Of the Things I Wanna Do But Can't

Nov 19, 2016 13:16

Apa kabar? Masih hancur.

Sekarang saya takut untuk tertawa sedikit saja. Takut bepergian karena nggak mau pulang menerima kabar buruk. Takut merasa bahagia karena nggak siap menghadapi tangis yang mungkin akan menyusul setelahnya.

Seminggu ini saya pulang larut setiap hari, karena rumah tidak lagi terasa seperti rumah. Tekanan pekerjaan di akhir tahun untuk kali ini menjadi alasan yang menyelamatkan. Sayang, tidak seperti tahun lalu, kesibukan akhir tahun untuk tahun ini harus ditambah dengan beban masalah pribadi ini sehingga tekanan lelah mentalnya jadi berkali-kali lipat.

Saya capek.

Saya pengin membelikan motor untuk adik saya. Laptop. Ponsel. Mengajaknya makan di luar, nonton, jalan-jalan. Belanja. Bersenang-senang, sebagaimana yang pantas dia dapatkan. Karena seorang anak sembilan belas tahun tidak seharusnya menghadapi masalah seberat ini.

Saya pengin merapikan rumah yang sudah minta direnovasi karena mulai rusak sana-sini. Saya pengin membetulkan atap yang bocor, mengganti plafon, membongkar garasi.

Saya pengin membeli beberapa barang keperluan pribadi yang memang sudah saatnya beli baru. Saya pengin mencari kontrakan di Rawamangun agar dekat ke kampus adik dan kantor saya sehingga kami nggak menjadi tua di jalan dan kelelahan fisik bisa ditekan.

Saya pengin daftar beasiswa untuk sekolah S2. Saya pengin berkarya. Saya pengin mengejar mimpi-mimpi saya.

Tapi semua itu nggak bisa dilakukan.

Belum bisa.

Kondisi ini mencekik. Begitu banyak yang harus dikorbankan.

Saya pengin lari dari semua ini.

Saya pengin hidup tenang, tenteram, nggak stres. Kembali belajar menjadi orang baik. Mendekatkan diri lagi pada Tuhan.

Di atas semua itu, saya cuma pengin ujian ini segera berakhir. Juga pengin teriak, nangis, jerit-jerit.

me, dislike

Previous post Next post
Up