karib.
“Selamat ya.”
“Terima kasih.”
Melati hanya tersneyum begitu teman-temannya bersalaman dan mengucapkan selamat. Hatinya masih gelisah karena Alfa dan keluarganya belum juga datang ke acaranya. Tanpa disadarinya kakinya sudah mondar-mandir.
“Maaf Nak kami terlambat. Gara-gara Mamamu ini loh kelamaan dandan.”
“Ih Papa jahat!”
“Tdak apa-apa, Pa.”
Melati segera menyongsong kedua mertuanya untuk kemudian mencium punggung tangan mereka. Sementara itu, Alfa hanya berdiri dengan tangan di saku. Benar-benar sok keren gayanya. Melati tak terlalu memperdulikannya. Dia lebih memilih untuk memeluk Ririn dan adik-adiknya dengan penuh sayang. Tingkah acuh Melati membuat Alfa kesal. Baru saja akan menarik lengan Melati, kedatangan sosok itu membuat suasana menjadi hening.
Alfa merasakan jemari Melati gemetar. digenggamnya erat jemari istrinya meski tak mengerti apa yang terjadi. tatapan lembut Melati berubah dingin. giginya bergemeretak. Dadanya naik turun, hembusan napas berat jelas terdengar. Raka dan Mayang turut terpaku. Nana hanya bisa menatap kakaknya tak mengerti. kebersamaan singkat dengan sosok itu hanya sisakan memori kabur.
"Selamat, Melati ." jemari Melati terkepal.
"Anda siapa?" Bu Mariam keheranan.
"Saya ayahnya." Keluarga Pratama menatap Melati heran. mereka hanya tahu dia tak memiliki orang tua lagi.
"Ayahku sudah tiada sepuluh tahun lalu."
"Kau adalah putriku tak baik berkata begitu."
"Putrimu? Perhatikanlah baik-baik. kukira putrimu adalah gadis kecil berusia 12 tahun yang berhati mulia. lihatlah aku. aku hanyalah wanita mata duitan yang menggunakan cinta untuk mendapatkan keuntungan."
"Melati...."
"Pergilah dari hidup kami." Lelaki itu bersimpuh.
"Maafkan ayah...."
"heh? Apa maumu sebenarnya?"
"Kumohon Melati ayah benar-benar menyesal. AAyah salah." seorang wanita paruh baya cantik mendekat.
"Aku tahu kamu pasti membenci kami." Melati terdiam. "aku baru sadar tak ada gunanya aku memiliki harta melimpah tanpa ada keturunan. Raka pasti cocok untuk...."
PLAK
Melati menampar pipi mulus itu. sepasang mata melotot. aura kelembutan menghilang seketika. Dicengkramnya bahu mungil Melati. Keramaian mulai terjadi.
"Aku sudah susah payah baik sama kamu. Oh dasar wanita barbar sama saja seperti ibunya." Melati tersenyum tipis. wanita itu mendorong Melati. Namun rupanya Melati jauh lebih gesit. wanita justru terjengkang dan mulai berpura-pura terluka. Ayah Melati tersulut emosinya dan mengangkat tangannya bermaksud menampar Melati. Alfa tersengat harga dirinya. tangan kokoh itu ditangkapnya.
"Aku takkan membiarkan siapapun melukai istriku." Teriakan histeris para gadis fans Alfa menyemarakan suasana. meski cemburu, di mata mereka sikap Alfa begitu keren. MElati justru menghembuskan napas berat. kata-kata Alfa dinilainya menambah masalah saja.
"Apa? Melati? Kau menikah tabpa memberi kabar pada ayah? BAgiamana pernikahan bisa sah tanpa wali dari ayah hah?"
"Perwalian itu sudah diputus oelhs eseorang yang telah menghianati istrinya," Emlati mendengus. "Aku lelah sedikit pusing. bisa kau mengantarku pulang sekarang, Fa."
Seebnarnya Alfa masih ingin menyelesaikan permasalahan tersebut tetapi tatapan Melati membuatnya mengangguk. keduanya berlalu seperti tak terjadi apa-apa. Kerumunan juga bubar. Tokoh pangeran mereka telah menghilang.
Masalah belum selesai, terjadi persengketaan antara keluarga Pratama dengan] ibu tiri dan AyahMelati.
"Akulah masalahnya bukan?' Raka angkat bicara, semua terdiam.
"Raka... "Halus suara si ibu tiri.
"Aku tidak bisa."
"Ini pasti pengaruh si Melati kan?"
"Terus terang aku benar-benar terluka melihat kakakku tersakiti. tapi aku punya juga punya impian ayah... Karena itu aku memilih pesantren. aku akan menjadi mu'alim."
"Apa? kamu dapat apa Raka? Hanya akan merana dan membusuk saja di kampung!"
"Aku punya sawah untuk dikelola."
"Itu!"
"Harusnya kalian membujuk Kak Melati untu meneruskan perusahaan. mahasiswi cerdas yang telah memahami manajemen keuangan sejak SMP dan menerapkannya sangat baik hingga perut adik-adiknya bisa diisi minimal satu kali sehari."
"Tapi..."
"Ayah... meski aku tak membenarkan tindakan Kak Melati dalam mempermainkan cinta lelaki, sekarang aku menegrti alasannya. aku juga mebgerti betapa sayang Kakak pada Ayah."
"Apa?"
"aKakak katakan Ayah meninggal karena kecelakaan kerja...."
"Anak kurang ajar memang dia!"
"Kak Melati berbohong untuk melindungi ayah dari kebencian kami. Kak Melati tak ingin kami membencimu. dia menahan penderitaannya sendirian... " Raka terdiam sejenak. "Terima kasih ayah untuk membuat kami kecewa...." Raka mengajak mereka semua berlalu. sang Ayah hanya bisa menatap nanar pungung-pungung yang semakin menjauh. isakan Nana masih dapat terdengar jelas di telinganya....
***