Belajar Ikhlas

Oct 23, 2014 18:38

Semua berawal dari keharusan untuk pindah.

Kuliah sudah selesai, saatnya saya pergi dari kota tempat kuliah dan kembali ke kampung halaman. Saya bingung, pusing mikirin bagaimana cara pindah yang paling murah. Karena satu dan lain hal, barang-barang saya di sini banyak. Jeleknya lagi, saya bukan orang visioner yang mencicil bawa pulang barang dari kemarin-kemarin. Alhasil, bingungnya sekarang. Nyetir sendiri ke luar kota, belum berani. Pakai jasa angkut, kalau hitungannya Rp4.000/km bisa tekor saya (jarak kota tempat kuliah dan kampung halaman saya sekitar 500-an km). Kemungkinannya ya cuma pakai jasa kargo kereta. Tapi, kalau barang-barang saya di sini banyak, kayaknya total biaya bakal tetap lumayan mahal. :(

Pada saat gundah itu, bude saya bilang, "Mbak fad, buku-bukunya disumbangin aja... biar nanti pindahannya nggak terlalu banyak...."

Saya diam.

Tidak langsung menyetujui, tentu saja.

Buku... disumbangin?

"Sayang banget!" adalah reaksi logis pertama saya. Buku-buku itu... udah banyak, belinya mahal, ngumpulinnya bertahun-tahun. Mana banyak judul yang sekarang langka, atau yang saya suka. Masa mau disumbangin begitu aja? Mending kalau dijual di toko online. Lha kalau disumbangin? Saya nggak dapat apa-apa. Padahal saya terus-terusan mengeluhkan mahalnya harga buku setiap ke toko buku.

Lagi pula... saya biasanya membeli buku untuk dibaca dan dipinjamkan, bukan untuk disumbangkan atau dihibahkan.

Tapi kemudian... sisi realistis saya--sebagaimana yang selalu terjadi--menang.

Novel-novel itu... banyak yang cuma sekali-baca-terus-taruh. Beda sama novel-novel masa kecil yang saya baca berulang kali, novel-novel yang saya beli ketika kuliah kebanyakan hanya saya baca sekali. Setelah itu saya pinjamkan, muter di antara teman-teman, balik lagi ke saya dan numpuk begitu aja di rak.

Mungkin... menyumbangkan buku-buku itu memang akan lebih bermanfaat. Buku-buku itu akan dibaca oleh lebih banyak orang, terutama yang tidak mampu membelinya.

Untungnya saya jarang sentimentil terhadap barang, jadi tidak terlalu sulit bagi saya untuk "tega". Maka saya bongkar plastik dan boks tempat buku saya, saya keluarkan buku-buku yang kemungkinan tidak akan atau jarang bakal saya baca lagi, lalu saya masukkan ke plastik hitam besar. Saya telepon Perpustakaan Daerah, menanyakan prosedur penghibahan buku. Kemudian saya bawa ke sana tadi siang.

Buku-buku itu kini sudah berpindah tangan; resmi menjadi milik perpustakaan.

Malam ini, ketika melihat tempat buku yang sudah lowong, sedikit banyak rasa sayang itu masih ada. Merelakan sesuatu yang disenangi itu berat, kan? :') Tapi saya akan belajar untuk ikhlas dan tidak mengingat-ingat buku-buku itu lagi. Akan selalu ada buku-buku baru, dan mungkin nantinya buku-buku baru itu juga menjadi buku yang disumbang. Saya rasa yang saya lakukan ini hanya satu hal kecil yang bisa saya berikan untuk berkontribusi bagi masyarakat.

Semoga perpustakaan mengolah dan melayankan kalian dengan baik, buku-bukuku. Semoga lebih banyak lagi yang membaca kalian nantinya. :")
Previous post Next post
Up